Perdagangan Komoditi Karet di Daerah Aliran Sungai Batang Hari Jambi Tahun 1906 – 1942

(1)

LAMPIRAN 1.

Peta Schetkaart Resindentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s).


(2)

LAMPIRAN 2.

Keadaan Pasar di Jambi tahun 1923

Sumber

LAMPIRAN 3.

Pertemuan Antara Sungai Tembesi dan Sungai Batang Hari, pada afdeeling Jambi


(3)

LAMPIRAN 4.

Pekerja di Pabrik Karet Tahun 1923

Sumber

LAMPIRAN 5.

Perkampungan di Pinggir Sungai Batang Hari.


(4)

LAMPIRAN 6.

Kapal-kapal di Pelabuhan Jambi, Sumatra Selatan tahun 1904

Sumber; KIT Foto Koleksi ANRI.

LAMPIRAN 7.

Rumah administrator perkebunan karet di alur Jambi, Sumatra Selatan.


(5)

LAMPIRAN 8.

Penduduk Jambi Membersihkan karet, Jambi.

Sumber; KIT Foto Koleksi ANRI.

LAMPIRAN 9.

Rakit pengangkut karet di Sungai Batang Hari, Jambi.


(6)

LAMPIRAN 10.

Perahu dan Kapal di Pelabuhan Jambi.

Sumber; KIT Foto Koleksi ANRI.

LAMPIRAN 11.

Pembangunan pelabuhan di Jambi


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Arsip:

Memorie van Overgave,van den Resident Th.A.L. Heyting, 30 September 1910 – 26 September 1913.

Nota van Bestuur Overgave,van Resident H.L.C. Petri.

Memorie van Overgave,van den ResidentJ.R.F .Verschoor van Niesse, 8 November 1928 – 2 November 1931.

Staatsblad van Nederlandsch – Indie, 1906, No. 187. Staatsblad van Nederlandsch – Indie, 1906, No. 261. KIT Foto Koleksi ANRI

Arsip Nasional Republik Indonesia. Koleksi Foto, kapal-kapal di pelabuhan, Jambi Sumatera Selatan, 1904. Nomor panggil 0201/080.

Arsip Nasional Republik Indonesia. Koleksi Foto, rumah administrator perkebunan karet di alur Jambi Sumatera Selatan. Nomor panggil 0639/043.

Arsip Nasional Republik Indonesia. Koleksi Foto, penduduk Jambi membersihkan karet, Jambi. Nomor Panggil 0639/065.

Arsip Nasional Republik Indonesia. Koleksi Foto, kapal angkutan karet, Jambi Sumatera Selatan. Nomor Panggil 0640/033.

Arsip Nasional Republik Indonesia. Koleksi Foto, perahu dan kapal dipelabuhan, Jambi. Nomor Panggil 0754/029.

Buku dan Artikel:

Abdullah, Taufik,Reaksi terhadap Perluasan Kuasa Kolonial: Jambidalam Perbandingan, Prisma 11 (1984).

ANRI, Citra Jambi Dalam Arsip, ANRI : Jakarta, 2006.

Clemens , A.H.P.,De inheemse rubbercultur in Djambien Palembang Tijdens Het


(8)

expansie en koloniale staatsvormingin de Buitengewesten van Nederlands-Indie1870 - 1942

Depdikbud.1979. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jambi. Jambi: Depdikbud. Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, terj. dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI

Press, 1985

Heru, Didit & Agus Andoko.Petunjuk Lengkap Budi daya Karet (ed. Revisi). Jakarta: Agro Media, 2008

Jang A , Muttalib, Suatu Tinjauan Mengenai Beberapa Gerakan Sosial di Jambi Pada Perempatan Pertama Abad ke 20, Prisma,No. 8, Jakarta: PT.Midas Surya Grafindo, 1980.

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995. Lindayanti, Perkebunan Karet Rakyat di Jambi pada Masa Pemerintahan Hindia

Belanda, 1906-1940, Arikel sejarah 5.

Lindayanti, Junaidi T. Noor dan Ujang Harjadi,Jambi Dalam Sejarah 1500- 1942, Jambi: Jambi Heritage, 2013.

Locher-Scholten, Elsbeth, Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial:Hubungan Jambi-Batavia (1830-1907) dan Bangkitnya Imperialisme Belanda, terj. Noor Cholis, (Jakarta: KITLV dan Banana, 2008).

Mendelaar, J.J. ,“Djambi de Rubber en de Djambier”, dalam Koloniale Studien,1925. Pekelharing, N.R., Djambi, dalam De Bevolkingsrubbercultuur in Nederlandsch-

Indie, Weltevreden: Landsdrukkerij, 1925

Resosudarmo, (ed.), “Geografi Budaya Daerah Jambi”, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,tanpa tahun terbit.

Sumarno, Edi “Mundurnya Kota Pelabuhan Tradisional di Sumatera Timur Pada Priode Kolonial”, dalam Buletin Historisme Edisi No 22 ( Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara,2006).

Tideman,J., dan P.H.FL. Sigar, Djambi, Amsterdam : De Bussy 1938.

Tim penyusun, Sejarah Perjuangan Rakyat Jambi, ( Jambi: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jambi,2000.


(9)

Triatmodjo, Bambang,Pelabuhan, (Jakarta: Beta Offset, 1992).

Velds. G.J. De Onderwerpring van Djambi in 1901-1907, Batavia: Departement van Oorlog.

Skripsi, Tesis dan Disertasi.

Andika, Yurisa, “Pengaruh Terbentuknya Karesidenan Jambi Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi (1906-1942)”, Skripsi, Yogyakarta : UNY, 2014.

Bambang Purwanto, “From Dusun to the Market: Native Rubber Cultivationin Southern Sumatra, 1890-1949”. London: Disertasi DoktoralUniversity of London, 1992

Lindayanti, “ Perkebunan Karet Rakyat di Jambi Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda 1906-1940”, (Tesis), Jakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 1993.

Sumarno, Edi. “Perkebunan Karet Rakyat di Sumatera Timur 1863-1942”, (Tesis), Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, 1998.

Widyanti, Sri, “ Perubahan Jambi Menjadi Daerah Swatantra Tingkat I Provinsi Jambi 1954-1957” , Skripsi, Yogyakarta : UNY, 2013.

Internet:


(10)

BAB III

PERDAGANGAN DAN PENYALURAN HASIL KARET MELALUI SUNGAI BATANG HARI DARI HULU KE HILIR

Masuknya pengaruh Belanda ke kesultanan Jambi, menyebabkan perubahan sistem pemerintahan di Jambi pada tahun 1906, Hal ini berdampak pada perkembangan wilayah Jambi, perubahan yang terjadi ini merupakan usaha yang dilakukan Pemerintah Belanda.Wilayah karesidenan Jambi merupakan daerah yang memiliki potensi besar dalam pengelolaan hasil hutan dan juga kekayaan mineral selain itu letak Jambi yang strategis, menjadikan Wilayah karesidenan Jambi menjadi salah satu daerah binaan yang cukup berharga bagi Hindia Belanda. Setelah wilayah Jambi dijadikan keresidenan, pengaturan di bidang pertanian di laksanakan untuk menaikan pendapatan daerah. Salah satunya dengan memperkenalkan tanaman karet kepada penduduk Jambi.

Tanaman karet termasuk kedalam jenis tanaman dataran rendah. Karet mampu tumbuh dengan baik diketinggian 0 – 400 mdpl (meter diatas permukaan laut).44

44 Ada juga yang mengatakan bahwa tanaman ini mampu tumbuh diketinggian 0 – 600 mdpl,

Karet merupakan tanaman dataran rendah yang membutuhkan lahan dan iklim yang tergolong hangat, tetapi karet juga membutuhkan kelembapan yang cukup. Wilayah yang tanahnya dibasahi dengan curah hujan yang tinggi yakni (2.000 – 5.000 mm per tahun) merupakan wilayah ataupun tanah yang tepat untuk membudidayakan


(11)

karet. Tanaman karet merupakan tanaman tropis yang membutuhkan sinar matahari yang cukup, minimal 5 – 7 jam per hari.45

Masuknya tanaman karet di Jambi melalui perantara orang Sumatra yang melakukan ibadah Haji ke Mekkah dan pada saat kembali singgah ke Singapura sebelum kembali ke Jambi, pada saat di Singapura ini para Jamaah Haji ini membeli bibit-bibit karet untuk ditanam di Jambi.Selain para Jamaah Haji yang singgah di Singapura, para pedagang-pedagang Cina juga menjadi perantara masuknya tanaman karet di Jambi.Selain itu Pemerintah Hindia Belanda melalui Residen O.L. Helfrich kemudian secara resmi memperkenalkan tanaman Hevea brasiliensis di Jambi.Residen O.L.Helfrich memulai dengan membuat kebun-kebun percobaan.

3.1. Masuknya Tanaman Karet di Jambi.

Penanaman karet oleh penduduk Jambi dilakukan pertama kali pada 1904, dan pada mulanya penanaman karet masih dilakukan terbatas pada perkebunan percobaan pemerintah yang berada di sekitar ibukota Jambi.Keterlibatan rakyat Jambi dalam penanaman karet tidak terlepas dari pengaruh keberhasilan tanaman karet di Malaka yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

46

45

Didit Heru & Agus Andoko.Petunjuk Lengkap Budi daya Karet (ed. Revisi). Jakarta: Agro Media. 2008. hal. 41.

46Ibid.,.hal 87.

Kebun-kebun percobaan tersebut dibuat pada daerah Muara Tembesi dan Bangko.Setelah berhasil dengan kebun-kebun karet percobaan, Residen O.L.Helfrich memberikan bantuan bibit kepada penduduk.


(12)

Penanaman karet di Jambi meningkat dan pada tahun 1912 karet Jambi mulai mendapatkan tanggapan baik di pasar internasional.Pada tahun ini karet Jambi laku di pasar Singapura f 5200.00 per ton.47Sejak saat itu penduduk mulai ramai menanam tanaman karet secara besar besaran. Hal ini dapat terlihat dari tahun 1912 jumlah pohon karet di Karesidenan Jambi mencapai angka lebih dari 2000.000 batang pohon padahal pada tahun 1907 tanaman karet baru mencapai angka 5796 batang pohon.48

Pada awal penanaman karet di Jambi, petani bisa mendapatkan bibit karet dari pedagang Cina. Dalam menjual bibit karet ke petani pedagang Cina menyediakan dua cara yakni; cara pertama petani dapat membeli bibit karet berupa biji, kemudian petani sendiri lah yang melakukan penyemaian bibit karet dan cara kedua petani dapat membeli bibit karet yang sudah berupa tanaman muda. Bibit karet yang masih berupa biji karet dijual oleh pedagang Cina dengan harga 25 sen per 1000 biji, dan Terjadinya pembukaan secara besar-besaran perkebunan karet di Jambi, terjadi karena beberapa alasan yakni, pembukaan perkebunan rakyat di Jambi dapat dilakukan dengan mudah hal ini karena, lahan untuk membuka perkebunan tersedia sangat luas tanpa perlu melakukan penyewaan tanah.Penduduk dapat membuka lahan selama wilayah penggarapan masih berada di wilayah kelompoknya. Selain itu faktor lain yang menjadi penunjang terjadinya pertambahan kebun karet karena bibit dan tanaman muda karet dapat diperoleh dengan mudah.

47

Jang A. Muttalib,’’Suatu Tinjauan mengenai Beberapa Gerakan Sosial di Jambi pada perempatan pertama abad ke 20’’, dalam Prisma, No. 8 Agustus 1980,Tahun IX,hlm.29.


(13)

harga 1000 pohon karet muda dengan tinggi 30-40 cm adalah f 7 sampai dengan f 14, pohon muda ini di tanam dengan cara yang masih sederhana, yakni dengan melubangi tanah dengan kayu runcing dengan jarak yang berdekatan kemudian benih ditutup dengan tanah.49

Sumber : A.L. Samson,”Een en Ander over de Bevolkingsrubber in de Afdeeling Moeara Boengo van de Residentie Djambi” dalam Tikjdschrift voor het Binnenlnadsch Bestuur, Batavia; G.Kollf& Co,1913, hlm. 292.

Tabel 3.1

Jumlah Pohon Karet di Karesidenan Jambi 1907-1912

Perkebunan karet rakyat sebagian besar berada di sekitar pinggiran sungai, hal ini terjadi karena letak pemukiman penduduk di Jambi berada di sepanjang pinggiran sungai. Lalu-lintas warga yang utama melalui jalur sungai, sehingga pengangkutan hasil karet akan mudah dan cepat bila dilakukan melalui jalur sungai. Selama beberapa tahun antara tahun 1907-1912 penanaman karet di Jambi mengalami

49Lindayanti, op.cit.,hal. 36.

DISTRIK 1907 1908 1909 1910 1911 1911

Jambi 8.750 33.886 138.941 382.398 290.829 252.452

Muara Tembesi 1.260 635 362 938 44.903 206.312

Muara Tebo - 350 200 9.940 18.119 101.430

Sarolangun 2.223 2.088 4.947 53.454 48.676 137.640

Bangko - - 209 4.206 14.320 44.137

Muara Bungo 750 4.298 6.380 21.429 53.595 113.228

Kerinci 14 42 197 7.810 500 317


(14)

peningkatan yang cukup signifikan.Walaupun perkembangan penanaman karet terjadi hasil dari karet tersebut belum dapat dirasakan oleh rakyat Jambi, hal ini karena tanaman karet masih belum berproduksi.Pada tahun 1907-1912 perekonomian rakyat Jambi masih bergantung dari hasil hutan.

Setelah karet Jambi mendapatkan penerimaan di pasar internasional, banyak penduduk Jambi secara besar besaran menanam tanaman karet.Penanaman karet yang terjadi menjadikan karet sebagai komoditi ekspor terpenting diantara hasil hutan lainnya.Jambi yang pada saat itu merupakan salah satu produsen besar karet di Hindia Belanda.

Karet telah menjadi mata pencaharian utama rakyat Jambi dan perkebunan karet terdapat hampir di seluruh Jambi.Tetapi di beberapa daerah seperti Distrik Bangko dan Jambi tidak dapat di tanami oleh karet.Wilayah tersebut yaitu; pada Distrik Bangko ada wilayah seperti marga Serampas, Pembarap, dan Pangkalan Jambu, pada wilayah ini karet tidak dapat tumbuh dengan baik. Pada Disrtik Jambi terdapat wilayah seperti di marga Tungkal ilir dan daerah sepanjang pantai Jambi yang tidak dapat ditanami tanaman karet, namun masyarakat pada marga tersebut bergerak dalam bidang tanaman kelapa.50

Bertambahnya kebun karet secara besar-besaran terjadi pada tahun1924- 1925.Pada tahun-tahun ini areal padi yang seharusnya ditanami padi, terjadi pengalih fungsian lahan.Penanaman karet ini disebabkan oleh harga karet yang cukup tinggi


(15)

sehingga menyebabkan penduduk mulai mengabaikan penanaman padi, jumlah banyaknya pohon karet di karesidenan Jambi dapat dilihat pada tabel.

Tabel 3.2

Jumlah Pohon Karet Rakyat di Beberapa Distrik Keresidenan Jambi tahun 1924

Sumber :Lindayanti,Junaidi T. Noor dan Ujang Harjadi, Jambi dalam Sejarah 1500- 1942,(Jambi: Jambi Heritage,2013),hlm.95.

Pesatnya perkembangan perkebunan karet rakyat di Jambi terjadi setelah tahun 1920 yang diawali dengan krisis karet yang terjadi pada awal 1920-an dan di

DISTRIK 1907 1908 1909 1910 1911 1911

Jambi 8.750 33.886 138.941 382.398 290.829 252.452

Muara Tembesi 1.260 635 362 938 44.903 206.312

Muara Tebo - 350 200 9.940 18.119 101.430

Sarolangun 2.223 2.088 4.947 53.454 48.676 137.640

Bangko - - 209 4.206 14.320 44.137

Muara Bungo 750 4.298 6.380 21.429 53.595 113.228

Kerinci 14 42 197 7.810 500 317


(16)

ikuti dengan pembatasan produksi karet pada 1922 dan peningkatan permintaan karet dunia yang mengakibatkan harga karet dunia naik, terutama pada 1925.Ketika peraturan Stevenson’s Scheme51

Dalam satu hari seorang penyadap karet dapat menyadap pohon karet sebanyak kurang lebih 400 pohon.

telah berjalan selama satu tahun. Karena di Hindia Belanda peraturan ini tidak diberlakukan, maka produksi semakin melonjak tinggi bahkan melampaui komoditas lainnya.

3.2 Pengumpulan dan Perdagangan Hasil Karet.

Kegiatan penyadapan karet oleh petani baru dapat dilakukan setelah berumur lima tahun, penyadapan karet biasanya dilakukan oleh pemilik kebun ataupun dikerjakan oleh tenaga kerja pendatang. Para pemilik kebun biasanya menggunakan tenaga kerja pendatang dalam mengerjakan penyadapan di kebun mereka. Tenaga kerja berasal dari Kerinci , Minangkabau, Jawa dan Banjar.

52

51

Suatu kebijakan yang dilakukan secara sepihak oleh produsen karet dari koloni-koloni Inggris untuk mengurangi produksi agar harga karet membaik.Aturan ini dipelopori Stevenson dan diberlakukan selama tahun 1922 – 1928.

52

N..R. Pekelharing, “Djambi”, dalam De Bevolkingsrubbercultuur in Nederlandsch- Indie, Weltevreden: Landsdrukkerij, 1925.hlm .16.

Sistem pembayaran pada penyadap tidak berupa uang, melainkan berupa getah karet.Dengan sistem pembagian” bagi dua” yang dapat diartikan hasil yang diperoleh dari hasil sadapan di bagi dua dengan pemilik lahan.Selain pembagian hasil para penyadap karet juga mendapatkan fasilitas dari pemilik kebun, seperti tempat tinggal, pangan, dan penyediaan alat penyadapan serta bahan yang digunakan untuk koagulasi.


(17)

Selain bekerja sebagai penyadap karet, penyadap juga mengerjakan pengolahan getah yang selanjutnya menjadi karet olahan, proses pembekuan getah dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu mula-mula getah ditempatkan pada kaleng dan kemudian dicampur dengan larutan tawas. Proses pembekuan berlangsung tidak lebih dari pada 8 menit lamanya.53 Hasil koagulasi dengan tawas ini dinamakan slab, yaitu bekuan karet kira-kira 45 x 35 cm panjang kali lebar dan tebalnya 6 cm atau lebih.54

Harga Karet/ pikul

Tabel 3.3

Perkiraan Pendapatan penyadap pertahun dengan 400 pohon karet yang disadap: Pendapatan

80 400

70 350

60 300

50 250

40 200

35 175

30 150

Sumber : Departement van Landbouw, Nijverheid en Handel, perkeboenan, hal.10.

Produksi hasil karet rakyat Jambi mengalami peningkatan, maka tidak heran mengapa penanaman karet di Jambi mengalami peningkatan sehingga produksinya

53

Ibid.,hal.15.


(18)

dalam beberapa tahun mengalami perkembangan. Ekspor karet pada tahun 1914 hanya 130 ton saja, namun pada tahun 1919 produksi karet di Jambi mengalami peningkatan menjadi 6.163 ton per tahun. Walaupun terjadi penurunan produksi pada tahun 1920-1921, produksi karet di Jambi di tahun setelahnya telah naik secara signifikan.

Tabel 3.4

Jumlah Ekspor Karet Rakyat pada tahun 1927-1935.

Tahun Karet basah Karet kering/

equivalent

Rata-rata bulanan

1927

38.644 19.630 1.636

1928 33.240 19.610 1.634

1929 31.496 22.808 1.901

1930 27.193 19.870 1.656

1931 29.124 21.178 1.765

1932 24.793 17.566 1.464

1933 34.615 24.385 2.032

1934 34.658 25.574 2.131

1935 22.927 21.593 1.799


(19)

Masa kejayaan budidaya karet Jambi adalah tahun 1920-an, sesudah itu bisnis tersebut ambruk selama Depresi besar dan bangkit lagi pada akhir 1930-an.55

Maka tidak mengherankan kalau karet Jambi memiliki reputasi yang buruk di Singapura.

Setelah Depresi besar tersebut harga karet internasional mengalami kenaikan pada 1922 dan mengalami puncaknya pada tahun 1925. Produksi karet di Jambi memperoleh pendapatan yang sangat menakjubkan yakni f 46.000.000, pendapatan ini menempatkan Jambi ke tempat teratas ekspor Hindia Belanda bersama dengan dua daerah di Kalimantan.

Kenaikan harga pada tahun 1922-1925 memberikan dampak bagi perekonomian Jambi.Namun, selain melambungkan produksi, kenaikan harga ini menyebabkan praktek curang.Hal ini dapat di lihat dari hasil produksi karet yang pada tahun sebelumnya lebih tipis dan kering, kemudian masyarakat mulai menjual hasil karet yang lebih tebal dan basah. Tidak sampai disitu banyak masyarakat yang memasukan pasir, potongan-potongan besi, sol sepatu bekas dan kadang di isi juga dengan monyet mati untuk menambah berat, dan karena pengangkutan melalui sungai, mereka sengaja memasukan karet ke sungai sehingga berat dari karet terebut adalah berat dari air.

56

55

Elsbeth Locher-Scholten, op.cit.hal. 323

56Ibid.

Banyak keluhan yang diberikan oleh para pedagang, sebagai akibatnya pada tanggal 2 Mei 1928 dibentuk pengawas karet oleh pemerintah daerah dan


(20)

diumumkan sebagai tambahan khusus dari de Javasche Courant tanggal 22 Mei 1928 dengan nomor 41.57

2. Karet harus diolah secara kering dan diangkut dalam keadaan kering, ketentuan ini diadakan agar kualitas karet dapat dilihat dan diawasi. Peraturan ini telah menyudahi nasib para saudagar “ lintas air” Jambi.

Pengawasan terhadap pemalsuan karet tanggal 2 Mei 1928 mengandung ketentuan- ketentuan sebagai berikut:

1.Gumpalan-gumpalan karet tidak boleh lebih dari 3 cm tebalnya, ini untuk mencegah agar tidak sampai terjadi pemalsuan. Untuk mengikuti keinginan penduduk di tahun 1929 telah di izinkan scrabs dapat lebih tebal dari 3 cm, sampai dengan 6 cm.

58

Masyarakat Jambi tidak mempersoalkan peraturan poin 1 dan 3, mereka menyatakan ketidak senangannya atas poin 2, karena karet di angkut dengan rakit melalui sungai Batang Hari.berlakunya persyaratanlebih ketat Ini menjadi kejatuhan harga dan depresi,alasan yang menyebabkan adanya keberatan adalah, karet yang dipasarkan dari daerah pedalaman dan tidak boleh bersentuhan dengan air. Sedatangnya di pelabuhan bomm batu Jambi, karet yang dibawa dari pedalaman akan 3. Karet hanya boleh dicampur dengan tawas/ alimunium sulfat, tidak boleh dengan barang lain, juga dengan scrabs dari karet.

57

J. Tideman dan P.L.F. Sigar.op,cit. hlm.254.


(21)

menyusut 20% sampai 25% hal ini terjadi karena alam perjalanan karet menjadi kering.

Alasan lainnya, karet yang dijual dan diangkut ke Jambi dengan menggunakan kapal atau perahu besar, segera harus dijual.Hal ini karena tidak tersedianya tempat penimbunan yang murah, sedangkan pada biasanya jika di angkut dengan rakit para penjual dapat menunggu harga, sampai jelas dan mantap harganya. Selain itu menunggu diatas kapal akan sangat mahal jika berada di atas rakit.59

Dari pajak ekspor karet dikeluarkanlah dana agar penduduk Jambi melalui perantara pemerintah mendapatkan gilingan karet secara kredit tanpa bunga. Pada tanggal 1 April1936 telah dapat dibeli 596 gilingan halus dan 600 gilingan bergerigi dari firma Lindeteves dan dari Industrieele Maatschappij Palembang. Namun sejak pertengahan tahun 1934 oleh pedagang Cina telah didatangkan 1280 gilingan buatan Cina yang juga dijual dengan kredit yang murah.

Penerapan restriksi karet direncanakan peraturan yang diberlakukan untuk memperbaiki cara pengolahan hasil karet. Kesulitan yang paling besar dalam melakukan penyuluhan perbaikan kualitas pengolahan karet adalah tersebarnya letak kebun karet pada sebuah daerah, banyaknya pemilik kebun,jalan yang tidak baik dan sikap penduduk Jambi yang tidak suka menerima bantuan dari luar.

60

Disamping itu penyuluhan yang dilakukan untuk memberikan contoh dengan gilingan karet, bak kogulasi dan asam semutnya. Hal ini dilakukan untuk

59

J. Tideman dan P.L.F. Sigar.op,cit. hlm.255.


(22)

mendapatkan hasil lebih bersih dan tipis, selain itu penyuluhan ini dilakukan untuk menghilangkan cara penggunaan tawas dan sebagai langkah awal untuk mendapatkan karet jenis smoked sheets. Untuk tujuan ini di setiap marga, dana dari pajak ekspor karet digunakan untuk membangun rumah pengasapan karet. Dengan pembangunanya tersedia kredit tanpa bunga untuk membangun rumah pengasapan karet.61

Pada tahun 1930 telah berdiri 8 buah rumah pengasapan dengan ukuran kapasitas 765 ton per bulan. Di Jambi terdapat rumah pengasapan sebanyak 11 buah dalam keadaan beroperasi dan ada 6 buah yang akan dibangun di Jambi. Selanjutnya pada tahun 1936 ada 3 buah rumah pengasapan di Onderafdeeling Muara Bungo, 6 buah rumah pengasapan ada di Onderafdeeling Muara Tembesi,6 buah rumah pengasapan ada di Onderafdeeling Muara Tebo, 7 buah rumah pengasapan ada di Onderafdeeling Bangko, dan 130 buah rumah pengasapan ada di Onderafdeeling Sarolangun.62

61

Ibid.


(23)

Gambar 1

Rumah pengasapan yang ada di distrik Jambi

Sumber:

Depresi ekonomi yang terjadi tahun 1929 yang mengakibatkan mundurnya industri otomotif di Amerika Serikat dan Eropa menjadi alasan yang mendasar terhadap menurunnya jumlah produksi. Disampingitu, dihapuskannya Stevenson’s Scheme di tahun 1928 membuat terjadinya over produksi, sehingga negara-negara industri tidak dapat menampungnya.63

Pada Tanggal 7 Mei 1934, pemerintah dari berbagai produsen karet di dunia seperti Inggris, Belanda dan Perancis berkumpul dan mengadakan pertemuan di London. Mereka yang kemudian bergabung didalam IRRA (International Rubber Regulaton Agreement) mengadakan pembicaraan untuk mengatur produksi dan ekspor karet dari daerah produksi dibawah kontrolnya.

63

Edi Sumarno. Perkebunan Karet Rakyat di Sumatera Timur 1863-1942 (Tesis), Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, 1998, hlm. 116.


(24)

Untuk menjalankan aturan ini, setiap anggota diberikan kuota yang diatur berdasarkan kapasitas maksimal. Beberapatahun berselang, aturan inilah yang kemudian dikenal sebagai restriksi karet. Oleh pemerintah Hindia Belanda saat itu kemudian, aturan ini dilakukan dengan melakukan penerapan restriksi berdasarkan jenis produksinya, kemudian dibagi berdasarkan kuota tertentu.Untuk karet rakyat, sejak 1 Juni 1934 diberlakukanlah pajak ekspor khusus kepada masyarakat. Pajak ekspor khusus ini dalam beberapa tahun terus menerus di tingkatkan; dari 16 sen per kilo pada tahun 1934 menjadi 59 sen per kilo pada tahun 1936.Baru pada tahun 1936 produksi karet di Hindia Belanda di turunkan pada batas- batas yang di izinkan. Karena pajak ekspor khusus tidak diberlakukan terutama karena alasan-alasan fiskal, uang di simpan dalam bentuk dana bagi daerah daerah penghasil karet, alhasil sektor publik Jambi mendapatkan suntikan pendapatan yang substansial.64

Terjadi perubahan dalam mengatur produksi hasil karet yang akan di ekspor. Perubahan tersebut mengatur tentang sistem kuota individual petani dalam menjual hasil karet, setiap produsen dipaksa mengikuti suatu sistem yakni sistem dengan penggunaan kupon untuk mengatur hasil yang boleh dihasilkan.Sistem ini dapat diterapkan karena sebelumnya dibelakukan sistem pendaftaran untuk perkebunan karet. Perbandingan dengan daerah-daerah penghasil karet seperti Palembang, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tenggara memperlihatkan intensitas budidaya komoditas ini di Jambi. Dapat dilihat pada tabel 3.5.


(25)

Tabel 3.5

Perbandingan daerah-daerah penghasil karet pada tahun 1936

Sumber :A.H.P. Clemens,” De inheemse rubbercultur in Djambi” hal 229

Dengan terjadinya kenaikan harga karet dan pemberlakuan sistem kupon yang membatasi hasil karet bagi pemilik kebun karet. Namun pada tahun 1936 pemberlakuan sistem kuota individual tersebut menyebabkan produsen karet dapat meraup seluruh uang karetuntuk mereka sendiri, dalam beberapa kasus dapat berlipat ganda hingga lima kali lipat. Zaman keemasan ini kali ini disebut sebagai zaman Koepoen, hal ini dikarenakan selain karet itu sendiri ramai pula diperdagangkan


(26)

kupon, yang berfungsi sebagai izin panen.65Pada 1937 Jambi mengalami Boom karetnya yang kedua, meningkatnya harga karet pada tahun ini hanya untuk jatuh lagi pada tahun 1938.

Penigkatan harga karet dunia terjadi karena pengaruh peningkatan kebutuhan karet di masa perang pada 1940 sampai 1941, peningkatan ini menyebabkan peningkatan angka produksi yang bertambah menjadi 37.000 ton pada tahun 1940 dan 45.000 ton pada tahun 1941, tetapi pada saat itu Jambi sudah di depak dari tempat teratas oleh Palembang. Peningkatan harga karet ini menyebabkan banyaknya para petani yang membeli kupon untuk meningkatkan kuota karet yang akan dijualnya.

Peningkatan harga karet ini menyebabkan peningkatan produksi hasil karet yang cukup signifikan, peningkatan ini terlihat pada tahun 1938 yang menanjak cukup tajam.Peningkatan yang tajam hasil karet di Jambi tidak dapat menyaingi hasil karet dari Palembang yang meningkat dan tidak dapat disaingi oleh daerah penghasil karet lainnya yang ada di Hindia Belanda.Hal ini dapat dilihat pada grafik ekspor karet dari Jambi dan Palembang pada tahun 1918-1940.


(27)

Tabel 3.6

Ekspor karet dari Jambi dan Palembang pada tahun 1918-1940


(28)

3.3 Penyaluran Hasil Karet.

Penyaluran hasil karet di Jambi dilakukan melalui jalur sungai Batang Hari yang merupakan sungai utama yang ada di Karesidenan Jambi.Fungsi sungai Batang Hari sebagai jalur transportasi bagi masyarakat Jambi telah lama, sebelum hasil karet sebagai komoditi ekspor utama di Jambi.Pengangkutan komoditi hasil hutan dilakukan melalui jalur sungai.

Penyaluran hasil karet melalui sungai juga di sebabkan oleh letak kebun karet rakyat berada di pinggiran sungai, sehingga mempermudah penyaluran hasil karet.Usaha pengangkutan hasil karet banyak dilakukan oleh para pedagang Cina dan pedagang pribumi menggunakan rakit yang ditarik oleh perahu menyusuri sungai dari hulu hingga ke hilir.

Perdagangan karet rakyat di Jambi sejak dari produsen karet di pedalaman sampai ekspor karet ke Singapura hampir semuanya dikuasai oleh pedagang Cina.Dalam menyalurkan hasil karet para pedagang Cina membeli karet secara langsung dari produsen karet yang berada jauh di pedalaman Jambi dengan menggunakan kapal beroda (hekwieler). Pedagang karet di Jambi dapat dibedakan menjadi dua yakni, pedagang besar yang berdomisili di ibu kota Jambi dan pedagang perantara yang berada pada distrik tertentu untuk membeli karet secara langsung kepada petani karet.66


(29)

Gambar 2

Hekwieler (kapal beroda) di Batang Hari ke Jambi

Sumber:

3.3.1 Pola Perdagangan Karet

Pola perdagangan karet rakyat di Jambi mengalami perubah yang cukup signifikan pada tahun 1920.Hal ini terlihat dari perdagangan yang dilakukan sebelum tahun 1920, pengumpulan karet yang dilakukan oleh pedagang perantara yang berada di pedalaman Jambi. Para pedagang perantara ini mendapatkan informasi harga karet dari pedagang besar yang ada di ibu kota Jambi melalui telegram. Jadi ada perbedaan


(30)

waktu antara kedatangan informasi dan waktu pengangkutan karet ke kapal beroda dari pedalaman hingga ke Jambi.

Perbedaan waktu yang terjadi ini menyebabkan terjadinya spekulasi harga dalam pembelian karet rakyat. Perbedaan harga yang dibayarkan oleh pedagang perantara kepada petani karet dan perbedaan harga karet yang dibayarkan pedagang besar kepada perantara, perbedaan harga ini juga didasari oleh berbagai faktor yaitu:

• Biaya transport pengiriman dari desa produsen ke Jambi,

• Biaya pengankutan dan penurunan karet dari kapal,

• Perkiraan kehilangan berat karena menyusutnya air dan kotoran pada karet olahan selama perjalan ke Jambi, dan

• Keuntungan untuk pedagang perantara dan keuntungan yang diambil rata rata antara 2,5 sampai 3 Straits Dollar per pikul67

Perubahan pola perdagangan ini terjadi karena munculnya perdagangan yang secara langsung diangkut dengan rakit langsung menuju ke Jambi, selain itu meningkatnya peran pedagang pribumi Jambi, yang pada sebelumnya tidak memiliki peran dalam penyaluran hasil dagang. Hal ini berbeda sekali bila dilihat pada sebelum tahun 1920, hampir seluruh kegiatan perdagangan yang terjadi di hulu sampai hilir Jambi didominasi oleh pedagang Cina, mulai dari kegiatan ekspor karet ke Singapura,


(31)

pemasokan barang Impor, selain itu pedagang Cina juga menjadi pemilik kapal-kapal yang mengangkut karet menuju ke Jambi.

Setelah karet rakyat melimpah dan harga yang membaik di pasar internasional, para petani Jambi mulai tertarik untuk membawa hasil karetnya sendiri menuju Jambi.Hal ini dikarenakan oleh prosesnya lebih cepat dan tidak perlu menunggu pedagang perantara untuk datang mengangkut karetnya, selain itu biaya yang dapat ditekan lebih menguntungkan.Karena karet yang diangkut oleh kapal beroda milik pedagang Cina, petani harus membayar antara f 1 sampai f 2 per pikul. Sementara jika petani mengangkut sendiri hasil karet menuju ke Jambi menggunakan rakit bisa membawa sekitar 100 sampai dengan 200 pikul, biaya yang dikeluarkan sekitar f 75 untuk jarak dari Sarolangun menuju Jambi.

Perdagangan karet melalui sungai pada tahun 1920-an banyak menggunakan rakit bambu, rakit yang digunakan untuk menyalurkan hasil karet ke Jambi mampu mengangkut karet yang cukup banyak dengan modal yang sedikit. Dengan menggunakan rakit para petani dapat menunggu sampai harga karet cukup tinggi, hal ini menjadikan petani mendapatkan harga cukup tinggi untuk karet yang dijualnya.Berbeda jika karet itu dijual pada pedagang perantara, harga karet pun bisa jatuh ditambah lagi dengan potongan potongan yang diberikan dari para pedagang


(32)

perantara tersebut.Selain itu menuggu diatas kapal akan sangat mahal, jika berada di atas rakit akan lebih murah.68

Dari ketiga kelompok tersebut para pedagang Cina merupakan kelompok yang memiliki jaringan yang cukup kuat, hal ini dikarenakan adanya jaringan dagang dengan pemilik pabrik remilling di Singapura, selain itu pedagang Cina memiliki kekuatan modal yang besar, dan penguasaan jalur perdagangan dari pedalaman Jambi sampai ke pelabuhan Jambi.

3.3.2 Dominasi Pedagang Cina

Kelompok-kelompok yang terlibat dalam perdagangan karet rakyat bertambah dengan pesat. Pedagang-pedagang ini terbagi atas tiga kelompok yakni: kelompok pedagang Cina, perusahaan-perusahaan milik orang Belanda dan para pedagang pribumi. Kelompok-kelompok ini bersaing untuk mengumpulkan hasil karet dari pedalaman Jambi, sampai dalam bidang pengapalan karet dari Jambi Menuju ke Singapura.

69

Untuk melakukan pengumpulan karet pada tahun 1925 di Jambi terdapat dua kongsi kapal beroda milik pedagang Cina, yang dalam satu minggunya melakukan perjalanan sebanyak dua kali untuk pembelian dan pengangkutan karet rakyat dari

68

J. Tideman dan P.L.F. Sigar.loc,cit. hlm.255.


(33)

daerah produsen hingga ke pelabuhan Jambi, dan hubungan perdagangan antara Jambi ke Singapura dilayani oleh tiga kapal milik orang Cina.70

Nama Perahu

Perdagangan besar berkedudukan di ibukota Jambi, dan memiliki wakil-wakil di ibukota kecamatan, terutama para pedagang Cina.Para wakil tersebut melakukan perjalanan adalah cincu-cincu Cina/ nahkoda kapal dan perahu perahu sungai yang dimiliki oleh orang Arab.

Tabel 3.7

Armada Dagang di Perairan Pedalaman Jambi Tahun 1923. Kedalaman

Dalam kaki

Isi Bruto Isi Neto

M3 Ton M3 Ton

Tong It 51/2 47.08 16.63 22.55 7.96

Tong Seng 41/2 34.83 12.30 23.52 8.30

Singaputri 4 43.35 15.32 29.47 10.42

Taek Ho Seng 4 192.79 68.12 157.35 55.60

Ho Ann 4 187.13 66.12 169.72 59.97

Parrit 31/2 62.19 21.97 50.85 17.96

Inim 5 29.19 10.50 20.21 7.14

Hong Seng Bie 4 161.22 56.96 149.13 52.69

Hong Bie - - - - -

Kian Hin 51/2 33.05 11.67 15.20 5.37

Sumber: H.L.C. Petri,MvO (Memorie van Overgave) van deResidentie Djambi 1923. Hal. 51.

70

J.J. Mendelaar, “Djambi de Rubber en de Djambier”, dalam Koloniale Studien,1925 II. Hal.351.


(34)

Selain itu terdapat rumah dagang yang penting di Jambi, yakni: De Borneo Sumatra Handelsmaatschappy (Borsumy), De Moluksche Handels Vereeniging (Toko Jambi), de Jambisch – Industrieele Handelsmaatschappy ( pabrik Es dan pelayaran, sekaligus perkumpulan dagang), Hoa goan Bie dan Too Hiong.71

Rumah Dagang Moluksche Handel Vennootscap Gambar 3

Sumber:


(35)

Dominasi pedagang Cina di Jambi disebabkan oleh banyaknya jaringan yang mendukung penyaluran antar pedagang Cina dalam mengumpulkan hasil karet. Untuk dapat menyaingi dominasi pedagang Cina, Koninklijke Paketvaart Maatschapij(KPM) melakukan penambahan armada untuk rute Jambi- Singapura, selain itu KPM juga membeli hasil karet dengan harga sesuai dengan harga pasar. Tindakan yang dilakukan oleh KPM menguntungkan bagi para pedagang perantara pribumi.Kedatangan KPM pada 1926 menggeser sejenak pedagang-pedagang Cina dari kekuasaan mereka dalam bisnis ini.72

Penambahan armada dan rute yang dilakukan oleh KPM tidak dapat menyingkirkan dominasi dari para pedagang Cina, hal ini terjadi karena para pedagang Cina memiliki jaringan yang mencakup keseluruhan proses perdagangan dari hulu ke hilir. Jaringanpedagang Cina ada pada proses pengumpulan hasil karet dari penyadap, penyaluran hasil, hingga pengiriman menuju Singapura. Bandingkan dengan KPM yang hanya mencakup dalam penyaluran hasil karet dari pelabuhan yang ada di Jambi menuju ke Singapura.Sehingga peran KPM tidak begitu terlihat dalam perdagangan hasil karet.


(36)

BAB IV

DAMPAK PERDAGANGAN KARET DI JAMBI

Perdagangan karet yang terjadi di Jambi membawa kemakmuran bagi penduduk dan dampak bagi seluruh aspek kehidupan penduduk.Sebelum tahun1920-an ekonomi Jambi tidak terlalu berarti bagi pemerintah Hindia Beltahun1920-anda, hal ini berkenaan dengan perdagangan total daerah di luar Jawa. Perdagangan Jambi pada saat itu kurang dari 1% dari total hasil perdagangan di Hindia Belanda.

Perdagangan hasil karet tidak hanya membawa kemakmuran bagi petani karet itu sendiri tetapi juga memberikan kemakmuran kepada para pendatang seperti para pedagang dan para penyadap karet.Perdagangan karet di Jambi juga berdampak pada pembangunan infrastruktur dan kemajuan bagi Jambi.

Kemajuan perekonomian yang terjadi di kawasan Karesidenan Jambi membuat Pemerintah Belanda membangun sarana dan prasarana untuk kelancaran perdagangan komoditas yang akan disalurkan ke Singapura. Pemerintah Belanda membangun beberapa pelabuhan dan mulai pembangunan jalan sebagai sarana transportasi di darat. Selain itu Pemerintah juga melakukan penataan terhadap kota Jambi. Dampak perdagangan karet terdapat di semua aspek kehidupan masyarakat pribumi maupun pendatang.

4.1. Dampak perdagangan Karet bagi masyarakat Jambi.

Adanya peningkatan harga karet yang luar biasa di pasar internasional, memberikan dampak yang signifikan bagi kehidupan masyarakat Jambi, terutama


(37)

dalam aspek ekonomi. Kehidupan ekonomi Jambi sebelum tahun 1920-an merupakan sebuah daerah kesultanan dengan hasil hutan sebagai komoditas utamanya. Penanaman karet yang dilakukan oleh masyarakat Jambi dilakukan karena tanaman karet tidak memerlukan banyak modal dalam penanaman maupun perawatan.

Kehidupan ekonomi di Jambi dipengaruhi oleh perdagangan karet yang ramai dan banyak mengundang pengusaha-pengusaha untuk melakukan perdagangan karet.Taraf kehidupan masyarakat Jambi mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari kehidupan masyarakat Jambi yang mulai sejahtera. Dalam kehidupan masyarakat terlihat perbaikan pada aspek seperti tempat tinggal yang mulai berubah.

Peningkatan ekonomi di Jambi yang sangat pesat terjadi pada impor beberapa barang terutama pakaian dan bahan pangan.Pendapatan rata-rata masyarakat Jambi setiap bulan antara tahun 1923-1928 adalah f 118 per orang, perbaikan kesejahtraan ini tidak terlepas oleh perdagangan hasil karet yang merupakan komoditas utama ekspor. Meningkatnya taraf hidup masyarakat terlihat dari pajak pendapatan dari penduduk Jambi yang diterma oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1920 berjumlah f 31.560 dan pada tahun 1924 meningkat menjadi f 43.180.73

73 J.J. Mendelaar ,op,cit, hal.218.

Peningkatan perdagangan karet memberikan dampak ekonomi yang sangat besar, peningkatan ini terlihat dari jumlah orang Jambi yang melakukan ibadah haji, peningkatan jumlah haji di Jambi dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(38)

Tabel 4.1

Angka Jamaah Haji Jambi Pada Tahun 1926-1935

Tahun Jumlah

1926

1.940

1927 2.522

1928 228

1929 -

1930 76

1931 13

1932 6

1933 18

1935 8

1936 21

Sumber: Elsbeth Locher-Scholten, Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial: Hubungan

Jambi-Batavia (1830-1907) dan Bangkitnya Imperialisme Belanda, terj. Noor Cholis, (Jakarta: KITLV dan

Banana, 2008). hal325.

Secara keseluruhan, karet di Jambi membawa kemakmuran bagi penduduk, namun kehidupan di Jambi berbeda dengan daerah produksi karet lainnya, seperti Palembang yang memiliki penghasilan lain selain karet. Jambi hanya memiliki karet


(39)

untuk menopang perekonomian sehingga hal tersebut menjadikan perkonomian Jambi tergantung dengan harga karet.

Penanaman karet di Jambi juga memberikan dampak yang kurang baik bagi masyarakat.Pada saat awal penanaman karet di lakukan banyak lahan sawah yang dialih fungsikan oleh masyarakat sehingga masyarakat Jambi harus mengimpor beras dari Singapura untuk mencukupi kehidupan.Impor beras di Jambi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan jumlah. Peningkatan Jumlah impor beras dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2

Jumlah Beras Impor dari Singapura tahun 1911-1936, dalam ton.

Tahun Impor Jumlah Impor Jumlah Impor

1911 2.166 1923 7.693 1931 8.109

1912 2.823 1924 8.739 1932 9.773

1913 2.851 1925 14.318 1933 9.075

1914 3.115 1926 16.212 1934 7.995

1915 6.360 1927 18.519 1935 9.680

1916 7.975 1928 14.999 1936 12.654

1917 9.362 1929 15.284

1918/1922 - 1930 10.843


(40)

Memasuki tahun 1928 perkembangan karet rakyat mulai tersendat-sendat, hal ini terjadi karena terjadinya krisis ekonomi dunia.Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1929 menggagu harga karet, turunnya harga karet dunia mengoyahkan ekonomi Jambi yang banyak bergantung pada hasil karet.Hal ini menyebabkan banyak petani karet yang kembali berladang dan mengumpulkan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Para penyadap karet yang datang dari sekitar Jambi, mulai pulang ke kampung halaman.

Harga karet yang rendah juga berdampak pada para pedagang perantara pedagang pribumi, dan pedagang rakit yang terhenti kegiatannya akibat dari rendahnya harga karet.Hal ini menyebabkan peran pedagang Cina meningkat lagi bagi perdagangan di Jambi. Masa makmur yang disebut juga sebagai “ hujan emas “ telah berlalu, akan tetapi telah membawa perbaikan bagi masyarakat Jambi.74

Walaupun hasil perdagangan karet di Jambi memberikan sebuah momentum besar bagi perkembangan. Pada tahun 1931, Residen J.R.F .Verschoor van Niesse mengeluhkan, “Sungguh menyedihkan bahwa daerah ini daerah ini adalah terra incognitabukan hanya bagi khalayak luas tetapi juga bagi badan- badan pemerintah pusat”

4.2. Pembangunan Infrastruktur di Karesidenan Jambi

75

74

Lindayanti, op.cit.,hal. 43.

75

J.R.F . Verschoor van Niesse. Memorie van Overgave, van de Residentie Djambi, 1931. hal 1.


(41)

puluh dua kilometer antara Jambi dan Muara Tembesi.Pembangunan jalan ini dibangun dengan biaya dari NIAM.

Daerah Jambi sangat diuntungkan oleh pendapatan dari bea Karet, yang disimpan dalam sebuah dana khusus pada tahun 1934- 1936. Efeknya adalah tambahan dana jutaan gulden bagi anggaran Jambi, yang tidak seperti biasanya melampaui 500.000 gulden.76

Pembangunan jalan di Jambi dilakukan dengan melakukan perbaikan terhadap jalan yang sudah ada dengan pengerasan jalan. Perbaikan jalan yang pertama pertama kali dilakukan sepanjang 132 kilometer dengan taksiran dana sebesar f 1.035.000, selain itu pada tahun 1913 pembangunan jembatan-jembatan tidak dibangun dengan Berkat peningkatan kas inilah sistem jalan jambi akhirnya mengalami perkembangan secara besar-besaran. Dana khusus tersebut selain digunakan sebagai dana untuk perluasan jalan, digunakan juga sebagai dana yang membangun infrastruktur lainnya.

4.2.1 Pembangunan Jalan-Jalan Darat.

Pembangunan jalur lalu lintas darat tidak menjadi prioritas dibandingkan dengan jalur sungai yang dapat dilayari.Pada awalnya pembanguan jalan banyak dijumpai di bagian hulu Jambi.Penyusunan pola jalan di Sumatra dilakukan pada tahun 1913 untuk menghubungkan antara daerah-daerah yang tidak tersentuh oleh perkembangan ekonomi.Pembangunan jalan ini dilakukan agar seluruh pulau Sumatra dapat terhubung dan dapat dijangkau.


(42)

permanen. Jika jembatan kecil dibangun dengan kayu dan gorong gorong dibawahnya dibangun dengan semen.

Dalam perbaikan jalan dipakai lah dasar dimana, jika sungai itu dapat dilayari pada saat musim hujan maupun musim kemarau, pembangunan jalan tidak dilakukan sejajar dengan sungai. Sehingga dalam pembangunan dan nantinya pemeliharaan jalan akan banyak dilakukan pada tepi sungai yang dapat dilayari. Dasar berikutnya adalah dalam membangun jalan menuju hilir sungai Batang Hari, antara dua titik dari sungai yang tidak mungkin dilayari dipasang jalan poros.77

Dengan memperhatikan dasar- dasar yang telah disebutkan sebelumnya pembangunan jalan-jalan telah dilaksanakan dan terdapat 16 sub pembangunan jalan

Sungai- sungai yang dapat dilayari, dapat disebut

1. Batang Hari dari muaranya sampai ke Muaro Tebo, dan

2. Batang Tembesi dan Muara Tembesi sampai ke pauh (Batukucing)

Sungai- sungai penting yang tidak dapat di layari pada saat musim kemarau adalah,

1. Batang Hari dari Muara Tebo sampai Tanjung terus sampai ke Sungaitenang (Sumatra Barat),

2. Batang Tembesi dari pauh sampai Sarolangun.


(43)

yang dilakukan. Pembangunan jalan tersebut sepenuhnya dilakukan untuk transportasi kendaraan yang menghubungkan daerah- daerah di Jambi, yakni:

1. Jalan penghubung Palembang, Sarolangun, Pamenang, Bangko, Muara Bungo, Muara Tebo, dan Tanjung. Pembangunan jalan yang melewati daerah daerah tersebut memiliki jarak 374 km.

2. Jalan Muara Bungo ke Tanah Tumbuh, Pembangunan jalan yang melewati daerah daerah tersebut memiliki jarak 85 km.

3. Jalan yang menghubungkan Tanah Tumbuh ke Rantauikil memiliki jarak 23 km.

4. Jalan Kerinci dan Bangko ke Sungai Manau memiliki jarak 45 km.

5. Jalan yang menghubungkan antara Bangko ke Muara Siau memiliki jarak 50 km.

6. Jalan yang menghubungkan antara Muara Bungo ke Rantau Pandan dan Muara Buat memiliki jarak 40 km.

7. Jalan yang menghubungkan beberapa daerah dari Jambi melewati Tempino – Bajubang – Muara Bulian untuk menuju ke Muara Tembesi berjarak 92 km. 8. Jalan yang menghubungkan Simpang Tiga km 62 ( terletak antara Bajubang

dan Muara Bulian ) menuju ke Betung dan Markanding memiliki jarak 34 km. 9. Jalan yang menghubungkan antara Muara Tembesi melalui beberapa daerah

seperti Rantaukapas, Muaraketalo,Muarakilis untu menuju Muara Tebo, memiliki jarak 120 km.


(44)

10. Jalan yang menghubungkan antara Sarolangun menuju ke Pauh memiliki jarak 23 km. pada tahun 1936 oleh Dinas Pekerjaan Umum diadakan perencanaan untuk membangun jalan penghubung yang menghubungkan antara Pauh ke Tembesi dalam rangka menghubungkan Muara Tembesi dan Sarolangun.

11. Jalan dari Jambi menuju Muara Bulian melalui Sipin-Kenali.

12. Jalan Jambi menuju ke Sengeti yang dibangun tepat berada di tepi kiri sungai Batang Hari melewati dataran rendah yang di tanggul untuk menahan banjir pada musim hujan. Jalan ini memiliki jarak 22 km.

13. Jalan dari km 11 trayek Jambi-Sengeti menuju ke Mundung darat memiliki jarak 10 km.

14. Jalan antara Jambi menuju ke Tanjung memiliki jarak 70 km. jalan ini sangat penting untuk tempat-tempat seperti Muara Kumpeh Hulu dan Tanjung, karena pada saat air surut orang tidak dapat berlayar di Sungai Kumpeh yang merupakan salah satu anak sungai Batang Hari.

15. Jalan yang menghubungkan antara Taman Raja menuju ke Merlung memiliki Jarak 23 km.

16. Jalan yang menghubungkan antara Taman Raja menuju Tanjungbojo yang terletak di daerah Tungkal Ulu memiliki jarak 11 km.

Sumber :J. Tideman dan P.L.F. Sigar, Djambi (Amsterdam: Koloniaal Instituut,1938).

Pembangunan Jalan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda merupakan salah satu cara untuk menghubungkan wilayah yang pada musim kemarau


(45)

tidak dilalui oleh anak sungai Batang Hari sehingga tidak dapat terhubung dengan wilayah lainnya.

Gambar 4

Jalan di Jambi sekitar tahun 1936

Sumber

4.2.2 Pelayaran Sungai dan Laut.

Lalu lintas pada karesidenan Jambi sebagian besar dilakukan di sungai, hal ini karena di Jambi terdapat Sungai Batang Hari yang memiliki anak-anak sungai yang menyebar di kawasan karesidenan Jambi, berhulu di bagian pedalaman bukit barisan. Lalu lintas yang paling ramai terdapat pada daerah yang berada di tepi sungai Batang Hari dan Batang Tembesi yang sering didatangi kapal-kapal dagang.

Daerah Jambi yang meliputi daerah yang sangat luas dari ibukota Jambi hingga masuk ke pedalaman jalur sungai merupakan jalur transportasi yang sangat


(46)

penting bagi penduduk.Lalu lintas ke pedalaman berjalan menggunakan perahu maupun rakit.

Sungai Batang Hari merupakan sungai yang menjadi urat nadi perekonomian Jambi, jika dalam keadaan air yang paling baik, sungai Batang Hari dapat dilayari hingga ke ibukota Jambi.Namun terjadi berbagai hambatan dalam pelayaran menuju ibukota Jambi.Hambatan yang terjadi disebabkan oleh gundukan pasir yang berada pada 4 km ke hilir sungai Batang Hari, sehingga kapal-kapal KPM tidak mampu mencapai Jambi.Hal ini tentu menggangu dalam lalu lintas dan perdagangan.

Pada musim kemarau terjadi kekeringan, banyak anak sungai Batang Hari yang mengering sehingga kondisi air di Sungai Batang Hari mengalami pendangkalan ini sangat menggangu pelayaran, oleh karenanya ibukota yang penting seperti Sarolangun dan Muara Bungo, tidak harus didatangi oleh kapal kapal besa, sehingga lalu lintasnya menggunakan perahu- perahu saja.78

Anak sungai Batang Hari memiliki karakteristik berbeda-beda pada kedalaman maupun lebar sungai, seperti Batang Tembesi dapat dimasuki kapal dengan kedalaman 1 meter hingga ke daerah Sarolangun sedangkan Batang Tebo denganketinggian yang cukup dapat dilayari oleh kapal-kapal dengan kedalaman 3 kaki saja. Masalah yang terjadi di Sungai Batang Hari dan anak-anak sungai tidak jauh beda, masalah tersebutmemberikan dampak yang sangat signifikan dalam pelayaran dan perdagangan.Masalah masalah yang terjadi di sungai Batang Hari selanjutnya dapat ditemukan solusinya sehingga kemampuan sungai untuk dilayari


(47)

makin meningkat, hal ini karena telah banyak dibersihkan dan dibenahi gangguan gangguannya.

Di daerah Jambi telah dibuka pelabuhan-pelabuhan seperti Kuala Tungkal, Muara Sabak dan Jambi, pelabuahan Kuala Tungkal merupakan pelabuhan yang berada di sungai Tungkal, sungai ini berbeda aliran dari sungai Batang Hari. Pelabuhan Muara Sabak merupakan pelabuhan yang terletak pada delta daerah aliran dan merupakan hilir dari sungai Batang Hari.

Pelabuhan Jambi yang terletak pada ibukota Jambi yang dilewati oleh sungai Batang Hari, sehingga pelabuhan ini menjadi tempat berkumpulnya seluruh hasil karet maupun hutan.Jarak antara Jambi sampai di pantai lewat Niur dijalani oleh kapal selama 10 jam.

Gambar 5

Keadaan di Pelabuhan Jambi pada Tahun 1920


(48)

Kapal – kapal laut yang datang ke Jambi memiliki kedalaman 11-13 kaki yang melakukan pembongkaran barang – barang impor dan mengangkut barang – barang dari pedalaman Jambi, yang diangkut dengan Kapal – kapal api atau perahu. Umumnya barang – barang dari pedalaman in berupa karet dan damar.

Setelah mendapatkan ketetapan dari pemerintah pada 8 Januari 1929, ditentukan batas – batas pelabuhan dan ada dermaga yang dibangun dari beton pada tanggal 1 April 1929.Pada awalnya pengelolah pelabuhan mula- mula ditunjuk pejabat pengairan yang bersedia, kemudian pada 1 November 1930 ditugaskan untuk mengelolah pelabuhan.79

Pada tahun 1930 telah disetujui dana sebesar f 34.800 untuk menambah kemampuan penerimaaan muatan dari rakit-rakit. Dengan dana ini dipasang penyimpanan yang lebih besar daya tampungnya untuk menampung dari masuknya barang di pelabuhan. Sebagian besar kawasan lapangan yang digunakan sebagai

Pemberlakuan reglemen umum pergudangan atau penyimpanan dan reglemen umum mengenai penempatan atau penambatan terhadap perusahaan pelabuhan.Selain itu untuk mencegah kapal – kapal melakukan penyeludupan terhadap ketentuan yang berlaku.Diberlakukanlah pemasangan tarif bagi pemilik rakit maupun kapal – kapal. Hal ini terjadi karena pelabuhan Jambi masih memiliki keterbatasan penerimaan barang yang akan disimpan pada penyimpanan. Sehingga diperlukan perbaikan – perbaikan terhadap pelabuhan.


(49)

penampungan sementara barang disewakan kepada pedagang-pedagang Cina.Pendapatan dari penyewaan lapangan ini pada tahun 1930 adalah f 26.445.41.80

Pelabuhan- pelabuhan yang ada di Karesidenan Jambi memiliki fungsi yang sangat vital bagi perdagangan karet dan hasil hutan dari Jambi.Sehingga keberadaan pelabuhan tidak dapat di kesampingkan dalam penyaluran dan perdagangan hasil karet di Jambi.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Jambi merupakan sebuah wilayah yang sebelumnya tidak pernah diperhitungkan dalam perekonomian di Hindia Belanda.Jambi memiliki posisi yang sangat strategis yakni di cekungan sebuah sungai yang memiliki anak sungai, Batang Hari merupakan sungai utama yang ada di wilayah Jambi.Sungai sungai inilah yang memiliki fungsi yang vital dalam menghubungkan kawasan ulu dan ilir. Hal ini terjadi karena sungai Batang Hari menjadi urat nadi utama transportasi yang menghubungkan antar wilayah yang ada di kawasan Jambi

Hasil hutan menjadi sebuah komoditi yang sangat berharga seperti sarang lebah, damar, karet, rotan, jelutung, jernang dan kayu dihimpun di hutan dan diangkut melalui sungai ke pasar-pasar di luar Jambi seperti Singapura, selain hasil hutan terdapat juga lada dan kopra yang menjadi komoditi ekspor.Namun komoditi kelapa perdagangannya di kuasai oleh pedagang Cina.

Awal penguasaan Belanda atas Jambi terjadi pada 1903 dengan resminya Jambi bergabung dengan Karesidenan Palembang sebagai afdeeling.Langkah awal penguasaan pemerintah Hindia Belanda atas Jambi, pemerintah Belanda mulai mengatur pemerintahan Jambi dengan menjalankan peraturan sementara.


(51)

Pembentukan pemerintahan Karesidenan Jambi pada tahun 1906, menyebabkan pemerintahan Belanda harus merombak ulang sistem pemerintahan di wilayah Jambi yang sebelumnya disatukan dengan Karesidenan Palembang.Sistem pemerintahan yang di terapkan oleh pemerintah Belanda mengikuti sistem pemerintahan di wilayah kekuasaan Belanda lainnya.Pemerintahan Karesidenan dipimpin oleh seorang residen .O.L. Helfrich.

Wilayah karesidenan Jambi merupakan daerah yang memiliki potensi besar dalam pengelolaan hasil hutan dan juga kekayaan mineral selain itu letak Jambi yang strategis, menjadikan Wilayah karesidenan Jambi menjadi salah satu daerah binaan yang cukup berharga bagi Hindia Belanda. Setelah wilayah Jambi dijadikan keresidenan, pengaturan di bidang pertanian di laksanakan untuk menaikan pendapatan daerah. Salah satunya dengan memperkenalkan tanaman karet kepada penduduk Jambi.

Masuknya tanaman karet di Jambi melalui perantara orang Sumatra yang naik haji ke Mekkah melalui Singapura. Pedagang-pedagang Cina juga menjadi perantara masuknya tanaman karet di Jambi,selain itu Pemerintah Hindia Belanda melalui Residen O.L. Helfrich kemudian secara resmi memperkenalkan tanaman Hevea brasiliensis di Jambi.

Selama beberapa tahun antara tahun 1907-1912 penanaman karet di Jambi mengalami peningkatan yang cukup signifikan.Walaupun perkembangan penanaman karet terjadi hasil dari karet tersebut belum dapat dirasakan oleh rakyat Jambi, hal ini karena tanaman karet masih belum berproduksi.Terjadinya pembukaan secara


(52)

besar-besaran perkebunan karet di Jambi, terjadi karena beberapa alasan yakni, pembukaan perkebunan rakyat di Jambi dapat dilakukan dengan mudah hal ini karena, lahan untuk membuka perkebunan tersedia sangat luas tanpa perlu melakukan penyewaan tanah.

Pesatnya perkembangan perkebunan karet rakyat di Jambi terjadi setelah tahun 1920 yang diawali dengan krisis karet yang terjadi pada awal 1920-an dan di ikuti dengan pembatasan produksi karet pada 1922 dan peningkatan permintaan karet dunia yang mengakibatkan harga karet dunia naik, terutama pada 1925.Jambi yang pada saat itu merupakan salah satu produsen besar karet di Hindia Belanda, karet telah menjadi mata pencaharian utama rakyat Jambi dan perkebunan karet terdapat hampir di seluruh Jambi. Tetapi di beberapa daerah seperti Distrik Bangko dan Jambi tidak dapat di tanami oleh karet.

Kenaikan harga pada tahun 1922-1925 memberikan dampak bagi perekonomian Jambi.Namun, selain melambungkan produksi, kenaikan harga ini menyebabkan praktek curang.Hal ini dapat di lihat dari hasil produksi karet yang pada tahun sebelumnya lebih tipis dan kering, kemudian masyarakat mulai menjual hasil karet yang lebih tebal dan basah.

Kegiatan penyadapan karet oleh petani baru dapat dilakukan setelah berumur lima tahun, penyadapan karet biasanya dilakukan oleh pemilik kebun ataupun dikerjakan oleh tenaga kerja pendatang. Para pemilik kebun biasanya menggunakan tenaga kerja pendatang dalam mengerjakan penyadapan di kebun mereka. Tenaga kerja berasal dari Kerinci , Minangkabau, Jawa dan Banjar.


(53)

Penyaluran hasil karet di Jambi dilakukan melalui jalur sungai Batang Hari yang merupakan sungai utama yang ada di Karesidenan Jambi.Fungsi sungai Batang Hari sebagai jalur transportasi bagi masyarakat Jambi telah lama, sebelum hasil karet sebagai komoditi ekspor utama di Jambi.Pengangkutan komoditi hasil hutan dilakukan melalui jalur sungai.

Kelompok-kelompok yang terlibat dalam perdagangan karet rakyat bertambah dengan pesat. Pedagang-pedagang ini terbagi atas tiga kelompok yakni: kelompok pedagang Cina, perusahaan-perusahaan milik orang Belanda dan para pedagang pribumi. Kelompok-kelompok ini bersaing untuk mengumpulkan hasil karet dari pedalaman Jambi, sampai dalam bidang pengapalan karet dari Jambi Menuju ke Singapura

Setelah karet rakyat melimpah dan harga yang membaik di pasar internasional, para petani Jambi mulai tertarik untuk membawa hasil karetnya sendiri menuju Jambi.Hal ini dikarenakan oleh prosesnya lebih cepat dan tidak perlu menunggu pedagang perantara untuk datang mengangkut karetnya, selain itu biaya yang dapat ditekan lebih menguntungkan.

Perdagangan karet melalui sungai pada tahun 1920-an banyak menggunakan rakit bambu, rakit yang digunakan untuk menyalurkan hasil karet ke Jambi mampu mengangkut karet yang cukup banyak dengan modal yang sedikit. Dengan menggunakan rakit para petani dapat menunggu sampai harga karet cukup tinggi, hal ini menjadikan petani mendapatkan harga cukup tinggi untuk karet yang dijualnya.


(54)

Perdagangan hasil karet tidak hanya membawa kemakmuran bagi petani karet itu sendiri tetapi juga memberikan kemakmuran kepada para pendatang seperti para pedagang dan para penyadap karet.Perdagangan karet di Jambi juga berdampak pada pembangunan infrastruktur dan kemajuan bagi Jambi.

Memasuki tahun 1928 perkembangan karet rakyat mulai tersendat-sendat, hal ini terjadi karena terjadinya krisis ekonomi dunia.Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1929 menggagu harga karet, turunnya harga karet dunia mengoyahkan ekonomi Jambi yang banyak bergantung pada hasil karet. Hal ini menyebabkan banyak petani karet yang kembali berladang

Kemajuan perekonomian yang terjadi di kawasan Karesidenan Jambi membuat Pemerintah Belanda membangun sarana dan prasarana untuk kelancaran perdagangan komoditas yang akan disalurkan ke Singapura. Pemerintah Belanda membangun beberapa pelabuhan dan mulai pembangunan jalan sebagai sarana transportasi di darat. Selain itu Pemerintah juga melakukan penataan terhadap kota Jambi. Dampak perdagangan karet terdapat di semua aspek kehidupan masyarakat pribumi maupun pendatang


(55)

BAB II

PERAN SUNGAI BATANG-HARI DALAMMENYALURKAN KOMODITI LOKAL

Wilayah Jambi terletak pada cekungan sungai yang memiliki banyak anak sungai yang mengalir di sekitarnya. Sungai Batang-Hari berhulu di pegunungan Bukit Barisan dan bermuara di Selat Berhala, sungai Batang Hari memiliki fungsi yang vital dalam hubungan penyaluran hasil dagang dari Jambi ke Selat Malaka, hal ini telah mendatangkan keuntungan bagi penduduk lokal.

Komoditi hasil hutan seperti damar, jelutung, rotan, jernang dan kayu di himpun dan dikirimkan melalui sungai Batang-Hari ke pasar- pasar di luar Jambi terutama Singapura. Selain sebagai jalur yang menyalurkan hasil hutan dari hulu ke hilir sungai Batang-Hari juga memiliki fungsi sebagai jalur transportasi bagi penduduk Jambi yang menghubungkan antara kawasan hilir Jambi ke bagian hulu yang berada di pedalaman Jambi.

2.1. Letak Geografis Jambi.

Sebelum masuknya kekuasaan Belanda ke Jambi, wilayah Jambi merupakan sebuah daerah dengan kekuasaan sultan.Kesultanan Jambi memiliki wilayah yang membentang 350 kilometer dari timur ke barat dan 220 kilometer dari utara ke selatan.21

21 J. Tideman dan P.L.F. Sigar, Djambi (Amsterdam: Koloniaal Instituut,1938),hlm.1.


(56)

104°55’ Bujur Timur.22

Pada sebelah Barat Wilayah Jambi Berbatasan langsung dengan Dataran Tinggi Minangkabau yang terletak di pegunungan Bukit Barisan.

Wilayah Selatan Kesultanan Jambi berbatasan dengan karesidenan Palembang dan Jambi mempunyai hubungan hubungan dengan karesidenan Palembang melalui Bengkulu dan Rawas, pada wilayah Utara Jambi berbatasan dengan kesultanan Indragiri dan sejumlah kerajaan di Minangkabau seperti Siguntur dan Lima Kota.

23

Selain itu batas-batas wilayah kesultanan Jambi terdapat juga dalam Tambo Pada sebelah Timur Jambi dibatasi oleh laut yang membentang dari muara Sungai Tungkal berjarak 100 kilometer di sebelah Timur sampai Tanjung Jabung.Sekitar 60 kilometer ke Selatan sampai sungai Pulau Benung.

24

“Mulai Dari Sialang Belantak Besi, menuju durian takuk rajo, mendaki ke Pematang Lirik dan Besibak, terus ke sekeliling air Bangis, Mendepat ke Sungai Tujuh Selarik, terus ke Sepisak Piasau Hilang, Mendaki Ke Bukit Alunan Babi, meniti Pematang Panjang, Laju Ke Bukit Cindaku, mendepat ke Parit Sembilan, turun ke renah atau pepatah adat Jambi yang menyebutkan batas-batas wilayah kesultanan Jambi, yakni: Dengan menggunakan “Tambo”, wilayah Jambi kemudian dituliskan

22 Yurisa Andika, Pengaruh Terbentuknya Karesidenan Jambi Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi

1906-1942(Skripsi), Yogyakarta: Program studi Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta, 2014. hal. 28.

23Memorie van Overgave,van den Resident Th. A.L. Heyting, 30 September 1910- 26 September 1913,

hlm, 2.

24

Tambo berasal dari bahasa sanskerta, tambay yang artinya bermula.Dalam tradisi masyarakat Minangkabau, tambo merupakan suatu warisan turun-temurun yang disampaikan secara lisan. Tambo atau mata rambo dapat juga bermaksud sejarah, hikayat atau riwayat


(57)

Sungai keteh Menuju Ke Sungai Enggang, terjun ke laut nan sedidis, mendepat ke Pulau Berhalo, Menempuh Sekatak Air Hitam, menuju Ke Bukit Si Guntang-guntang, Mendaki Ke Bukit Tuan, Menempuh Ke Sungai Banyu lincir, Laju Ke Ulu Singkut Bukit Tigo, Mudk ke serintik Hujan, -Paneh, Meniti Ke Bukit Barisan, Turun ke renah Sungai Bantal, Menuju Ke sungai Air dikit, Mendepat ke Hulu Sungai ketun, Mendaki ke bukit Malin Dewo, menuju ke Sungai Ipuh, Mendaki ke Bukit Sitinjau laut, menuju ke Gunung Merapi, mendepat ke Hulu Danau Bentu, menempuh ke Bukit Kaco, meniti pematang lesung tereh, menuju ke Batu angit Batu Kangkung, terus ke teratak Tanjung Pisang, mudik kelipai nan besibak, terus ke siangkak nan bedengkang, ilir ke durian takuk rajo, melayang ke tanjung semalido, disitu tanah beringin duo

batang.25

Wilayah Jambi berada pada cekungan sungai yang memiliki banyak anak sungai, Batang Hari merupakan sungai terpanjang di Sumatra, yang memiliki mata air di Bukit Barisan dan berkelok-kelok sepanjang 800 kilometer.Sungai Batang Hari menjadi tulang punggung bagi masyarakat yang tinggal pada kawasan pinggiran sungai.Anak sungai Batang Hari antara lain Sungai Tembesi, Sungai Merangin, Sungai Asai, Sungai Tabir, Sungai Bungo, Sungai Tebo dan Sungai Jujuhan.Tidak

25Musri Nauli, Marga di Jambi, diakses dari http://www


(58)

kalah penting fungsinya dari anak sungai yang telah disebutkan, terdapat cekungan tangkapan air sendiri di Tungkal yang berbatasan dengan Indragiri.26

Sungai sungai tersebut merupakan urat nadi yang menghubungkan antar wilayah dan dusun- dusun. Letak ibu kota Kesultanan yang bernama Jambi tidak jauh dari tepi sungai dan kawasan ini berada 90 kilometer dari muara sungai Batang Hari. Posisi Jambi yang terletak tidak jauh dari garis Khatulistiwa, menciptakan pemisah yang cukup jelas antara musim Timur dan musim Barat27

Namun keadaan pada bulan Oktober hingga April terjadi musim hujan yang menyebabkan aliran sungai Batang Hari meluap menggenangi tepian hingga beberapa kilometer.Bahkan ketika kapal- kapal bisa melayari sungai, mereka harus melayari sungai dengan pelan.Hingga tahun 1920-an, sebuah kapal uap kincir membutuhkan waktu empat puluh delapan jam untuk menempuh jarak sekitar seratus kilometer antara Jambi dan Muara Tembesi.Ketika akhirnya sebuah jalan raya dibangun pada 1931, perjalanan membutuhkan waktu dua setengah jam.

Hal itu terlihat pada bulan April hingga Oktober terjadi musim kemarau, yang menyebabkan debit air sungai berkurang.Sehingga pada bulan tersebut beberapa jalur air tidak dapat dilayari, dalam kurun waktu tersebut debit air yang rendah juga memutuskan jalur antara Jambi Hulu dan Hilir.

28

26 Elsbeth Locher-Scholten, op.cit.hal. 41 27

G. J. Velds, De Onderwerpring van Djambi in 1901 – 1907, (Batavia: Departement van Oorlog), hlm. 3.


(59)

2.2. Penduduk.

Pada umumnya wilayah Jambi pada tahun 1800 merupakan wilayah yang masih jarang penduduknya.Pada tahun 1852 penduduknya diperkirakan berjumlah 60.000 jiwa.Sensus yang dilakukan pada tahun 1930 menggolongkan Jambi sebagai salah satu wilayah yang paling jarang penduduknya di Sumatra.29 Masyarakat kesultanan Jambi merupakan masyarakat heterogen, secara etnis penduduk asli kesultanan Jambi terdiri dari beberapa kelompok masing- masing dikenal dengan sebutan Orang Melayu Jambi, Suku Kubu, Orang Batin, Orang Penghulu.30

Adapun susunan tata pemerintahan kesultanan Jambi dalam ketentuan adat; Alam nan Berajo, Pemerintahan Bermentri, Rantau Nan Bajenang, Marga nan Bebatin, Kampung nan Bertuo, Dusun nan Berpenghulu, Rumah nan Bertengganai. Artinya : Kerajaan dipimpin oleh Raja, Rantau dipimpin oleh Jenang, Margadipimpin Pemerintahan di pusat kesultanan Jambi dipimpin oleh seorang sultan yang dibantu oleh pangeran ratu.Kedudukan pangeran ratu dapat membantu sultan dengan mengepalai Rapat Dua Belas yang merupakan badan pemerintahan kesultanan.Rapat Dua Belas terdiri dari dua bagian yang terdiri dari, Kerapatan Patih Dalam dan Kerapatan Patih Luar. Masing-masing dikepalai oleh satuorang ketua dan lima orang anggota yang berasal dari keluarga bangsawan.

29

J. Tideman dan P.L.F. Sigar.op,cit. hlm.45.


(60)

oleh Batin, Luhak dipimpin oleh Penghulu, Kampung dipimpin oleh tuo-tuo, dan Rumah dipimpin oleh Tengganai31

Tabel 2.1

Struktur Pemerintahan Kesultanan Jambi

Sumber : Lembaga Adat Provinsi Jambi, Buku Pedoman Adat Jambi, (Jambi: Lembaga Adat Provinsi

Jambi dan Pemerintah Daerah Tingkat I Jambi, 1993), hal.10.

31

Bambang Suwondo, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jambi( Jakarta: depdikbud ,1979), hlm.23.

SULTAN

Kerapatan Pepati Luar Kerapatan

Pepati Dalam

Jenang Batin

Kampung Luhak

Rumah


(61)

Orang Melayu Jambi merupakan kelompok masyarakat yang berada dan tersebar di pinggiran sungai Batang Hari.Hal ini dapat terlihat dari pemukiman Orang Melayu Jambi yang berada di sekitar pusat kesultanan Jambi yang letaknya tidak jauh dari sungai Batang Hari. Golongan yang termasuk dalam Orang Melayu Jambi adalah Keluarga Sultan, kelompok Bangsa XII yang memiliki kedekatan khusus dengan Sultan.

Masyarakat suku Kubu yang juga sering dikenal juga sebagai suku Anak dalam, merupakan kelompok yang nomaden yang berada pada pemukiman yang sukar dicapai di pedalaman Jambi.Suku Kubu ini berada di kawasan Bukit Duabelas, di daerah Tabir, dan Bukit Barisan.32Suku Kubu dipimpin oleh Temenggung dan seorang Depati, hubungan antara suku Kubu dengan Kesultanan Jambi hanya sebatas pemberian upeti kepada jenang kesultanan.Mereka menyerahkan upeti perdagangan dari hasil hutan.33

Orang Batin merupakan imigran-imigran yang lebih dahulu masuk ke Jambi.Para imigran ini bermukim di tepi Batang Tembesi dan Batang Asai dan berbaur dengan penduduk asli.Orang Batin mendiami daerah Sarolangun Bangko, Muara Bungo, dan Muara Tebo.34

32

J. Tideman dan P.L.F. Sigar.op,cit. hlm.71.

33

Ibid. , hlm.61.

34 Yurisa Andika.op,cit. hlm.36.

Dusun –dusun Orang Batin merupakan dusun yang otonom, mereka memilih pemimpinnya sendiri, dan sultan tidak dapat mengintervensi daerah mereka.


(62)

Secara hukum mereka hanya bertanggung jawab pada dewan XII dan tidak kepada sultan.Mereka bertugas sebagai penjaga garis batas daerah dan wajib membayar pajak dan di anggap sebagai orang dalam kesultanan.Pembayaran pajak ini sebagai pengakuan terhadap kekuasaan sultan melalui jenang.

Orang penghulu merupakan imigran yang berasal dari Minangkabau, dan oleh sebab itu mereka masih memiliki hubungan dengan Orang Batin.Orang penghulu bermigrasi ke Jambi untuk mencari emas.35

Meskipun Orang Penghulu bergabung dengan Orang Batin, urusan intern dari Orang penghulu tidak mendapat campur tangan dari Orang Batin. Urusan intern Orang Penghulu tetap ditangani oleh kepala-kepala Orang Penghulu sendiri. Sedangkan dalam hukum kemasyarakatan orang penghulu mengikuti hukum yang berlaku di warga Orang Batin.

Selain itu Orang penghulu yang bermukim di Limun dan Batang Asai bertugas sebagai penjaga batas dengan Bengkulu dan Palembang.Sedangkan Orang penghulu yang bermukim di kawasan Ulu Tebo dan Bungo sebagai penjaga batas dengan Sumatra Barat.

36

35

Ibid.

36Ibid.,hal.38

Selain penduduk lokal yang telah lama berada di Jambi, banyak juga pendatang yang datang dan menetap sebagai penyadap karet di Marga Sabak.Pendatang-pendatang tersebut berasal dari berbagai tempat dan suku seperti, Palembang, Banjar, Bugis, Jawa, dan Singkep.


(63)

2.3. Perdagangan Komoditi Lokal Jambi

Walaupun tanah di Jambi tidak benar-benar subur, pertanian merupakan mata pencaharian terpenting kedua setelah perikanan.Didataran rendah padi ditanam di ladang yang dibuka dengan membabat dan membakar hutan, sedangkan daerah yang lebih subur seperti pada daerah Tembesi dan Tebo penanaman padi dilakukan di sawah.Hasil produksi padi yang berlimpah terkadang dikirim ke dataran rendah.

Seperti halnya daerah-daerah Melayu, perdagangan mendatangkan kemakmuran, hasil hutan menjadi sebuah komoditi yang sangat berharga seperti kayu seperti kayu bulian, kayu meranti, kayu ramelang, kayu sepang, kayu lambato, damar, bambu,selain kayu hasil hutan lainnya adalah getah tanaman yakni, getah jaruang, getah balam, getah sundih, getah manau.Selain itu warga Jambi juga melakukan perburuan terhadap hewan, hasil dari hewan buruan seperti rusa yang diambil tanduknya, gajah diambil gadingnya, lebah diambil sarangnya, dan badak diambil culanya.Hasil hutan ini dihimpun dan diangkut melalui sungai Batang Hari ke pasar-pasar di luar Jambi seperti Singapura, komoditas yang dihasilkan tersebut kemudian ditukarkan dengan barang barang seperti katun, tembikar, garam dan perkakas dari besi.37

Secara geografis Jambi dibagi menjadi kawasan ulu dan ilir.Dataran tinggi dianggap berawal di Muara Tembesi, sangat penting dari segi perekonomian bagi dataran rendah, hal ini karena kawasan dataran tinggi sebagai pemasok barang-barang ekspor, terutama hasil hutan, lada, emas dan tenaga kerja.Hubungan yang terjadi


(64)

antara hulu dan hilir dihubungkan melalui jalur sungai yang menghubungkan antara wilayah yang berada di pedalaman menuju ke bagian pesisir.

Perdagangan yang terjadi di Jambi tidak terlepas dari keberadaan jalur sungai yang menghubungkan antar wilayah, sehingga hasil-hasil hutan maupun hasil kebun warga Jambi dapat disalurkan.Keberadaan sungai Batang Hari yang memiliki fungsi yang sangat penting bagi penyaluran komoditas lokal dan juga sebagai jalur transportasi yang menghubungkan setiap wilayah yang ada di Jambi.Sehingga hubungan antara wilayah pedalaman dan pesisir dapat terlihat melalui perdagangan yang terjadi di sepanjang kawasan sungai Batang Hari.

Salah satu komoditi utama ekspor dari Jambi pada masa kesultanan yakni lada, penjualan lada keluar dari Jambi melalui campur tangan dari bangsawan kesultanan yang menjadi agen untuk mendapatkan lada dari hulu sekaligus menjual tekstil yang didapatkan dari para pedagang Inggris dan pedagang Belanda. Para bangsawan kesultanan mendirikan pos di sepanjang aliran sungai dan membeli lada langsung dari rakyat dengan harga murah, dari kegiatan yang dilakukan ini diperkirakan keluarga kesultanan mendapatkan keuntungan yang besar sekitar 30% sampai 35% dari lada yang mereka kumpulkan.38

Tidak hanya tanaman yang telah disebutkan saja yang ditanam, tanaman ekspor lainnya yang laku dipasaran Internasional, seperti pohon kelapa yang banyak tumbuh di daerah pesisir, yang menjadi daerah penghasil kelapa yang cukup penting

38

Lindayanti,Junaidi T. Noor dan Ujang Harjadi, Jambi dalam Sejarah 1500- 1942,(Jambi: Jambi Heritage,2013),hlm.68.


(65)

adalah Muara Sabak, hasil utama dari kelapa yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi adalah kopra.

Pada tahun 1934 ada perluasan tanaman kelapa hingga 5000 ha, yang tertanam di taksir sampai 900.000 batang.Penanaman kelapa ini didasarkan oleh harga kelapa yang stabil di pasaran.Hal ini karena permintaan kopra cukup tinggi. Untuk menghasilkan kopra para petani melakukan penjemuran diatas api selama 7 sampai 8 jam, kualitas terbaik adalah kopra yang dikeringkan dengan matahari namun tidak ada perbedaan harga di antara keduanya. Pada umunya perdagangan kopra hanya diperuntukkan untuk ekspor ke luar negeri, sedangkan buahnya untuk dalam negeri.Perdagangan kopra selalu berada di tangan orang-orang Cina, untuk di ekspor ke Singapura.39

Peran sungai Batang Hari menjadi roda penggerak perekonomian Jambi sejak masa Kesultanan yang menyalurkan hasil komoditi lokal menuju ke singapura dan menjadi jalur transportasi yang menghubungkan antara hulu dan hilir juga sebaliknya.Setelah masuknya Belanda ke Jambi, sungai Batang Hari memiliki fungsi dalam menyalurkan hasil karet yang ada di kawasan hulu ke hilir.Sehingga perdagangan yang ada di Jambi tidak bisa lepas dari keberadaan sungai Batang Hari.

Beragam hasil hutan maupun hasil kebun warga Jambi yang disalurkan dan diperdagangkan melalui jalur sungai Batang hari dapat dilihat pada tabel Ekspor dari komoditas penting dari Jambi dapat di lihat pada daftar berikut ini.


(66)

Tabel 2.2.

Komoditas ekspor beberapa hasil penting dari Jambi tahun 1932- 1936

Sumber: koninklijke Vereeniging koloniaal instituut Amsterdam ,Djambi. hal.315. HASIL

1932 1933 1934 1935 1936

Berat bruto

Nilai Berat bruto

Nilai Berat bruto

Nilai Berat bruto

Nilai Berat bruto

Nilai

kg gulden kg gulden kg gulden kg gulden kg gulden

Jelutung, liar Lembaran Olahanpabrik dengan pajak ekspor Kering Slab basah Buah pinang Beras Sayuran Damar Kayu hutan Kopra Rotan

- - 101.217 9.947 39.116 3.176 66.508 6.609 269.062 27.460 29.961 3.414 68.286 10.991 94.433 24.105 16.514 6.496 20.708 8.337

715.468 67542 327.466 42.275 2.568.576 452.608 4.550.133 470.679 7.737.978 703.037

11.776 1.502 11.057 1.221 223.839 19.613 8.597.559 894.890 18.132.069 1.626.926 24.188.332 1.288.978 34.118.943 2.199.257 31.569.762 3.526.390 9.715.573 790.506 535.704 43.818

11.828 2.855 21.652 5.289 15.525 3.671 79.858 11.254 167.171 24.941

920.973 9.0227 444.096 29.084 - - - -

778.262 37.970 621.720 19.672 472.630 8.913 641.746 11.916 - - 14.440 8.680 21.782 14.862 6.293 3.921 15.097 9.580 - - 21.000 1074 871000 6.661 11.559.954 57.960 8.499.620 36.616 - - 75.353.730 649.405 10.868.648 835.019 11.614.905 454.766 14.328.376 800.991 18.199.704 1.422.371


(67)

2.4. Masuknya Pengaruh Belanda ke Jambi

Semakin melemahnya kekuasaan Kesultanan Jambi pada masa sultan bayangan menyebabkan Belanda semakin menekan secara terus menerus ke pada Kesultanan Jambi.Jatuhnya kesultanan Jambi ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda di tandai oleh menyerahnya Pangeran Ratu Sultan Ahmad Zainuddin dan inilah menjadi awal pemerintah Hindia Belanda menguasai Jambi.

Langkah awal penguasaan pemerintah Hindia Belanda atas Jambi, pemerintah Belanda mulai mengatur pemerintahan Jambi dengan menjalankan peraturan sementara.Setelah tunduknya kesultanan Jambi pemerintah Belanda secara resmi menggabungkan wilayah Jambi dengan Karesidenan Palembang sebagai Afdeeling.

Kebijakan ini tertera dalam Keputusan Pemerintah Hindia Belanda (Gouvenements-Besluit) 11 Agustus 1903 No. 23 yang diubah dengan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda (Gouvenements-Besluit) 1904 No. 3.40

Pembentukan pemerintahan Karesidenan Jambi pada tahun 1906

Dengan demikian Jambi mulai menjalankan pemerintahan dibawah pemerintahan Karesidenan Palembang.

41

40 G. J. Velds, De Onderwerpring van Djambi in 1901 – 1907, (Batavia: Departement van

Oorlog), hlm. 109.

41

Staatsblad van Nederlandsch Indie, 1906, No. 187. Baca Juga Bataviaasch nieusblad” De toestand in Djambi”.tanggal 18 Mei 1906, lembar ke-5.

, membuat pemerintahan Belanda harus merombak ulang sistem pemerintahan di wilayah Jambi yang sebelumnya disatukan dengan Karesidenan Palembang.Sistem pemerintahan yang di terapkan oleh pemerintah Belanda mengikuti sistem pemerintahan di wilayah


(68)

kekuasaan Belanda lainnya.Pemerintahan Karesidenan dipimpin oleh seorang residen .O.L. Helfrich.

Pada awal kepemimpinannya Residen O.L. Helfrich mulai menata ulang sistem pemerintahan yang ada di Jambi. Hal ini merupakan tuntutan pemerintah Belanda untuk menjalankan sistem pemerintahan modern kedalam pemerintahan Jambi. Dalam menjalankan pemerintahannya residen di bantu oleh pemerintahan daerah atau afdeeling yang dibentuk melalui pembagian wilayah.

Berdasarkan pembagian wilayahnya, Karesidenan Jambi di bagi menjadi 5 afdeeling.42

Masuknya Belanda ke Jambi memberikan dampak terhadap pembagian wilayah menjadi berdasarkan marga marga.

Masing-masing afdeeling diberikan seorang kontrolir yang bertanggung jkawab atas afdeelingnya.Afdeeling-afdeeling yang ada kemudian dibagi menjadi beberapa distrik yang dikepalai oleh Demang. Distrik-distrik yang ada di bagi menjadi onderdistrik yang dikepalai oleh Asisten Demang, kemudian Asisten Demang dibantu oleh Pasirah atau Kepala Adat dan yang terakhir adalah Penghulu yang mengepalai sebuah kampung.

43

42

Staatsblad van Nederlandsch Indie, 1906, No. 261.

43

Istilah Marga Berasal dari Palembang dengan Maksud hukum adat.Marga yang dimaksud merupakan pembagian wilayah berdasarkan distrik adat. Baca Bambang Suwondo, op.cit., hlm 46.

Dengan penentuan batas-batas daerah masing-masing. Setiap marga dipimpin oleh seorang kepala marga atas dasar pemilihan.Demikian pula, kepala-kepala kampung ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan.


(69)

Berdasarkan peta Schetkaart Resindentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun 1910, maka daerah-daerah di Jambi telah dibagi berdasarkan Margo.Seperti Margo Batin Pengambang, Margo Batang Asai, Cerminan Nan Gedang, Datoek Nan Tigo. Sedangkan di Merangin dikenal Luak XVI yang terdiri dari Margo Serampas, Margo Sungai Tenang, Margo Peratin Tuo, Margo Tiang Pumpung, Margo Renah Pembarap dan Margo Sanggrahan.

Sedangkan Di Tebo dikenal dengan Margo Sumay. Batang Hari Margo Petajin Ulu, Margo Petajin Ilir, Margo Marosebo, Kembang Paseban. Sedangkan di Muara Jambi dikenal Margo Koempeh Ilir dan Koempeh Ulu, Jambi Kecil.Di Tanjabbar dikenal dengan Margo Toengkal ilir, Toengkar Ulu.Dan di Tanjabtim dikenal Margo Berbak, Margo Dendang Sabak.

Selain Margo juga dikenal Batin. Seperti Batin Batin II, III Hoeloe (Hulu), Batin IV, Batin V, Batin VII, Batin IX Hilir, Batin VIII dan Batin XIV.

Setiap Margo atau batin mempunyai pusat pemerintahan.Misalnya pusat pemerintah Margo Batin Pengambang di Moeratalang, Margo Serampas di Tanjung Kasri, Sungai Tenang di Jangkat, Peratin Tuo di Dusun Tuo, Sanggrahan di Lubuk Beringin, Sumay di Teluk Singkawang.


(70)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Jambi merupakan sebuah wilayah kesultanan sejak tahun 1615 -1906. Wilayahnya tercatat membentang 350 kilometer dari Timur ke Barat dan 220 kilometer dari Utara ke Selatan.1 Jambi memiliki posisi yang sangat strategis yakni di cekungan sebuah sungai yang memiliki banyak anak sungai, Batang Hari merupakan sungai utama yang ada di wilayah Kesultanan Jambi.2

Sungai Batang Hari berhulu di Pegunungan Bukit Barisan dan bermuara di Selat Berhala. Sungai Batang Hari merupakan sungai yang memiliki kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) terbesardi Sumatera yang berkelok kelok menyusuri wilayah sepanjang 800 kilometer. Sungai yang menjadi anak sungai Batang Hari terdiri dari Batang Asai,Batang Tembesi, Batang Merangin, Batang Tabir, Batang Tebo, Batang Sumay, Batang Bungo, dan Batang Suliti.

Sungai sungai inilah yang memiliki fungsi vital dalam menghubungkan kawasan ulu dan ilir. Sungai Batang Hari menjadi urat nadi utama transportasi yang menghubungkan antar wilayah yang ada di kawasan Kesultanan Jambi.

1

Elsbeth Locher-Scholten, Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial: Hubungan Jambi-Batavia (1830-1907) dan Bangkitnya Imperialisme Belanda, terj. Noor Cholis, (Jakarta: KITLV dan Banana, 2008). hal 39

2Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari merupakan DAS terbesar kedua di

Indonesia,mencakup luas areal tangkapan (catchment area) ± 4.9 juta Ha.Sekitar 76 % DAS Batang Hari berada pada provinsi Jambi, sisanya berada pada provinsi Sumatera Barat. DAS Batang Hari juga berasal dan berada di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Di landscape TNKS terdapat Margo Batin Pengambang dan Margo Sungai Tenang. Sedangkan di Landscape TNBD terdapat Margo Sumay.Sungai Batang Hari merupakan muara dari sembilan hulu anak sungai.


(71)

Sungai Batang Hari memiliki fungsi yang vital dalam hubungan perdagangan dari Jambi ke Selat Malaka, hal ini telah mendatangkan keuntungan bagi penduduk lokal. Hasil hutan seperti damar, karet, rotan dan kayu dihimpun dan dikirimkan melalui sungai Batang Hari ke pasar pasar di luar Jambi utamanya ke Singapura setelah tahun 1819.3 Melalui sungai hasil bumi yang terdapat di hulu di bawa ke hilir untuk di perdagangkan dan di ekspor ke luar terutama Singapura dan Penang.4 Peran sungai selain sebagai jalur perdagangan, juga berguna sebagai jalur untuk menjangkau ke pedalaman. Pada awal sebelum di bangunnya jalan raya, masyarakat melakukan perdagangan melalui sungai. Hal inilah yang menyebabkan transportasi utama masyarakat pada saat itu adalah melalui jalur sungai.5

Pada umumnya sungai- sungai yang berada di Kawasan Jambi merupakan sarana transportasi yang amat penting karena memiliki kedalaman yang dapat dilayari oleh kapal berukuran 5 sampai 1000 ton bobot mati. Pentingnya sungai dalam kehidupan masyarakat Jambi dapat dilihat dari pemukiman-pemukiman di wilayah Jambi yang berada disepanjang jalur sungai.6

Masuknya pengaruh Belanda ke wilayah Kesultanan Jambi mulai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Fachrudin yakni pada tahun 1833, ketika Sultan meminta bantuan kepada Belanda untuk mengusir bajak laut yangmenguasai kawasan

3Elsbeth Locher-Scholten, op.cit., hal. 41. 4

Bambang Triatmodjo, Pelabuhan, Jakarta : Beta Offset, 1992, hlm.7.

5 Edi sumarno, Mundurnya Kota Pelabuhan Tradisional di Sumatera Timur Pada Priode

Kolonia, dalam Buletin Historisme Edisi No 22 ( Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara,2006) hlm. 2.

6

Resosudarmo, (ed.),Geografi Budaya Daerah Jambi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hal. 19.


(1)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Struktur Pemerintahan Kesultanan Jambi...…….. 20 Tabel2.2. Komoditas ekspor beberapa hasil penting Jambi tahun 1932- 1936 26 Tabel 3.1. Jumlah Pohon Karet di Karesidenan Jambi 1907-1912…………... 33 Tabel 3.2. Jumlah Pohon Karet Rakyat di Beberapa Distrik Karesidenan Jambi tahun

1924………. 35

Tabel 3.3. Perkiraan Pendapatan penyadap pertahun dengan 400 pohon karet yang disadap... …... 37 Tabel.3.4. Jumlah Ekspor Karet Rakyat pada tahun 1927-1935... 38 Tabel.3.5. Perbandingan daerah-daerah penghasil karet pada tahun 1936……. 44 Tabel.3.6. Ekspor karet dari Jambi pada tahun 1918-1940………. 46 Tabel 3.7. Armada Dagang di Perairan Pedalaman Jambi Tahun 1923………. 52 Tabel.4.1. Angka Jamaah Haji Jambi Pada Tahun 1926-1935………... 57 Tabel 4.2. Jumlah Beras Impor dari Singapura……….. 58


(2)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rumah pengasapan yang ada di distrik Jambi... 42

Gambar 2. Hekwieler (kapal beroda) di Batang Hari ke Jambi... 48

Gambar 3. Rumah Dagang Moluksche Handel Vennootscap………... 53

Gambar 4. Jalan di Jambi sekitar tahun 1920……… 64


(3)

ix

UKURAN BERAT DAN LUAS

1 ton = 1000 Kilogram (Kg.)

1 kilogram = 2,2046 Pon

1 pikul = 61,761 Kg.

1 pikul = 100 Kati

1 kati = 617,613 gram (gr.)

1 km² = 1.000.000 m²

1 ha = 1,4091 bau = 2,4771 are


(4)

GLOSSARY

Afdeeling :Wilayah pemerintahan yang merupakan bagian dari keresidenan

atau provinsi dan dikepalai oleh seorang asisten residen. Batin : Mengepalai beberapa dusun atau kampung

Controleur: Pejabat pemerintah yang mengepalai wilayah onderafdeeling Demang :Kepala distrik, setingkat kewedanan.

Distrik :Daerah bagian dari kabupaten yang pemerintahanya dipimpin oleh demang.

Ficus elastica:Jenis karet lokal yang banyak tumbuh di hutan-hutan Asia Tenggara pada ketinggian 600 meter.

Hevea Brasiliensis:Jenis karet yang berasal dari Brasil, dengan ciri-ciri tinggi bisamencapai 25 meter.

Jenang :Orang dari keluarga keratin yang ditunjuk oleh sultan sebagai koordinator pemerintahan rantau.

Karet Rakyat :Karet yang dihasilkan dari pertanian yang dilakukan oleh

penduduk. Dalam bahasa Belada disebut bevolkingsrubber, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut nativerubber

Kontrolir :Kepala afdeeling, setingkat bupati.

Lateks:Getah yang dihasilkan oleh pohon karet baik ficus maupun hevea, berwarna putih susu.


(5)

xi

Memorie van-Overgave :Sering disingkat dengan MvO, merupakan laporan serah terima jabatan dari seorang pejabat yang mengakhiri masa tugas.

Onderafdeeling:Wilayah pemerintahan di bawah afdeeling yang dikepalai oleh seorang controleur.

Pasirah : Kepala adat.

Penghulu : Mengepalai daerah luhak. Rantau : Kumpulan dari beberapa Batin. Residen:Kepala wilayah suatu keresidenan.

Restriksi:Berarti pembatasan produksi atau ekspor yang biasa ditujukan untuk menstabilkan harga.

Restriksi Cukai

Ekspor Khusus:Pembatasan produksi dan ekspor karet dengan cara menaikkan bea ekspor seiring dengan fluktuasi harga.

Restriksi Individu: Pembatasan produksi karet dengan cara menetapkan jumlah maskimal produksi per petani berdasarkan perkalian jumlah pohon yang bisa disadap, dan rata-rata karet kering yang bisa dihasilkan per tahun.

Scrap :Jenis bahan olah karet yang dihasilkan dari produk sisa.

Slab :Jenisbahan olahan karet yang dibekukan dengan menggunakan

koagulan, seperti tawas, asam cuka, asam semut.

Smoke – sheet: Jenis bahan olahan karet yang diolah dari slab yang digiling dankikeringkan melalui proses pengasapan, sehingga disebut juga dengan sit angin.


(6)

Stevenson’s Scheme: Suatu kebijakan yang dilakukan secara sepihak oleh produsen karet dari koloni-koloni Inggris untuk mengurangi produksi agar harga karet membaik. Aturan ini dipelopori Stevenson dan diberlakukan selama tahun 1922 – 1928.