menanggulangi resiko usaha tani, seperti resiko produksi pada usaha tani kol, wortel dan sawi putih.
Pengembangan pada kelembagaan perlu dilakukan karena melalui kelembagaan ini pemerintah berperan membantu petani dalam menghadapi resiko, hal ini dapat
dilihat dari lembaga-lembaga yang didirikan oleh pemerintah untuk mendukung para petani. Lembaga-lembaga seperti lembaga pembiayaan, lembaga pemasaran
dan distribusi, lembaga penyuluh pertanian dan lembaga penjamin dan penanggung resiko. Pengembangan pada kelembagaan tentunya sangat diperlukan
agar dapat terus membantu petani dengan berbagai permasalahan yang dihadapi. Secara sitematis berikut ini digambarkan skema kerangka pemikitan sebagai
berikut :
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
Resiko Usahatani
Hasil Produksi Harga Pasar
Institusi Manusia
Kelembagaan
Strategi Petani Pengembangan
Kelembagaan Perancangan
Teknologi Persepsi Petani
Petani Kol, Wortel, Sawi Putih
Keterangan : Berhubungan Strategi Ex-ante
Strategi Interactive Strategi Ex-post
2.5 Hipotesis Pemikiran
Sesuai dengan landasan teori yang menyatakan petani cenderung menghindari resiko memiliki persepsi negatif terhadap resiko. Petani lebih menyukai
perencanaan usahatani yang dapat memberikan rasa aman. Dengan adanya rekomendasi kebijakan perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan
diharapkan mampu mengurangi resiko, karena penggunaan teknologi di bidang pertanian dapat meningkatkan produksi dan produktivitas, serta pengembangan
kelembagaan yang membantu petani dari permasalahan baik permodalannya, kelembagannya, dll. Dalam menghadapi resiko usahatani, sebaiknya petani
memiliki strategi dalam pengelolaan resiko yang dihadapinya, strategi tersebut berupa strategi ex-ante, interactive dan ex-post, maka dapat dirumuskan hipotesis
penilitian yang akan diuji sebagai berikut: 1
Petani komoditas kol, sawi putih dan wortel memiliki persepsi yang negatif tentang resiko usahatani.
2 Terdapat rekomendasi kebijakan dalam perancangan teknologi dan
pengembangan kelembagaan di daerah penelitian. 3
Terdapat strategi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih dalam pengelolaan resiko usahatani di daerah penelitian.
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara agraris yang sedang giat-giatnya membangun di segala bidang, sektor pertanian masih merupakan tulang punggung yang menunjang
subsektor lain. Oleh karena Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertanian selalu berupaya menggalakkan peningkatan hasil produksi
nasional. Salah satu subsektor pertanian yang digalakkan sejak satu dasawarsa yang lewat adalah subsektor hortikultura. Penggalakan
peningkatan produksi tanaman hortikultura tersebut antara lain bertujuan meningkatkan pendapatan petani sehingga diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan hidup petani dan keluarganya. Sedangkan tujuan yang lebih luas adalah untuk menggalakkan ekspor non migas yang merupakan
pemasukan devisa bagi negara Mulyanto,2003. Menurut Setiawan 1995, hortikultura adalah produk buah-buahan dan
sayuran yang tidak tahan lama pasca panen. Sayuran dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu tanaman sayuran dataran tinggi dan sayuran
dataran rendah. Tanaman sayuran dataran tinggi memerlukan suhu lingkungan pertumbuhan yang rendah dingin. Penanamannya di daerah
dataran tinggi sangat mendukung pertumbuhannya sebab semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka semakin rendah suhunya.
Dataran tinggi Karo adalah sebuah dataran tinggi luas di Sumatera Utara, hampir semua dataran tinggi ini termasuk ke dalam wilayah administrasi