bahwa dirinya memiliki kemampuan, sukses, dan berharga. Secara singkat, self- esteem merupakan evaluasi individu mengenai harga dirinya yang tercermin
lewat sikap individu tersebut terhadap dirinya. Self-esteem juga dipandang sebagai penilaian individu terhadap dirinya Baumeister, Campbell, Krueger,
Vohs, 2003. Berdasarkan pengertian di atas, Rosenberg mendefinisikan self-esteem
sebagai aspek afektif, sedangkan Coopersmith dalam Emler, 2001 dan Baumeister dan kawan-kawan 2003 memahami self-esteem sebagai aspek
kognitif yaitu berupa evaluasi diri. Mengacu pada pemahaman self-esteem yang digunakan pada penelitian presentasi diri seksual online yang ada, maka
penelitian ini menggunakan definisi self-esteem yang diungkapkan oleh Rosenberg. Jadi, self-esteem adalah perasaan positif atau negatif seseorang
terhadap dirinya secara keseluruhan. Makin tinggi self-esteem seseorang maka semakin positif perasaannya terhadap dirinya, semakin ia merasa bahwa dirinya
berharga, dan sebaliknya.
2. Dampak Self-Esteem
Memiliki self-esteem yang rendah merupakan prediktor dari perilaku seksual beresiko, penggunaan narkoba, pengangguran, prestasi akademik yang
buruk, dan tindakan kekerasan Leary, 1999. Self-esteem yang rendah sebagai indikator kesehatan mental yang buruk semakin diperteguh dengan
dijadikannya sebagai salah satu kriteria untuk diagnosis klinis Bipolar pada DSM IV dan DSM V Post, 2015, dalam Racy, 2015.
Rosenberg dan Owens 2001, dalam Mruk, 2006 menemukan bahwa individu dengan self-esteem rendah cenderung hipersensitif, kurang stabil,
kurang percaya diri, lebih fokus untuk menghindari ancaman dibandingkan melakukan aktualisasi diri dan menikmati hidup, serta cenderung mengambil
tindakan yang kurang beresiko. Sebaliknya, self-esteem yang tinggi merupakan salah satu indikator
kesehatan mental Brown, 2010. Self-esteem mampu bertindak sebagai penyanggah Mruk, 2006. Artinya, self-esteem yang tinggi membantu
seseorang untuk menghadapi masalah dan terus berfungsi dan bertumbuh meskipun sedang cemas atau stres. Selain itu, self-esteem yang tinggi juga
terkait dengan kebahagiaan dan dapat membantu memecahkan masalah pekerjaan yang membutuhkan inisiatif dan ketekunan. Self-esteem yang tinggi
juga terkait dengan perilaku-perilaku prososial dan kepuasan relasi. Namun demikian, penelitian-penelitian selanjutnya mendapati bahwa
memiliki self-esteem yang tinggi, artinya merasa bahwa dirinya berharga, juga terkait dan konsekuensi negatif, seperti tindak kekerasan, kecenderungan
narsisistik, depresi terutama pada anak-anak, kecenderungan meletakkan keyakinan pada sesuatu yang kurang nyata, sering terpengaruh pada social
desireability, rasionalisasi, egoistis, dan defensif Mruk, 2006; Racy, 2015. Selain itu, self-esteem yang tinggi juga tumpang tindih dengan sifat kepribadian
narsistik, neuroticism, dan extraversion. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI