Strategi Petani Dalam Menghadapi Resiko Harga Komoditas Kol,Sawi Putih Dan Wortel Di Tanah Karo (Studi Kasus: Desa Gurusinga, Kec.Berastagi, Kab. Tanah Karo)

(1)

STRATEGI PETANI DALAM MENGHADAPI RESIKO

HARGA KOMODITAS KOL,SAWI PUTIH DAN

WORTEL DI TANAH KARO

(Studi Kasus: Desa Gurusinga, Kec.Berastagi, Kab. Tanah Karo)

SKRIPSI

OLEH :

SONIA RAMADHANI HTS 110304126

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

STRATEGI PETANI DALAM MENGHADAPI RESIKO

HARGA KOMODITAS KOL,SAWI PUTIH DAN

WORTEL DI TANAH KARO

(Studi Kasus: Desa Gurusinga, Kec.Berastagi, Kab. Tanah Karo)

SKRIPSI

OLEH :

SONIA RAMADHANI HTS 110304126

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir.Luhut Sihombing,MP) (

NIP:196510081992031001 NIP:197008272008122001 Sri Fajar Ayu,S.P, M.M)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

i

Sonia Ramadhani Hutasuhut (110304126) dengan judul skripsi “Strategi Petani

dalam Menghadapi Resiko Harga Komoditas Kol, Sawi Putih, dan Wortel (Studi Kasus : Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo) ”. dibawah bimbingan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Ketua

Komisi Pembimbing dan Ibu Sri Fajar Ayu SP.MM.DBA sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui persepsi petani kol, sawi putih dan wortel tentang resiko usahatani, untuk merumuskan rekomendasi kebijakan dalam perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan, dan untuk menganalisis strategi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih dalam pengelolaan resiko usahatani

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu daerah penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan tempat penelitian merupakan sentra hortikultura serta mempertimbangkan waktu dan jangkauan peneliti. Penentuan sampel dilakukan dengan metode purposive dengan jumlah sampel sebanyak 50 petani setiap komoditinya. Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui persepsi petani kol, sawi putih dan wortel tentang resiko menggunakan tabel frekuensi, untuk merumuskan rekomendasi kebijakan perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan menggunakan analisis deskriptif, dan untuk menganalisis strategi petani komoditas kol, sawi putih dan wortel dalam pengelolaan resiko usahatani menggunakan tabel frekuensi.

Hasil penelitian menyatakan bahwa usahatani kol, sawi putih dan wortel relatif rentan terhadap resiko harga, kebijakan perancangan teknologi dan pengembangan kelembgaan dapat dilakukan dengan pengadakan program intesifikasi usahatani dan memperkuat kelembagaan pada kelompok tani sesuai dengan yang diharapkan oleh petani, strategi yang digunakan petani antara lain strategi ex-ante dapat dilihat dari dilakukannya rotasi tanaman dalam penggunaan pola tanam, strategi interactive dilaksanakan melalui penggunaan pupuk, pestisida, tenaga kerja dan strategi ex-post diperlukan jika terjadi kegagalan yang mengganggu sumber pendapatan keluarga dan keberlanjutan usahatan, petani cenderung memilih


(4)

ii

dimiliki.

Kata Kunci : Kol, Sawi Putih, Wortel, Tabel Frekuensi, resiko, persepsi, strategi Ex-ante, strategi Interactive, strategi Ex-post teknologi, kelembagaan .


(5)

iii

Penulis dilahirkan di Padang Sidempuan, 12 Maret 1994 dari ayah H. Drh.

Zulkarnaen Hutasuhut dan ibu Hj. Henita Dewi Batubara. Penulis

merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 2005 penulis lulus dari Sekolah Dasar Percobaan Negeri Medan

2. Tahun 2008 penulis lulus dari Sekolah Menengah Pertama 12 Medan

3. Tahun 2011 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas 1 Medan

4. Tahun 2011 penulis diterima di Program Studi Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB- Reguler.

5. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Agustus

2014 sampai September 2014 di Desa Pulau Banyak, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.

6. Penulis melaksanakan penelitian di Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi,


(6)

iv

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Strategi Petani dalam Menghadapi Resiko Harga

Komoditas Kol, Sawi Putih, dan Wortel (Studi Kasus : Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo) ” yang

merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada kesua orang tua penulis yaitu Ayahanda H. Drh. Zulkarnaen Hutasuhut dan Ibunda Hj. Henita Dewi Batubara atas kasih sayang, doa, semangat dan motivasi yang diberikan selama penulisan skripsi ini.

Dalam pembuatan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari pihak lain, oleh karena itu tim penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu

Sri Fajar Ayu SP.MM.DBA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Ir. Satya Negara Lubis, M.Ec selaku sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(7)

v

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Sahabat-sahabat tersayang Fadiah Atikah, Astri Andani, Nidya Diani, Faqita

Iqlima Putry, Noviarny A. Lara, Finka Adisti, Karina Shafira, Juwita Sari Manullang yang telah memberikan dukungan, semangat dan motivasi.

5. Teman-teman satu pembimbing Fadhil Arrahman Lubis, Fitrah Aulia Hsb,

Nadya Safitri, Chairia, Denti Juli, Yakobus Teguh yang telah memberikan dukungan, semangat, serta motivasinya selama penelitian dan pengerjaan skripsi ini dari awal hingga selesai.

6. Teman-teman terbaik Nelfita Rizka Depari, Agri Manda Sari, Sri Wahyuni,

Abdillah Al-Hazmi, Putri Filza, Febri Al Rasyid, Dian Pebriyani, Riyani Dwikaputri, Cut Yunita Sari, Dewi Irwana, Novita Sinaga, M. Farhan Fuady serta teman-teman seperjuangan di Program Studi Agribisnis stambuk 2011 yang telah memberikan motivasi, kebahagiaan, kesedihan, serta semangat selama masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan dan meningkatkan kualitas dari skripsi ini. Akhir kata penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, November 2015


(8)

vi

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penulisan ... 7

1.4 Kegunaan Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1 Resiko ... 9

2.1.2 Strategi Pengambilan Keputusan ... 12

2.1.3 Teknologi ... 13

2.1.4 Kelembagaan ... 15

2.1.5 Persepsi ... 17

2.2 Penelitian Terdahulu ... 19

2.3 Landasan Teori ... 21

2.4 Kerangka Pemikiran ... 25

2.5 Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian... 28

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 29

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.4 Metode Analisis Data ... 29

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional ... 34

3.5.1 Defenisi ... 34


(9)

vii

4.1.2 Tata Guna Lahan ... 37

4.1.3 Keadaan Penduduk ... 37

4.2 Karakteristik Responden ... 39

4.2.1 Umur ... 39

4.2.2 Tingkat Pendidikan ... 40

4.2.3 Jumlah Tanggungan ... 40

4.2.4 Pengalaman Berusaha ... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pesepsi Petani Tentang Resiko ... 42

5.1.1 Persepsi Petani Kol Tentang Resiko ... 42

5.1.2 Persepsi Petani Sawi Putih Tentang Resiko ... 43

5.1.3 Persepsi Petani Wortel Tentang Resiko ... 45

5.2 Strategi Petani Menghadapi Resiko ... 46

5.2.1 Strategi Ex-ante ... 49

5.2.1.1 Strategi Ex-ante dalam Menghadapi Resiko Usahatani Kol ... 49

5.2.1.2 Strategi Ex-ante dalam Menghadapi Resiko Usahatani Sawi Putih ... 50

5.2.1.3 Strategi Ex-ante dalam Menghadapi Resiko Usahatani Wortel ... 52

5.2.2 Strategi Interactive ... 53

5.2.2.1 Strategi Interactive dalam Menghadapi Usahatani Kol ... 53

5.2.2.2 Strategi Interactive dalam Menghadapi Usahatani Sawi Putih ... 57

5.2.2.3 Strategi Interactive dalam Menghadapi Usahatani Wortel ... 61

5.2.3 Strategi Ex-Post ... 66

5.2.3.1 Strategi Ex-post dalam Menghadapi Usahatani Kol ... 66

5.2.3.2 Strategi Ex-post dalam Menghadapi Usahatani Sawi Putih ... 68

5.2.3.3 Strategi Ex-post dalam Menghadapi Usahatani Wortel .. 70

5.3 Rekomendasi Kebijakan Perancangan Teknologi dan Pengembangan Kelembagaan ... 72

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 73

6.2 Saran ... 74

6.2.1 Saran Kepada Pemerintah ... 74

6.2.2 Saran Kepada Petani ... 74

6.2.3 Saran Kepada Peneliti Selanjutnya ... 74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

viii

No Judul Halaman

1 Jumlah produksi dan luas lahan komoditas sayuran di

Kabupaten Tanah Karo Tahun 2013

2

2 Jumlah produksi dan luas lahan komoditas sayuran

Kabupaten Tanah Karo, Sumatera utara

28

3 Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah di

Desa Gurusinga (Ha) Tahun 2014

37

4 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa

Gurusinga Tahun 2014

37

5 Jumlah Penduduk Menurut Agama Di Desa Gurusinga

Tahun 2014

38

6 Distribusi Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan

Pekerjaan di Desa Gurusinga Tahun 2014

38

7 Umur Petani yang Melakukan Usahatani Kol, Sawi

Putih dan Wortel

39

8 Tingkat Pendidikan Petani yang Melakukan Usahatani

Kol, Sawi Putih dan Wortel

40

9 Jumlah Tanggungan Petani yang Melakukan Usahatani

Kol, Sawi Putih dan Wortel

40

10 Pengalaman Usahatani Petani Kol, Sawi Putih dan

Wortel

41

11 Persepsi Petani Kol Tentang Resiko 42

12 Persepsi Petani Sawi Putih Tentang Resiko 44

13 Persepsi Petani Wortel Tentang Resiko 45

14 Strategi Manajemen Ex-ante pada Usahatani Kol 51

15 Strategi Manajemen Ex-ante pada Usahatani Sawi

Putih

52

16 Strategi Manajemen Ex-ante pada Usahatani Wortel 54

17 Strategi Manajemen Interactive pada Usahatani Kol 56

18 Strategi Manajemen Interactive pada Usahatani Sawi

Putih

60

19 Strategi Manajemen Interactive pada Usahatani Wortel 64

20 Strategi Manajemen Ex-Post pada Usahatani Kol 68

21 Strategi Manajemen Ex-Post pada Usahatani Sawi

Putih

70


(11)

ix

No Judul Halaman

1 Hubungan Fungsi Kepuasaan dan Pendapatan 11


(12)

x

No Judul Lampiran

1 Karakteristik Responden Kol di Desa Gurusinga

2 Karakteristik Responden Sawi Putih di Desa Gurusinga

3 Karakteristik Responden Wortel di Desa Gurusinga

4 Data Penggunaan Bibit Usahatani Kol

5 Data Penggunaan Bibit Usahatani Sawi Putih

6 Data Penggunaan Benih Usahatani Wortel

7 Data Penggunaan Pupuk Usahatani Kol

8 Data Penggunaan Pupuk Usahatani Sawi Putih

9 Data Penggunaan Pupuk Usahatani Wortel

10 Data Penggunaan Pestisida Usahatani Kol

11 Data Penggunaan Pestisida Usahatani Sawi Putih

12 Data Penggunaan Pestisida Usahatani Wortel

13 Biaya Tenaga Kerja dalam Usahatani Kol

14 Biaya Tenaga Kerja dalam Usahatani Sawi Putih

15 Biaya Tenaga Kerja dalam Usahatani Wortel

16 Status Kepemilikan Sarana Produksi yang Digunakan dalam Usahatani

Kol

17 Status Kepemilikan Sarana Produksi yang Digunakan dalam Usahatani

Sawi Putih

18 Status Kepemilikan Sarana Produksi yang Digunakan dalam Usahatani

Wortel

19 Umur Ekonomis dan Biaya Penyusutan Peralatan yang Digunakan

dalam Usahatani Kol

20 Umur Ekonomis dan Biaya Penyusutan Peralatan yang Digunakan

dalam Usahatani Sawi Putih

21 Umur Ekonomis dan Biaya Penyusutan Peralatan yang Digunakan

dalam Usahatani Wortel

22 Biaya Tetap Usahatani Kol

23 Biaya Tetap Usahatani Sawi Putih

24 Biaya Tetap Usahatani Wortel

25 Biaya Variabel yang Dikeluarkan Petani dalam Mengusahakan Kol

26 Biaya Variabel yang Dikeluarkan Petani dalam Mengusahakan Sawi

Putih

27 Biaya Variabel yang Dikeluarkan Petani dalam Mengusahakan Wortel

28 Total Biaya Usahatani Kol di Desa Gurusinga

29 Total Biaya Sawi Putih di Desa Gurusinga

30 Total Biaya Usahatani Wortel di Desa Gurusinga

31 Total Penerimaan Usahatani Kol di Desa Gurusinga

32 Total Penerimaan Sawi Putih di Desa Gurusinga

33 Total Penerimaan Usahatani Wortel di Desa Gurusinga

34 Total Pendapatan Usahatani Kol di Desa Gurusinga

35 Total Pendapatan Sawi Putih di Desa Gurusinga


(13)

i

Sonia Ramadhani Hutasuhut (110304126) dengan judul skripsi “Strategi Petani

dalam Menghadapi Resiko Harga Komoditas Kol, Sawi Putih, dan Wortel (Studi Kasus : Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo) ”. dibawah bimbingan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Ketua

Komisi Pembimbing dan Ibu Sri Fajar Ayu SP.MM.DBA sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui persepsi petani kol, sawi putih dan wortel tentang resiko usahatani, untuk merumuskan rekomendasi kebijakan dalam perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan, dan untuk menganalisis strategi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih dalam pengelolaan resiko usahatani

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu daerah penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan tempat penelitian merupakan sentra hortikultura serta mempertimbangkan waktu dan jangkauan peneliti. Penentuan sampel dilakukan dengan metode purposive dengan jumlah sampel sebanyak 50 petani setiap komoditinya. Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui persepsi petani kol, sawi putih dan wortel tentang resiko menggunakan tabel frekuensi, untuk merumuskan rekomendasi kebijakan perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan menggunakan analisis deskriptif, dan untuk menganalisis strategi petani komoditas kol, sawi putih dan wortel dalam pengelolaan resiko usahatani menggunakan tabel frekuensi.

Hasil penelitian menyatakan bahwa usahatani kol, sawi putih dan wortel relatif rentan terhadap resiko harga, kebijakan perancangan teknologi dan pengembangan kelembgaan dapat dilakukan dengan pengadakan program intesifikasi usahatani dan memperkuat kelembagaan pada kelompok tani sesuai dengan yang diharapkan oleh petani, strategi yang digunakan petani antara lain strategi ex-ante dapat dilihat dari dilakukannya rotasi tanaman dalam penggunaan pola tanam, strategi interactive dilaksanakan melalui penggunaan pupuk, pestisida, tenaga kerja dan strategi ex-post diperlukan jika terjadi kegagalan yang mengganggu sumber pendapatan keluarga dan keberlanjutan usahatan, petani cenderung memilih


(14)

ii

dimiliki.

Kata Kunci : Kol, Sawi Putih, Wortel, Tabel Frekuensi, resiko, persepsi, strategi Ex-ante, strategi Interactive, strategi Ex-post teknologi, kelembagaan .


(15)

1 1.1 Latar Belakang

Sebagai negara agraris yang sedang giat-giatnya membangun di segala bidang, sektor pertanian masih merupakan tulang punggung yang menunjang subsektor lain. Oleh karena Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertanian selalu berupaya menggalakkan peningkatan hasil produksi nasional. Salah satu subsektor pertanian yang digalakkan sejak satu dasawarsa yang lewat adalah subsektor hortikultura. Penggalakan peningkatan produksi tanaman hortikultura tersebut antara lain bertujuan meningkatkan pendapatan petani sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup petani dan keluarganya. Sedangkan tujuan yang lebih luas adalah untuk menggalakkan ekspor non migas yang merupakan pemasukan devisa bagi negara (Mulyanto,2003).

Menurut Setiawan (1995), hortikultura adalah produk buah-buahan dan sayuran yang tidak tahan lama pasca panen. Sayuran dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu tanaman sayuran dataran tinggi dan sayuran dataran rendah. Tanaman sayuran dataran tinggi memerlukan suhu lingkungan pertumbuhan yang rendah (dingin). Penanamannya di daerah dataran tinggi sangat mendukung pertumbuhannya sebab semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka semakin rendah suhunya.

Dataran tinggi Karo adalah sebua hampir semua dataran tinggi ini termasuk ke dalam wilayah administrasi


(16)

Utara menyebabkan dataran tinggi berhawa sejuk ini menjadi sebuah daerah yang cocok untuk usaha pertanian, seperti usaha pertanian buah-buahan dan sayur-sayuran. Menurut data BPS (2013) sayuran yang diproduksi di Kabupaten Tanah Karo dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Produksi Dan Luas Lahan Komoditas Sayuran No Kecamatan Jumlah Produksi (Ton) Luas Lahan (Ha)

Kol Sawi Putih

Wortel Kol Sawi Putih

Wortel

1 Mardingding 0 0 0 0 0 0

2 Laubaleng 0 0 0 0 0 0

3 Tigabinanga 0 0 0 0 0 0

4 Juhar 0 0 0 0 0 0

5 Munte 443 0 0 23 0 0

6 Kutabuluh 0 0 0 0 0 0

7 Payung 0 2700 0 0 250 0

8 Tiganderket 0 930 0 0 45 0

9 Simpang

Empat

8128 4744 4 042 269 245 175

10 Naman Teran 13 225 10 946 404 640 635 20

11 Merdeka 5 124 2 622 10 420 238 173 471

12 Kabanjahe 17 240 4 350 5 355 480 290 256

13 Berastagi 7 920 3 131 5 100 226 200 179

14 Tigapanah 10 976 2 353 2 468 691 432 259

15 Dolat Rayat 2 434 1 481 1 284 108 98 78

16 Merek 5 688 467 420 168 39 28

17 Barusjahe 4534 8620 1 200 221 58 59

TOTAL 75 712 34 587 30 693 3064 2465 1516

Sumber:BPS,2013

Dalam melakukan usahatani petani menghadapi resiko hasil produksi, resiko harga pasar, resiko institusi, resiko manusia, resiko kelembagaan. Maka dalam menghadapi resiko usahatani tersebut petani harus memiliki strategi manajemen resiko dalam menjalankan usahataninya. Manajemen usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya


(17)

sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya (Hernanto, 1989).

Harga komoditi pertanian umumnya menurun pada musim panen raya, sehingga petani mengalami kerugian. Rendahnya harga jual membuat petani berhadapan dengan pilihan sulit, yaitu antara menjual komoditi tetapi rugi karena harus mengeluarkan biaya pemanenan dan transportasi atau membiarkan komoditi tidak dipanen. Di sisi lain, petani harus memiliki uang tunai untuk modal usaha tani pada musim tanam berikutnya dan juga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sebaliknya, pada saat tertentu harga komoditi bisa meningkat, karena barang yang tersedia hanya sedikit (Hilmanto,2011).

Salah satu upaya yang umumnya dapat dilakukan adalah mengembangkan usaha tani dengan pola agroforestri, yaitu mengkombinasikan tanaman pangan setahun maupun tahunan dengan pepohonan, baik pohon buah-buahan maupun kayu-kayuan. Pengkombinasian berbagai jenis komoditi pada satu lahan melalui sistem agroforestri diharapkan dapat mereduksi kerugian usaha tani. Pada sistem ini, produk pertanian tidak hanya satu jenis dan waktu pemanenanyapun dapat dilakukan secara bergiliran. Apabila harga salah satu produk dalam sistem agroforestri turun, maka masih ada produk lain yang memilki nilai jual. Selain diniliai dari aspek ekonomi, secara ekologi sistem agroforestri juga mampu memberikan perbaikan terhadap kompleksitas dan keseimbangan siklus unsur hara dan


(18)

rantai makanan sebagai indikator kelestarian dan baiknya suatu lahan. Sistem agroforestri ini sebenarnya telah diterapkan oleh masyarakat

Indonesia sejak jaman dahulu, namun ada beberapa kendala yang masih dihadapi oleh petani. Sistem agroforestri terkadang masih belum memberikan keuntungan optimal bagi petani, karena kurang tepat dalam menentukan komposisi dan kombinasi komoditi yang ditanam pada satu lahan (Hilmanto,2011).

Upaya yang umumnya dilakukan petani di Kabupaten Tanah Karo antara lain pola tanam tumpang sari dan pola tanam tumpang gilir. Menurut Aak (1993), tumpang sari merupakan salah satu cara pola tanam yang melakukan penanaman lebih dari satu tanaman, baik dalam arti umur sama ataupun umur tanaman berbeda. Menurut Wahyudi (2008), tumpang sari menjamin keberhasilan pertanaman yang terganggu akibat iklim yang tidak menentu dan faktor-faktor lainnya (serangan hama penyakit serta fluktuasi harga). Selain itu, dengan pola ini distribusi tenga kerja bisa berlangsung baik sehingga sangat berguna untuk daerah yang padat tenaga, luas lahannya terbatas, kepemilikann modal untuk membeli sarana produksi yang terbatas. Dengan kata lain, usaha tumpang sari bertujuan untuk meminimumkan resiko untuk memaksimumkan keuntungan.

Menurut Aak (1993), tumpang gilir merupakan pola tanam yang dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk memperoleh keuntungan maksimum. Faktor-faktor lain untuk memperoleh keuntungan maksimum. Faktor-faktor tersebut dapat berupa:


(19)

− Pengolahan yang bisa dilakukan dengan menghemat tenaga kerja, biaya pengolahan tanah dapat ditekan dan kerusakan tanah sebagai akibat terlalu sering diolah dapat dihindari.

− Hasil panen secara beruntun dapat memperlancar penggunaan modal dan

meningkatkan produktivitas lahan.

− Pola tanam dengan cara tumpang gilir dapat mencegah serangan hama dan

penyakit yang meluas.

− Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah

terjadinya erosi.

− Sisa komoditi tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai

pupuk hijau.

Kebijakan dalam perancangan teknologi di tingkat petani merupakan upaya yang dapat dilakukan dalam menghadapi resiko usaha tani yang dihadapi oleh petani. Dengan adanya teknologi yang sesuai dengan resiko-resiko yang dihadapi diharapkan resiko tersebut dapat diminimalisir, seperti penggunaan bibit unggul yang digunakan untuk meningkatkan jumlah produksi komoditas yang diusahakan, ataupun rencana penggunaan teknologi lainnya.

Kelembagaan usahatani memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku usahatani. Namun, fakta di lapangan menyatakan bahwa masih terdapat kesenjangan antara kelembagaan yang dibentuk secara top down oleh Pemerintah, dengan kelembagaan yang dibutuhkan oleh pelaku usahatani. Selama ini


(20)

pendekatan kelembagaan juga telah menjadi komponen pokok dalam pembangunan pertanian dan pedesaan. Namun, kelembagaan usahatani, terutama kelompok petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar (Wahyuni, 2003).

Kelembagaan dan lembaga pada hakekatnya mempunyai beberapa perbedaan. Dari aspek kajian sosial lembaga merupakan pola perilaku yang selalu berulang dan bersifat kokoh serta dihargai oleh masyarakat Dalam pengertian lain lembaga adalah sekumpulan norma dan perilaku yang telah berlangsung dalam waktu yang lama dan digunakan untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan kelembagaan adalah suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah orang atau lembaga untuk tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur (Kompasiana, 2013)

Dalam hal ini lembaga dapat memiliki struktur yang tegas dan formal, dan lembaga dapat menjalankan satu fungsi kelembagaan atau lebih. Kelembagaan pertanian memiliki delapan jenis kelembagaan, yaitu 1) kelembagaan penyedia input, 2) kelembagaan penyedia modal, 3) kelembagaan penyedia tenaga kerja, 4) kelembagaan penyedia lahan dan air, 5) kelembagaan usaha tani, 6) kelembagaan pengolah hasil usaha tani, 7) kelembagaan pemasaran, 8) kelembagaan penyedia informasi (Kompasiana,2013).

Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan


(21)

mereka. Meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang obyektif (Robbins, 2006). Persepsi petani terhadap resiko usaha tani merupakan pandangan / persepsi mengenai resiko usaha tani yang dihadapi oleh petani.

Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah diuraikan, peneliti tertarik untuk meneliti strategi yang digunakan oleh petani untuk mengatasi resiko harga komoditas kol,wortel,dan sawi putih di Tanah Karo.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas,maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1) Bagaimana persepsi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih tentang

resiko usahatani?

2) Bagaimana rekomendasi kebijakan dalam perancangan teknologi dan

pengembangan kelembagaan?

3) Bagaimana strategi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih dalam

pengelolaan resiko usahatani?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui persepsi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih


(22)

2) Untuk merumuskan rekomendasi kebijakan dalam perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan.

3) Untuk menganalisis strategi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih

dalam pengelolaan resiko usahatani.

1.4Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1) Sebagai bahan informasi bagi petani dalam melakukan strategi manajemen

resiko dalam menghadapi resiko harga jual komoditas kol,sawi putih,wortel.

2) Sebagai bahan informasi bagi dinas pertanian untuk membuat kebijakan

dalam mengendalikan harga jual komoditas kol,sawi putih,wortel.


(23)

9 2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Resiko

Resiko adalah konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan. Seluruh kegiatan yang dilakukan baik perorangan atau perusahaan juga mengandung resiko. Kegiatan bisnis sangat erat kaitannya dengan resiko. Resiko dalam kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan besarnya return yang akan diterima oleh pengambil resiko. Semakin besarresiko yang dihadapi umumnya dapat diperhitungkan bahwa return yang diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan resiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan resiko. Resiko adalah ketidakpastian dan dapat menimbulkan terjadinya peluang kerugian terhadap pengambilan suatu keputusan (Harwood, et al 1999).

Menurut Kountur (2006), resiko berhubungan dengan ketidakpastian, ini terjadi akibat kurangnya atau tidak tesedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Selanjutnya Kountur (2008), menyebutkan ada tiga unsur penting dari suatu yang dianggap resiko yaitu:

1.Merupakan suatu kejadian.

2.Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa saja terjadi bisa tidakterjadi.


(24)

Apabila ketidakpastian yang dihadapi berdampak menguntungkan maka disebut dengan istilah kesempatan (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang berdampak merugikan disebut sebagai resiko. Oleh sebab itu resiko adalah sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan.

Resiko adalah konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan. Seluruh kegiatan yang dilakukan baik perorangan atau perusahaan juga mengandung resiko. Kegiatan bisnis sangat erat kaitannya dengan resiko. Resiko dalam kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan besarnya returnyang akan diterima oleh pengambil resiko. Semakin besar resiko yang dihadapi umumnya dapat diperhitungkan bahwa returnyang diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan resiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan resiko. Analisis resiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan (decision theory) berdasarkan konsep expected utility model (Moschini dan Hennessy,1999).

Dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan resiko dapat menggunakan expected utility model. Model ini digunakan karena adanya kelemahan yang terdapat pada expected return model, yaitu bahwa yang ingin dicapai oleh seseorang bukan nilai (return) tetapi kepuasan (utility). Hubungan fungsi kepuasan dengan pendapatan adalah berhubungan positif, dimana jika tingkat kepuasan meningkat maka pendapatan yang akan diperoleh juga meningkat. Teori resiko terhadap kepuasan ditunjukkan pada Gambar 1.


(25)

UTILITY UTILITY

INCOME INCOME

RISK NEUTRAL RISK AVERSE

UTILITY

INCOME RISK TAKER

Gambar 1. Hubungan Fungsi Kepuasaan dan Pendapatan

Sumber : Debertin, 1986

Debertin (1986), juga menjelaskan mengenai hubungan tingkat kepuasan petani dengan keputusan strategi yang diambil pada tingkat resiko tertentu. Sehubungan dengan Gambar 1, setiap petani yang ingin mendapatkan income (pendapatan) yang lebih tinggi maka akan menghadapi resiko yang lebih besar, dimana tingkat resiko selalu berbanding lurus dengan tingkat harapan pendapatan. Resiko adalah konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan. Seluruh kegiatan yang dilakukan baik perorangan atau perusahaan juga mengandung resiko. Kegiatan bisnis sangat erat kaitannya dengan resiko. Resiko dalam kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan besamya return yang akan diterima oleh pengarnbil resiko. Semakin besar resiko yang dihadapi umurnnya dapat diperhitungkan bahwa return yang diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan resiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan resiko. Perilaku pembuat keputusan dalam menghadapi


(26)

resiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori (Robison dan Barry, 1987 dalam Fariyanti, 2008).

1) Pembuat keputusan yang takut terhadap resiko (risk aversion).

Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran tingkat kepuasan.

2) Pembuat keputusan yang berani terhadap resiko (risk taker).

Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan.

3) Pembuat keputusan yang netral terhadap resiko (risk neutral).

Sikap ini menunjukan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan atau menaikkan keuntungan yang diharapkan.

2.1.2 Strategi Pengambilan Keputusan

Respon petani terhadap resiko dapat dikategorikan menjadi: a) usaha yang diaraahkan untuk mengendalikan kemungkinan timbulnya resiko b) tindakan yang ditujukan untuk mengurangi dampak resiko (Jolly,1983). Dalam usaha mengontrol sumber resiko, petani harus memilih himpunan distribusi probabilitas yang paling mungkin dihadapi. Keputusan-keputusan yang diambil dapat berupa pemilihan jenis usaha, diversifikasi usaha atau pola tanam, tingkat penggunaan input, penentuan skala usaha, pemilihan pasar, serta keikutsertaan dalam keorganisasian petani. Sementara itu, jenis respon yang kedua tidak berdampak


(27)

langsung terhadap distribusi probabilitas yang dihadapi petani. Pada dasarnya, respon tersebut sangat berpengaruh terhadap kapasitas usaha tani untuk tetap bertahan mengahadapi kondisi yang kurang menguntungkan atau untuk memanfaatkan peluang seoptimal mungkin dalam kondisi yang menguntungkan.

Respon petani terhadap goncangan/kejutan yang dihadapi usaha tani dapat dibedakan menjadi: a) respon sebelum terjadi goncangan yaitu ex ante; b) respon pada saat terjadi goncangan yaitu interactive, dan c) respon telah terjadi goncangan yaitu expost (Adiyoga dan Soetiarso,1999). Respon yang pertama dirancang untuk mempersiapkan usaha tani agar tidak berada pada posisi yang terlalu rawan pada saat goncangan terjadi. Respon pada saat terjadi goncangan melibatkan realokasi sumber daya agar dampak resiko terhadap produksi dapat

diminimalkan, sedangkan respon setelah goncangan diarahkan untuk

meminimalkan dampak berikutnya. Ketiga jenis respon tersebut saling bergantung satu dengan yang lainnya (respon yang satu merupakan fungsi dari respon yang lain).

2.1.3 Teknologi

Teknologi disini maksudnya adalah teknologi pertanian yang berarti cara-cara bagaimana penyebaran benih, pemeliharaan tanaman, memungut hasil serta termasuk pula benih, pupuk, obat-obatan, pemberantasan hama, alat-alat, sumber tenaga kerja dan kombinasi jenis-jenis usaha oleh para petani sebagai fungsinya selaku pengelola untuk mengambil keputusan (Suhardiyono, 1992).

Teknologi dapat dilihat atau diartikan dari proses kegiatan manusia yang menjelaskan kegiatan pembuatan suatu barang buatan tersebut. Kegiatan manusia


(28)

menghasilkan barang itu dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu membuat dan menggunakan. Membuat merupakan kegiatan merancang dan menciptakan suatu barang buatan, sedangkan menggunakan adalah melakukan kegiatan sesuai dengan fungsi suatu barang yang telah dibuat. Teknologi sebagai kegiatan manusia dalam merencanakan dan menciptakan benda-benda yang bernilai praktis.

Syarif dan Halid (1993) menyatakan bahwa teknologi harus dilihat secara utuh dengan cara menguraikannya ke dalam empat komponen sebagai berikut;

1. Perangkat keras (fasilitas berwujud fisik); misalnya traktor, computer,

peralatan tangkap ikan, mesin pengolah makanan dan minuman, mesin pendingin. Komponen tersebut disebut juga technoware yang memberdayakan fisik manusia dan mengontrol kegiatan operasional transformasi.

2. Perangkat manusia (berwujud kemampuan manusia); misalnya

keterampilan, pengetahuan, keahlian, dan kreativitas dalam mengelola ketiga komponen teknologi lainnya di bidang agroindustri/agribisnis. Komponen tersebut disebut juga humanware yang memberikan ide pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi untuk keperluan produksi.

3. Peringkat informasi (berwujud dokumen fakta); misalnya website di

internet, informasi yang diperoleh melalui telpon dan mesin facsimile, database konsumen produk agribisnis, informasi mengenai riset pasar produk agribisnis, spesifikasi mesin pengolah makanan, buku mengenai pemeliharaan mesin-mesin pertanian, jurnal-jurnal aplikasi teknologi mutakhir.


(29)

Teknologi pertanian merupakan penerapan prinsip-prinsi pengetahuan alam dalam rangka pendayagunaan secar teknologi pertanian merupakan praktik-empirik yang bersifat pragmatik finalistik, dilandasi paham mekanistik-vitalistik dengan penekanan pada objek formal kerekayasaan dalam pembuatan dan penerapan peralat siste dalam i pemeliharaan, pemungutan hasil dar panen yang diperoleh, penanganan, pengolahan dan pengamanan sert hasil. Oleh sebab itu, secara luas cakup penerapan ilm pemasaran.

2.1.4 Kelembagaan

Kelembagaan adalah suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah orang dan lembaga untuk tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Dalam konteks sistem agribisnis di pedesaan (Kompasiana, 2013), dikenal delapan bentuk kelembagaan yaitu:

1) kelembagaan penyediaan input usahatani,

2) kelembagaan penyediaan permodalan,

3) kelembagaan pemenuhan tenaga kerja,

4) kelembagaan penyediaan lahan dan air irigasi,

5) kelembagaan usahatani/usahaternak,


(30)

7) kelembagaan pemasaran hasil pertanian, dan

8) kelembagaan penyediaan informasi (teknologi, pasar, dll).

Dalam konteks kelembagaan ada tiga kata kunci, yaitu: norma, perilaku, kondisi dan hubungan sosial. Signifikansi ketiga kata kunci tersebut dicerminkan dalam perilaku dan tindakan, baik dalam tindakan tindakan individu, maupun dalam tindakan kolektif. Setiap keputusan yang diambil selalu akan terkait atau dibatasi oleh norma dan pranata sosial masyarakat dan lingkungannya. Vice-versa, kondisi demikian menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan dalam masyarakat merupakan suatu tindakan berbasis kondisi komunitas (community-based action) yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu celah masuk (entry-point) upaya diseminasi teknologi. Dalam kontek kelembagaan pertanian, pemahaman terminologi ”lokal” dinterpretasikan sebagai suatu yang memiliki karakteristik tersendiri yang berkaitan dengan kondisi setempat. Terminologi lokal dimaksud meliputi dasar-dasar untuk melakukan tindakan kolektif, energi untuk melakukan konsensus, koordinasi tanggung jawab; serta menghimpun, menganalisis dan mengkaji informasi.

Kelembagaan usaha atau kelembagaan kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi atau digunakan dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial (UKS). Melalui kelembagaan itu pula hubungan antar manusia diatur oleh sistem norma dan organisasi sosial yang mengatur hubungan manusia tersebut. Sementara dalam hal hubungan dan perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi sosial, di dalam suatu kelompok terdapat pengaruh dari perilaku organisasi (kelompok) terhadap perilaku perorangan. Sebaliknya perilaku perorangan juga memberikan pengaruh terhadap


(31)

norma dan sistem nilai bersama yang biasanya menjadi perilaku kelompok. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian kelembagaan, dapat disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan suatu sistem yang syarat dengan nilai dan norma yang bertujuan mengatur kehidupan manusia di dalam kelembagaan pada khususnya maupun manusia di luar kelembagaan pada umumnya.

Norma-norma yang tumbuh dalam masyarakat memiliki tingkatan kekuatan mengikat tersendiri. Seperti yang dipaparkan Soekanto (2002) dalam Sosiologi sebagai Pengantar bahwa untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut dikenal adanya empat pengertian, yaitu:

a. Cara (usage)

b. Kebiasaan (folksway) c. Tata kelakuan (mores), dan d. Adat istiadat (custom)

Setiap tingkatan di atas memiliki kekuatan memaksa yang semakin besar mempengaruhi perilaku seseorang untuk menaati norma. Begitu pula yang dipaparkan oleh Soemardjan dan Soelaeman (1974) bahwa setiap tingkatan tersebut menunjukkan pada kekuatan yang lebih besar yang digunakan oleh masyarakat untuk memaksa para anggotanya mentaati norma-norma yang terkandung didalamnya.

2.1.5 Persepsi

Menurut Sunaryo (2004), persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat


(32)

indra, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dipersepsikan

Menurut Rakhmat (2004), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan melampirkan pesan.

Persepsi adalah stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikannya sehingga individu menyedari tentang apa yang diinderanya (Walgito, 2006). Ketika individu petani mendengar atau melihat suatu inovasi teknologi, maka muncul stimulus yang diterima alat inderanya, kemudian melalui proses persepsi suatu inovasi teknologi baru yang ditangkap oleh indera sebagai sesuatu yang berarti dan bermanfaat baginya. Melalui suatu interpretasi dan pemaknaan dari suatu teknologi maka muncul keyakinan dan kepercayaan terhadap inovasi teknologi tersebut. Akan tetapi individu petani masih memerlukan pembuktian terhadap kebenaran inovasi tersebut melalui uji coba atau melihat kepada sesama petaninya yang telah mencoba. Stimulus yang diterima alat indera, kemudian melalui persepsi sesuatu yang diindera tersebut menjadi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterpretasikan (Walgito, 2006).

Dengan demikian menurut Walgito (2006) persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Persepsi petani terhadap suatu inovasi teknologi baru adalah merupakan proses pengorganisasian dan interpretasi terhadap


(33)

stimulus yang diterima oleh individu petani, sehingga inovasi teknologi tersebut merupakan yang berarti dan bermanfaat serta merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu sebelum mengambil keputusan untuk berperilaku. Bentuk keputusan berpelilaku adalah merupakan tindakan individu untuk menerpakna inovasi teknologi yang telah diyakini dan dibuktikan. Persepsi petani terhadap sesuatu inovasi teknologi baru dapat dipengaruhi oleh faktor internal (dari dalam diri individu) dan faktor eksternal (atau dari stimulus itu sendiri dan lingkungan). Suatu inovasi teknologi baru yang dipersepsi erat kaitannya terhadap kondisi lingkungan (agro-ekosistem) dan tingkat kesulitan untuk menerapkan teknologi tersebut. Penilaian terhadap tingkat kesulitan inovasi teknologi itu merupakan faktor-faktor internal individu dalam mempersepsikan kemampuan diri sendiri untuk melakukan tindakan atau penerapan sebagai pola perilakunya.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan adalah Ratna Mega Sari (2009) dengan judul “Resiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia” menganalisis resiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia dan menganalisis alternative strategi terkait dengan adanya resiko harga komoditi cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia.

Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis ARCH-GARCH yang digunakan untuk meramalkan volalitas pada periode selanjutnya, dengan hasil penelitian sebagai berikut:

1. Cabai merah keriting dan cabai merah besar merupakan komoditi yang

sangat fluktuatif dari sisi harga. Harga yang sangat fluktuatif ini menyebabkan tingginya resiko harga cabai merah keriting dan cabai merah


(34)

besar. Resiko harga cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar.

2. Penanggulangan resiko oleh petani dilakukan melalui tindakan seperti

perhitungan yang cermat dalam penentuan masa tanam cabai, menghindari penanaman cabai dalam satu hamparan, rotasi tanaman dan pembuatan pupuk olahan cabai. Penanggulangan resiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besae akan efektif melalui peran dan kontribusi pemerintah, melalui pembentukan atau pengaktifan koperasi dankelompok tani, pengaturan pola produksi serta pembinaan dan penyuluhan terkait dengan pengolahan pasca panen, budidayaa dan pendekatan terhadap petani terkait pentingnya kebijakan pengaturan pola produksi untuk mengurangi resiko harga.

Menurut Drs.H.Hendro Sunarjo, APU (Purn.) dalam bukunya yang berjudul “Bertanam 36 Jenis Sayur” menyatakan bahwa varietas yang termasuk jenis kol diantaranya ialah hybrid KK cross, KY cross, hybrid 21, R.v.E., yoshin, pujon, segon, Copenhagen market dan kubis merah. Sementara itu, varietas kol yang dianjurkan untuk ditanam adalah hybrid 21, hybrid 31, hybrid KK cross, hybrid KY cross. Semua varietas hybrid tersebut berasal dari Jepang. Var ietas lainnya yang dianjurkan untuk ditanam adalah hybrid 368 dari Australia. Varietas kol lokal seperti pujon, segon, dan yoshin kurang popular karena kropnya lunak (keropos). Kol dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl dengan pH tanah antara 6-7. Waktu tanam kol yang baik adalah pada awal musim hujan (awal Oktober) atau awal musim kemarau (Maret). Jarak antar baris 60cm dengan jarak tanamnya 50cm. Pupuk yang digunakan adalah pupuk


(35)

kandang, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCl. Jenis pestisida yang digunakan pada komoditi kol adalah Ambush 2 EC, Decis 2,5 EC 0,1-0,2% untuk ulat Plutella maculipennis, ulat Crocodolomia binoyalis. Bubur bordeaux, Antracol, atau Dithane M-45 0,2% untuk penyakit busuk akar.

Untuk komoditas sawi putih (petsai) varietas yang dianjurkan ditanam ialah granat denmark, amiliore dan beberapa hybrid seperti naga oka, waka, wong bok dan lain-lain. Sawi putih dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl dengan pH tanah sebaiknya antara 6-7. Waktu tanam sawi putih yang baik ialah menjelang akhir musim hujan (Maret) atau awal musim hujan (Oktober). Bibit sawi putih ditanam menurut barisan dengan jarak tanam 40 cm dan jarak antar baris 40 cm. Pupuk yang digunakan ialah pupuk kandang, pupuk urea dan pupuk TSP. Sedangkan pestisida yang digunakan ialah Bayrusil 250 EC 0,2% untuk memberantas ulat perusak daun (Plutella maculipennis) , Dithane M-45 0,2% untuk memberantas cendawan (Alternaria solani).

Untuk komoditas wortel, mudah ditanam ditempat yang tingginya lebih dari 500 m dpl, terutama di ketinggian 1.200 m dpl dengan pH tanah 5,5 – 6,5. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 40cm, lalu diberi pupuk kandang atau kompos tetapi pemberian pupuk kandang ini dapat ditiadakan jika tanahnya subur, misalnya tanah bekas tanaman kentang, dan kubis. Dibuat alur dengan jarak antar alur 20 cm. Pupuk buatan yang digunakan berupa pupuk urea, dan pupuk KCl.

2.3Landasan Teori

Persepsi petani mengenai resiko di dalam beberapa kajian empiris menunjukkan bahwa petani pada umumnya berperilaku sebagai penghindar / penolak resiko /


(36)

memiliki persepsi negatif (Dillon dan Scandizzo, 1978). Perilaku tersebut mengindikasikan bahwa petani lebih menyukai perencanaan usahatani yang dapat memberikan rasa aman walaupun harus mengorbankan sebagian pendapatannya. Sampai sejauh mana proposisi tersebut berlaku untuk petani di Indonesia yang masih dikategorikan subsisten dalam penggunaan input (Adiyoga dan Soetiarso, 1999). Terlebih lagi jika dikaitkan dengan implikasinya terhadap usaha pengembangan teknologi baru.

Perancangan teknologi di bidang pertanian diperlukan dalam usaha pengembangan teknologi baru. Perancangan ini terdapat pada berbagai komponen. Menurut (Sumarno, 2006) teknologi pertanian terdapat pada berbagai komponen, yaitu :

1) Sumber daya lahan, air dan iklim

2) Sarana biologis, varietas dan benih

3) Sarana produksi sintesis

4) Alat mesin pertanian

5) Kelestarian lingkungan dan keberlanjutan

Pengembangan kelembagaan juga perlu dilakukan karena apabila petani jikaberusahatani secara individu terus berada di pihak yang lemah karena petani secara individu akan mengelola usahatani dengan luas garapan kecil dan terpencar serta kepemilikan modal yang rendah. Sehingga pemerintah perlu memperhatikan penguatan kelembagaan lewat kelompok tani karena dengan berkelompok maka petani tersebut akan lebih kuat, baik dari segi kelembagaannya maupun permodalannya. Kelembagaan petani di desa umumnya tidak berjalan


(37)

1) Kelompok tani pada umumnya dibentuk berdasarkan kepentingan teknis untuk memudahkan pengkoordinasian apabila ada kegiatan atau program pemerintah, sehingga lebih bersifat orientasi program dan kurang menjamin kemandirian kelompok dan keberlanjutan kelompok.

2) Partisipasi dan kekompakan anggota kelompok dalam kegiatan kelompok

masih relatif rendah, ini tercerin dari tingkat kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok rendah (hanya mencapai 50%).

3) Pengelolaan kegiatan produkstif anggota kelompok bersifat individu.

Kelompok sebagai forum kegiatan bersama belum mampu menjadi wadah pemersatu kegiatan anggota dan pengikat kebutuhan anggota secara bersama, sehingga kegiatan produktif individu lebih menonjol. Kegiatan atau usaha produktif anggota kelompok dihadapkan pada masalah kesulitan permodalan, ketidakstabilan harga dan jalur pemasaran yang terbatas.

4) Pembentukan dan pegembangan kelembagaan tidak menggunakan basis

social capital setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui prinsip keotonomian dan pemberdayaan.

5) Pembentukan dan pengembangan berdasarkan konsep cetak biru (blue

print approach) yang seragam. Introduksi kelembagaan dari luar kurang memperhatikan struktur jaringan kelembagaan lokal yang telah ada serta kekhasan ekonomi, sosial, dan politik yang berjalan.

6) Pembentukan dan pengembangan kelembagaan berdasarkan pendekatan


(38)

7) Kelembagaan - kelembagaan yang dibangun terbatas hanya untuk memperkuat ikatan horizontal bukan ikatan vertikal. Anggota suatu kelembagaan terdiri atas orang - orang dengan jenis aktivitas yang sama. Tujuannya agar terjalin kerjasama yang pada tahap selanjutnya diharapkan daya tawar mereka meningkat. Untuk ikatan vertikal diserahkan kepada mekanisme pasar, dimana otoritas pemerintah sulit menjangkaunya.

8) Meskipun kelembagaan sudah dibentuk, namun pembinaan yang

dijalankan cenderung individual, yaitu hanya kepada pengurus. Pembinaan kepada kontak tani memang lebih murah, namun pendekatan ini tidak mengajarkan bagaimana meningkatkan kinerja kelompok misalnya,karena tidak ada social learning approach.

9) Pengembangan kelembagaan selalu menggunakan jalur struktural dan

lemah dari pengembangan aspek kulturalnya. Struktural organisasi dibangun lebih dahulu,namun tidak diikuti oleh pengembangan aspek kulturalnya. Sikap berorganisasi belum tumbuh pada diri pengurus dan aggotanya meskipun wadahnya sudah tersedia.

Dalam menghadapi resiko diperlukan strategi. Menurut (Adiyoga dan Soetiarso,1999) strategi dapat dikelompokkan menjadi strategi pengelolaan resiko yang bersifat :

1) Ex-ante, yaitu respon yang dirancang untuk mempersiapkan usaha tani agar tidak berada pada posisi yang terlalu rawan pada saat goncangan terjadi

2) Interactive, yaitu respon pada saat terjadi goncangan melibatkan realokasi sumber daya agar dampak resiko terhadap produksi dapat diminimalkan


(39)

3) Ex-post, yaitu respon setelah goncangan diarahkan untuk meminimalkan dampak berikutnya

Ketiga jenis respon tersebut saling bergantung satu dengan yang lainnya (respon yang satu merupakan fungsi dari respon yang lain) dan implementasi strategi ini secara langsung tercermin pada teknik budidaya yang dilakukan petani.

2.4Kerangka Pemikiran

Dalam melakukan usaha tani, ada beberapa resiko yang akan dihadapi, seperti resiko hasil produksi, resiko manusia, resiko kelembagaan, resiko harga dan resiko institusi.

Resiko usaha tani yang dialami oleh para petani kol, wortel dan sawi putih harus dihadapi dengan strategi penanggulangannya agar resiko tersebut dapat diminimalisir pengaruhnya terhadap usaha tani. Strategi yang dilakukan oleh petani tentunya dengan berbagai pertimbangan agar tepat sasaran sesuai dengan resiko yang dihadapinya. Dengan demikian, petani kol,wortel dan sawi putih di Kabupaten Karo perlu memiliki strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi peluang – peluang munculnya resiko didalam usaha tani.

Perancangan teknologi di bidang pertanian sangat diperlukan. Pemanfaatan teknologi pertanian terdapat pada berbagai komponen seperti sumber daya lahan, air dan iklim, varietas dan benih, sarana produksi sintesis, alat mesin pertanian, kelestarian lingkungan dan keberlanjutan. Rekomendasi terhadap perancangan teknologi di bidang pertanian diperlukan, karena penggunaan teknologi di bidang pertanian dapat meningkatkan produksi dan produktivitas, sehingga dapat


(40)

menanggulangi resiko usaha tani, seperti resiko produksi pada usaha tani kol, wortel dan sawi putih.

Pengembangan pada kelembagaan perlu dilakukan karena melalui kelembagaan ini pemerintah berperan membantu petani dalam menghadapi resiko, hal ini dapat dilihat dari lembaga-lembaga yang didirikan oleh pemerintah untuk mendukung para petani. Lembaga-lembaga seperti lembaga pembiayaan, lembaga pemasaran dan distribusi, lembaga penyuluh pertanian dan lembaga penjamin dan penanggung resiko. Pengembangan pada kelembagaan tentunya sangat diperlukan agar dapat terus membantu petani dengan berbagai permasalahan yang dihadapi.

Secara sitematis berikut ini digambarkan skema kerangka pemikitan sebagai berikut :

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Resiko Usahatani

HasilProduksi Harga Pasar Institusi Manusia Kelembagaan

Strategi Petani

Pengembangan Kelembagaan

Perancangan Teknologi Persepsi Petani

Petani Kol, Wortel, Sawi Putih

Keterangan : Berhubungan


(41)

2.5 Hipotesis Pemikiran

Sesuai dengan landasan teori yang menyatakan petani cenderung menghindari resiko/ memiliki persepsi negatif terhadap resiko. Petani lebih menyukai perencanaan usahatani yang dapat memberikan rasa aman. Dengan adanya rekomendasi kebijakan perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan diharapkan mampu mengurangi resiko, karena penggunaan teknologi di bidang pertanian dapat meningkatkan produksi dan produktivitas, serta pengembangan kelembagaan yang membantu petani dari permasalahan baik permodalannya, kelembagannya, dll. Dalam menghadapi resiko usahatani, sebaiknya petani memiliki strategi dalam pengelolaan resiko yang dihadapinya, strategi tersebut berupa strategi ex-ante, interactive dan ex-post, maka dapat dirumuskan hipotesis penilitian yang akan diuji sebagai berikut:

1) Petani komoditas kol, sawi putih dan wortel memiliki persepsi yang

negatif tentang resiko usahatani.

2) Terdapat rekomendasi kebijakan dalam perancangan teknologi dan

pengembangan kelembagaan di daerah penelitian.

3) Terdapat strategi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih dalam


(42)

28 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive, artinya daerah penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun, 1989). Penelitian dilakukan di Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo. Dengan pertimbangan bahwa daerah yang diteliti merupakan salah satu sentra produksi hortikultur, terutama kol, sawi putih dan wortel yang cukup potensial di wilayah Sumatera Utara.

Tabel 2. Jumlah produksi dan luas lahan komoditas sayuran Kabupaten Tanah Karo, Sumatera utara

No Kecamatan Jumlah Produksi (Ton) Luas Lahan (Ha) Kol Sawi

Putih

Wortel Kol Sawi Putih

Wortel

1 Mardingding 0 0 0 0 0 0

2 Laubaleng 0 0 0 0 0 0

3 Tigabinanga 0 0 0 0 0 0

4 Juhar 0 0 0 0 0 0

5 Munte 443 0 0 23 0 0

6 Kutabuluh 0 0 0 0 0 0

7 Payung 0 2700 0 0 250 0

8 Tiganderket 0 930 0 0 45 0

9 Simpang

Empat

8128 4744 4 042 269 245 175

10 Naman Teran 13 225 10 946 404 640 635 20

11 Merdeka 5 124 2 622 10 420 238 173 471

12 Kabanjahe 17 240 4 350 5 355 480 290 256

13 Berastagi 7 920 3 131 5 100 226 200 179

14 Tigapanah 10 976 2 353 2 468 691 432 259

15 Dolat Rayat 2 434 1 481 1 284 108 98 78

16 Merek 5 688 467 420 168 39 28

17 Barusjahe 4534 8620 1 200 221 58 59


(43)

3.2 Metode Pengambilan Sampel

Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiono, 2008). Teknik pengumpulan sampel menggunakan metode purposive dimana sampel yang diambil 50 petani kol, 50 petani sawi putih dan 50 petani wortel.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani melalui survei dan daftar kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga terkait dengan substansi penelitian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk tujuan penelitian (1) yaitu untuk mengetahui persepsi petani

komoditas kol, wortel dan sawi putih tentang resiko usahatani dan tujuan

penelitian (3) yaitu untuk menganalisis strategi petani komoditas kol,

wortel dan sawi putih dalam pengelolaan resiko usahatani, analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif menggunakan tabel frekuensi yang difokuskan pada persepsi petani tentang resiko dan strategi petani tersebut dalam pengelolaan resiko usaha tani.

Data yang dikumpulkan akan diperoleh melalui penelitian survey. Penelitian diarahkan untuk memperoleh penjelasan dan interpretasi hubungan antara berbagai peubah yang diamati. Survey diarahkan untuk menghimpun data


(44)

primer melalui wawancara dengan penggunaan kuesioner. Untuk memperoleh konfirmasi mengenai data primer yang diperoleh dari petani responden, diskusi kelompok dengan responden kunci (penyuluh, kontak tani, petani andalan) juga dilaksanakan.

Data mengenai persepsi petani dan strategi dalam pengelolaan resiko yang dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan tabel frekuensi. Tabel frekuensi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar jumlah dan persentase petani untuk masing-masing komoditi mengenai persepsi petani mengenai resiko dan strategi-strategi pengelolaan resiko yang terdiri dari strategi pengelolaan ex-ante, interactive, ex-post.

Tabel frekuensi untuk persepsi petani terdiri dari:

1. Resiko menurut persepsi petani

2. Usahatani yang dikategorikan gagal

3. Tingkat resiko produktivitas usaha tani menurut persepsi petani

Pada penelitian ini yang dijadikan sebagai dssar untuk menyatakan usahatani kol, sawi putih, dan wortel di daerah penelitian memiliki resiko

produktivitss apabila tingkat produktivasnya dibawah rata-rata

produktivitas Kecamatan Berastagi, yaitu untuk komoditi kol sebesar 252,47 Ton/Ha, sawi putih sebesar 46,97 Ton/Ha, dan wortel sebesar 131,41 Ton/Ha (Kecamatan Berastagi dalam Angka, 2014).

4. Tingkat resiko harga komoditi menurut persepsi petani

Harga yang berlaku untuk masing masing komoditas kol, sawi putih dan wortel adalah Rp3.000/kg, Rp9.000/kg, Rp7.000/kg, usahatani kol, sawi


(45)

putih dan wortel dikatakan memiliki resiko harga apabila harga jual yang diterima berada dibawah harga yang berlaku.

5. Tingkat keuntungan usahatani

Tabel frekuensi untuk strategi pengelolaan ex-ante, terdiri dari:

1. Pola tanam dalam setahun

Kol/sawi putih/wortel - bawang putih - bawang daun

Kol/sawi putih/wortel - bawang putih - kol/sawi putih/wortel

2. Alasan mengikuti pola tanam

3. Varietas yang digunakan

Komoditas kol yang paling banyak digunakan adalah bibit unggul Cauliflower F1, bibit hibrida varietas KK cross. Komoditas sawi putih menggunakan bibit unggul Top King. Komoditas wortel menggunakan bibit hibrida varietas viva kuroda (Peraturan Menteri Pertanian, 2006).

4. Sumber dari seluruh/sebagian bibit yang digunakan

5. Banyaknya lokasi/persil pertanaman dalam setahun

Tabel frekuensi untuk strategi pengelolaan interactive, terdiri dari:

1. Waktu penanaman

Waktu penanaman komoditas kol, sawi putih, dan wortel yang baik pada saat musim hujan. Dan saat memasuki musim kering dilakukan penanaman bawang putih ataupun bawang daun (Peraturan Menteri Pertanian, 2006).

2. Bila sebagian tanaman dilapangan, maka

3. Jarak tanam yang digunakan

Jarak tanam komoditas kol 50 x 50 cm. Pola penanaman ada dua yaitu larikan dan teratur seperti pola bujur sangkar; pola segitiga sama sisi; pola segi


(46)

empat dan pola barisan (barisan tunggal dan barisan ganda). Pola segitiga ssma sisi dan pola bujur sangkar tergolong baik karena didapat jumlah tanaman lebih banyak

4. Jenis pupuk yag digunakan

5. Metode pengendalian hama yang digunakan

Jenis pestisida yang digunakan untuk komoditas kol yaitu Aldrin dengan batas maksimum 0,1 mg/kg, Asefat dengan batas maksimum 5 mg/kg, Bromide anorganik dengan batas maksimum 100mg/kg, Dieldrin dengan batas maksimum 0,1 mg/kg, Diflubenzuron dengan batas maksimum 1mg/kg, Lindane dengan batas maksimum 0,5mg/kg. Klorenvinfos dengan batas maksimum 0,05 mg/kg. Jenis pestisida yang digunakan untuk komoditas sawi putih yaitu Kloririfos metil dengan batas maksimum 0,1mg/kg. Sedangkan pestisida yang digunakan untuk komoditas wortel yaitu Mefinfos 0,1 mg/kg, monokrotofos dengan batas maksimum 0,05 mg/kg, Lindane dengan batas maksimum 0,2 mg/kg, Kloririfos metil dengan batas maksimum 0,5mg/kg, Klorenvinfos dengan batas maksimum 0,05 mg/kg ((Peraturan Menteri Pertanian, 2006).

6. Kecenderungan petani dalam pengendalian OPT

7. Pengoplosan pestisida dalam pengendalian OPT

8. Alas an melakukan pengoplosan pestisida

9. Tindakan yang dilakukan saat mengalami TK upahan

10.Tindakan yang digunakan jika mengalami kekurangan permodalan

Tabel frekuensi untuk strategi pengelolaan ex-post, terdiri dari:


(47)

2. Jika usahatani mengalami kegagalan, usaha untuk menutupi kegagalan

3. Jika mengalami kerugian, tindakan apa atau sumber modal mana yang

dipilih untuk pertanaman selanjutnya

4. Tindakan yang dilakukan jika pertanaman komoditi dianggap gagal

Untuk tujuan penelitian (2) yaitu untuk merumuskan rekomendasi kebijakan

dalam perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan, analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dengan menggunakan hasil wawancara dengan responden yang terkait dengan perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan.

Data yang dikumpulkan akan diperoleh melalui penelitian survey. Penelitian diarahkan untuk memperoleh penjelasan dan interpretasi hubungan antara berbagai peubah yang diamati. Survey diarahkan untuk menghimpun data primer melalui wawancara dengan penggunaan kuesioner. Untuk memperoleh konfirmasi mengenai data primer yang diperoleh dari petani responden, diskusi kelompok dengan responden kunci (penyuluh, kontak tani, petani andalan) juga dilaksanakan.

Data mengenai rekomendasi kebijakan dalam perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan yang dikumpulkan melalui hasil wawancara dengan responden.


(48)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Definisi

1. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan melampirkan pesan.

2. Kebijakan adalah suatu keputusan yang diambil dengan maksud dan

tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum.

3. Rekomendasi adalah saran yang diberikan. Pada penelitian ini

rekomendasi yang dikaji adalah rekomendasi kebijakan perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan

4. Perancangan adalah proses untuk merancang suatu hal yang baru. Dalam

penelitian ini, perancangan yang dikaji adalah perancangan di bidang teknologi pertanian.

5. Teknologi adalah teknologi pertanian yang berarti cara-cara bagaimana

penyebaran benih, pemeliharaan tanaman,memungut hasil serta termasuk pula benih,pupuk, obat-obatan, pemberantasan hama, alat-alat, sumber tenaga kerja dan kombinasi jenis-jenis usaha oleh para petani

6. Pengembangan adalah proses untuk mengembangkan sesuatu hal. Dalam

penelitian ini pengembangan yang dimaksud adalah pengembangan kelembagaan.

7. Kelembagaan adalah suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah orang dan

lembaga untuk tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur.


(49)

8. Resiko adalah ketidakpastian dan dapat menimbulkan terjadinya peluang kerugian terhadap pengambilan suatu keputusan. Dalam penelitian ini, resiko yang dikaji adalah resiko usahatani komoditas kol, sawi putih, dan wortel.

9. Strategi manajemen resiko adalah kemampuan petani menentukan,

mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan.

10.Startegi ex ante adalah respon yang dirancang untuk mempersiapkan usaha

tani agar tidak berada pada posisi yang terlalu rawan pada saat goncangan terjadi.

11.Strategi interactive adalah respon pada saat terjadi goncangan melibatkan

realokasi sumber daya agar dampak resiko terhadap produksi dapat diminimalkan.

12.Strategi expost adalah respon setelah goncangan diarahkan untuk

meminimalkan dampak berikutnya.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian ini dilakukan di Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo.

2. Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan usahatani kol, sawi putih dan wortel di Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo.


(50)

36

KARAKTERISTIK RESPONDEN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo. Berikut ini adalah deskripsi daerah penelitian:

4.1.1 Luas Wilayah, Batas dan Letak Geografis

Kecamatan Berastagi memiliki luas wilayah sebesar 30,50 km2. Desa

Gurusinga sendiri memiliki lias wilayah sebesar 6,00 km2 atau seluas

19,67% dari total luas kecamatan. Desa Gurusinga berada 1300 meter diatas permukaan laut. Desa Gurusinga memiliki jumlah penduduk sebanyak 3843 orang.

Desa Gurusinga berbatasan dengan:

− Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Gundaling II, Desa Semangat

Kecamatan Merdeka dan Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi

− Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kaban Kecamatan Kabanjahe

dan Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat

− Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bulan Baru dan Desa Ningga Julo

Kecamatan Berastagi


(51)

4.1.2 Tata Guna Lahan

Desa Gurusinga memiliki luas lahan 600 Ha. Sebagian besar lahan merupakan tanah kering dan selebihnya digunakan untuk bangunan/pekarangan, untuk lebih jelasnya dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah di Desa Gurusinga (Ha) Tahun 2014

No Jenis Penggunaan Lahan Luas Areal (Ha) Persentase (%)

1 Tanah Sawah 0 0

2 Tanah Kering 474 79

3 Bangunan/Pekarangan 112 18,67

4 Lainnya 14 2,33

Jumlah 600 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Gurusinga, 2014

Dari tabel dapat dilihat bahwa penggunaan tanah yang paling banyak digunakan adalah tanah kering yaitu seluas 474 Ha atau 79%. Untuk bangunan/pekarangan seluas 112 Ha atau 18,67% dan lainnya seluas 14 Ha atau 2,33%.

4.1.3 Keadaan Penduduk

Desa Gurusinga memiliki 5 dusun dan setiap dusunnya memiliki jumlah penduduk yang berbeda-beda. Jumlah penduduk Desa Gurusinga yang digolongkan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4, sebagai berikut:

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Gurusinga Tahun 2014

No. Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase(%)

1 Laki-laki 1908 49,65

2 Perempuan 1935 50,35

Jumlah 3843 100


(52)

Dapat dilihat dari Tabel 5 bahwa jumlah penduduk Desa Gurusinga sebanyak 3843 jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 1908 jiwa atau 49,65% dan jumlah perempuan sebanyak 1935 jiwa atau 50,35%. Dengan luas wilayah

6,00 km2 dan jumlah penduduk sebanyak 3843 jiwa, kepadatan penduduk

di Desa Gurusinga sebesar 640,5 jiwa/km2. Jumlah rumah tangga di Desa

Gurusinga ada sebanyak 1020 KK dengan rata-rata per rumah tangga sekitar 3,76 jiwa.Penduduk di Desa Gurusinga menganut agama Islam, Protestan, Katolik, dan Budha untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5:

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Agama Di Desa Gurusinga Tahun 2014

No Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Islam 1383 36,92

2 Protestan 2043 54,52

3 Katolik 313 8,35

4 Hindu 0 0

5 Budha 8 0,21

Jumlah 3747 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Gurusinga, 2014

Dari tabel dapat dilihat bahwa penduduk yang beragama Islam sebanyak 1383 jiwa atau 36,92%, yang menganut agama Protestan sebanyak 2043 jiwa atau 54,52%, yang menganut agama Katolik sebanyak 313 jiwa atau 8,35%, dan yang menganut agama Budha sebanyak 8 jiwa atau 0,21%. Selanjutnya distribusi penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Distribusi Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Desa Gurusinga Tahun 2014

No. Lapangan Pekerjaan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Pertanian 1070 57,07


(53)

3 PNS/ABRI 35 1,87

4 Lainnya 760 40,53

Jumlah 1875 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Gurusinga, 2014

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk Desa Gurusinga bekerja pada bidang pertanian, yaitu sebanyak 1070 jiwa atau 57,07%. Penduduk yang bekerja pada bidang industri rumah tangga sebanyak 10 jiwa atau 0,53%. Selanjutnya yang bekerja sebagai PNS/ABRI sebanyak 35 jiwa atau 1,87% dan lainnya sebanya 760 jiwa atau 40,53%.

4.2 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan usahatani kol, wortel, dan sawi putih di Desa Gurusinga Kecamatan Berastagi. Jumlah responden yang diambil adalah 50 orang petani kol, 50 orang petani wortel dan 50 orang petani sawi putih. Karakteristik responden yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusaha. Berikut akan dibahas masing-masing karakteristik tersebut.

4.2.1 Umur

Tabel 7. Umur Petani yang Melakukan Usahatani Kol, Sawi Putih dan Wortel

No. Kelompok Usia (Tahun)

Kol Sawi Putih Wortel

1 <20 - - 2

2 21-35 11 10 9

3 36-50 25 23 24

4 51-65 14 17 12

5 >65 - - 3


(54)

Sumber: Data Primer Diolah, 2015

Dapat dilihat dari Tabel 7 jumlah terbesar umur responden yang melakukan usahatani kol, sawi putih dan wortel berada pada kelompok umur 36-50 tahun,dengan jumlah sebanyak 25 petani kol, 23 petani sawi putih, dan 24 petani wortel. Dan jumlah yang terkecil berada pada kelompok umur <20 dengan jumlah sebanyak 2 petani wortel dan tidak adanya petani yang menanam kol dan sawi putih pada kelompok usia tersebut. Rata-rata umur rpetani adalah 41,96 tahun petani kol, 45,08 tahun petani sawi putih, 45,36 tahun petani wortel.

4.2.2 Tingkat Pendidikan

Tabel 8. Tingkat Pendidikan Petani yang Melakukan Usahatani Kol, Sawi Putih dan Wortel

No. Tingkat Pendidikan Kol Sawi Putih Wortel

1 Tidak Sekolah - - 1

2 SD 4 2 4

3 SMP/sederajat 12 21 12

4 SMA/sederajat 30 27 28

5 S-1 4 - 5

Jumlah 50 50 50

Sumber: Data Primer Diolah,2015

Dari Tabel 8 dapat dilihat tingkat SMA adalah tingkat pendidikan yang terbanyak dengan jumlah 30 petani kol, 27 petani sawi putih dan 28 petani wortel. Dan pada tingkat SMP sebanyak 12 petani kol, 21 petani sawi putih dan 12 petani wortel. Pada tingkat SD sebanyak 4 petani kol, 2 petani sawi putih, dan 4 petani wortel. dan pada tingkat S-1 sebanyak 4 petani kol, 5 petani wortel.


(1)

12

Lampiran 31. Total Penerimaan Usahatani Kol di Desa Gurusinga Komoditas : Kol

No Luas Panen (ha) Produksi (kg) Harga (Rp/kg) Penerimaan (Rp) 1 0.50 14000 1,500.00 21,000,000.00 2 0.50 12000 1,800.00 21,600,000.00 3 0.40 7500 1,000.00 7,500,000.00 4 0.50 10000 1,500.00 15,000,000.00 5 0.50 12000 1,500.00 18,000,000.00 6 0.30 3000 1,500.00 4,500,000.00 7 2.00 40000 1,500.00 60,000,000.00 8 1.00 30000 1,500.00 45,000,000.00 9 0.10 3000 1,000.00 3,000,000.00 10 0.30 5000 1,500.00 7,500,000.00 11 0.40 6500 1,000.00 6,500,000.00 12 0.30 7500 1,500.00 11,250,000.00 13 0.30 5000 1,800.00 9,000,000.00 14 0.40 8000 1,500.00 12,000,000.00 15 1.00 25000 1,500.00 37,500,000.00 16 1.00 30000 1,000.00 30,000,000.00 17 0.30 7000 1,800.00 12,600,000.00 18 0.40 8500 1,800.00 15,300,000.00 19 0.30 7500 1,000.00 7,500,000.00 20 0.20 5000 1,500.00 7,500,000.00 21 0.30 6500 1,000.00 6,500,000.00 22 0.16 3500 1,500.00 5,250,000.00 23 0.40 9000 1,500.00 13,500,000.00 24 0.40 8500 1,500.00 12,750,000.00 25 0.50 10000 1,500.00 15,000,000.00 26 0.30 8000 1,000.00 8,000,000.00 27 0.50 10000 1,800.00 18,000,000.00 28 0.40 8000 1,500.00 12,000,000.00 29 0.30 6000 1,800.00 10,800,000.00 30 0.20 4000 1,000.00 4,000,000.00 31 0.16 3500 1,500.00 5,250,000.00 32 0.30 6500 1,000.00 6,500,000.00 33 0.30 6000 1,800.00 10,800,000.00 34 0.20 4000 1,500.00 6,000,000.00 35 0.50 15000 1,000.00 15,000,000.00 36 0.30 7000 1,800.00 12,600,000.00 37 0.20 5000 1,800.00 9,000,000.00 38 0.12 3000 1,000.00 3,000,000.00 39 0.25 6500 1,500.00 9,750,000.00 40 0.20 5000 1,800.00 9,000,000.00 41 0.30 7000 1,500.00 10,500,000.00 42 0.24 6000 1,000.00 6,000,000.00 43 1.00 25000 1,000.00 25,000,000.00 44 1.00 30000 1,500.00 45,000,000.00 45 0.30 8000 1,500.00 12,000,000.00 46 0.40 8500 1,800.00 15,300,000.00 47 1.00 25000 1,000.00 25,000,000.00 48 0.20 4500 1,500.00 6,750,000.00 49 0.30 6000 1,500.00 9,000,000.00 50 0.50 14000 1,800.00 25,200,000.00 Jumlah 21.93 515,500.00 71,600.00 724,700,000.00


(2)

1 0.30 5000 1,500.00 7,500,000.00 2 0.60 13000 1,000.00 13,000,000.00 3 0.40 8000 1,500.00 12,000,000.00 4 0.30 3500 1,500.00 5,250,000.00 5 0.40 4500 1,800.00 8,100,000.00 6 0.50 10000 1,500.00 15,000,000.00 7 0.50 6000 1,500.00 9,000,000.00 8 0.30 7000 1,800.00 12,600,000.00 9 0.20 2000 1,500.00 3,000,000.00 10 0.30 6000 1,500.00 9,000,000.00 11 0.30 6500 1,000.00 6,500,000.00 12 0.50 10000 1,500.00 15,000,000.00 13 0.50 9500 1,800.00 17,100,000.00 14 0.12 2000 1,800.00 3,600,000.00 15 0.30 5500 1,500.00 8,250,000.00 16 0.50 15000 1,000.00 15,000,000.00 17 0.40 7500 1,000.00 7,500,000.00 18 0.30 5000 1,800.00 9,000,000.00 19 0.10 5000 1,000.00 5,000,000.00 20 0.50 12000 1,000.00 12,000,000.00 21 0.30 9000 1,500.00 13,500,000.00 22 0.15 2000 1,500.00 3,000,000.00 23 0.30 9000 1,000.00 9,000,000.00 24 0.50 10000 1,500.00 15,000,000.00 25 0.50 11000 1,000.00 11,000,000.00 26 0.20 2500 1,500.00 3,750,000.00 27 0.16 2500 1,500.00 3,750,000.00 28 0.30 7000 1,000.00 7,000,000.00 29 0.50 8000 1,500.00 12,000,000.00 30 0.30 7000 1,500.00 10,500,000.00 31 0.40 6000 1,000.00 6,000,000.00 32 0.30 4000 1,800.00 7,200,000.00 33 0.16 2000 1,500.00 3,000,000.00 34 0.30 7000 1,500.00 10,500,000.00 35 0.30 6000 1,500.00 9,000,000.00 36 0.40 8000 1,800.00 14,400,000.00 37 0.20 3500 1,000.00 3,500,000.00 38 0.28 4000 1,000.00 4,000,000.00 39 0.50 13000 1,000.00 13,000,000.00 40 0.50 10000 1,500.00 15,000,000.00 41 0.30 8000 1,000.00 8,000,000.00 42 0.20 6000 1,800.00 10,800,000.00 43 0.30 6500 1,000.00 6,500,000.00 44 0.40 8000 1,800.00 14,400,000.00 45 0.30 4000 1,000.00 4,000,000.00 46 0.30 4000 1,500.00 6,000,000.00 47 0.50 15000 1,000.00 15,000,000.00 48 0.16 4500 1,000.00 4,500,000.00 49 0.20 5000 1,500.00 7,500,000.00 50 0.30 6000 1,800.00 10,800,000.00

Jumlah 197,364,566.67 341,500.00 455,000,000.00


(3)

14

Lampiran 33. Total Penerimaan Usahatani Wortel di Desa Gurusinga Komoditas : Wortel

No Luas Panen (ha) Produksi (Kg) Harga (Rp/Kg) Penerimaan (Rp)

1 0.50 14000 2,000.00 28,000,000.00 2 0.50 7500 2,000.00 15,000,000.00 3 0.40 7000 1,000.00 7,000,000.00 4 0.50 6000 2,000.00 12,000,000.00 5 0.50 9000 2,000.00 18,000,000.00 6 0.30 5500 1,000.00 5,500,000.00 7 0.30 6000 1,500.00 9,000,000.00 8 2.00 40000 1,500.00 60,000,000.00 9 1.00 15000 1,500.00 22,500,000.00 10 1.00 14000 1,000.00 14,000,000.00 11 0.40 5500 1,500.00 8,250,000.00 12 0.16 2000 1,500.00 3,000,000.00 13 0.30 5000 1,000.00 5,000,000.00 14 0.30 4000 1,500.00 6,000,000.00 15 0.40 9000 1,500.00 13,500,000.00 16 0.60 11000 2,000.00 22,000,000.00 17 0.50 10000 1,500.00 15,000,000.00 18 0.15 3000 1,000.00 3,000,000.00 19 0.30 5000 1,000.00 5,000,000.00 20 0.40 7500 1,500.00 11,250,000.00 21 0.50 9000 1,000.00 9,000,000.00 22 0.70 18000 1,500.00 27,000,000.00 23 0.28 5500 1,000.00 5,500,000.00 24 1.00 20000 1,500.00 30,000,000.00 25 0.60 12000 1,500.00 18,000,000.00 26 0.50 10000 1,500.00 15,000,000.00 27 0.50 14000 1,000.00 14,000,000.00 28 0.30 6000 1,500.00 9,000,000.00 29 0.50 9000 2,000.00 18,000,000.00 30 0.32 5500 2,000.00 11,000,000.00 31 0.70 13000 1,000.00 13,000,000.00 32 0.30 5500 1,500.00 8,250,000.00 33 0.20 4000 1,000.00 4,000,000.00 34 1.00 18000 1,500.00 27,000,000.00 35 0.30 5000 1,500.00 7,500,000.00 36 0.50 15000 1,000.00 15,000,000.00 37 1.00 20000 2,000.00 40,000,000.00 38 0.20 4000 2,000.00 8,000,000.00 39 0.30 5000 1,500.00 7,500,000.00 40 0.70 10000 2,000.00 20,000,000.00 41 0.20 2500 1,500.00 3,750,000.00 42 0.30 7000 1,500.00 10,500,000.00 43 0.24 4500 1,000.00 4,500,000.00 44 0.30 6000 1,500.00 9,000,000.00 45 0.80 16000 1,500.00 24,000,000.00 46 0.32 5000 1,500.00 7,500,000.00 47 0.30 6000 2,000.00 12,000,000.00 48 1.00 20000 2,000.00 40,000,000.00 49 1.00 20000 1,500.00 30,000,000.00 50 0.40 6000 1,000.00 6,000,000.00

Jumlah 25.77 487,500.00 74,000.00 737,000,000.00


(4)

1 0.50 6,344,000.00 21,000,000.00 14,656,000.00 2 0.50 5,717,666.67 21,600,000.00 15,882,333.33 3 0.40 4,292,666.67 7,500,000.00 3,207,333.33 4 0.50 6,401,000.00 15,000,000.00 8,599,000.00 5 0.50 5,682,666.67 18,000,000.00 12,317,333.33 6 0.30 3,264,500.00 4,500,000.00 1,235,500.00 7 2.00 24,277,333.33 60,000,000.00 35,722,666.67 8 1.00 11,913,500.00 45,000,000.00 33,086,500.00 9 0.10 843,333.33 3,000,000.00 2,156,666.67 10 0.30 3,172,000.00 7,500,000.00 4,328,000.00 11 0.40 4,062,833.33 6,500,000.00 2,437,166.67 12 0.30 3,363,666.67 11,250,000.00 7,886,333.33 13 0.30 3,521,500.00 9,000,000.00 5,478,500.00 14 0.40 6,576,333.33 12,000,000.00 5,423,666.67 15 1.00 9,946,333.33 37,500,000.00 27,553,666.67 16 1.00 10,669,666.67 30,000,000.00 19,330,333.33 17 0.30 3,151,666.67 12,600,000.00 9,448,333.33 18 0.40 4,208,666.67 15,300,000.00 11,091,333.33 19 0.30 3,068,333.33 7,500,000.00 4,431,666.67 20 0.20 1,311,333.33 7,500,000.00 6,188,666.67 21 0.30 3,566,666.67 6,500,000.00 2,933,333.33 22 0.16 1,081,666.67 5,250,000.00 4,168,333.33 23 0.40 4,172,333.33 13,500,000.00 9,327,666.67 24 0.40 3,947,000.00 12,750,000.00 8,803,000.00 25 0.50 5,686,000.00 15,000,000.00 9,314,000.00 26 0.30 3,337,000.00 8,000,000.00 4,663,000.00 27 0.50 5,066,833.33 18,000,000.00 12,933,166.67 28 0.40 3,973,833.33 12,000,000.00 8,026,166.67 29 0.30 3,722,166.67 10,800,000.00 7,077,833.33 30 0.20 1,603,333.33 4,000,000.00 2,396,666.67 31 0.16 1,091,600.00 5,250,000.00 4,158,400.00 32 0.30 3,651,666.67 6,500,000.00 2,848,333.33 33 0.30 3,581,500.00 10,800,000.00 7,218,500.00 34 0.20 1,933,000.00 6,000,000.00 4,067,000.00 35 0.50 6,008,333.33 15,000,000.00 8,991,666.67 36 0.30 3,720,333.33 12,600,000.00 8,879,666.67 37 0.20 1,762,833.33 9,000,000.00 7,237,166.67 38 0.12 1,016,700.00 3,000,000.00 1,983,300.00 39 0.25 3,121,000.00 9,750,000.00 6,629,000.00 40 0.20 2,742,500.00 9,000,000.00 6,257,500.00 41 0.30 3,553,000.00 10,500,000.00 6,947,000.00 42 0.24 2,995,833.33 6,000,000.00 3,004,166.67 43 1.00 10,034,333.33 25,000,000.00 14,965,666.67 44 1.00 11,033,666.67 45,000,000.00 33,966,333.33 45 0.30 3,336,000.00 12,000,000.00 8,664,000.00 46 0.40 3,932,000.00 15,300,000.00 11,368,000.00 47 1.00 10,626,333.33 25,000,000.00 14,373,666.67 48 0.20 2,391,833.33 6,750,000.00 4,358,166.67 49 0.30 2,810,000.00 9,000,000.00 6,190,000.00 50 0.50 5,701,833.33 25,200,000.00 19,498,166.67

Jumlah 21.93 242,990,133.33 724,700,000.00 481,709,866.67


(5)

16

Lampiran 35. Total Pendapatan Sawi Putih di Desa Gurusinga Komoditas : Sawi Putih

No Luas Panen (ha) Total Biaya (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp)

1 0.30 3,359,000.00 7,500,000.00 4,141,000.00 2 0.60 7,082,666.67 13,000,000.00 5,917,333.33 3 0.40 4,825,500.00 12,000,000.00 7,174,500.00 4 0.30 3,510,000.00 5,250,000.00 1,740,000.00 5 0.40 4,858,500.00 8,100,000.00 3,241,500.00 6 0.50 6,406,000.00 15,000,000.00 8,594,000.00 7 0.50 5,853,666.67 9,000,000.00 3,146,333.33 8 0.30 3,780,666.67 12,600,000.00 8,819,333.33 9 0.20 1,077,333.33 3,000,000.00 1,922,666.67 10 0.30 3,714,833.33 9,000,000.00 5,285,166.67 11 0.30 3,860,166.67 6,500,000.00 2,639,833.33 12 0.50 7,196,333.33 15,000,000.00 7,803,666.67 13 0.50 6,448,333.33 17,100,000.00 10,651,666.67 14 0.12 1,204,000.00 3,600,000.00 2,396,000.00 15 0.30 3,807,000.00 8,250,000.00 4,443,000.00 16 0.50 5,566,333.33 15,000,000.00 9,433,666.67 17 0.40 4,820,500.00 7,500,000.00 2,679,500.00 18 0.30 3,182,666.67 9,000,000.00 5,817,333.33 19 0.10 1,365,333.33 5,000,000.00 3,634,666.67 20 0.50 3,821,000.00 12,000,000.00 8,179,000.00 21 0.30 3,871,000.00 13,500,000.00 9,629,000.00 22 0.15 1,136,000.00 3,000,000.00 1,864,000.00 23 0.30 3,895,333.33 9,000,000.00 5,104,666.67 24 0.50 5,744,166.67 15,000,000.00 9,255,833.33 25 0.50 6,317,666.67 11,000,000.00 4,682,333.33 26 0.20 2,188,500.00 3,750,000.00 1,561,500.00 27 0.16 1,764,733.33 3,750,000.00 1,985,266.67 28 0.30 3,729,833.33 7,000,000.00 3,270,166.67 29 0.50 6,854,666.67 12,000,000.00 5,145,333.33 30 0.30 2,601,000.00 10,500,000.00 7,899,000.00 31 0.40 1,612,000.00 6,000,000.00 4,388,000.00 32 0.30 4,054,666.67 7,200,000.00 3,145,333.33 33 0.16 1,713,466.67 3,000,000.00 1,286,533.33 34 0.30 3,865,333.33 10,500,000.00 6,634,666.67 35 0.30 3,594,166.67 9,000,000.00 5,405,833.33 36 0.40 4,737,333.33 14,400,000.00 9,662,666.67 37 0.20 1,450,333.33 3,500,000.00 2,049,666.67 38 0.28 1,995,500.00 4,000,000.00 2,004,500.00 39 0.50 5,751,333.33 13,000,000.00 7,248,666.67 40 0.50 6,092,833.33 15,000,000.00 8,907,166.67 41 0.30 3,728,333.33 8,000,000.00 4,271,666.67 42 0.20 2,748,000.00 10,800,000.00 8,052,000.00 43 0.30 4,207,333.33 6,500,000.00 2,292,666.67 44 0.40 5,497,166.67 14,400,000.00 8,902,833.33 45 0.30 3,584,166.67 4,000,000.00 415,833.33 46 0.30 4,389,333.33 6,000,000.00 1,610,666.67 47 0.50 6,310,333.33 15,000,000.00 8,689,666.67 48 0.16 1,829,033.33 4,500,000.00 2,670,966.67 49 0.20 2,556,833.33 7,500,000.00 4,943,166.67 50 0.30 3,804,333.33 10,800,000.00 6,995,666.67

Jumlah 197,364,566.67 455,000,000.00 257,635,433.33


(6)

Lampiran 36. Total Pendapatan Usahatani Wortel di Desa Gurusinga Komoditas : Wortel

No Luas Panen (ha) Biaya Total Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp) 1 0.50 5,233,333.33 28,000,000.00 22,766,666.67 2 0.50 5,727,000.00 15,000,000.00 9,273,000.00 3 0.40 3,677,666.67 7,000,000.00 3,322,333.33 4 0.50 5,297,000.00 12,000,000.00 6,703,000.00 5 0.50 4,953,666.67 18,000,000.00 13,046,333.33 6 0.30 2,828,000.00 5,500,000.00 2,672,000.00 7 0.30 3,045,333.33 9,000,000.00 5,954,666.67 8 2.00 24,055,000.00 60,000,000.00 35,945,000.00 9 1.00 5,835,333.33 22,500,000.00 16,664,666.67 10 1.00 11,090,000.00 14,000,000.00 2,910,000.00 11 0.40 3,960,833.33 8,250,000.00 4,289,166.67 12 0.16 1,276,766.67 3,000,000.00 1,723,233.33 13 0.30 2,861,666.67 5,000,000.00 2,138,333.33 14 0.30 2,326,000.00 6,000,000.00 3,674,000.00 15 0.40 4,361,500.00 13,500,000.00 9,138,500.00 16 0.60 6,790,666.67 22,000,000.00 15,209,333.33 17 0.50 5,435,000.00 15,000,000.00 9,565,000.00 18 0.15 908,000.00 3,000,000.00 2,092,000.00 19 0.30 2,902,500.00 5,000,000.00 2,097,500.00 20 0.40 2,920,500.00 11,250,000.00 8,329,500.00 21 0.50 5,074,000.00 9,000,000.00 3,926,000.00 22 0.70 6,644,000.00 27,000,000.00 20,356,000.00 23 0.28 2,282,933.33 5,500,000.00 3,217,066.67 24 1.00 11,755,666.67 30,000,000.00 18,244,333.33 25 0.60 6,178,666.67 18,000,000.00 11,821,333.33 26 0.50 5,439,166.67 15,000,000.00 9,560,833.33 27 0.50 5,956,833.33 14,000,000.00 8,043,166.67 28 0.30 2,716,833.33 9,000,000.00 6,283,166.67 29 0.50 5,975,833.33 18,000,000.00 12,024,166.67 30 0.32 2,187,900.00 11,000,000.00 8,812,100.00 31 0.70 5,338,000.00 13,000,000.00 7,662,000.00 32 0.30 3,524,833.33 8,250,000.00 4,725,166.67 33 0.20 1,552,833.33 4,000,000.00 2,447,166.67 34 1.00 10,743,666.67 27,000,000.00 16,256,333.33 35 0.30 2,946,000.00 7,500,000.00 4,554,000.00 36 0.50 5,222,333.33 15,000,000.00 9,777,666.67 37 1.00 7,720,666.67 40,000,000.00 32,279,333.33 38 0.20 1,307,000.00 8,000,000.00 6,693,000.00 39 0.30 3,229,833.33 7,500,000.00 4,270,166.67 40 0.70 7,599,500.00 20,000,000.00 12,400,500.00 41 0.20 1,866,833.33 3,750,000.00 1,883,166.67 42 0.30 3,350,666.67 10,500,000.00 7,149,333.33 43 0.24 2,511,133.33 4,500,000.00 1,988,866.67 44 0.30 2,676,833.33 9,000,000.00 6,323,166.67 45 0.80 8,200,666.67 24,000,000.00 15,799,333.33 46 0.32 2,912,900.00 7,500,000.00 4,587,100.00 47 0.30 2,424,500.00 12,000,000.00 9,575,500.00 48 1.00 9,975,000.00 40,000,000.00 30,025,000.00 49 1.00 9,489,333.33 30,000,000.00 20,510,666.67 50 0.40 4,158,833.33 6,000,000.00 1,841,166.67 Jumlah 25.77 256,448,966.67 737,000,000.00 480,551,033.33 Rata-rata 0.52 5,128,979.33 14,740,000.00 9,611,020.67