Oceanography, yang mulai mengukur tingkat CO
2
setiap tahun sejak tahun 1958 di Mauna Loa, Hawai, hingga pada tahun 1950 melalui kurvanya, Keeling
menunjukkan bahwa aktivitas manusia terbukti menyebabkan konsentrasi CO
2
semakin meningkat. CO
2
di atmosfer telah meningkat sebanyak 40, dari 280 ppm menjadi 380 ppm sejak dimulainya revolusi industri di Inggris pada tahun
1850 Global Climate Change, 2016. Pada tahun 2013, tingkat CO
2
melampaui 400 ppm untuk pertama kalinya dalam sejarah. Pencemaran udara yang disertai
dengan meningkatnya emisi gas CO
2
akan mengakibatkan penurunan kualitas udara yang dapat memicu pemanasan global, juga perubahan iklim yang
mengancam kelangsungan hidup manusia di masa depan, sehingga menjadi isu yang harus diperhatikan Environmental Protection Agency EPA dalam Science
Magazine, 2009.
2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara
Kualitas udara dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya lokasi, sumber pencemar dari berbagai kegiatan, polutan, serta meteorologi dan topografi
yang mempengaruhi penyebaran polutan di udara Sustainable Management for European Local Ports, 2010, EPA Tasmania, 2013, British Columbia Air
Quality, 2016.
2.1.1.1 Lokasi
Pencemaran udara dapat terjadi di luar ruangan outdoor air quality maupun di dalam ruangan indoor air quality. Pencemaran udara luar ruangan
dapat terjadi mulai dari lingkungan rumah, perkotaan hingga sudah menjadi isu
Universitas Sumatera Utara
global. Menurut Worlds Worst Polluted Places dalam Blacksmith Institute pada tahun 2008, pencemaran udara luar perkotaan adalah masalah kedua pencemaran
udara yang paling serius di dunia setelah pencemaran udara yang terjadi di dalam ruangan Air and Water, 2016.
Pencemaran udara dapat terjadi dimanapun, misalnya di rumah, sekolah dan kantor. Baik buruknya kualitas udara pada bangunan apapun tergantung pada
perencanaan pembangunan, termasuk pemilihan lokasi dalam mempertimbangkan kualitas udara Planning Practice Guidance, tanpa tahun. Pemilihan lokasi yang
tidak tepat akan berdampak pada kualitas udara di luar ruangan. Hal ini dibuktikan oleh teori Mainka 2015 bahwa tingkat konsentrasi CO
2
di luar ruangan dipengaruhi oleh lokasi, seperti di kawasan padat lalu lintas, kawasan industri dan
kawasan pemukiman yang ada di perkotaan.
2.1.1.2 Sumber Pencemar
Meningkatnya populasi
manusia dan
banyaknya kebutuhan,
mengakibatkan peningkatan pencemaran udara BMKG, 2012. Pencemaran udara dapat disebabkan oleh emisi dari berbagai sumber, baik dari proses alam ataupun
akibat aktivitas manusia yang menghasilkan polutan sehingga mencemari udara Sustainable Management for European Local Ports, 2010.
Pada tahun 1850 konsentrasi CO
2
di atmosfer sekitar 280 ppm, kemudian meningkat menjadi 364 ppm pada tahun 1998. Hal ini terutama disebabkan oleh
aktivitas manusia selama dan setelah revolusi industri di Inggris yang dimulai pada tahun 1850 Water Treatment Solution, 2009. Berikut beberapa sumber
pencemar yang disebabkan oleh proses alam dan aktivitas manusia:
Universitas Sumatera Utara
a Proses Alam
1 Letusan Gunung Berapi
Indonesia termasuk negara yang memiliki banyak gunung berapi sehingga terjadinya bencana alam akibat letusan gunung berapi sangat besar. Abu vulkanik
mengandung logam seperti timah, tembaga, seng, krom besi dan silika. Dari berbagai gas yang dilepaskan oleh letusan gunung berapi, CO
2
menjadi salah satu penyebab utama pencemaran udara yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi.
Tercatat seluruh gunung berapi di dunia mengeluarkan 0,13-0,44 miliar ton CO
2
tahun United States Geological Survey dalam Tempo, 2011.
2 Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan dapat terjadi karena kekeringan pada musim kemarau panjang. Terbakarnya ranting dan daun kering terjadi secara alami akibat panas
yang ditimbulkan oleh batu dengan benda lainnya yang dapat menyimpan dan menghantar panas. Kebakaran hutan yang terjadi akan melepaskan gas CO
2
ke atmosfer karena hutan secara alami merupakan tempat untuk menyerap gas CO
2
Earth Hour Indonesia, 2015. Selain gas CO
2,
beberapa polutan dari pembakaran hutan yang mengakibatkan pencemaran udara diantaranya adalah hidrokarbon,
CO, SO, NO dan NO
2
, serta kabut asap berupa partikel halus yang bercampur dengan debu.
b Akibat Aktivitas Manusia
1 Transportasi
WHO 2004 memperkirakan bahwa 70 penduduk kota di dunia pernah menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor. Di Indonesia, setiap
Universitas Sumatera Utara
tahun jumlah kendaraan semakin meningkat sehingga menimbulkan kemacetan yang dapat menyebabkan peningkatkan pencemaran udara. Konstribusi gas buang
dari knalpot kendaraan bermotor sebagai sumber penyebab pencemaran udara mencapai 60-70 Bappenas, 2009. Kendaraan bermesin biasanya menggunakan
bahan bakar diesel atau bensin untuk menghasilkan energi agar kendaraan dapat beroperasi. Bahan bakar tersebut mengandung senyawa hidrokarbon yang
kemudian dibakar menghasilkan CO
2
. Namun, pada kenyataannya mesin tidak dapat membakar hidrokarbon secara sempurna sehingga knalpot kendaraan
mengeluarkan zat-zat berbahaya yang mencemari udara. Hasil pembakaran tidak sempurna tersebut menghasilkan CO, NO
2
dan VOC. Pembakaran bahan bakar fosil seperti bensin dan diesel pada transportasi merupakan sumber terbesar emisi
CO
2
EPA, 2016. 2
Kegiatan Industri Meningkatnya perindustrian, khususnya di perkotaan menimbulkan
berbagai jenis pencemar yang dibebaskan ke udara sebagai hasil buangan industri. Hasil buangan industri atau limbah industri adalah sisa buangan dari suatu proses
kegiatan produksi, mengandung bahan kimia yang bersifat racun dan berbahaya. Dampak limbah menurut jenis industri terhadap pencemaran udara adalah limbah
industri kimia dan bahan pangan, serta limbah industri logam dan elektronika. Berdasarkan hasil penelitian, yang paling dominan dari pencemaran udara dalam
perindustrian lebih dari 90 adalah sumbangan limbah industri dalam bentuk gas. Beberapa perusahaan industri menghasilkan polutan yang berbahaya, diantaranya
CO, CO
2
, SO
2
, NO, hidrokarbon dan senyawa organik. CO
2
dilepaskan oleh
Universitas Sumatera Utara
proses industri melalui pembakaran bahan bakar fosil. Namun, beberapa proses juga menghasilkan emisi CO
2
melalui reaksi kimia yang tidak melibatkan pembakaran, misalnya industri semen, industri logam seperti besi dan baja dan
produksi bahan kimia EPA, 2016. Industri semen dalam proses pembuatannya menghasilkan CO
2
melalui beberapa proses Atmaja, 2015, yakni penggunaan energi listrik, proses pembakaran bahan bakar fosil untuk sumber energi ataupun
transportasi dan akibat reaksi kimia pada proses kalsinasi dalam pembuatan klinker. Semakin banyak jumlah klinker yang diproduksi akan semakin banyak
jumlah CO
2
yang dilepaskan di udara. 3
Pembangkit Listrik Sebagian pembangkit listrik masih menggunakan bahan batu bara, gas dan
minyak untuk menghasilkan energi listrik. Proses pembakaran pada pembangkit listrik yang terjadi secara tidak sempurna menghasilkan berbagai gas berbahaya
yang mencemari udara, seperti SO2, NO, CO
2
dan PM. Jenis bahan bakar fosil yang digunakan untuk menghasilkan listrik akan memancarkan jumlah yang
berbeda dari CO
2
. Setiap tahun sebanyak 11 milyar ton CO
2
dilepaskan ke atmosfir dari kegiatan ini. Pembakaran batu bara akan menghasilkan lebih banyak
CO
2
dibandingkan yang memakai minyak atau gas alam EPA, 2016.
4 Timbunan Sampah
Sebagian besar penduduk perkotaan membuang sampah rumah tangga ke tempat pembuangan akhir atau TPA. Tumpukan sampah menyebabkan daerah
sekitarnya menjadi tidak nyaman karena udara yang tercemar. Sampah-sampah organik akan membusuk dan menghasilkan bau tidak sedap karena bakteri
Universitas Sumatera Utara
pengurai secara alami yang menghasilkan berbagai gas seperti metana dan gas CO
2
sebanyak 50 EPA, 2016. 5
Penebangan Liar Dampak akibat hutan gundul menghasilkan banyak lahan-lahan yang
rawan terhadap kebakaran karena tumpukan ranting maupun daun kering sisa penebangan liar yang tidak terurus. Kerusakan hutan akibat pengundulan akan
menghasilkan banyak emisi CO
2
ke udara yang tersimpan di pohon-pohon. Diperkirakan bahwa lebih dari 1,5 miliar ton gas CO
2
dilepaskan ke atmosfer akibat penggundulan hutan Climate and Weather, 2014.
Dari berbagai sumber pencemar yang telah dijelaskan tersebut, manusia dan aktivitasnya yang tidak terkendali menjadi penyebab utama pencemaran udara
jika dibandingkan dengan sumber pencemar akibat aktivitas manusia lainnya, maupun yang terjadi secara alamiah. Pada daerah perkotaan, penggunaan bahan
bakar fosil dalam transportasi dan kegiatan industri merupakan dua faktor utama sumber polutan yang berasal dari luar ruangan yang paling berbahaya bagi
kesehatan manusia juga lingkungan perkotaan WHO, 2011. Hal ini sejalan dengan teori Lee dan Chang 1999 yang menunjukkan bahwa kualitas udara
tertinggi berasal dari kegiatan transportasi, yaitu kendaraan bermotor, terutama truk-truk besar dan sumber lain yang mungkin berasal dari proses industri yang
dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi CO
2.
Selain kegiatan transportasi dan industri, kegiatan di lingkungan pemukiman seperti pembakaran sampah dan proses memasak juga berpotensi
dalam pencemaran udara di perkotaan yang berdampak buruk bagi kesehatan
Universitas Sumatera Utara
manusia dan lingkungan WHO, 2008. Para peneliti US National Institutes of Health NIH mengatakan, selain berdampak pada kesehatan manusia, bahan
bakar yang digunakan kompor menyebabkan penggundulan hutan dan kerusakan lingkungan. Asap dari dapur yang dihasilkan tidak hanya bergantung pada jenis
kompor, tetapi juga dari proses memasak. Selain itu, asap dari pembakaran sampah seperti plastik, kertas dan kayu juga menghasilkan gas-gas beracun, yaitu
dioksin dan furan. Kedua gas ini termasuk kelompok bahan kimia beracun yang bersifat karsinogen.
2.1.2 Dampak Kualitas Udara terhadap Kesehatan