Penelitian Terdahulu Strategi Petani Dalam Menghadapi Resiko Harga Komoditas Kol,Sawi Putih Dan Wortel Di Tanah Karo (Studi Kasus: Desa Gurusinga, Kec.Berastagi, Kab. Tanah Karo)

besar. Resiko harga cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. 2. Penanggulangan resiko oleh petani dilakukan melalui tindakan seperti perhitungan yang cermat dalam penentuan masa tanam cabai, menghindari penanaman cabai dalam satu hamparan, rotasi tanaman dan pembuatan pupuk olahan cabai. Penanggulangan resiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besae akan efektif melalui peran dan kontribusi pemerintah, melalui pembentukan atau pengaktifan koperasi dankelompok tani, pengaturan pola produksi serta pembinaan dan penyuluhan terkait dengan pengolahan pasca panen, budidayaa dan pendekatan terhadap petani terkait pentingnya kebijakan pengaturan pola produksi untuk mengurangi resiko harga. Menurut Drs.H.Hendro Sunarjo, APU Purn. dalam bukunya yang berjudul “Bertanam 36 Jenis Sayur” menyatakan bahwa varietas yang termasuk jenis kol diantaranya ialah hybrid KK cross, KY cross, hybrid 21, R.v.E., yoshin, pujon, segon, Copenhagen market dan kubis merah. Sementara itu, varietas kol yang dianjurkan untuk ditanam adalah hybrid 21, hybrid 31, hybrid KK cross, hybrid KY cross. Semua varietas hybrid tersebut berasal dari Jepang. Var ietas lainnya yang dianjurkan untuk ditanam adalah hybrid 368 dari Australia. Varietas kol lokal seperti pujon, segon, dan yoshin kurang popular karena kropnya lunak keropos. Kol dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl dengan pH tanah antara 6-7. Waktu tanam kol yang baik adalah pada awal musim hujan awal Oktober atau awal musim kemarau Maret. Jarak antar baris 60cm dengan jarak tanamnya 50cm. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCl. Jenis pestisida yang digunakan pada komoditi kol adalah Ambush 2 EC, Decis 2,5 EC 0,1-0,2 untuk ulat Plutella maculipennis , ulat Crocodolomia binoyalis. Bubur bordeaux, Antracol, atau Dithane M-45 0,2 untuk penyakit busuk akar. Untuk komoditas sawi putih petsai varietas yang dianjurkan ditanam ialah granat denmark, amiliore dan beberapa hybrid seperti naga oka, waka, wong bok dan lain-lain. Sawi putih dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl dengan pH tanah sebaiknya antara 6-7. Waktu tanam sawi putih yang baik ialah menjelang akhir musim hujan Maret atau awal musim hujan Oktober. Bibit sawi putih ditanam menurut barisan dengan jarak tanam 40 cm dan jarak antar baris 40 cm. Pupuk yang digunakan ialah pupuk kandang, pupuk urea dan pupuk TSP. Sedangkan pestisida yang digunakan ialah Bayrusil 250 EC 0,2 untuk memberantas ulat perusak daun Plutella maculipennis , Dithane M-45 0,2 untuk memberantas cendawan Alternaria solani. Untuk komoditas wortel, mudah ditanam ditempat yang tingginya lebih dari 500 m dpl, terutama di ketinggian 1.200 m dpl dengan pH tanah 5,5 – 6,5. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 40cm, lalu diberi pupuk kandang atau kompos tetapi pemberian pupuk kandang ini dapat ditiadakan jika tanahnya subur, misalnya tanah bekas tanaman kentang, dan kubis. Dibuat alur dengan jarak antar alur 20 cm. Pupuk buatan yang digunakan berupa pupuk urea, dan pupuk KCl.

2.3 Landasan Teori

Persepsi petani mengenai resiko di dalam beberapa kajian empiris menunjukkan bahwa petani pada umumnya berperilaku sebagai penghindar penolak resiko memiliki persepsi negatif Dillon dan Scandizzo, 1978. Perilaku tersebut mengindikasikan bahwa petani lebih menyukai perencanaan usahatani yang dapat memberikan rasa aman walaupun harus mengorbankan sebagian pendapatannya. Sampai sejauh mana proposisi tersebut berlaku untuk petani di Indonesia yang masih dikategorikan subsisten dalam penggunaan input Adiyoga dan Soetiarso, 1999. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan implikasinya terhadap usaha pengembangan teknologi baru. Perancangan teknologi di bidang pertanian diperlukan dalam usaha pengembangan teknologi baru. Perancangan ini terdapat pada berbagai komponen. Menurut Sumarno, 2006 teknologi pertanian terdapat pada berbagai komponen, yaitu : 1 Sumber daya lahan, air dan iklim 2 Sarana biologis, varietas dan benih 3 Sarana produksi sintesis 4 Alat mesin pertanian 5 Kelestarian lingkungan dan keberlanjutan Pengembangan kelembagaan juga perlu dilakukan karena apabila petani jikaberusahatani secara individu terus berada di pihak yang lemah karena petani secara individu akan mengelola usahatani dengan luas garapan kecil dan terpencar serta kepemilikan modal yang rendah. Sehingga pemerintah perlu memperhatikan penguatan kelembagaan lewat kelompok tani karena dengan berkelompok maka petani tersebut akan lebih kuat, baik dari segi kelembagaannya maupun permodalannya. Kelembagaan petani di desa umumnya tidak berjalan dengan baik ini disebabkan Purwanto,dkk, 2007 :