Uji Hipotesis ANALISIS DATA 1. Uji Asumsi
membuktikan bahwa presentasi diri seksual online dilakukan untuk membuat pasangan yang potensial tertarik pada remaja Cooper et al., 2016. Hal ini
dilakukan dengan mencapai standar sexual attractiveness, yaitu dengan tampil seksi. Dengan kata lain, presentasi diri seksual online dilakukan remaja agar
terlihat menarik sehingga ia diterima oleh lawan jenis yang dianggap potensial menjadi pasangan.
Jika dicermati, eksplorasi seksual, norma teman sebaya, tekanan dari teman sebaya, dan norma subjektif sebagai prediktor perilaku presentasi diri
seksual online mengindikasikan adanya kebutuhan untuk mencapai standarnorma atau ekspektasi-ekspetasi teman sebaya. Individu berupaya
mencapai standar dan ekspektasi tersebut agar mendapatkan penerimaan dari orang lain sehingga dirinya merasa berharga. Dengan demikian, kemungkinan
self-esteem individu yang melakukan presentasi diri seksual online cenderung bersifat kontingen. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian ini yang
menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem.
Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa hubungan yang ditemukan antara presentasi diri seksual online dan contingent sefl-esteem cenderung
lemah. Hal ini makin dipertegas dengan nilai r sebesar 0,218. Jika dihitung koefisien determinasinya, maka didapatkan nilai 0,047. Hal ini berarti,
contingent self-esteem hanya menjelaskan 4,7 variasi skor presentasi diri seksual online. Kecilnya koefisien determinasi ini dapat disebabkan oleh
faktor-faktor lain yang lebih berkontribusi pada munculnya presentasi diri seksual online.
Sebagai analisis tambahan, peneliti ingin melakukan analisis korelasi antara presentasi diri seksual dan self-esteem. Namun, data-data tersebut
melanggar uji asumsi linearitas sehingga tidak dapat dilanjutkan. Pelanggaran atas uji linearitas mengindikasikan bahwa hubungan antara presentasi diri
seksual online dan self-esteem tidak terjadi secara linear. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh sifat heterogenitas self-esteem.
Penelitian-penelitian menemukan bahwa memiliki self-esteem yang rendah terkait dengan perilaku-perilaku yang negatif Mruk, 2006. Sebaliknya,
self-esteem yang tinggi terkait dengan perilaku-perilaku yang positif, seperti resiliensi seseorang terhadap stress dan kecemasan. Namun demikian,
penelitian-penelitian yang lebih mutakhir membuktikan bahwa self-esteem yang tinggi juga dapat menimbulkan perilaku yang negatif, seperti tindak
kekerasan, kecenderungan narsisistik, depresi terutama pada anak-anak, kecenderungan meletakkan keyakinan pada sesuatu yang kurang nyata, sering
terpengaruh pada social desireability, rasionalisasi, egoistis, dan defensif Mruk, 2006; Racy, 2015. Dengan demikian, suatu perilaku yang negatif dapat
dipengaruhi baik oleh self-esteem yang tinggi ataupun rendah. Adanya sifat heterogenitas self-esteem disebut sebagai hal yang
menyebabkan inkonklusivitas dalam penelitian-penelitian yang melibatkan self-esteem selama ini Mruk, 2006; Foddis Campbell, 2003. Sifat