38
Agama : Kepercayaan Parmalim
Pekerjaan : PNS
Bapak Gultom adalah salah satu umat Parmalim yang berdiam di Kota Medan.Dia menjelaskan bahwa ada sekitar 102 KK Kepala Keluarga umat
Parmalim yang tinggal di Kota Medan.Di dalam KTP Kartu Tanda Penduduk Pak Gultom tertera agama yang dianutnya adalah Kepercayaan, yaitu
mempercayai Tuhan Yang Maha Esa.Walaupun sempat disuruh memilih salah satu agama dari enam agama yang diakui pemerintah, Pak Gultom tetap tidak
ingin memilih dan kukuh terhadap keyakinannya yaitu agama leluhur Parmalim. Dia beranggapan bahwa semua agama itu sama, menyembah satu Tuhan yang
sama. Hanya saja dalam pengucapan Tuhan dalam masing-masing agama itu berbeda-beda.
4.3 Agama dan aliran kepercayaan
Menurut Emile Durkheim dalam Prambudi, 2014 berpendapat bahwa agama adalah suatu pranata yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengikat
individu menjadi satu-kesatuan melalui pembentukan sistem kepercayaan dan ritus.
Berdasarkan penjelasan atas ketetapan Presiden No.1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama pasal 1, “Agama-agama
yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghuchu.Keenam agama tersebut adalah agama yang diakui dan
dilindungi di Negara Indonesia .”Selain dari keenam agama tersebut ada beberapa
aliran kepercayaan yang saat ini masih diyakini oleh masyarakat
39
Indonesia.Menurut Soeropranoto 2000, aliran kepercayaan merupakan suatu ajaran pandangan hidup berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tidak
bersandarkan sepenuhnya kepada ajaran agama-agama yang ada.Biasanya penganut aliran kepercayaan agama leluhur kebanyakan bermukim di daerah
terpencil yang jauh dari kota-kota besar.Salah satu diantaranya adalah aliran kepercayaan Parmalim.Parmalim disebut-sebut sebagai agama asli suku
Batak.Istilah Parmalim merujuk kepada penganut agama Malim.Agama Malim yang dalam bahasa Batak disebut Ugamo Malim. Tuhan dalam kepercayaan
Malim adalah Debata Mula Jadi Na Bolon Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta manusia, langit, bumi dan segala isi alam semesta yang disembah oleh
Umat Ugamo Malim Parmalim. Agama Malim terutama dianut oleh suku Batak Toba di Provinsi Sumatera Utara.Sejak dahulu kala terdapat beberapa
kelompok Parmalim namun kelompok terbesar adalah kelompok Malim yang berpusat di Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir.
Sumber: Wikipedia.org diaskes pada 28 Desember 2015. Pada tanggal 25 November 2015 peneliti mengikuti acara yang
diselenggarakan oleh Aliansi Sumut Bersatu ASB yang bertemakan Keluhuran Agama Leluhur Eksistensi Agama Leluhur di Indonesia dimana materi tersebut
disusun oleh Prof. Dr. Bungaran Antonius Simanjuntak. Acara tersebut berjudul Temu Akbar Penghayat Se-Sumatera Utara Penghayat Bersatu, Negara Kuat
dengan tujuan agar agama leluhur jangan dilupakan oleh masyarakat, karena agama leluhur ini masih diyakini oleh sebagian masyarakat yang berdiam di
daerah Toba Samosir, Sumatera Utara.
40
Dalam acara tersebut Prof. Dr. Bungaran menjelaskan Dasa Sabda sebagai bukti eksistensi agama leluhur sebagai berikut:
1. Berbudi Luhur, artinya manusia harus mempunyai rasa penghormatan kepada
Tuhan, sesama manusia dan ciptaan Tuhan yang lain yang ada di bumi dan jagat raya dengan dasar tulus, suci dan mulia.
2. Berpekerti, artinya memiliki kelakukan yang baik. Dalam hal ini pekerti yang
baik dan luhur menjadi ajaran yang utama di dalam agama leluhur. 3.
Pewarisan pengajaran agama kepada keturunan, artinya tidak ada misi penyiaran agama kepada yang bukan keturunan. Tetapi mereka tidak menutup
diri kepada orang yang datang kepada mereka untuk mempelajari agama tersebut.
4. Landasan adat leluhur, agama leluhur lahir dari pengalaman hidup dan alam
pemikiran yang paling asli para leluhur. Kebiasaan adat dan budaya menjadi bagian yang mendukung keyakinan dan kepercayaan kepada sesuatu yang
maha kuat yang menjadi pelindung mereka. 5.
Pedoman hidup, mencintai dan memelihara ciptaan Tuhan, artinya mereka tidak akan merusak alam yang dipercaya disediakan yang maha kuasa untuk
kehidupan mereka. Bahkan kewajiban mereka untuk mencintai dan memelihara alam dan segala ciptaan yang maha agung itu untuk dijadikan
sumber bekal kehidupan manusia dahulu, sekarang dan yang akan datang. 6.
Menghormati manusia, agama leluhur juga menekankan penghormatan kepada sumber asal manusia secara turun temurun yakni orang tua yang
dinamakan ayah ibu, nenek kakek, hingga nenek moyang.
41
7. Bekerjasama, sabda bekerjasama atau bergotong royong adalah intisari
kesatuan dan persatuan kehidupan sosial nenek moyang bangsa-bangsa yang bermukim di pulau-pulau nusantara sejak dahulu kala.
8. Mengingat latar belakang, agama leluhur selalu mengingatkan bahwa mereka
tidak boleh melupakan masa lalu yang telah dijalani. Bahkan untuk yang telah dilalui itu selalu diucapkan terimakasih kepada para leluhur yang telah
menurunkan mereka, mewariskan adat istiadat dan agama kepercayaan mereka.
9. Merancang masa depan, Orang Batak memiliki ungkapan dan perintah yang
berbunyi mamereng tu jolo, manaili tu pudi. Artinya selalu melihat ke depan dan menatap ke belakang. Maksudnya belajar dari masa lalu untuk
membentuk dan merancang masa depan. 10.
Memelihara saling percaya, pada hakekatnya pada jaman silam rumah masyarakat hampir tidak berkunci, tidak dikunci pemiliknya. Jaman dahulu
tidak ada pencurian, mereka saling percaya dan saling menjaga sesama penghuni desa. Agama leluhur menempatkan manusia adalah peta wajah
Tuhan, karena itu dipercaya Tuhan itu ada di dalam kedirian manusia.
Kegiatan yang bertemakan tentang eksistensi agama leluhur di Indonesia ini tidak didukung oleh FKUB Kota Medan maupun FKUB Sumatera Utara. Karena
FKUB hanya melakukan kegiatan yang bertemakan agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia, yaitu Agama Islam, Kristen, Katholik, Buddha, Hindu dan
Konghuchu, namun demikian FKUB tetap menghargai aliran kepercayaan seperti Parmalim tersebut. Tetapi jika terjadi permasalahan terkait agama Parmalim ini
42
seperti halnya masalah pembangunan rumah ibadah atau area pemakaman, FKUB tidak dapat membantu. Hal tersebut dijelaskan oleh salah seorang anggota
sekretariat FKUB Kota Medan Bapak Drs. H. Manippo Pohan sebagai berikut: “… FKUB mencoba membantu membina kerukunan umat
beragama.Salah satunyadengan membantu masyarakat dalam membangun rumah ibadah.Karena sering terjadi gesekan diantara
masyarakat apabila di suatu daerah ingin mendirikan sebuah rumah ibadah.Disini FKUB berperan penting dalam hal
pemberian izin dan memfasilitasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan rumah ibadah. Dengan syarat, rumah ibadah yang
akan didirikan adalah tempat ibadah para umat beragama yang agamanya diakui oleh Negara Indonesia..”
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan FKUB tidak dapat membantu umat dari aliran kepercayaan seperti Parmalim untuk mendirikan
rumah ibadah.Tetapi bukan berarti FKUB acuh terhadap permasalahan yang dihadapi oleh umat minoritas ini. Penjelasan mengenai hal tersebut ditambahkan
lagi oleh Pak Pohan sebagai berikut: “… namun bukan berarti kalau ada umat dari aliran
kepercayaan mengalami masalah dalam hal ini Parmalim, FKUB tidak akan membantu. Tidak, FKUB akan tetap membantu
bagaimana caranya agar masyarakat beragama dapat hidup damai dan harmonis. Kita tahu agama Parmalim mayoritas umatnya
beretnis Batak Toba yang banyak tinggal di daerah Tobasa, jadi jika ada permasalahan dengan umatnya, kita akan cari solusinya.
Caranya adalah siapa umat terdekat dari Parmalim. Umat Kristen dan Katholik adalah yang terdekat dengan Parmalim karena etnis
Batak Toba yang tinggal di Tobasasana kebanyakan menganut Agama Kristen dan Katholik. Kita akan datangkan salah satu
perwakilan umat Kristen atau Katholik dari FKUB untuk membantu permasalahan apa yang sedang mereka hadapi. Tapi
kalau permasalahan tersebut tidak bisa diatasi oleh salah seorang anggota dari FKUB, maka permasalahan itu akan diserahkan
kepada pemerintah setempat..”
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa FKUB tetap mencari solusi bagaimana caranya agar masyarakat beragama bisa hidup rukun dan
43
harmonis dalam satu wilayah dengan berbagai ragam budaya dan agama.Kehadiran agama leluhur Parmalim ini tidak terlalu menjadi polemik bagi
masyarakat, khususnya masyarakat Kota Medan. Karena umat dari agama Parmalim ini hanya banyak bermukim di daerah yang jauh dari kota besar seperti
di daerah Tobasa. Tetapi pada tahun 2005 umat Parmalim mulai banyak bermukim di Kota Medan, hingga saat ini setidaknya ada sekitar 102 KK Kepala
Keluarga umat Parmalim yang tinggal di Kota Medan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah satu umat Parmalim yang bermukim di Kota Medan
bernama Bapak J. Gultom. “…untuk sekarang ini udah ada 102 KK umat Malim yang
tinggal di Kota Medan. Dan selama ini nggak ada masalah dengan umat lain. Awalnya saja mereka tidak menerima kami pada tahun
2005.Waktu itu kami bangun rumah ibadah di daerah Air Bersih, Parsaktian namanya.Warga dekat situ nggak setuju dengan rumah
ibadah yang kami buat.Mereka menganggap kami si Pelebegu memuja setan.Tetapi setelah beberapa tahun kami mengurus surat-
surat izin dan akhirnya disetujui pemerintah. Tahun 2011 lah Parsaktian itu sudah bisa digunakan…”
Berdasarkan penjelasan Pak Gultom di atas, dapat diketahui bahwa Umat Malim sudah mulai banyak mendiami Kota Medan sekitar tahun 2005, namun
untuk rumah ibadah mereka belum memilikinya pada saat itu. Pada saat merekamelakukan pembangunan rumah ibadah, mereka mendapat pertentangan
dengan umat lain di sekitar daerah pembangunan rumah ibadah tersebut. Hingga pada akhirnya salah satu Umat Parmalim dari Jakarta bernama Pak Sirait datang
ke Kota Medan dan mengurus segala sesuatunya agar rumah ibadah umat Parmalim yang bernama Parsaktian ini bisa didirikan. Pak Gultom menjelaskan
bahwa Pak Sirait berusaha mengundang masyarakat sekitar pembangunan rumah ibadah tersebut untuk bermusyawarah, dimana Pak Sirait berbicara terlebih dahulu
44
kepada Kepling Kepala Lingkungan setempat untuk mengundang beberapa warganya untuk berkumpul mendiskusikan perihal pembangunan rumah ibadah
umat Parmalim di Jalan Air Bersih tersebut. Setelah melakukan musyawarah, akhirnya masyarakat dapat menerima kehadiran rumah ibadah tersebut dan umat
Parmalim dapat melaksanakan ibadah setiap hari sabtu di rumah ibadah yang mereka sebut dengan Parsaktian.Dalam pembangunan rumah ibadah ini, mereka
memang tidak memiliki rekomendasi dari FKUB Kota Medan dikarenakan pada saat itu FKUB belum didirikan, FKUB berdiri sekitar tahun 2007. Meskipun
demikian, seandainya mereka mendirikan rumah ibadah itu sesudah FKUB didirikan, izin rekomendasi pendirian rumah ibadah umat Parmalim juga tidak
akan dikeluarkan oleh pihak FKUB karena Parmalim bukanlah termasuk dari 6 enam agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia.Tetapi mereka
mengungkapkan bahwa mereka telah memiliki izin dari pemerintah dan warga setempat.Pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Pariwisata, bukan berasal dari
Kementrian Agama.Dinas Pariwisata memberikan apresiasi terhadap keberadaan Parmalim dengan ikut serta dalam kegiatan Parmalim yang dianggap oleh umat
Parmalim sebagai bentuk izin pendirian rumah ibadah mereka.Dalam hal ini izin yang didapat oleh umat Parmalim adalah izin mendirikan sebuah bangunan bukan
izin untuk mendirikan rumah ibadah. Untuk saat ini hanya ada satu rumah ibadah Umat Parmalim yang ada di
Kota Medan.Dan untuk tanah pemakaman, mereka juga sudah memiliki lahannya di daerah KM 12 Marendal, Kota Medan.Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
Pak Gultom.
45
“… sekarang masih ada satu rumah ibadah kami di Kota Medan ini, dan untuk tanah kuburan kita ada tanah pemakaman di
daerah Marendal, KM 12 dan itu udah ada sejak tahun 2005 lalu…”
Tidak banyak warga Kota Medan yang mengetahui akan kehadiran rumah ibadah umat Parmalim. Terkait hal ini, meskipun Parmalim adalah sebuah aliran
kepercayaan dan bukan merupakan agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia, FKUB Kota Medan juga tidak bisa langsung menutup rumah ibadah tersebut.Hal
itudikarenakan tidak adanya konflik atau pertentangan dari warga sekitar terkait rumah ibadah tersebut, sehingga eksistensi rumah ibadah umat Parmalim tidak
menjadi permasalahan yang berarti oleh FKUB Kota Medan.Apabila masyarakat sekitar rumah ibadah tersebut merasa tergganggu dan menyampaikan rasa
ketidaknyamanan hidup mereka kepada FKUB atau pihak yang berwajib, maka FKUB akan bertindak sesuai perannya. Tetapi kenyataannya untuk saat ini
kehidupan masyarakat di sekitar rumah ibadah Parmalim tidak mengalami gangguan, oleh karena itu FKUB tidak melakukan apapun karena kerukunan di
daerah tersebut dianggap sudah damai. FKUB juga menganggap bahwa bangunan yang didirikan oleh umat Parmalim itu bukanlah termasuk salah satu jenis
bangunan rumah ibadah, sehingga apabila mereka tidak memiliki surat izin rekomendasi dari FKUB, hal itu tidak jadi permasalahan, yang mereka miliki
hanyalah izin mendirikan bangunan yang diberikan oleh Dinas Pariwisata, karena pihak dari Dinas Pariwisata menganggap bahwa agama leluhur ini merupakan
salah satu budaya yang sudah ada dari nenek moyang Etnis Batak Toba. Sehingga bangunan bernama Istana Parmalim ini diizinkan pendirian pembangunannya oleh
Dinas Pariwisata sebagai apresiasi terhadap kebudayaan, namun umat Parmalim menganggapnya sebagai rumah ibadah mereka.
46
Bapak L. Karo Sekali selaku sekretaris FKUB menerangkan bahwa rumah ibadah yang dibangun sebelum hadirnya FKUB, FKUB tidak bisa menutup rumah
ibadah tersebut begitu saja karena harus melalui prosedur tertentu. “… FKUB berwenang menutup rumah ibadah yang tidak
memiliki izin dan rekomendasi dari kita. Tapi untuk rumah ibadah yang sudah berdiri sebelum FKUB ada, walaupun pihak pengurus
rumah ibadah itu tidak memiliki izin kita tetap izinkan berdiri…”
Pernyataan tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Bapak Manippo Pohan selaku anggota sekretariat FKUB Kota Medan sebagai berikut:
“…FKUB sebetulnya bisa menutup rumah ibadah yang bukan termasuk 6 agama yang diakui pemerintah, cuma harus
melewati beberapa prosedur. Misalnya harus meninjau lokasi, menanyakan pendapat masyarakat setempat yang tinggal disekitar
lokasi rumah ibadah tersebut, dan yang terakhir adalah menanyakan izin pendiriannya, apakah mendapat izin dari pemerintah atau tidak.
Penutupan rumah ibadah itu akan dilakukan terlebih jikalau masyarakat setempat menolak atau keberataan atas keberadaan
rumah ibadah tersebut, karena pasti akan memunculkan konflik…”
Berdasarkan wawancara diatas, FKUB sebenarnya memiliki wewenang dalam menutup rumah ibadah milik selain 6 enam agama yang dilayani di
Indonesia, namun dalam hal ini FKUB tidak bisa menutup rumah ibadah umat Parmalim dikarenakan tidak adanya konflik atau pertentangan dari warga sekitar,
sehingga keberadaan rumah ibadah tersebut tidak menjadi permasalahan oleh FKUB Kota Medan.
Sebenarnya Parmalim bukanlah sebuah aliran kepercayaan yang baru hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya Kota Medan karena kepercayaan ini
sudah ada sejak nenek moyang Etnis Batak Toba.Selain itu umatnya yang minoritas tidak terlalu mengganggu masyarakat beragama yang bermukim di Kota
47
Medan oleh sebab itu belum ada terdengar adanya gesekan dari umat manapun terhadap agama Parmalim.Hanya saja permasalahan yang dihadapi umat
Parmalim adalah mereka harus memilih salah satu diantara enam agama yang diakui di Indonesia di dalam kartu tanda pengenal KTP mereka agar
memudahkan mereka dalam urusan bernegara.Karena hanya ada enam agama yang diakui di negara Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katholik, Buddha, Hindu
dan Konghuchu. Apabila mereka tidak memilih salah satu diantaranya, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam urusan administrasi negara, contohnya
saja dalam hal pembuatan paspor, surat nikah, bahkan untuk mencari pekerjaan. Dalam hal ini mereka terpaksa disuguhkan untuk memilih antara Agama Kristen
atau Katholik yang merupakan agama yang terdekat dengan mereka.Hal inilah yang menjadi dilema bagi umat Parmalim.Meskipun demikian tetap saja mereka
memilih agama Parmalim untuk di letakkan di dalam kartu identitas mereka, dalam hal ini agama yang tertera di dalamnya adalah Kepercayaan, seperti yang
tertera di KTP Pak Gultom.Hal tersebut juga sudah dijelaskan dalam U ndang-
Undang Administrasi Kependudukan Adminduk yang merupakan revisi terhadap Undang-undang Administrasi Kependudukan Nomor 23 Tahun 2006
dijelaskan bahwa hanya diakui 6 enam agama di tanah air, Kementerian Agama
Kemenag menjamin tidak akan memberikan hak istimewa ataupun memperlakukan diskriminasi dalam memberi pelayanan terhadap pemeluk agama,
termasuk pemeluk agama di luar keenam agama yang diakui.
48
4.4 Profil FKUB Kota Medan