Fungsi Testis Fenologi Pinang yaki

143 suatu saluran yang dibentuk oleh sel-sel spermatogonia dan sel-sel sertoli. Sel- sel spermatogonia merupakan sel-sel yang akan menjadi spermatozoa dan sel- sel sertoli adalah sel-sel yang berfungsi memberi nutrisi pada spermatogonia. Di antara tubulli ini terdapat sel-sel Leydig yang menghasilkan hormon kelamin jantan yaitu testosteron. Tubuli seminiferi contorti dari satu lobulus akan berjalan menuju ke tubulus seminiferus rectus yang akan membentuk rete testis. Rete testis terletak di dalam mediastinum testis, berfungsi menyalurkan spermatozoa ke ductus epididymis Sigit, 1980. Testis terikat oleh ligamentum scroti di bagian distal. Ligamentum ini merupakan sisa dari gubemaculum testis yang terdapat pada festus dan dibentuk oleh dua ligamenta yaitu sebagai berikut : 1. Ligamentum testis proprium, bertaut dari cauda epididymis ke ekstremitas caudata testis. 2. Ligamentum caudata epididymis Ligamentum inguinale testis, bertaut dari ekstremitas caudata testis ke fascia scrotalis Sigit, 1980.

c. Fungsi Testis

Fungsi alamiah esensial seekor hewan jantan adalah sebagai penghasil spermatozoa yang hidup, aktif dan potensial fertil dan meletakkannya ke dalam saluran kelamin betina Toelihere, 1985. Testis mempunyai dua fungsi utama yaitu menghasilkan sel mani oleh tubuli seminiferi dan sekresi hormon testosteron oleh sel-sel Leydig Effendi, 1981. Secara fungsional testis merupakan kelenjar ganda karena bersifat eksokrin dan endokrin. Bersifat eksokrin karena menghasilkan sel kelamin sel benih dan bersifat endokrin karena menghasilkan sekrel internal yang dilepaskan oleh sel-sel khusus Tambayong dan Wonodirekso, 1996. Menurut Toelihere 1985, testes sebagai organ kelamin primer mempunyai dua fungsi yaitu menghasilkan spermatozoa atau sel-sel kelamin jantan dan mensekresikan hormon kelamin jantan, testosteron. Spermatozoa dihasilkan di dalam tubuli seminiferi atas pengaruh FSH Follide Stimulating Hormon, sedangkan testosteron diproduksi oleh sel-sel interstial dari Leydig atas pengaruh ICSH Interstisial Cell Stimulating Hormon. Fungsi eksokrin testis tergantung pada banyak faktor. Hormon penggiat folikel, FSH Follide Stimulating Hormon dari lobulus anteror hiposis merangsang spermatogenesis. FSH mempengaruhi sel sertoli untuk merangsang 144 sintesis suatu reseptor yaitu protein pengikat androgen, yang akan berikatan dengan testosteron dan disekresikan ke dalam lumen tubulus seminiferus. Keberadaan testosteron di dalam ruang abdominal dibutuhkan untuk memelihara spermatogenesis. Sel sertoli juga dianggap mensintesis hormon testis yang lain yaitu inhibin yang masuk ke dalam aliran darah serta akan menghambat sekresi FSH oleh hipofisis lobus anterior Tambayong dan Wonodirekso, 1996. Sekresi endokrin yang utama adalah testosteron. Hormon ini dihasilkan oleh sel interstisial yang merupakan kelenjar endokrin yang khas karena berkembang bukan dari permukaan epitel seperti kebanyakan kelenjar lainnya, tapi berasal dari stroma mesenkim testis. Di dalam stroma yang banyak mengandung kapiler, hasil sekresi sel-sel interstisial dengan mudah masuk ke dalam sistem vaskular. Produksi testosteron tergantung pada rangsangan Luteinizing Hormon LH dari lobus anterior hipofisis. Organ sasarannya adalah sel-sel interstisial maka Luteinizing Hormon LH sering disebut sebagai Interstisial Cell Stimulating Hormon ICSH. Testosteron selain berpengaruh terhadap spermatogenesis juga mengatur sifat-sifat seks sekunder, merangsang seks dan perkembangan serta pemeliharaan saluran kelamin dan kelenjar kelamin tambahan Tambayong dan Wirodeksonon, 1996. Saluran tubuli seminiferi dalam testis merupakan komponen terbesar, yaitu 90 pada tikus, sedangkan pada kuda dan kangguru 60. Ukuran diameter tubuli seminiferi beragam untuk setiap jenis, umumnya berkisar antara 200-400 µ. Dalam tubuli seminiferi terdapat 2 sel somatik yaitu sel myoid dan sertoli, serta terdapat 5 macam tipe sel kelamin yaitu sel spermatogonia, spermatosit primer dan sekunder, spermatid dan spermatozoa Austin dan Short, 1982. Letak sel kelamin tersebut dalam tubuli seminiferi sangat berhubungan dengan tingkat perkembangannya. Makin dewasa tingkat perkembangannya semakin dekat letaknya ke lumen, sebaliknya semakin muda sel kelamin semakin dekat pada membran basal. Perkembangan sel kelamin tikus disepanjang tubuli seminiferi mulai dari tingkat awal sampai terbentuknya spermatozoa dalam proses spermatogenesis dapat dilihat pada Gambar 20. Sel spermatogenia mempunyai inti yang oval dan mengandung granula kromatin. Berdasarkan sebaran bentuk kromatin dalam inti, spermatogonia dapat dibedakan menjadi spermatogonia A, spermatogonia In intermediat, dan spermatogonia B. Sebaran kromatin spermatogonia A umumnya halus dan homogen sedangkan spermatogonia B kromatinnya agak kasar, lebih gelap dan 145 sebagaian kromatinnya melekat pada inti. Perkembangan sel spermatogonia B akan mengalami beberapa fase pembelahan mitosis dan miosis, sehingga mengalami transformasi bentuk dan akhirnya menjadi spermatozoa yang utuh. Gambar 20. Perkembangan sel kelamin tikus jantan selama spermatogenesis Clermont, 1962. Sel myoid merupakan bagian yang penting sebagai sel jaringan ikat di sepanjang dinding tubuli seminiferi, yang berdampingan dengan material bukan sel. Sel myoid kemungkinan besar bertanggungjawab atas respon gerakan peristaltik tubulus dan juga berkaitan dalam menstimulasi sel-sel sertoli Austin dan Short, 1982. 146 Sel Sertoli terletak di sepanjang membran basal yang dapat dibedakan dengan sel kelamin, karena berbentuk torak, inti oval, nukleoplasmanya homogen dan anak intinya jelas. Sel ini sangat resisiten terhadap zat-zat yang merusak sel kelamin Oakberg, 1959. Populasi sel sertoli pada setiap kuda yang berumur 4 – 20 tahun memiliki sekitar 6,8 – 9,4 milyar Johnson et al, 1991. Sel sertoli mempunyai fungsi yang sangat erat kaitannya dengan kelangsungan hidup sel kelamin, antara lain : 1. Menghasilkan substansi untuk menjamin berlangsungnya fungsi spermatogenik Garner dan Hafez, 1987. 2. Menghasilkan protein pengikat Androgen Binding Protein = ABP yang berperan sebagai alat transit androgen ke sel-sel kelamin French dan Retzen, 1973 dan ke caput epididimis Hanson et al., 1976, dan juga sebagai sumber sekresi cairan untuk transfer spermatozoa meninggalkan testis Garner dan Hafez, 1987. 3. Bersifat sebagai fagositosis terhadap sel-sel kelamin yang mengalami degenerasi atau rusak dan sisa protoplasma sperma dewasa residual bodies yang banyak terdapat dalam tubuli seminiferi Car et al. 1968. 4. Berfungsi sebagai penghalang darah testis blood-testis barier, karena cabang sitoplasma sel sertoli yang berdekatan akan saling bertaut erat sekali sehingga akan menghambat keluar masukknya zat asing pada tubuli seminiferi, terutama ditujukan bagi darah di luar tubuli agar tidak masuk. Pertautan cabang sel-sel Sertoli yang berdekatan disebut “ Sertoli cell Junction” Dym dan Fawcett, 1970 ; Garder dan Hafez, 1987.

d. Spermatogenesis