56
BAB IV DAMPAK PERDAGANGAN KARET DI JAMBI
Perdagangan karet yang terjadi di Jambi membawa kemakmuran bagi penduduk dan dampak bagi seluruh aspek kehidupan penduduk.Sebelum tahun1920-
an ekonomi Jambi tidak terlalu berarti bagi pemerintah Hindia Belanda, hal ini berkenaan dengan perdagangan total daerah di luar Jawa. Perdagangan Jambi pada
saat itu kurang dari 1 dari total hasil perdagangan di Hindia Belanda. Perdagangan hasil karet tidak hanya membawa kemakmuran bagi petani karet
itu sendiri tetapi juga memberikan kemakmuran kepada para pendatang seperti para pedagang dan para penyadap karet.Perdagangan karet di Jambi juga berdampak pada
pembangunan infrastruktur dan kemajuan bagi Jambi. Kemajuan perekonomian yang terjadi di kawasan Karesidenan Jambi
membuat Pemerintah Belanda membangun sarana dan prasarana untuk kelancaran perdagangan komoditas yang akan disalurkan ke Singapura. Pemerintah Belanda
membangun beberapa pelabuhan dan mulai pembangunan jalan sebagai sarana transportasi di darat. Selain itu Pemerintah juga melakukan penataan terhadap kota
Jambi. Dampak perdagangan karet terdapat di semua aspek kehidupan masyarakat pribumi maupun pendatang.
4.1. Dampak perdagangan Karet bagi masyarakat Jambi.
Adanya peningkatan harga karet yang luar biasa di pasar internasional, memberikan dampak yang signifikan bagi kehidupan masyarakat Jambi, terutama
Universitas Sumatera Utara
57
dalam aspek ekonomi. Kehidupan ekonomi Jambi sebelum tahun 1920-an merupakan sebuah daerah kesultanan dengan hasil hutan sebagai komoditas utamanya.
Penanaman karet yang dilakukan oleh masyarakat Jambi dilakukan karena tanaman karet tidak memerlukan banyak modal dalam penanaman maupun perawatan.
Kehidupan ekonomi di Jambi dipengaruhi oleh perdagangan karet yang ramai dan banyak mengundang pengusaha-pengusaha untuk melakukan perdagangan
karet.Taraf kehidupan masyarakat Jambi mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari kehidupan masyarakat Jambi yang mulai sejahtera. Dalam kehidupan
masyarakat terlihat perbaikan pada aspek seperti tempat tinggal yang mulai berubah. Peningkatan ekonomi di Jambi yang sangat pesat terjadi pada impor beberapa
barang terutama pakaian dan bahan pangan.Pendapatan rata-rata masyarakat Jambi setiap bulan antara tahun 1923-1928 adalah f 118 per orang, perbaikan kesejahtraan
ini tidak terlepas oleh perdagangan hasil karet yang merupakan komoditas utama ekspor. Meningkatnya taraf hidup masyarakat terlihat dari pajak pendapatan dari
penduduk Jambi yang diterma oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1920 berjumlah f 31.560 dan pada tahun 1924 meningkat menjadi f 43.180.
73
73
J.J. Mendelaar ,op,cit, hal.218.
Peningkatan perdagangan karet memberikan dampak ekonomi yang sangat besar, peningkatan ini terlihat dari jumlah orang Jambi yang melakukan ibadah haji,
peningkatan jumlah haji di Jambi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
58
Tabel 4.1 Angka Jamaah Haji Jambi Pada Tahun 1926-1935
Tahun Jumlah
1926 1.940
1927 2.522
1928 228
1929 -
1930 76
1931 13
1932 6
1933 18
1935 8
1936 21
Sumber: Elsbeth Locher-Scholten, Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial: Hubungan Jambi- Batavia 1830-1907 dan Bangkitnya Imperialisme Belanda, terj. Noor Cholis, Jakarta: KITLV dan
Banana, 2008. hal325.
Secara keseluruhan, karet di Jambi membawa kemakmuran bagi penduduk, namun kehidupan di Jambi berbeda dengan daerah produksi karet lainnya, seperti
Palembang yang memiliki penghasilan lain selain karet. Jambi hanya memiliki karet
Universitas Sumatera Utara
59
untuk menopang perekonomian sehingga hal tersebut menjadikan perkonomian Jambi tergantung dengan harga karet.
Penanaman karet di Jambi juga memberikan dampak yang kurang baik bagi masyarakat.Pada saat awal penanaman karet di lakukan banyak lahan sawah yang
dialih fungsikan oleh masyarakat sehingga masyarakat Jambi harus mengimpor beras dari Singapura untuk mencukupi kehidupan.Impor beras di Jambi dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan jumlah. Peningkatan Jumlah impor beras dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Jumlah Beras Impor dari Singapura tahun 1911-1936, dalam ton.
Tahun Impor
Jumlah Impor
Jumlah Impor
1911 2.166
1923 7.693
1931 8.109
1912 2.823
1924 8.739
1932 9.773
1913 2.851
1925 14.318
1933 9.075
1914 3.115
1926 16.212
1934 7.995
1915 6.360
1927 18.519
1935 9.680
1916 7.975
1928 14.999
1936 12.654
1917 9.362
1929 15.284
19181922 -
1930 10.843
Sumber :
J. Tideman dan P.L.F. Sigar, Djambi Amsterdam: Koloniaal Instituut,1938.
Universitas Sumatera Utara
60
Memasuki tahun 1928 perkembangan karet rakyat mulai tersendat-sendat, hal ini terjadi karena terjadinya krisis ekonomi dunia.Krisis ekonomi yang terjadi pada
tahun 1929 menggagu harga karet, turunnya harga karet dunia mengoyahkan ekonomi Jambi yang banyak bergantung pada hasil karet.Hal ini menyebabkan banyak petani
karet yang kembali berladang dan mengumpulkan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Para penyadap karet yang datang dari sekitar Jambi, mulai
pulang ke kampung halaman. Harga karet yang rendah juga berdampak pada para pedagang perantara
pedagang pribumi, dan pedagang rakit yang terhenti kegiatannya akibat dari rendahnya harga karet.Hal ini menyebabkan peran pedagang Cina meningkat lagi
bagi perdagangan di Jambi. Masa makmur yang disebut juga sebagai “ hujan emas “ telah berlalu, akan tetapi telah membawa perbaikan bagi masyarakat Jambi.
74
Walaupun hasil perdagangan karet di Jambi memberikan sebuah momentum besar bagi perkembangan. Pada tahun 1931, Residen J.R.F .Verschoor van Niesse
mengeluhkan, “Sungguh menyedihkan bahwa daerah ini daerah ini adalah terra incognitabukan hanya bagi khalayak luas tetapi juga bagi badan- badan pemerintah
pusat”
4.2. Pembangunan Infrastruktur di Karesidenan Jambi