146
Sel Sertoli terletak di sepanjang membran basal yang dapat dibedakan dengan sel kelamin, karena berbentuk torak, inti oval, nukleoplasmanya
homogen dan anak intinya jelas. Sel ini sangat resisiten terhadap zat-zat yang merusak sel kelamin Oakberg, 1959. Populasi sel sertoli pada setiap kuda
yang berumur 4 – 20 tahun memiliki sekitar 6,8 – 9,4 milyar Johnson et al,
1991. Sel sertoli mempunyai fungsi yang sangat erat kaitannya dengan kelangsungan
hidup sel kelamin, antara lain : 1. Menghasilkan substansi untuk menjamin berlangsungnya fungsi
spermatogenik Garner dan Hafez, 1987. 2. Menghasilkan protein pengikat Androgen Binding Protein = ABP yang
berperan sebagai alat transit androgen ke sel-sel kelamin French dan Retzen, 1973 dan ke caput epididimis Hanson et al., 1976, dan juga
sebagai sumber sekresi cairan untuk transfer spermatozoa meninggalkan testis Garner dan Hafez, 1987.
3. Bersifat sebagai fagositosis terhadap sel-sel kelamin yang mengalami degenerasi atau rusak dan sisa protoplasma sperma dewasa
residual bodies yang banyak terdapat dalam tubuli seminiferi Car et al. 1968.
4. Berfungsi sebagai penghalang darah testis blood-testis barier, karena
cabang sitoplasma sel sertoli yang berdekatan akan saling bertaut erat sekali sehingga akan menghambat keluar masukknya zat asing pada
tubuli seminiferi, terutama ditujukan bagi darah di luar tubuli agar tidak masuk. Pertautan cabang sel-sel Sertoli yang berdekatan disebut “
Sertoli cell Junction” Dym dan Fawcett, 1970 ; Garder dan Hafez, 1987.
d. Spermatogenesis
Pengertian spermatogenesis adalah suatu rangkaian proses perkembangan sel induk spermatogonia dari epitel tubuli seminiferus yang
mengadakan proliferasi dan diferensiasi, sehingga terbentuk spermatozoa yang normal dan bebas. Proses spermatogenesis secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga tahap seperti : • Tahap pertama, terjadi proses pembelahan mitosis dari sel
spermatogonia sehingga menghasilkan spermatosit dan sel spermatogonia yang baru. Pembaharuan sel induk spermatogonia yang
147
baru dimaksudkan untuk mempertahankan kehadirannya dalam tubuli seminiferi.
• Tahap kedua, terjadi pembelahan miosis sel spermatosit primer dan sekunder yang menghasilkan spermatid berkromosom haploid. Kedua
tahap di atas disebut dengan Spermatogenesis. • Tahap ketiga, terjadi proses perkembangan spermatid menjadi
spematozoa melalui proses metamorfosa, yang panjang dan komplek, hal
ini disebut proses spermiogenesis Clermont, 1972; Garner dan Hafez,
1987. Menurut Austin dan Short 1982, ada dua model teori proses proliferasi dan
pembaharuan sel induk spermatogonia mamalia. Pertama, menurut teori yang
diajukan oleh Clermont dan Bustos- Obregon, 1968, bahwa proses proliferasi sel induk spermatogonia A
secara mitosis yang pada awalnya menjadi satu spermatogonia A
cadangan dan satu lagi menjadi spermatogonia A
1,
yang kemudian membelah lagi menjadi spermatogonia
A
2,
A
3 ,
dan A
4
. Berarti dari satu spermatogonia A
1
menjadi 4 spermatogonia A
4
dan satu di antara spermatogonia A
4
akan menjadi bakal spermatogoniaA
1
untuk spermatogenesis berikutnya. Sedangkan spermatogonia A
sebagai cadangan dan akan memacu pembelahan bila terjadi situasi yang tidak menguntungkan bagi spermatogonia
A
1,
A
2,
A
3 ,
dan A
4
untuk bertahan hidup lagi misalnya terkena radiasi sinar X dan bahan kimia lainnya.
Kedua, menurut teori Huckins dan Oacberg 1978 yaitu sel induk spermatogonia A
S
sama dengan A selalu melakukan pembelahan
secara bertahap dan tidak terkoordinasi sehingga membelah menjadi spematogonia A
1,
A
2,
A
3 ,
dan A
4
. Dalam teorinya spermatogonia A
4
tidak ada yang menjadi bakal sel induk spermatogonia A
1
dalam spermatogenesis berikutnya. Dengan demikian terjadi perbedaan jumlah spematozoa yang
terbentuk. Menurut Clermont dan Bustos-Obregon, 1968 jumlah spermatozoa yang terbentuk dari satu spermatogonia A
1
adalah 12 spermatogonia, karena satu di antara spermatogonia A
4
akan menjadi spermatogonia A
1
kembali. Sedangkan menurut Huckins dan Oakberg 1978 jumlah spermatogonia A
4
yang akan terbentuk dari satu spermatogonia A
1
akan menjadi 16 spermatogonia. Hasil pembelahan spermatogonia A
1
menjadi empat spermatogonia A
4
, selanjutnya masing-masing spermatogonia akan membelah menjadi spermatosit
In dan akan membelah lagi menjadi spermatosit B Setiap spermatosit B akan
148
membelah lagi membentuk spermatosit primer. Sebelum terbentuknya spermatosit primer terlebih dahulu diawali dengan pembentukan stadium
preleptoten, zigoten, pakiten diploten dan diakenesis. Stadium itu berlangsung agak lama sehingga disebut sebagai stadium profase miosis I. Di antara stadium
di atas, Burgos et al. 1970 menyatakan stadium pakiten memerlukan waktu yang paling panjang dibandingkan dengan stadium lainnnya, karena itu disebut
stadium stabil. Terbentuknya spermatosit sekunder terjadi pada saat setelah stadium
profase Miosis I berakhir. Pada umumnya spermatosit sekunder jarang dijumpai, karena akan segera mengalami miosis II menjadi spermatid yang haploid.
Kemudian spermatid akan mengalami metamorfosis yang cukup lama menjadi spermatozoa yang utuh Clermont, 1962, proses tersebut dikenal sebagai
spermiogenesis.
e. Spermiogenesis