dipikirkan guna mendorong perusahaan agar lebih giat lagi menjalankan tanggung jawab sosialnya.”
16
Perusahaan seringkali lupa akan fungsinya. Seharusnya, perusahaan selain berfungsi sebagai organisasi bisnis sekaligus juga berfungsi sebagai organisasi
sosial. Perusahaan yang hanya berorientasi bisnis akan menghadapi tantangan karena baik secara langsung ataupun tidak langsung harus berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya mulai dari input, proses hingga output. Aktivitas unit usaha tidak dapat terlepas dari lingkungan sosialnya. Perusahaan menggunakan sumber
daya alam sebagai bahan untuk menghasilkan barang atau jasa dan menggunakan sumber daya manusia sebagai motor penggerak aktivitasnya. Keterbukaan ini
mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya dampak perusahaan pada kondisi sosial dan lingkungannya. Pihak-pihak yang mempunyai kepentingan
terhadap perusahaan mulai menekan perusahaan untuk mulai melaksanakan kewajiban sosial dan lingkungannya.
2.1.5. Corporate Social Responsibility CSR dan Masyarakat
17
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa model implementasi CSR perusahaan di Indonesia mencakup hal-hal berikut ini
18
1. Bantuan sosial meliputi: bakti sosial, pengadaan sarana kesehatan, rumah
ibadah, jalan dan sarana umum lainnya, penanggulangan bencana alam, pengentasan kemiskinan dan pembinaan masyarakat.
:
16
Ibid. hal. 14-15.
17
David Sukardi Kodrat, Manajemen Strategi, Membangun Keunggulan Bersaing Era Global di Indonesia Berbasis Kewirausahaan, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009, hal. 259.
18
Ibid. hal. 264-265.
23
2. Pendidikan dan pengembangan meliputi: pengadaan sarana pendidikan dan
pelatihan, melaksanakan pelatihan dan memberikan program beasiswa kepada anak-anak usia sekolah.
3. Ekonomi meliputi: mengadakan program kemitraan, memberikan dana atau
pinjaman lunak untuk pengembangan usaha dan memberdayakan masyarakat sekitar.
4. Lingkungan meliputi: pengelolaan lingkungan, penanganan limbah, dan
melestarikan alam dan keanekaragaman hayati. 5.
Konsumen meliputi: perbaikan produk secara berkesinambungan, pelayanan
bebas pulsa dan menjamin ketersediaan produk. 6.
Karyawan meliputi: program jaminan hari tua, keselamatan dan kesehatan
kerja K3 dan program renumerasi yang baik.
2.1.6. Corporate Social Responsibility CSR dan Pemerintah
Badan Usaha Milik Negara BUMN sebagai satu bentuk perusahaan yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan, memiliki peran sebagai pelopor danatau perintis di sektor-sektor usaha yang belum diminati oleh swasta dalam upaya mewujudkan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Di samping itu, BUMN juga memiliki peran yang strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan
swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk
berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi. Hal-hal tersebut diatas diuraikan secara eksplisit dalam Penjelasan Umum dari Undang-undang RI No.19
24
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang telah disahkan pada tanggal 19 Juni 2003.
Sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen, dan hasil privatisasi, tentunya BUMN akan
berperilaku pula sebagai layaknya perusahaan pada umumnya yang juga berorientasi pada pencapaian keuntungan atau laba. BUMN perlu menumbuhkan
budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik good corporate governance.
Dilihat dari regulasi yang berlaku di Indonesia, saat ini sudah terdapat beberapa regulasi yang dapat dijadikan acuan pelaksanaan CSR antara lain ; UUD
Pasal 33 UUD 1945, Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroaan Terbatas, serta Peraturan Menteri BUMN No. Per-05MBU2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan
Program Bina Lingkungan. Peran dan tanggung jawab dari BUMN sebagai korporasi dijabarkan lebih
lanjut dalam Undang-undang RI No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang telah disahkan pada tanggal 20 Juli 2007. Pasal 74 UU RI No. 40 Tahun
2007 menyebutkan bahwa: 1
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
25
2 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1 merupakan kewajiban perseroan yang
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran.
3 Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 74 UU RI No. 40 Tahun 2007 tersebut tidak hanya melahirkan bias dan kerancuan atas sikap pemerintah terhadap kepedulian dan kontribusi BUMN
sebagai korporasi dengan masyarakat sekitar, namun juga menimbulkan sikap kontra dan protes atas ketentuan pasal tersebut. Pasal tersebut sungguh-sungguh
menunjukkan suatu sikap yang diskriminatif dari pemerintah sendiri, yakni dengan melakukan polarisasi perseroan termasuk didalamnya BUMN sebagai
korporasi berdasarkan ruang gerak dan bidang usahanya. Ketegasan perintah yang tercermin pada kata ‘wajib’ dalam kalimat yang dipergunakan oleh pasal
tersebut, ternyata membebaskan bagi perseroan yang lainnya sehingga tidak memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tanggung jawab sosial dan
lingkungan hanya diwajibkan bagi perseroan termasuk didalamnya BUMN sebagai korporasi yang kegiatan usahanya dibidang danatau berkaitan dengan
sumber daya alam, sedangkan perseroan yang tidak terkait dengan sumber daya alam bebas dari kewajiban tersebut.
Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara, sebagai lembaga pemerintah yang menaungi dan mengayomi institusi BUMN, turut
menindaklanjuti Pasal 88 UU RI No. 19 Tahun 2003 tersebut dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per-
05MBU2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan disingkat ‘PKBL’ yang telah mulai
26
diberlakukan untuk tahun buku 2007 dan ditetapkan pada tanggal 27 April 2007. Peraturan ini menggantikan peraturan sejenis terdahulu yakni Keputusan Menteri
Badan Usaha Milik Negara No. Kep-236MBU2003 tanggal 17 Juni 2003. Dengan peraturan tersebut, pemerintah cq. Kementerian Negara BUMN
menjabarkan peran dan partisipasi BUMN kedalam 2 program, yakni : Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan. Pasal 2 ayat 1 Permen.BUMN
tersebut menegaskan bahwa Persero dan Perum wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan dengan memenuhi ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam Peraturan ini. Berdasarkan Pasal 1 Angka 5 Permen.BUMN tersebut, yang dimaksud dengan Program Kemitraan dengan usaha kecil adalah
program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan Angka 6
dari pasal tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh
BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Pelaksana dari kedua program tersebut adalah unit organisasi khusus yang
merupakan bagian dari organisasi BUMN yang berada dibawah pengawasan seorang direksi Angka 16 Pasal 1 jo. Pasal 5 huruf a. Sumber dana yang dapat
dipergunakan oleh BUMN guna melaksanakan kedua program tersebut diatas berasal dari: penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2, jasa
administrasi pinjamanmarjinbagi hasil, bunga deposito danatau jasa giro dari dana sisa program tersebut pada tahun-tahun sebelumnya, atau pelimpahan dana
program dari BUMN lain vide Pasal 9.
27
Adapun yang dimaksud dengan usaha kecil menurut Pasal 3 Peraturan Menteri BUMN No. Per-05MBU2007 tentang Program Kemitraan BUMN
dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan ini adalah pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta
rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau pengusaha yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu
milyar. Kedua jenis pengusaha yang masuk kategori usaha kecil tersebut diatas masih harus memenuhi ketentuan tambahan lebih lanjut sesuai Permen.BUMN
tersebut, yakni : pengusaha tersebut berkewarganegaraan Indonesia, berusaha secara mandiri berdiri sendiri yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimilikidikuasai baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, usaha tersebut memiliki potensi dan
prospek usaha untuk dikembangkan serta telah berjalan minimal 1 satu tahun, serta belum memenuhi persyaratan perbankan non bankable.
Program Kemitraan yang dilakukan oleh BUMN, sesuai dengan Pasal 11 ayat 1 Permen.BUMN tersebut, diberikan dalam bentuk: pinjaman untuk
membiayai modal kerja danatau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan, dan pinjaman khusus untuk membiayai
kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha mitra binaan yang bersifat pinjaman tambahan dan berjangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan
usaha Mitra Binaan. Sedangkan Program Bina Lingkungan, sesuai dengan Pasal 11 ayat 2 huruf e Permen.BUMN tersebut, diberikan dalam bentuk bantuan-
bantuan untuk korban bencana alam, pendidikan danatau pelatihan, peningkatan
28
kesehatan, pengembangan sarana dan prasarana umum, sarana ibadah, atau pelestarian alam.
Dalam berbagai peraturan yang ada, pada dasarnya dalam peraturan tersebut telah tersirat berbagai upaya yang harus dilakukan baik oleh pemerintah maupun
korporasi untuk melakukan pengembangan masyarakat dan lingkungan, baik pada aspek sosial, pendidikan, ekonomi, kesehatan maupun lingkungan. Namun
menurut pengamatan yang dilakukan oleh peneliti belum terdapat suatu peraturan daerah yang khusus menangani tentang masalah pengelolaan CSR ini, selama ini
pengelolaan CSR masih diatur oleh pemerintah pusat, padahal saat ini Indonesia telah berada dan menjalankan otonomi daerah. Seharusnya setiap daerah
mempunyai suatu peraturan daerah yang khusus menangani CSR ini agar dapat disesuaikan dengan kondisi daerah dan lingkungan setempat.
2.2. Pengertian dan Kriteria Usaha Kecil dan Menengah UKM