Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Fertilitas

57 menyatakan, bahwa pendapatan berpengaruh negatif terhadap tingkat fertilitas di mana setiap pendapatan naik maka fertilitas akan turun begitupun sebaliknya. Pendapatan merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi suatu keluarga untuk membuat keputusan dalam menentukan atau merencanakan jumlah anak. Seperti yang dikatakan Hatmadji 2007, apabila ada kenaikan pendapatan maka aspirasi orang tua akan berubah, karena orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik dan ini berarti biayanya naik, sedangkan kegunaannya turun, sebab walaupun anak masih memberikan kepuasan akan tetapi balas jasa ekonominya turun. Jadi biaya membesarkan anak lebih besar daripada kegunaannya. Hal ini mengakibatkan permintaan terhadap anak menurun atau dengan kata lain fertilitas turun. Seperti halnya kasus di Kota Lhokseumawe, responden dengan pendapatan yang tinggi rata-rata memiliki jumlah anak yang relatif sedikit 1-2 orang anak. Mereka mengakui bahwa mereka menginginkan anak dengan kualitas pendidikan yang baik, karena biaya kebutuhan sekolah dan les privat sekarang mahal untuk itu mereka membatasi kelahiran. Hal ini juga tidak terlepas dari salah satu program pemerintah untuk membatasi kelahiran, yaitu program keluarga berencana KB yang diikuti oleh sebagian responden.

4.3.2 Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Fertilitas

Tingkat pendidikan memiliki koefisien regresi b 2 sebesar 0,242 yang menunjukkan pengaruh tingkat pendidikan bernilai positif +. Dengan kata lain, koefisien regresi yang bernilai positif menunjukkan bahwa peningkatan tingkat Universitas Sumatera Utara 58 pendidikan akan juga meningkatkan tingkat fertilitas sebesar 0,242 jiwa di Kota Lhokseumawe dengan asumsi variabel yang lain dianggap konstan tetap. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap fertilitas dimana setiap tingkat pendidikan meningkat 1 tahun, maka fertilitas juga akan ikut meningkat, begitupun sebaliknya. Hal ini bertolak belakang dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat fertilitas, di mana setiap peningkatan tingkat pendidikan maka fertilitas akan turun, begitupun sebaliknya. Tingkat pendidikan wanita dianggap sebagai salah satu variabel yang penting dalam melihat variasi tingkat fertilitas. Karena variabel ini banyak berperan dalam perubahan status, sikap dan pandangan hidup mereka didalam masyarakat. Pendidikan istri merupakan faktor sosial paling penting dalam analisis demografi, misalnya dalam usia kawin pertama, fertilitas dan mortalitas. Selain itu, pendidikan juga memberikan kesempatan yang lebih luas kepada wanita untuk lebih berperan dan ikut serta dalam kegiatan ekonomi. Sehingga faktor tersebut akhirnya mempengaruhi tingkah laku reproduksi wanita, karena diharapkan pendidikan berhubungan negatif dengan fertilitas Saleh M, 2003. Penelitian di Kota Lhokseumawe menunjukkan bahwa tingkat pendidikan maksimum yang dimiliki oleh para responden adalah AkademiPerguruan tinggi dengan persentase 66. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat pendidikan di Kota Lhokseumawe tergolong tinggi berarti fertilitas pun akan meningkat. Alasan para responden memutuskan memiliki anak yang banyak adalah agar suasana di rumah ramai dan banyaknya penerus keluarga. Namun ada juga yang masih Universitas Sumatera Utara 59 berpendapat bahwa “banyak anak banyak rezeki”. Kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang betolak belakang dengan teori yang ada tentang pengaruh tingkat pendidikan terhadap fertilitas. Seperti yang dikatakan oleh Todaro 1994, semakin tinggi tingkat pendidikan istri atau wanita cenderung untuk merencanakan jumlah anak yang semakin sedikit, karena wanita yang telah mendapatkan pendidikan cenderung memperbaiki kualitas anak dengan cara memperkecil jumlah anak. Sehingga teori diatas terbantahkan oleh kenyataan yang ada bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh yang berlawanan terhadap tingkat fertilitas di Kota Lhokseumawe. Karena yang terlihat banyak responden yang tamatan SMA sederajat ke atas memiliki anak yang banyak.

4.3.3 Pengaruh Jam Kerja terhadap Fertilitas