Keterbatasan Self-Esteem SELF-ESTEEM 1. Definisi Self-Esteem

keingintahuan, aspirasi, dan passion. Seseorang yang memiliki determinasi diri juga merasa bahwa dirinya berharga. Self-esteem sudah melekat padanya tanpa harus memenuhi harapan-harapan yang berasal dari luar dirinya. Oleh karena itu, individu dengan true self-esteem tidak mendasarkan self-esteem-nya pada faktor-faktor eksternal, kesuksesan material, dan penerimaan orang lain. Tidak semua perilaku yang didasarkan pada keinginan seseorang intensi merupakan cerminan dari determinasi diri. Banyak pula intensi yang muncul karena adanya tekanan, paksaan, atau kontrol yang bersumber dari faktor-faktor di luar diri individu. Individu yang perilakunya cenderung digerakkan oleh faktor-faktor eksternal inilah yang disebut memiliki contingent self-esteem. Contingent self-esteem merujuk pada self-esteem yang bergantung pada sejauh mana seseorang dapat memenuhi standar atau harapan-harapan yang diberikan padanya. Dengan demikian, self-esteem merupakan fungsi dari pencapaian faktor-faktor ekstrinsik, misalnya penerimaan dari orang lain, popularitas, tampilan diri yang menarik, atau uang. 3. Perkembangan Contingent Self-Esteem Munculnya self-esteem yang cenderung bersifat kontingen dapat bermula sejak masa kanak-kanak Deci Ryan, 1995. Jika sejak kecil orangtua, guru, dan significant others lainnya sudah menitikberatkan pada pencapaian hasil-hasil tertentu pada anak, maka ia akan menangkap bahwa kasih sayang, perhatian, dan dukungan akan didapatkan jika berhasil mencapai hasil-hasil tertentu yang diinginkan orang lain terhadapnya. Misalnya, anak akan merasa disayangi ketika ia pintar, cerdas, atau menarik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang membuktikan bahwa anak dengan contingent self- esteem merasa bahwa ketika dirinya gagal, orangtuanya tidak menyanginya, dan jika mereka berhasil mencapai sesuatu, orangtuanya kembali menyayanginya Assor et al., 2004, dalam Kernis, 2006. Sebaliknya, true self-esteem akan berkembang jika anak mendapatkan dukungan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan perhatian tanpa syarat kepada anak, mendukung kemandirian anak, dan memfasilitasi pengembangan kompetensi anak. Penelitian yang dilakukan oleh Kasser, Ryan, Zax, dan Sameroff 1995, dalam Kernis 2006 juga menunjukkan hal yang sama. Mereka menemukan bahwa anak yang ibunya selalu memberikan perhatian tanpa syarat dan mendukung kemandiriannya akan tumbuh menjadi remaja yang kurang materialistik dan memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik. Deci dan Ryan 1995 menyimpulkan bahwa sejauh mana seseorang mengembangkan true self-esteem atau contingent self-esteem bergantung pada dua hal. Pertama, keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya berupa otonomi, kompetensi, dan keterikatan. Jika individu sejak kecil mampu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, maka ia akan cenderung merasa aman dengan dirinya dan merasa bahwa dirinya memang berharga, sehingga self-esteem-nya cenderung stabil. Kedua, sejauh mana lingkungan sosial individu mendukung usahanya untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya. Apabila sejak kecil lingkungan sosial anak mendukungnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, maka anak cenderung akan memiliki self-esteem yang stabil dan dapat berfungsi secara otentik dan memiliki kesehatan psikologis yang baik. Dengan demikian, jika kedua hal ini dapat berinteraksi dengan baik dan saling mendukung, maka seseorang akan cenderung untuk mengembangkan true self- esteem.

4. Dampak Contingent Self-Esteem

Semakin tinggi tingkat contingent self-esteem, maka harga diri individu akan semakin tergantung pada pencapaiannya dan bagaimana orang lain memandang dirinya. Mereka berusaha secara terus menerus untuk mencapai suatu standar tertentu untuk memvalidasi keberhargaan dirinya. Bagi individu yang memiliki true self-esteem, uang dan popularitas tidak begitu penting dan bukan merupakan sumber self-esteem-nya. Mereka memiliki aspirasi dan tujuan, serta bekerja keras untuk mencapai aspirasi dan tujuan yang dimiliki. Jika tujuannya tercapai, maka mereka akan merasa senang. Sebaliknya, jika gagal mencapai tujuan, maka mereka juga akan merasa sedih dan kecewa. Perbedaannya, individu dengan true self-esteem tetap merasa dirinya berharga meskipun mengalami kegagalan dan tidak menjadi pribadi yang cenderung narsis ketika telah mencapai kesuksesan.