Strategi Petani Menghadapi Resiko

besar petani berpendapat bahwa resiko harga wortel adalah tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa harga benar-benar diluar dari kontrol petani. Variasi persepsi terhadap tingkat resiko harga menurut petani dikarenakan harga yang berfluktuasi. Sebagian besar petani juga berpendapat bahwa keuntungan usahatani wortel adalah sedang. Berarti dapat dikatakan usahatani wortel dapat menutupi modal yang dikeluarkan oleh petani dan juga memberikan keuntungan kepada petani wortel tersebut.

5.2 Strategi Petani Menghadapi Resiko

Desa Gurusinga dengan luas 6,00 Km 2 , berada pada ketinggian rata-rata 1.300 m diatas permukaan laut dengan temperature antara 19 C sd 26 C dengan kelembaban udara berkisar 79. Dengan topografi datar sampai dengan berombak sampai dengan 65, berombak sampai dengan berbukit 22 , berbukit sampai dengan bergunung 13 dengan tingkat kesuburan tanahnya sedang sampai dengan tinggi didukung lagi dengan curah hujan rata-rata 2.100 sampai dengan 3.200 mm pertahun. Dengan keadaan alam seperti ini, tanah di Desa Gurusinga cocok untuk ditanami oleh berbagai jenistanaman hortikultura. Tetapi, dengan jaraknya yang berada 11 km dari Gunung Sinabung yang merupakan gunung berapi yang masih aktif, desa ini terkena dampak dari erupsi gunung. Hal ini mengakibatkan produksi sayur mayur menjadi menurun karena tanaman yang terkena abu vulkanik menjadi rusak. Desa Gurusinga terdiri dari 5 dusundihuni oleh penduduk dengan jumlah 3.843 jiwa dengan jumlah 1.020Kepala Keluarga. Mata pencaharian penduduk sebagian besarnya adalah bertani. Hasil pertanian yang menonjol adalah sayur mayur, buah-buahan dan palawija lainnya.Rata-rata petani yang melakukan usahatani berusia pada rentang umur 36 – 50 tahun dengan menganyomi pendidikan sampai tingkat SMA dan pengalaman berusaha 20 tahun.Dengan umur petani yang masih berada pada kategori produktif menunjukkan bahwa petani tersebut masih memiliki tenaga yang cukup untuk melakukan kegiatan usahatani. Selain itu pengalaman usahatani yang cukup lama memberikan pemahaman yang lebih didalam usahatani sayur mayur. Tetapi, permasalahan yang pada umumnya dihadapi petani adalah harga jual yang selalu berfluktuasi, tidak sedikit petani yang membuang hasil panennya jika harga di pasar sedang turun drastis. Harga jual ini mempengaruhi pendapatan petani, jika harga jual naik maka pendapatan petani juga naik dan jika harga jual turun maka pendapatan petani juga turun, tidak jarang para petani tidak balik modal. Teknologi yang digunakan para petani selama proses produksi antara lain traktor, cangkul, garpu tanah, semprot gendong. Pada saat pemanenan hingga pemasaran, teknologi yang digunakan petani antara lain garpu tanah, parang, gerobak sorong, dan mobil sebagai alat transportasinya, sedangkan petani yang tidak memiliki mobil dapat menyewa angkutan umum sebagai alat transportasinya. Teknologi yang digunakan para petani dianggap cukup oleh para petani yang berada di daerah penelitian. Namun, pemanfaatan pompa air masih belum banyak dilakukan para petani karena sebagian besar dari petani mengharapkan air hujan untuk penyiraman tanamannya. Kondisi kelembagaan yang ada di Desa Gurusinga adalah kelompok tani tetapi kelompok tani ini tidak aktif. Kelompok tani yang tidak aktif ini dikarenakan banyak petani yang mengurungkan niatnya untuk bergabung karena ada permasalahan mengenai subsidi pupuk. Tidak aktifnya kelompok tani menyebabkan para petani sulit mendapatkan pupuk subsidi. Padahal pada kenyataannya kelompok tani dibutuhkan oleh para petani sebagai wadah berkumpul, tempat belajar, dan saling membantu untuk pemanfaatan sumber daya. Untuk menghadapi resiko yang ada, diperlukan strategi yang dilakukan segera untuk mengurangi adanya resiko pada komoditas kol, sawi putih dan wortel.Strategi yang dilakukan dalam mengendalikan kemungkinan terjadinya resiko dibagi menjadi tiga, yaitu: 1 Strategi ex-ante yaitu strategi sebelum terjadi goncanganresiko 2 Strategi interactive yaitu strategi pada saat terjadi goncanganresiko 3 Strategi ex-post yaitu strategi setelah terjadinya goncanganresiko Strategi yang pertama dirancang untuk mempersiapkan usahatani agar tidak berada pada posisi yang terlalu rawan pada saat goncangan terjadi. Strategi pada saat terjadi goncangan melibatkan realokasi sumberdaya agar dampak resiko terhadap produksi dapat diminimalkan. Sedangkan pada setelah goncangan diarahkan untuk meminimalkan dampak berikutnya.

5.2.1 Strategi Ex-ante

5.2.1.1 Strategi Ex-antedalam Menghadapi Resiko Usahatani Kol

Strategi ex-antemerupakan resiko sebelu terjadi goncangan,dirancang untuk mempersiapkan usahatani agar tidak berada pada posisi yang terlalu rawan pada saat goncangan terjadi. Pada usahatani kol, petani kebanyakan menggunakan pola tanam kentag- kol- wortel, dan yang hanya menanam wortel. Pola tanam ini dilakukan petani karena dianggap dapat mengurangi hama dan untuk mengejar pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Petani memperoleh bibit dengan membeli bibit di tempat pembibitan yang ada disekitar desa dengan harga Rp 100bibit. Varietas yang digunakan juga varietas tunggal yang digunakan pada semua lahan, dengan lokasi pertanaman ditanam disatu lokas dan ada juga yang menanam di beberapa lokasi pertanaman. Tabel 14 berikut menunjukkan bahwa pola tanam yang dominan adalah kentang-kol-wortel dengan 17 orang petani atau 34, pola tanam ini dilakukan karena petani menganggap dapat mengurangi hama yang mengganggu tanaman. Bibit yang digunakan para petani sebagian besar diperoleh dengan membeli dari tokosaprodi yang berada disekitar desa. Lokasi pertanaman yang digunakan oleh petani sebagian besar hanya ditanam pada satu lokasi saja. Tabel.14 Strategi Manajemen Ex-ante pada Usahatani Kol No. Uraian Frekuensi Petani Persentas e 1. Pola tanam dominan setahun a. Daun Bawang-kol-brokoli 11 22 b. Kentang-kol-wortel 17 34 c. Tomat-kol-sawi 10 20 d. Hanya menanam kol 12 24 Jumlah 50 100 2. Alasan mengikuti pola tanam a. Untuk mengurangi hama 26 52 b. Agar tanahnya tidak rusak 9 18 c. Karena tanahnya cocok 12 24 d. Untuk mengejar pendapatan 3 6 Jumlah 50 100 3. Varietas yang digunakan a. Varietas tunggal pada semua lahan yang diusahakan 47 94 b. Lebih dari satu varietas pada lahan yang sama 1 2 c. Lebih dari satu varietas pada lahan yang berbeda 2 4 Jumlah 50 100 4. Sumber bibit yang digunakan a. Hasil produksi sendiri 12 24 b. Membeli dari toko saprodi 38 76 Jumlah 50 100 5. Banyaknya lokasi pertanaman a. Hanya ditanam di satu lokasi 35 70 b. Ditanam dibeberapa lokasi 15 30 Jumlah 50 100 5.2.1.2 Strategi Ex-ante dalam Menghadapi Resiko Usahatani Sawi Putih Strategi ex-antemerupakan respon petani sebelum terjadinya resiko. Petani sawi putih kebanyakan menggunakan pola tanam tomat- sawi putih- brokoli, kolbunga- sawi putih- tomat. Pola tanam ini dipilih petani karena dianggap dapat mengurangi jumlah hama dan jika tidak dilakukan rotasi tanaman akan dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah. Petani membeli bibit di tempat pembibitan untuk mendapatkan bibit tanamannya dengan harga Rp 90bibit dan menggunakan varietas yang sama pada setiap lahannya. Dengan lokasi penanaman hanya pada satu lokasi tetapi ada juga yang menanam di beberapa lokasi penanaman. Tabel 15 menunjukkan bahwa pola tanam yang dominan adalah tomat-sawi putih- brokoli dengan 18 orang petani atau 36 pola tanam ini dilakukan karena petani menganggap dengan mengganti-ganti jenis tanaman pada lahan tersebut dapat mengurangi hama yang mengganggu tanaman mereka.Bibit yang digunakan para petani diperoleh dengan membeli dari toko-toko saprodi yang berada disekitar desa. Lokasi pertanaman yang digunakan sebanyak 37 petani atau 74 petani melakukan usaha taninya dengan hanya ditanam pada satu lokasi saja. Tabel.15 Strategi Manajemen Ex-ante pada Usahatani Sawi Putih No. Uraian Frekuensi Petani Persentase 1. Pola tanam dominan setahun a. Kol Bunga-sawi putih-tomat 14 28 b. Kentang-sawi putih-wortel 12 24 c. Selada-sawi putih- kentang 6 12 d. Tomat-sawi putih-brokoli 18 36 Jumlah 50 100 2. Alasan mengikuti pola tanam a. Untuk mengurangi hama 30 60 b. Agar tanahnya tidak rusak 11 22 c. Karena tanahnya cocok 3 6 d. Untuk mengejar pendapatan 6 12 Jumlah 50 100 3. Varietas yang digunakan a. Varietas tunggal pada semua lahan yang diusahakan 50 100 b. Lebih dari satu varietas pada lahan yang sama - - c. Lebih dari satu varietas pada lahan yang berbeda - - Jumlah 50 100 4. Sumber bibit yang digunakan a. Hasil produksi sendiri 10 20 b. Membeli dari toko saprodi 40 80 Jumlah 50 100 5. Banyaknya lokasi pertanaman a. Hanya ditanam di satu lokasi 37 74 b. Ditanam dibeberapa lokasi 13 26 Jumlah 50 100 5.2.1.3Strategi Ex-ante dalam Menghadapi Resiko Usahatani Wortel Strategi ex-ante merupakan strategi yang dilakukan sebelum terjadinya goncangan, strategi ini bertujuan untuk mempersiapkan usahatani agar tidak berada pada posisi yang terlalu rawan pada saat goncangan terjadi. Petani wortel yang menggunakan pola tanam hanya menanam wortel karena wortel merupakan tanaman yang biayanya dianggap cukup murah dan harga yang ada di pasar juga tidak terlalu rendah berada pada harga Rp 1000 – Rp 2000 sehingga pendapatan para petani masih dapat dibilang stabil, juga tanaman wortel ini tidak terlalu banyak hama dan penyakit yang menjangkitinya. Pola tanam lainnya yang digunakan petani yaitu kentang- wortel- tomat, brokoli- wortel- kentang, dan kol bunga- wortel- selada dianggap petani dapat mengurangihama pengganggu tanaman dan juga dilakukannya rotasi tanaman agar tingkat kesuburan tanah tidakberkurang. Benih yang digunakan oleh petani dibeli seharga Rp 80.000mug. Varieas yang digunakan adalah varietas yang sama pada semua lahan, dengan lokasi pertanamannya di satu lokasi dan juga ada yang berada di beberapa lokasi penanaman. Pada Tabel 16 berikut menunjukkan bahwa pola tanam yang dominan adalah hanya menanam wortel dengan 16 orang petani atau 32 pola tanam ini dilakukan karena petani menganggap tanah yang digunakan dianggap cocok untuk ditanam wortel secara terus menerus dan ada juga petani yang kekurangan modal sehingga tidak mengganti tanamannya.Bibit yang digunakan oleh sebagian besar petani dengan jumlah 40 orang atau 80 petani diperoleh dengan membeli dari toko-toko saprodi yang berada disekitar desa karena banyak petani yang menganggap kualitas bibit yang dibeli dari kios lebih baik dibandingkan dengan membuat sendiri. Lokasi pertanaman yang digunakan oleh petani sebagian besar hanya ditanam pada satu lokasi saja. Tabel.16 Strategi Manajemen Ex-ante pada Usahatani Wortel No. Uraian Frekuensi Petani Persentase 1. Pola tanam dominan setahun a. Brokoli-wortel-kentang 7 14 b. Kol bunga-wortel-selada 13 26 c. Kentang-wortel-tomat 14 28 d. Hanya menanam wortel 16 32 Jumlah 50 100 2. Alasan mengikuti pola tanam a. Untuk mengurangi hama 23 46 b. Agar tanahnya tidak rusak 7 14 c. Karena tanahnya cocok 11 22 d. Untuk mengejar pendapatan 3 6 e. Kekurangan modal 6 12 Jumlah 50 100 3. Varietas yang digunakan a. Varietas tunggal pada semua lahan yang diusahakan 48 96 b. Lebih dari satu varietas pada lahan yang sama 2 4 c. Lebih dari satu varietas pada lahan yang berbeda - - Jumlah 50 100 4. Sumber bibit yang digunakan a. Hasil produksi sendiri 10 20 b. Membeli dari toko saprodi 40 80 Jumlah 50 100 5. Banyaknya lokasi pertanaman a. Hanya ditanam di satu lokasi 32 64 b. Ditanam dibeberapa lokasi 18 36 Jumlah 50 100

5.2.2 Strategi Interactive

5.2.2.1 Strategi Interactive dalam Menghadapi Usahatani Kol

Strategi interactive merupakan respon petani pada saat terjadinya resikogoncangan, respon ini melibatkan realokasi sumber daya agar dampak resiko terhadap produksi dapat diminimalkan. Petani kol menanam kol tanpa mempertimbangkan musim, hal ini dapat dilihat bahwa petani cenderung menyisip tanaman apabila ada lahan yang masih kosong dengan komoditi yang mereka inginkan. Dan jika kol yang mereka tanamternyata mati mereka melakukan penyulaman, yaitu menanam kembali bagian - bagian yang kosong bekas dari tanaman yang mati, penyulaman ini bertujuan untuk memenuhi jumlah tanaman normal pada satu satuan luas sesuai dengan jarak tanamnya. Jarak tanam yang biasa digunakan petani adalah50x50 cm dengan jumlah tanaman 12.000 batangha dan 14.000 batangha pada jarak tanam 30x30. Pupuk yang digunakan petani antara lain pupuk organik, Urea, Natrium Phospat, Kalium Magnesium Sulfat. Pestisida yang digunakan para petni untu tindakan pencegahan, pestisida digunakan sejak bibit baru ditanam dengn menggunakan pestisida kimiawi dan organik. Banyak petani yang melakukan pengoplosan pestisida tindakan ini dianggap petani dapat menghemat waktu dan tenaga, karena jika penyemprotan pestisida dilakukan secara satu per satu mereka memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Tenaga kerja di Desa Gurusinga selalu tersedia setiap waktu dengan biaya Rp 60.000 – Rp 70.000 hari sehingga petani tidak bersusah payah mencari tenaga kerja jika sedang diperlukan. Jika petani kekurangan modal, mereka meminjam uang dari saudara ataupun tetangga mereka.Pada Tabel 18 diuraikan strategi yang dilakukan oleh petani kol pada saat terjadinya resiko Tabel 17. Strategi Manajemen Interactive pada Usahatani Kol No. Uraian Frekuensi Petani Persentase 1. Waktu penanaman kol a. Akhir musim kemarau agar kebutuhan air dapat terjamin 12 24 b. Pertengahan musim kemarau pada saat air masih tersedia 4 8 c. Pertengahan musim hujan dengan pertimbangan bersifat non-teknis 12 24 d. Tidak mempertimbangkan musim 22 44 Jumlah 50 100 2. Bila sebagian tanaman dilapangan ternyata mati, maka: a. Dilakukan penyulaman 50 100 b. Tidak dilakukan penyulaman - - Jumlah 50 100 3. Jarak tanam yang digunakan a. 60x60 3 6 b. 50x50 31 62 c. 40x40 6 12 d. 30x30 10 20 Jumlah 50 100 4. Jenis pupuk yang digunakan a. Pupuk tunggal dan majemuk 3 6 b. Pupuk tunggal dan organic 9 18 c. Pupuk majemuk dan organic 11 22 d. Pupuk tunggal, majemuk dan organic 24 48 e. Pupuk organik saja 3 6 Jumlah 50 100 5. Metode pengendalian hama penyakit yang dilakukan a. Sebagai tindakan pencegahan 28 56 b. Sebagai tindakan pembasmian 6 12 c. Sebagai tindakan pencegahan sekaligus pembasmian 16 32 Jumlah 50 100 6. Kecenderungan petani dalam pengendalian OPT yang dilakukan a. Cenderung menggunakan pestisida kimiawi 23 46 b. Cenderung menggunakan pestisida nabatiPHT 6 12 c. Cenderung menggunakan pestisida kimiawi dan nabati 21 42 Jumlah 50 100 7. Pengoplosan pestisida dalam pengendalian OPT a. Sebagai tindakan pencegahan 24 48 b. Sebagai tindakan pembasmian 6 12 Lanjutan Tabel 17. c. Sebagai tindakan pencegahan dan pembasmian 15 30 d. Tidak mengoplos pestisida 10 20 Jumlah 50 100 8. Alasan melakuan pengoplosan pestisida a. Menghemat biaya 9 22,5 b. Menghemat waktu dan tenaga 16 40 c. Lebih lengkap kandungannya 15 37,5 Jumlah 40 100 9. Tindakan yang dilakukan saat mengalami kelangkaan TK Upahan a. Memanfaatkan TK keluarga semaksimal mungkin 17 34 b. Memanfaatkan TK yang ada secara bergantian 30 60 c. Mencari TK upahan dari luar desa 3 6 Jumlah 50 100 10. Tindakan yang dilakukan jika mengalami kekurangan atau kesulitan modal a. Meminjam dari sumber kredit formal 15 30 b. Meminjam dari sumber kredit informal - - c. Meminjam dari kelompok tani gapoktan koperas tani 4 8 d. Meminjam dari saudaratetangga kerabat 31 62 Jumlah 50 100 Strategi manajemen interactive digunakan untuk meminimalisir resiko selama proses produksi. Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa 22 orang atau 44 petani yang mengusahakan tanaman kol tidak mempertimbangkan musim kemarau maupun musim penghujan. Hal ini dilakukan karena petani tidak mau membiarkan lahan yang mereka miliki kosong sehingga harus terus ditanami baik mengganti tanaman maupun tetap menanam kol pada lahan mereka. Dan jika tanaman kol yang mereka tanami tersebut mati, maka seluruh petani kol tersebut melakukan penyulaman terhadap tanaman mereka. Sebanyak 31 orang atau 62 petani menggunakan jarak tanam 50x50, 10 orang atau 20 petani menggunakan jarak tanam 30x30, 6 orang atau 12 petani menggunakan jarak tanam 40x40 dan sisanya sebanyak 3 orang atau 6 menggunakan jarak tanam 60x60. Sebagian besar petani menggunakan pupuk tunggal, majemuk dan organik. Sebagian petani yang menjadi responden kurang mengetahui unsur yang terdapat dalam pupuk tersebut tetapi hanya mengetahui merk dagang yang mereka gunakan. Pada umumnya, petani kol 56 petani atau 28 petani menggunakan pestisida sebagai tindakan pencegahan karena mereka menggunaka pestisida dawi awal musim tanam baik ditemukannya hama maupun tidak menemukan hama, sebanyak 16 petani atau 32 petani menggunakan pestisida sebagai tindakan pencegahan sekaligus tindakan pembasmian, dan sisanya 6 orang petani atau 12 petani menggunakan pestisida sebagai tindakan pembasmian. Pestisida yang digunakan sebagian besar petani adalah pestisida kimiawi sebanyak 23 petani atau 46 petani. Dan dari petani petani yang menggunakan pestisida ini, mereka melakukan pengoplosan dengan tujuan tindakan pencegahan menjadi lebih menghemat waktu dan tenaga mereka serta dianggap lebih efektif. Tenaga kerja yang ada digunakan secara bergantian merupakan salah satu hal yang dilakukan oleh 30 orang atau 60 petani apabila mereka kekurangan tenaga kerja. Sisanya yaitu 17 orang atau 34 petani meggunakan tenaga kerja keluarga dan 3 orang atau 6 petani menggunakan tenaga kerja upahan yang diperoleh dari luar desa. Sementara itu, apabila petani mengalami kekurangan modal, maka sebanyak 31 orang atau 62 petani mengambil langkah dengan meminjam dari saudara atau kerabat mereka, sebanyak 15orang atau 30 petani meminjam kepada kredit formal seperti BPR dan CU yang ada disekitar desa mereka.

5.2.2.2 Strategi Interactive dalamMenghadapi Resiko Usahatani Sawi Putih

Strategi pengendalian resiko interactive adalah sikap petani pada saat terjadinya resiko, respon ini melibatkan realokasi sumber daya agar dampak resiko terhadap produksi dapat diminimalkan. Petani sawi putih menanam sawi putih tanpa mempertimbangkan musim, hal ini dapat dilihat bahwa petani cenderung menyisip tanaman apabila ada lahan yang masih kosong dengan komoditi yang mereka inginkan. Dan jika sawi putih yang mereka tanamternyata mati mereka melakukan penyulaman, yaitu menanam kembali bagian - bagian yang kosong bekas dari tanaman yang mati, penyulaman ini bertujuan untuk memenuhi jumlah tanaman normal pada satu satuan luas sesuai dengan jarak tanamnya. Jarak tanam yang biasa digunakan petani adalah 40x40 cm dengan jumlah tanaman 10.000 batangha dan 12.000 batangha pada jarak tanam 30x30. Pupuk yang digunakan petani antara lain pupuk organik, Kalsium, Natrium Phospat, Kalium Magnesium Sulfat. Pestisida yang digunakan para petani untuk tindakan pencegahan, pestisida digunakan sejak bibit baru ditanam dengn menggunakan pestisida kimiawi dan organik. Banyak petani yang melakukan pengoplosan pestisida tindakan ini dianggap petani dapat menghemat waktu dan tenaga, karena jika penyemprotan pestisida dilakukan secara satu per satu mereka memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak, ada juga petani yang tidak mengoplos pestisida, tindakan ini dianggap lebih efektif oleh petani. Tenaga kerja di Desa Gurusinga selalu tersedia setiap waktu dengan biaya Rp 60.000 – Rp 70.000 hari sehingga petani tidak bersusah payah mencari tenaga kerja jika sedang diperlukan. Jika petani kekurangan modal, mereka meminjam uang dari saudara ataupun tetangga mereka.Pada Tabel 18diuraikan strategi yang dilakukan petani pada saat terjadinya resiko. Tabel 18. Strategi Manajemen Interactive pada Usahatani Sawi Putih No. Uraian Frekuensi Petani Persentase 1. Waktu penanaman sawi putih a. Akhir musim kemarau agar kebutuhan air dapat terjamin 8 16 b. Pertengahan musim kemarau pada saat air masih tersedia 7 14 c. Pertengahan musim hujan dengan pertimbangan bersifat non-teknis 13 26 d. Tidak mempertimbangkan musim 22 44 Jumlah 50 100 2. Bila sebagian tanaman dilapangan ternyata mati, maka: a. Dilakukan penyulaman 48 96 b. Tidak dilakukan penyulaman 2 4 Jumlah 50 100 3. Jarak tanam yang digunakan a. 50x50 6 12 b. 40x40 23 46 c. 30x30 21 42 Jumlah 50 100 4. Jenis pupuk yang digunakan a. Pupuk tunggal dan majemuk 4 8 b. Pupuk tunggal dan organic 11 22 c. Pupuk majemuk dan organic 9 18 d. Pupuk tunggal, majemuk dan organic 25 50 e. Pupuk organik saja 1 2 Jumlah 50 100 5. Metode pengendalian hama penyakit yang dilakukan a. Sebagai tindakan pencegahan 31 62 b. Sebagai tindakan pembasmian 6 12 c. Sebagai tindakan pencegahan sekaligus pembasmian 13 26 Jumlah 50 100 6. Kecenderungan petani dalam pengendalian OPT yang dilakukan a. Cenderung menggunakan pestisida kimiawi 18 36 b. Cenderung menggunakan pestisida 14 28 nabatiPHT c. Cenderung menggunakan pestisida kimiawi dan nabati 18 36 Jumlah 50 100 7. Pengoplosan pestisida dalam pengendalian OPT a. Sebagai tindakan pencegahan 20 40 b. Sebagai tindakan pembasmian 6 12 Lanjutan Tabel 18. c. Sebagai tindakan pencegahan dan pembasmian 10 20 d. Tidak mengoplos pestisida 14 28 Jumlah 50 100 8. Alasan melakuan pengoplosan pestisida a. Menghemat biaya 8 22,2 b. Menghemat waktu dan tenaga 9 25 c. Lebih lengkap kandungannya 14 38,9 d. Tergantung hama yang menyerang 5 13,9 9. Tindakan yang dilakukan saat mengalami kelangkaan TK Upahan a. Memanfaatkan TK keluarga semaksimal mungkin 14 28 b. Memanfaatkan TK yang ada secara bergantian 36 72 c. Mencari TK upahan dari luar desa - - Jumlah 50 100 10. Tindakan yang dilakukan jika mengalami kekurangan atau kesulitan modal a. Meminjam dari sumber kredit formal 13 26 b. Meminjam dari sumber kredit informal - - c. Meminjam dari kelompok tani gapoktan koperas tani 5 10 d. Meminjam dari saudaratetangga kerabat 32 64 Jumlah 50 100 Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa 22 orang atau 44 petani yang mengusahakan tanaman sawi putih tidak mempertimbangkan musim kemarau maupun musim penghujan.Hal ini dilakukan karena petani tidak mau membiarkan lahan yang mereka miliki kosong sehingga harus terus ditanami baik dengan mengganti tanaman yang diusahakan maupun tidak. Dan jika tanaman sawi putih yang mereka tanami tersebut mati, maka sebanyak 48orang atau 96 petani kol tersebut melakukan penyulaman terhadap tanaman mereka. Sebanyak 23 orang atau 46 petani menggunakan jarak tanam 40x40, 21 orang atau 42 petani menggunakan jarak tanam 30x30, 6 orang atau 12 petani menggunakan jarak tanam 50x50. Sebagian besar petani menggunakan pupuk tunggal, majemuk dan organik. Sebagian petani yang menjadi responden kurang mengetahui unsur yang terdapat dalam pupuk tersebut tetapi hanya mengetahui merk dagang yang mereka gunakan. Pada umumnya, petani sawi putih 62 petani atau 31 petani menggunakan pestisida sebagai tindakan pencegahan karena mereka menggunakan pestisida dawi awal musim tanam baik ditemukannya hama maupun tidak menemukan hama, sebanyak 13 petani atau 26 petani menggunakan pestisida sebagai tindakan pencegahan sekaligus tindakan pembasmian, dan sisanya 6 orang petani atau 12 petani menggunakan pestisida sebagai tindakan pembasmian. Pestisida yang digunakan sebagian besar petani adalah pestisida kimiawi dan pestisida nabati sebanyak 18 petani atau 36 petani. Dan dari petani petani yang menggunakan pestisida ini, mereka melakukan pengoplosan dengan tujuan tindakan pencegahan menjadi lebih efektif. Tenaga kerja yang ada digunakan secara bergantian merupakan salah satu hal yang dilakukan oleh 36 orang atau 72 petani apabila mereka kekurangan tenaga kerja. Sisanya yaitu 14 orang atau 28 petani meggunakan tenaga kerja keluarga. Sementara itu, apabila petani mengalami kekurangan modal, maka sebanyak 32 orang atau 64 petani mengambil langkah dengan meminjam dari saudara atau kerabat mereka, sebanyak 13 orang atau 26 petani meminjam kepada kredit formal seperti BPR dan CU yang ada disekitar desa mereka dan sisanya 5 orang petani meminjam kepada kelompok tani.

5.2.2.3 Strategi Interactive dalam Menghadapi Resiko Usahatani Wortel

Strategi interactive merupakan respon petani pada saat terjadinya resikogoncangan, respon ini melibatkan realokasi sumber daya agar dampak resiko terhadap produksi dapat diminimalkan. Petani wortel menanam wortel tanpa mempertimbangkan musim, hal ini dapat dilihat bahwa petani cenderung menyisip tanaman apabila ada lahan yang masih kosong dengan komoditi yang mereka inginkan, dan jika wortel yang mereka tanamternyata mati mereka melakukan penyulaman, yaitu menanam kembali bagian - bagian yang kosong bekas dari tanaman yang mati, penyulaman ini bertujuan untuk memenuhi jumlah tanaman normal pada satu satuan luas sesuai dengan jarak tanamnya. Jarak bedengan yang biasa digunakan petani adalah 20x20 cm dengan menggunakan benih sebanyak 10-15 mugha dengan hasil produksi 20 ton ha. Pupuk yang digunakan petani antara lain pupuk organik, Urea, Natrium Phospat. Pestisida yang digunakan para petni untu tindakan pencegahan, pestisida digunakan sejak dilakukan penanaman dengan menggunakan pestisida kimiawi dan organik. Tetapi ada juga petani yang tidak menggunakan pestisida, mereka menganggap wortel jarang dijangkiti hama penyakit sehingga mereka menganggap tidak begitu penting menggunakan pestisida. Banyak petani yang melakukan pengoplosan pestisida tindakan ini dianggap petani dapat menghemat waktu dan tenaga, karena jika penyemprotan pestisida dilakukan secara satu per satu mereka memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Tenaga kerja di Desa Gurusinga selalu tersedia setiap waktu dengan biaya Rp 60.000 – Rp 70.000 hari sehingga petani tidak bersusah payah mencari tenaga kerja jika sedang diperlukan. Jika petani kekurangan modal, mereka meminjam uang dari saudara ataupun tetangga mereka. Strategi interactive yang dilakukan petani wortel dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Strategi Manajemen Interactive pada Usahatani Wortel No. Uraian Frekuensi Petani Persentase 1. Waktu penanaman wortel a. Akhir musim kemarau agar kebutuhan air dapat terjamin 8 16 b. Pertengahan musim kemarau pada saat 1air masih tersedia 7 14 c. Pertengahan musim hujan dengan pertimbngan bersifat non-teknis 12 24 d. Tidak mempertimbangkan musim 23 46 Jumlah 50 100 2. Bila sebagian tanaman dilapangan ternyata mati, maka: a. Dilakukan penyulaman 47 94 b. Tidak dilakukan penyulaman 3 6 Jumlah 50 100 3. Jarak antar bedengan yang digunakan a. 30 cm 9 18 b. 20 cm 31 62 c. 10 cm 10 20 Jumlah 50 100 4. Jenis pupuk yang digunakan a. Pupuk tunggal dan majemuk 3 6 b. Pupuk tunggal dan organic 6 12 c. Pupuk majemuk dan organic 17 34 d. Pupuk tunggal, majemuk dan organik 23 46 e. Pupuk organik saja 1 2 Jumlah 50 100 5. Metode pengendalian hama penyakit yang dilakukan a. Sebagai tindakan pencegahan 29 58 b. Sebagai tindakan pembasmian 10 20 c. Sebagai tindakan pencegahan sekaligus pembasmian 5 10 d. Tidak menggunakan pestisida 6 12 Jumlah 50 100 6. Kecenderungan petani dalam pengendalian OPT yang dilakukan a. Cenderung menggunakan pestisida kimiawi 20 40 b. Cenderung menggunakan pestisida nabatiPHT 6 12 c. Cenderung menggunakan pestisida kimiawi dan nabati 18 36 d. Tidak menggunakan pestisida 6 12 Jumlah 50 100 Lanjutan Tabel 19. 7. Pengoplosan pestisida dalam pengendalian OPT a. Sebagai tindakan pencegahan 22 44 b. Sebagai tindakan pembasmian 10 20 c. Sebagai tindakan pencegahan dan pembasmian 6 12 d. Tidak mengoplos pestisida 12 24 Jumlah 50 100 8. Alasan melakuan pengoplosan pestisida a. Menghemat biaya 10 26,3 b. Menghemat waktu dan tenaga 13 34,2 c. Lebih lengkap kandungannya 15 39,5 Jumlah 38 100 9. Tindakan yang dilakukan saat mengalami kelangkaan TK Upahan a. Memanfaatkan TK keluarga semaksimal mungkin 18 36 b. Memanfaatkan TK yang ada secara bergantian 32 64 c. Mencari TK upahan dari luar desa - - Jumlah 50 100 10. Tindakan yang dilakukan jika mengalami kekurangan atau kesulitan modal a. Meminjam dari sumber kredit formal 11 22 b. Meminjam dari sumber kredit informal - - c. Meminjam dari kelompok tani gapoktan koperas tani 8 16 d. Meminjam dari saudaratetangga kerabat 31 62 Jumlah 50 100 Dapat dilihat dari Tabel 19 bahwa 23 orang atau 46 petani yang mengusahakan tanaman wortel tidak mempertimbangkan musim kemarau maupun musim penghujan. Hal ini dilakukan karena petani tidak mau membiarkan lahan yang mereka miliki kosong sehingga harus terus ditanami baik mengganti tanaman maupun tetap menanam wortel pada lahan mereka. Dan jika tanaman wortel yang mereka tanami tersebut mati, maka 47 petani wortel tersebut memilih untuk melakukan penyulaman terhadap tanaman mereka. Tanaman wortel ditanam tanpa memperkirakan jarak tanam karena wortel ditanam dengan ditabur, wortel ditabur pada bedengan-bedengan yang dibuat oleh para petani. Sebanyak 31 orang atau 62 petani membuat jarak antar bedengan 20 cm, 10 orang atau 20 petani membuat jarak antar bedengan 10 cm, dan sisanya 9 orang atau 18 petani membuat jarak antar bedengan 30 cm.Sebagian besar petani menggunakan pupuk tunggal, majemuk dan organik. Sebagian petani yang menjadi responden kurang mengetahui unsur yang terdapat dalam pupuk tersebut tetapi hanya mengetahui merk dagang yang mereka gunakan. Pada umumnya, 29petani wortel atau 58 petanimenggunakan pestisida sebagai tindakan pencegahan karena mereka menggunaka pestisida dari awal musim tanam baik ditemukannya hama maupun tidak menemukan hama, sebanyak 5 petani atau 10 petani menggunakan pestisida sebagai tindakan pencegahan sekaligus tindakan pembasmian, dan sisanya 10 orang petani atau 20 petani menggunakan pestisida sebagai tindakan pembasmian dan 6 orang petani tidak menggunakan pestisida. Pestisida yang digunakan sebagian besar petani adalah pestisida kimiawi sebanyak 20 petani atau 40 petani. Dan dari petani petani yang menggunakan pestisida ini, mereka melakukan pengoplosan dengan tujuan tindakan pencegahan menjadi lebih efektif danlebih menghemat waktu dan tenaga petani.Tenaga kerja yang ada digunakan secara bergantian merupakan salah satu hal yang dilakukan oleh 32 orang atau 64 petani apabila mereka kekurangan tenaga kerja. Sisanya yaitu 18 orang atau 36 petani meggunakan tenaga kerja keluarga. Sementara itu, apabila petani mengalami kekurangan modal, maka sebanyak 31 orang atau 62 petani mengambil langkah dengan meminjam dari saudara atau kerabat mereka, sebanyak 11orang atau 22 petani meminjam kepada kredit formal seperti BPR dan CU yang ada disekitar desa mereka dan sebanyak 8orang atau 16 petani meminjam kepada kelompok tani.

5.2.3 Strategi Ex-Post

5.2.3.1 Strategi Ex-Post dalam Menghadapi Usahatani Kol

Strategi expostmerupakan strategi yang dilakukan petani setelah terjadinya resiko, strategi ini bertujuan untuk meminimalkan dampak berikutnya. Strategi ini bergantung pada status usahatani bersangkutan dalam kaitannya dengan sumber pendapatan. Sebagian petani kol menggantungkan pendapatannya pada usahatani kol ini. Petani masih memiliki pendapatan dari usahatani lain dan dapat meminjam uang dari saudaratetangganya jika mereka mengalami kegagalan, dan mereka akan menyesuaikan modal yang ada dengan luas lahan untuk musim tanam selanjutnya. Dan tetap mengusahakan kol walau terjadi kegagalan, karena tanaman kol merupakan sumber utama pendapatan mereka. Dapat dilihat pada Tabel 20 sebanyak 32 petani atau 64 petani menyatakan bahwa sebagian besar sumber penghidupan keluarga bergantung pada usahatani kol. Sebanyak 18 petani 36 menutupi kekurangan dalam menghidupi keluarganya dari pendapatan usahatani lainnya. Sebanyak 18 orang petani 36 menutupi dengan cara meminjam dari saudara atau kerabat mereka. Sisanya sebanyak 6 orang petani mengambil tabungan mereka, 5 petani lainnya mencari pekerjaan tambahan dengan menjadi tenaga kerja di lahan usaha orang lain, dan 3 petani menjual atau menggadaikan asset yang dimiliki. Dan jika usahatani mengalami kerugian, petani tetap akan menanam dengan cara luas pertanaman pada musim tanam selanjutnya disesuikan dengan modal, merupakan cara yang dilakukan sebanyak 20 petani 40. 19 petani 38 meminjam uang untuk menambah modal, 8 petani 16 mengambil dari tabungan dan 3 petani 6 mengusahakan tanaman yang beresiko kecil. Apabila tanaman dianggap gagal bukan berarti petani berhenti menanam kol, hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah petani yaitu sebanyak 41 petani 82 tetap menanam kol dan mencari penyebab kegagalan. Sebanyak 5 petani 10 hanya akan menanam kol pada saat musim yang diperkirakan harga baik, dan 4 petani lagi hanya akan menanam disaat musim tanam yang dianggap aman. Tabel 20. Strategi Manajemen Ex-Post pada Usahatani Kol No Uraian Frekuens i Petani Persentas e 1. Status usahatani dalam menghidupi keluarga a. Sepenuhnya bergantung pada usahatani kol 12 24 b. Sebagian besar bergantung pada usahatani kol 32 64 c. Sebagian kecil bergantung pada usahatani kol 6 12 Jumlah 50 100 2. Jika usahatani mengalami kegagalan, usaha untuk menutupi kegagaland dalam menghidupi keluarga a. Pendapatan dari usahatani lain 18 36 b. Mengambil dari tabungan 6 12 c. Meminjam dari petanitetanggakerabat 18 36 d. Mencari pekerjaan tambahan 5 10 e. Menjual sebagian asset yang dimiliki 3 6 Jumlah 50 100 3. Jika mengalami kerugian, tindakan atau sumber modal mana yang dipilih untuk pertanaman selanjutnya a. Luas pertanaman pada musim tanam berikutnya disesuaikan dengan modal yang tersedia 20 40 b. Menambah modal dengan mengambil dari tabungan 8 16 c. Menambah modal dengan meminjam uang 19 38 d. Mengusahakan tanaman yang beresiko kecil 3 6 Jumlah 50 100 4. Tindakan yang dilakukan jika pertanaman dianggap gagal a. Hanya akan menanam pada waktu atau musim tanam yang dianggap aman 4 8 b. Hanya akan menanam pada waktu atau musim tanam yang diperkirakan harga baik 5 10 c. Tetap akan menanam lagi dan mencari penyebab kegagalan 41 82 Jumlah 50 100 5.2.3.2 Strategi Ex-post dalam Menghadapi Resiko Usahatani Sawi Putih Strategi pengendalian ex-post adalah perilaku petani setelah terjadinya resiko, respon setelah goncangan diarahkan untuk meminimalkan dampak berikutnya, dan bergantung pada status usahatani bersangkutan dalam kaitannya dengan sumber pendapatan. Sebagian petani sawi putih menggantungkan pendapatannya pada usahatani sawi putih ini. Petani masih memiliki pendapatan dari usahatani lain dan dapat meminjam uang dari saudaratetangganya jika mereka menglami kegagalan, dan mereka akan menyesuaikan modal yang ada dengan luas lahan untuk musim tanam selanjutnya. Dan tetap mengusahakan sawi putih walau terjadi kegagalan, karena tanaman sawi putih merupakan sumber utama pendapatan mereka. Pada Tabel 21 dapat dijelaskan bahwa sebanyak 28 petani atau 56 petani menyatakan bahwa sebagian besar sumber penghidupan keluarga bergantung pada usahatani sawi putih. Strategi manajemen resiko ex-post untuk menutupi kekurangan dalam menghidupi keluarga antara lain sebanyak 19 petani 38 pendapatan dari usahatani lainnya. Sebanyak 15 orang petani 30 menutupi dengan cara meminjam dari saudara atau kerabat mereka. Sisanya sebanyak 7 orang petani mengambil tabungan mereka, 5 petani lainnya mencari pekerjaan tambahan, dan 4 petani menjual atau menggadaikan asset. Dan jika usahatani mengalami kerugian, petani tetap akan menanam dengan cara luas pertanaman pada musim tanam selanjutnya disesuikan dengan modal, merupakan cara yang dilakukan sebanyak 21 petani 42. 14 petani 28 meminjam uang untuk menambah modal, 8 petani 16 mengambil dari tabungan dan 7 petani 14 mengusahakan tanaman yang beresiko kecil. Apabila tanaman dianggap gagal bukan berarti petani berhenti menanam sawi putih, hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah petani yaitu sebanyak 41 petani 82 tetap menanam sawi putih dan mencari penyebab kegagalan. Sebanyak 6 petani 12 hanya akan menanam sawi putih pada saat musim yang tanam yang dianggap aman dan 3 petani lainnya memilih untuk tidak menanam sawi putih lagi karena takut kegagalan berulang. Tabel 21. Strategi Manajemen Ex-Post pada Usahatani Sawi Putih No. Uraian Frekuensi Petani Persentas e 1. Status usahatani dalam menghidupi keluarga a. Sepenuhnya bergantung pada usahatani sawi putih 17 34 b. Sebagian besar bergantung pada usahatani sawi putih 28 56 c. Sebagian kecil bergantung pada usahatani sawi putih 5 10 Jumlah 50 100 2. Jika usahatani mengalami kegagalan, usaha untuk menutupi kegagaland dalam menghidupi keluarga a. Pendapatan dari usahatani lain 19 38 b. Mengambil dari tabungan 7 14 c. Meminjam dari petanitetanggakerabat 15 30 d. Mencari pekerjaan tambahan 5 10 e. Menjual sebagian asset yang dimiliki 4 8 Jumlah 50 100 3. Jika mengalami kerugian, tindakan atau sumber modal mana yang dipilih untuk pertanaman selanjutnya a. Luas pertanaman pada musim tanam berikutnya disesuaikan dengan modal yang tersedia 21 42 b. Menambah modal dengan mengambil dari tabungan 8 16 c. Menambah modal dengan meminjam uang 14 28 d. Mengusahakan tanaman yang beresiko kecil 7 14 Jumlah 50 100 4. Tindakan yang dilakukan jika pertanaman dianggap gagal a. Hanya akan menanam pada waktu atau musim tanam yang dianggap aman 6 12 b. Hanya akan menanam pada waktu atau musim tanam yang diperkirakan harga baik - - c. Tetap akan menanam lagi dan mencari penyebab kegagalan 41 82 d. Tidak menanam lagi karena takut kegagalan 3 6 terulang Jumlah 50 100 5.2.3.3 Strategi Ex-Post dalam Menghadapi Resiko Usahatani Wortel Strategi expostmerupakan strategi yang dilakukan petani setelah terjadinya resiko, diarahkan untuk meminimalkan dampak berikutnya. Strategi ini bergantung pada status usahatani dalam kaitannya dengan sumber pendapatan. Sebagian petani wortel menggantungkan pendapatannya pada usahatani wortel ini. Petani masih memilih untuk meminjam uang dari saudaratetangganya dan juga memiliki pendapatan dari usahatani jika mereka mengalami kegagalan, dan mereka akan menyesuaikan modal yang ada dengan luas lahan untuk musim tanam selanjutnya ada juga yang mengambil uang tabungan serta meminjam kepada saudara. Dan tetap mengusahakan wortel walau terjadi kegagalan, karena tanaman kol merupakan sumber utama pendapatan mereka. Pada Tabel 22 dapat dijelaskan bahwa sebanyak 35 petani atau 70 petani menyatakan bahwa sebagian besar sumber penghidupan keluarga bergantung pada usahatani wortel. Untuk menutupi kekurangan dalam menghidupi keluarga antara lain sebanyak 23 orang petani 46 menutupi dengan cara meminjam dari saudara atau kerabat mereka. Sebanyak 13 petani 26 pendapatan dari usahatani lainnya. Sisanya sebanyak 6 orang petani mengambil tabungan mereka, 2 petani lainnya mencari pekerjaan tambahan, dan 4 petani menjual atau menggadaikan asset yang dimiliki, dan 2 petani lagi menambahkan jumlah produksi wortel yang dimiliki. Dan jika usahatani mengalami kerugian, petani tetap akan menanam dengan cara luas pertanaman pada musim tanam selanjutnya disesuikan dengan modal, merupakan cara yang dilakukan sebanyak 19 petani 38. 17 petani 34 meminjam uang untuk menambah modal, 10 petani 20 mengambil dari tabungan dan 4 petani 8 mengusahakan tanaman yang beresiko kecil. Apabila tanaman dianggap gagal bukan berarti petani berhenti menanam wortel, hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah petani yaitu sebanyak 45 petani 90 tetap menanam wortel dan mencari penyebab kegagalan. Sebanyak 3 petani 6 hanya akan menanam wortel pada saat musim yang diperkirakan harga baik dan 2 petani 4 lainnya memilih untuk tidak menanam wortel lagi karena takut kegagalan berulang. Tabel 22. Strategi Manajemen Ex-Post pada Usahatani Wortel No. Uraian Frekuens i Petani Persentas e 1. Status usahatani dalam menghidupi keluarga a. Sepenuhnya bergantung pada usahatani wortel 13 26 b. Sebagian besar bergantung pada usahatani wortel 35 70 c. Sebagian kecil bergantung pada usahatani wortel 2 4 Jumlah 50 100 2. Jika usahatani mengalami kegagalan, usaha untuk menutupi kegagaland dalam menghidupi keluarga a. Pendapatan dari usahatani lain 13 26 b. Mengambil dari tabungan 6 12 c. Meminjam dari petanitetanggakerabat 23 46 d. Mencari pekerjaan tambahan 2 4 e. Menjual sebagian asset yang dimiliki 4 8 f. Menambah jumlah produksi 2 4 Jumlah 50 100 3. Jika mengalami kerugian, tindakan atau sumber modal mana yang dipilih untuk pertanaman selanjutnya a. Luas pertanaman pada musim tanam berikutnya disesuaikan dengan modal yang tersedia 19 38 b. Menambah modal dengan mengambil dari tabungan 10 20 c. Menambah modal dengan meminjam uang 17 34 d. Mengusahakan tanaman yang beresiko kecil 4 8 Jumlah 50 100 4. Tindakan yang dilakukan jika pertanaman dianggap gagal a. Hanya akan menanam pada waktu atau musim tanam yang dianggap aman - - b. Hanya akan menanam pada waktu atau musim tanam yang diperkirakan harga baik 3 6 c. Tetap akan menanam lagi dan mencari penyebab kegagalan 45 90 d. Tidak menanam lagi karena takut kegagalan terulang 2 4 Jumlah 50 100 5.3 Rekomendasi Kebijakan dalam Perancangan Teknologi dan Pengembangan Kelembagaan Petani kol,sawi putih, dan wortel di desa Gurusinga memerlukan kelompok tani yang aktif dan bersih, tidak seperti pada saat ini dimana menurut para petani yang diteliti kelompok tani yang ada tidak aktif, selain itu terdapat penyelewengan subsidi pupuk yang dilakukan oleh oknum – oknum anggota kelompok tani. Keberadaan kelompok tani yang aktif dan bersih merupakan salah satu upaya dalam menanggulangi resiko kelembagaan yang ada. Keberadaan pupuk palsu beredar di tengah – tengah para petani menurut sebagian kecil petani yang diteliti,meskipun begitu tetap diperlukan peningkatan pengawasan oleh lembaga terkait agar pupuk palsu tersebut tidak beredar kembali di tengah – tengah petani. Rekomendasi teknologi pertanian untuk petani kol, sawi putih, wortel di desa Gurusinga adalah intensifikasi lahan pertanian. Intensifikasi bertujuan untuk mengoptimalkan lahan yang sudah ada dengan cara penggunaan pupuk dan pestisidayang tepat guna,tepat waktu, dan tepat dosis. Pengadaan bak penampung air hujan karena sebagian petani masih mengharapkan pengairan dari air hujan tetapi tidak memiliki bak penampung tersebut. Pengaadaan cool storagedengan tujuan untuk tempat penyimpanan hasil produksi pertanian pada saat harga rendah, jadi hasil pertanian tersebut disimpan dan tidak dijual dengan harga rendah atau dibuang di pinggir jalan. 75 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Usahatani kol, sawi putih dan wortel relative rentan terhadap resiko harga. Persepsi petani terhadap kegagalan usahatani mencakup pada harga yang diterima relatif rendah dan jatuhnya harga komoditas tersebut dipasaran. 2. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi resiko yang dihadapi oleh petani dapat dilakukan dengan mengadakan program intesifikasi usahatani dan memperkuat kelembagaan pada kelompok tani sesuai dengan yang diharapkan oleh petani 3. Keputusan petani untuk mengikuti pola tanam dominan Kentang-kol- wortel; Tomat-sawi putih-brokoli; Hanya menanam wortel merupakan pencerminan strategi manajemen resiko ex-ante yang dilakukan sesuai dengan persepsinya. 4. Terdapat strategi interactive dapat dilihat dari penggunaan pestisida yang digunakan, yaitu sebagian besar cenderung menggunakan pestisida kimiawi 46 pada tanaman kol, 36 pada tanaman sawi putih, dan 58 pada tanaman wortel. Dan sebagian besar petani-petani tersebut melakukan pengoplosan terhadap pestisida yang mereka gunakan dalam pengendalian hama.] 5. Strategi manajemen ex-post, berkaitan jika terjadi kegagalan pada usahatani kol, sawi putih, dan wortel sampai pada batas tertentu yang dianggap mengganggu sumber pendapatan dalam memenuhi kebutuhan, beberapa langkah yang dilakukan oleh petani kol, sawi putih dan wortel antara lain dengan menutupi dari pendapatan usahatani lainnya, danjika mengalami kerugian sumber modal dengan meminjam uang kepada saudara atau kerabat. 6.2 Saran 6.2.1 Saran Kepada Pemerintah Kepada pemerintah diharapkan dapat mampu melengkapi fasilitas yang diperlukan oleh petani dalam mengusahakan tanaman kol, sawi putih, dan wortel seperti koperasi tani utuk memudahkan petani dalam menyediakan saprodi guna menunjang usahatani mereka. Selain itu diperlukan adanya pelatihan organisasi dengan kelompok tani agar menjadi kelompok tani yang aktif, bersih dan professional.

6.2.2 Saran Kepada Petani

Kepada para petani diharapkan dapat membangun kembali gapoktan yang telah ada agar kembali aktif dan lebih selektif dalam memilih anggota kepengurusan kelompok tani.

6.2.3 Saran Kepada Peneliti Selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan pembahasan yang lebih luas dengan variabel yang belum dimasukan kedalam penelitian