10
dalam sistem aromatis piridina sebenarnya serupa dengan benzena, akan tetapi peningkatan elektronegativitas atom nitrogen berperan dalam menurunkan energi
seluruh orbital. Orbital-orbital berenergi rendah berarti nukleofil tersebut kurang reaktif, namun LUMO lowest unoccupied molecular orbitalorbital molekul
kosong berenergi rendah dengan energi lebih rendah berarti elektrofil yang lebih reaktif. Maka dari itu, senyawa piridina kurang reaktif daripada benzena dalam
reaksi substitusi elektrofilik aromatik, tetapi sebaliknya dalam reaksi substitusi nukleofilik lebih mudah bagi piridina dibandingkan dengan benzena Szolcs
ànyi, 2016.
D. Reaksi Substitusi Nukleofilik Asil
Substitusi nukleofilik asil disebut juga reaksi transfer asil dikarenakan reaksi tersebut melepaskan gugus asil dari gugus perginya menuju nukleofil yang
menyerang. Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik asil bermula dari adisi nukleofil pada atom C gugus karbonil C=O yang mendorong terbentuknya
intermediet tetrahedral. Kemudian terjadi stabilisasi pasangan elektron bebas pada atom oksigen kembali membentuk ikatan ganda karbonil dan melepaskan gugus
pergi sehingga terbentuklah produk dan satu atom gugus pergi Wade, 2013. Adisi nukleofil pada ikatan C=O polar merupakan kunci dari reaksi gugus
karbonil. Saat suatu nukleofil ditambahkan ke dalam suatu derivat asam karboksilat, akan mengalami pembentukan intermediet tetrahedral; karenanya
terjadi eliminasi satu dari dua substituen yang pada mulanya terikat pada karbon karbonil, yang merujuk pada terjadinya reaksi substitusi nukleofilik asil SNA.
11
Asam klorida atau halida dapat bereaksi secara cepat pada suhu ruangan dengan senyawa alkohol baik primer, sekunder, maupun tersier; dan juga dengan
fenol. Produk yang dihasilkan berupa ester, suatu derivat asam karboksilat, di mana gugus hidroksi –OH pada asam karboksilat telah digantikan oleh –OR atau
–OAr Johnson, 1999. Konversi asil halida menjadi ester disebut juga dengan istilah alkoholisis yang berlangsung dengan adanya piridina tau NaOH untuk
bereaksi dengan asam klorida HCl yang terbentuk dari reaksi tersebut. Perlu diperhatikan bahwa asam klorida selain bereaksi cepat dengan
alkohol juga merupakan reaksi yang eksotermis sehingga perlu dipastikan bahwa reaksi berlangsung dalam suhu rendah untuk menghindari dehidrasi alkohol,
dikarenakan asam klorida merupakan agen dehidrasi yang kuat. Maka dari itu piridin atau basa lainnya seringkali ditambahkan dalam reaksi untuk
menetralisasi hasil reaksi samping by-product berupa HCl Wade, 2013. Suatu kelebihan dari reaksi ini adalah pembentukan ester dari alkohol
enansiomer di mana gugus –OH berada pada bagian tengah molekul tidak menimbulkan rasemisasi dikarenakan berdasarkan mekanisme reaksinya, ikatan
antara karbon dan oksigen tidak pernah terputus selama reaksi berlangsung:
Gambar 5. Reaksi substitusi nukleofilik asil Johnson, 1999
12
E. Rekristalisasi
Presipitasi yang diatur sedemikian rupa dengan cara memanipulasi kelarutan menjadi teknik yang sering dilakukan dalam pemurnian produk hasil
reaksi dalam sintesis kimia. Reaksi samping yang tidak diharapkan dapat menghasilkan sejumlah pengotor dalam produk; pengotor yang lainnya
didapatkan dari starting material atau senyawa lain yang digunakan misalnya sebagai katalis reaksi.
Rekristalisasi yang merupakan salah satu metode paling ampuh dalam pemurnian senyawa, menerapkan teknik seperti yang telah disebutkan, yakni
bergantung pada perbedaan kelarutan antara senyawa tujuan dengan pengotor- pengotor lainnya. Produk hasil sintesis tadi dilarutkan dan diendapkan
dipresipitasi, bila diperlukan berulang kali, dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutannya, serta dilakukan kontrol terhadap faktor-faktor
tersebut. Namun bagaimanapun juga, dalam melakukan manipulasi terhadap kelarutan diperlukan pemahaman terhadap kesetimbangan yang terdapat antara
senyawa yang tidak larut dengan larutannya Oxtoby et al., 2008.
F. Uji Kelarutan
Gaya inter-molekuler berperan dalam menentukan sifat kelarutan senyawa organik, atau disebut dengan istilah like dissolves like. Senyawa-senyawa polar
akan larut dalam solven polar, sebaliknya senyawa-senyawa non-polar akan larut dalam solven non-polar. Adapun terdapat empat 4 hubungan kepolaran antara
solut dengan solven: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
1. Solut polar dalam solven polar,
Kelarutan NaCl dalam air contohnya, memerlukan energi yang besar untuk memisahkan ion-ion berlawanan muatan dalam NaCl. Solven polar seperti
air mampu mensolvatasinya, maka dengan solven air peristiwa ini disebut hidrasi. Larutnya garam terjadi karena molekul-molekul air menyelubungi
masing-masing ion dengan ujung momen dipol yang sesuai bagi masing- masing muatannya. Atom oksigen dalam molekul air akan menyelubungi
ion natrium yang bermuatan positif, sementara atom hidrogennya menyelubungi ion klorida yang bermuatan negatif.
2. Solut polar dengan solven non-polar,
Solut NaCl dalam solven non-polar seperti terpentin atau gasoline tidak menyebabkan
larutnya NaCl.
Molekul non-polar
solven tidak
mensolvatasi ion-ion secara kuat, dan tidak mampu mengatasi energi lattice dari kristal garam. Ini merupakan peristiwa di mana interaksi ion-
ion dalam solut lebih besar daripada interaksinya dengan solven. 3.
Solut non-polar dengan solven non-polar, Parafin larut dalam gasoline, keduanya merupakan campuran hidrokarbon
non-polar. Molekul-molekul parafin sebagai senyawa non-polar menarik satu sama lain secara lemah, dan interaksi van der Waals tersebut sangat
mudah diputuskan dengan interaksi van der Waals solven. 4.
Solut non-polar dengan solven polar, Parafin tidak larut dalam solven air yang polar, dikarenakan molekul-
molekul non-polar hanya berinteraksi lemah terhadap satu sama lain, dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI