Hutan Matayangan Keanekaragaman Floristik dan Pemanfaatannya Sebagai Tumbuhan Obat di Kawasan Konservasi II Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Provinsi Sulawesi Utara

38 dalam menempati sebagaian besar hutan Tumokang menunjukkan bahwa keduanya memiliki kemampuan untuk beradatasi dengan kondisi lingkungan setempat. Jenis sumeding yang memiliki diameter yang lebih besar diperkirakan lebih dahulu tumbuh pada lokasi ini. Berdasarkan INP seluruh jenis selanjutnya dihitung indeks diversitas H’ Shannon-Wiener. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa indeks diversitas jenis adalah 3,76. Nilai indeks diversitas tersebut menggambarkan kekayaan jenis pohon yang berada pada daerah hutan Tumokang. Berdasarkan nilai keanekaragaman jenis tersebut, selanjutnya dapat ditentukan nilai kemerataan jenis dalam komunitas tersebut. Nilai kemerataan pada masing-masing lokasi berbeda-beda. Perbedaan nilai kemerataan tersebut disebabkan karena nilai INP masing-masing jenis disetiap lokasi juga bervariasi. Hasil perhitungan kemerataan menunjukkan nilai 0,96. Nilai kemerataan suatu jenis ditentukan oleh distribusi setiap jenis pada masing-masing plot secara merata. Makin merata suatu jenis dalam seluruh lokasi penelitian, maka makin tinggi nilai kemerataannya. Demikian juga sebaliknya jika beberapa jenis tertentu dominan sementara jenis lainnya tidak dominan atau densitasnya lebih rendah, maka nilai kemerataan komunitas yang bersangkutan akan lebih rendah.

4. Hutan Matayangan

Hasil inventarisasi flora untuk semua tingkatan secara lengkap pada petak penelitian di hutan Matayangan dapat dilihat pada Tabel 9. Jenis-jenis flora yang ditemukan di kompleks hutan Matayangan, kerapatan relatif, frekwensi relatif, dominansi relatif dan indeks nilai penting flora pada berbagai tingkatan dapat dilihat pada Lampiran 14 – 17. Tingkat semai didominasi oleh Diospyros ebenum INP=22,12; Areca vestiaria INP=17,57, Knema celebica INP=14,70; Livistonya rotundifolia INP=13,75; Calamus sp. INP=13,67. Tingkat sapihan didominasi oleh Homalium celebicum INP=13,43, Dacryodes rostata INP=19,11, Areca vestiaria INP=17,17, Canarium hirtusum INP=14,13; Celtis philippensis INP=13,80; Knema tomentela INP=13,03, Palaquium obovatum INP=11,69, Gnetum gnemon INP=11,10, Pterospermum celebicum INP=10,34. Tingkat tiang didominasi oleh Nauclea 39 celebica INP=36,28, Celtis philippensis INP=27,86, Ficus benjamina INP=20,41, Pterocarpus indica INP =12,12, Ochrosia acuminnata INP =10,70, Pometia sp. INP =10,64, Tingkat Pohon Canarium hirtusum INP=32,06; Canarium balsamiferum INP=25,01, Celtis philippensis INP=16,78; Palaquium obtusifolium INP=14,82, Diospyros celebica INP=13,21, Garcinia sp. INP=12,28, Dacryodes rostata INP=11,01. Tabel 9. Kekayaan Jenis, Marga dan Suku Hutan Matayangan Jumlah Tingkatan Flora Jenis Marga Suku Semai dan Tumbuhan Bawah Sapihan Tiang Pohon 57 61 52 39 44 47 41 35 31 32 29 28 Jenis-jenis flora tingkat pohon yang ditemukan di komplek hutan Matayangan, kerapatan relatif, frekwensi relatif, dominansi relatif dan indeks nilai penting flora pada Lampiran 13-16. Nilai kerapatan relatif tertinggi 12,00 pada jenis pala hutan Knema celebica sedangkan kerapatan relatif terendah 0,67 pada jenis karengis Homalium celebicum. Pala hutan Knema celebica merupakan jenis tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan relatif dan frekwensi relatif tertinggi artinya jenis ini dianggap sebagai jenis yang rapat serta tersebar luas pada hampir seluruh lokasi hutan Matayangan. Jenis lain yang juga memiliki nilai kerapatan relatif dan frekwensi relatif yang tinggi adalah jenis Canarium hirtusum papako dengan nilai KR= 10,67 dan FR = 8,59 . Kedua nilai ini penting artinya dalam analisis vegetasi karena saling terkait satu dengan yang lainnya. Bahkan menurut Greig-Smith 1983 nilai frekwensi suatu jenis dipengaruhi secara langsung oleh densitas dan pola distribusinya. Meskipun memberikan informasi yang penting, nilai distribusi hanya dapat memberikan informasi tentang kehadiran tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum dapat memberikan gambaran tentang jumlah individu pada masing-masing plot. Jenis pala hutan dan papako memiliki nilai kerapatan dan frekwensi tertinggi oleh sebab itu kedua jenis termasuk kategori jenis yang memiliki kemampuan adatasi yang baik terhadap kondisi lingkungan setempat. Kershaw 1979 dan Crawley 1986 mengemukakan bahwa frekwensi suatu jenis dalam 40 komunitas tertentu besarnya ditentukan oleh metode sampling, ukuran kuadrat, ukuran tumbuhan dan distribusinya. Nilai dominansi jenis dihitung berdasarkan besarnya nilai diameter batang setinggi dada sehingga besarnya nilai dominansi ditentukan oleh kerapatan jenis dan ukuran rata-rata diameter batang. Nilai dominansi relatif masing-masing jenis bervariasi dari yang terendah sebesar 2,51 untuk jenis karengis Homalium celebicum sampai dengan dominansi relatif tertinggi yaitu Knema celebica pala hutan dengan nilai 11,47 . Jenis pala hutan memiliki nilai dominansi tertinggi karena nilai kerapatannya paling tinggi dan ukuran batangnya cukup besar. Jenis papako Canarium hirtusum juga memiliki nilai dominansi yang tertinggi kedua 8,87 karena nilai kerapatannya lebih rendah dari pala hutan, walaupun rata-rata diameter batang setinggi dada jenis kayu papako lebih besar dibanding dengan pala hutan Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan dari ketiga parameter kerapatan, frekwensi, dominansi yang telah diukur sebelumnya, sehingga nilainya juga bervariasi. Nilai INP tertinggi di hutan Matayangan ditemukan pada jenis pala hutan Knema celebica INP = 33,07. Selain jenis pala hutan , beberapa jenis yang memiliki nilai INP tertinggi lainnya yang memiliki INP yang tinggi yaitu lebih dari 10 adalah jenis Canarium hirtusum papako INP=28,13; C. balsamiferum Ta’re INP=16,95, Celtis phillipinensis dengan NP=15.67, Palaquium obtusifoliumNantu dengan INP=12.23 ; Dyospyros hiernii kayu eboni hitam INP = 12,06. Besarnya indeks nilai penting menunjukkan peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya . Jenis pala hutan dan papako merupakan dua jenis yang mendominansi lokasi hutan Matayangan karena memiliki nilai INP tertinggi. Kemampuan kedua jenis tersebut dalam menempati sebagaian besar hutan Matayangan menunjukkan bahwa keduanya memiliki kemampuan untuk beradatasi dengan kondisi lingkungan setempat.Jenis cempaka yang memiliki diameter yang lebih besar diperkirakan lebih dahulu tumbuh pada lokasi ini. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa indeks diversitas jenis di hutan Matayangan adalah 3,42. Nilai ini menggambarkan kekayaan jenis pohon yang berada pada daerah hutan setempat. Berdasarkan nilai keanekaragaman jenis tersebut, selanjutnya dapat ditentukan nilai kemerataan jenis. Nilai kemerataan jenis di hutan Matayangan adalah 0,93. Nilai kemerataan ini berbeda dengan 41 lokasi lainnya. Perbedaan nilai kemerataan tersebut disebabkan karena nilai INP masing-masing jenis disetiap lokasi juga bervariasi.

5. Hutan Gunung Kabila