113
Pengujian Golongan Triterpenoid dan Steroid :
Sebanyak 50 – 100 mg sampel ditambahkan etanol lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan dan ditambahkan eter.
Lapisan eter dipipet dan diuji dengan pereaksi Lieberman Buchard. Adanya warna merah ungu menunjukkan positif terhadap triterpenoid dan
warna hijau menunjukkan positif mengandung steroid.
Pengujian Golongan Flavanoid :
Sebanyak 200 mg sampel yang telah dihaluskan, diekstrak dengan 5 ml etanol dan dipanaskan selama 5 menit dalam tabung reaksi.
Hasil ekstrak dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang lain. Selanjutnya ditambahkan beberapa tetes HCl pekat. Kemudian
ditambahkan 0,2 g serbuk Mg. Adanya flavonoid ditunjukkan oleh timbulnya warna merah coklat dalam waktu tiga menit.
Pengujian Golongan Tanin
Sebanyak 20 mg sampel yang telah dihaluskan dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 2 ml air lalu dipanaskan, kemudian
ditambahkan FeCl
3
. Terbentuknya warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
Pengujian Golongan Saponin :
Sebanyak 20 mg sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan aquades sampai seluruhnya terendam air, kemudian
dipanaskan selama 5 menit. Didinginkan dan dikocok kuat-kuat sampai berbusa. Timbulnya busa yang stabil selama 5 – 10 menit menunjukkan
adanya saponin.
Pengujian Golongan Kuinon :
Sampel ditambahkan metanol lalu dipanaskan. Kemudian ditambahkan Na OH 1. Adanya kuinon ditandai dengan timbulnya
warna merah.
3. Pengujian Toksisitas
114
a. Bahan dan alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah ekstrak kering biji pinang yaki, garam laut, aquades, dan kista
A.salina Leach. Alat yang digunakan yaitu botol uji vial, pipet tetes, pipet ukur, neraca analitik ,alat
penetasan, kacamata pembesar, aerator, dan lampu TL.
b. Prosedur Kerja 1. Penyiapan sampel
Larutan ekstrak dibuat dengan konsentrasi 1000 ppm, 800 ppm, 600 ppm, dan 400 ppm. Keempat konsentrasi larutan sampel ini
digunakan untuk perlakuan terhadap A. salina yang sudah menetas.
2. Penetasan Kista
A.salina Leach
Kista Artemia salina ditimbang sebanyak 50 mg kemudian
dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air laut yang sudah disaring. Setelah diaerasi kista dibiarkan selama 48 jam di bawah
pencahayaan lampu agar menentas sempurna. Larva yang sudah menetas diambil untuk digunakan dalam uji toksisitas.
3. Pengujian Terhadap Larva
Pada penelitian ini konsentrasi ekstrak bahan pinang yaki yang digunakan dalan uji toksisitas yaitu 400, 600, 800, 1000 ppm
dalam tabung yang berisi 10 ml air laut dan 15 ekor larva dengan tiga kali ulangan, menggunakan Metode BSLT Brine Shrimp Lethality
Test, dan pengamatan setelah 24 jam. Hasil analisis uji ini berupa LC
50
Lethal Conentration 50 yang merupakan konsentrasi fraksi dalam skala ppm yang dibutuhkan untuk mematikan setengah dari
populasi larva udang. Data mortalitas larva A. salina Leach terhadap
eksrak selanjutnya diproses melalui program komputer Probit Analysis
Method untuk memperoleh nilai LC
50
dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 Finney, 1971 .
115
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Daerah penyebaran Pinang yaki Areca vestiaria Giseke
Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa pinang yaki Areca vestiaria
Giseke dapat ditemukan di empat lokasi penelitian yaitu di hutan Doloduo, Tumokang, Matayangan, dan Gunung Kabila, kecuali di hutan Torout. Habitat
tumbuh pinang yaki terutama dikawasan hutan yang agak terbuka, tersebar pada ketinggian 300 – 1200 m dpl.
Jenis tumbuhan ini Areca vestiaria Giseke merupakan jenis tumbuhan
pada tingkat pertumbuhan sapihan yang mendominansi kawasan hutan Tumokang dan G.Kabila dengan nilai dominansi relatif tertinggi dengan nilai
sebesar 8.08 dan 2.19 . Nilai dominansi dari setiap jenis dipengaruhi oleh jumlah jenis yang bersangkutan pada lokasi penelitian. Jenis pinang yaki juga
memiliki Nilai INP tertinggi tingkat pertumbuhan sapihan dan tingkat semai di Lokasi hutan Tumokang yaitu sebesar 23,86 dan lokasi hutan G.Kabila
sebesar 16,32 untuk tingkat sapihan, dan untuk tingkat semai nilai INP sebesar 11,26 Tumokang dan 11,18 G.Kabila. Kedua lokasi hutan Tumokang
dan G.Kabila tersebut di dominasi oleh jenis yang sama untuk tingkat pertumbuhan sapihan dan tingkat semai, meskipun dengan nilai INP yang
berbeda. Hal ini memberikan gambaran bahwa pinang yaki memegang peranan penting dalam komunitasnya. Dengan demikian berarti pinang yaki merupakan
jenis yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan di lokasi hutan Tumokang dan G.Kabila terutama pada rentang 300 m – 1200 m
dpl. Hasil tersebut sejalan dengan pandangan Ludwig Reynold 1988 bahwa
pola penyebaran tumbuhan dalam suatu komunitas bervariasi dan disebabkan karena beberapa faktor yang saling berinteraksi antara lain 1 faktor lingkungan
internal seperti angin, ketersediaan air, dan intensitas cahaya 2 faktor kemampuan reproduksi organisme 3 faktor sosial yang menyangkut fenologi
tumbuhan, 4 faktor koaktif yan merupakan dampak interaksi intraspesifik dan 5 faktor stochastik yang merupakan hasil variasi random beberapa faktor yang
berpengaruh. Jenis tertentu dengan pola penyebaran mengelompok disebabkan karena
pada umumnya biji atau propagule dari setiap tumbuhan pada umumnya akan
116
jatuh di sekitar pohon induknya sehingga jika kondisi lain menunjang maka regenerasi berupa tumbuhnya anakan baru akan terjadi di sekitar pohon
induknya. Peta lokasi penyebaran pinang yaki berdasarkan lokasi hutan dan
ekosistem pengamatan dapat dilihat pada Gambar 14.
x x x x xxxx
x x x x x x x x x x x
Keterangan : x x x x = lokasi penelitian
Gambar 14. Peta lokasi penyebaran pinang yaki di TNBNW Hasil pengamatan secara langsung di lapangan, habitat tumbuhnya
cukup memberikan gambaran bahwa tumbuhan pinang yaki dapat di budidayakan didomestikasi seperti tanaman komersial lainnya, asalkan
persyaratan tumbuhnya dipenuhi. Secara umum syarat lingkungan tumbuh pinang yaki tidak berbeda dengan kondisi lingkungan yang ada di sekitar Taman
Nasional Bogani Nani Wartabone. Menurut Clement dalam Weaver dan Frederik 1978, bahwa keberadaan
jenis dapat dipergunakan sebagai salah satu indikator dan alat analisis kondisi lingkungan. Lebih lanjut
Setiadi et al.,1989, mengemukakan bahwa data
ekologi lingkungan seperti bahan induk, topografi, tanah, iklim, organisme hidup dan waktu sangat mempengaruhi penyebaran tumbuhan. Sitompul dan Guritno
1995, lingkungan yang yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, dan kebutuhan tumbuhan akan keadaan lingkungan yang khusus mengakibatkan
117
keragaman jenis tumbuhan yang berkembang dapat terjadi menurut perbedaan tempat dan waktu. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan jenis tumbuhan yang
berkembang dengan perbedaan tinggi tempat atau perbedaan musim. Hasil pengamatan terhadap komponen iklim curah hujan, suhu dan
kelembaban bahwa arah angin dan topografi yang bergunung di wilayah ini sering mempengaruhi curah hujan lokal. Sebagai contoh di wilayah bagian
tengah dan utara Dumara dan Toraut curah hujannya tinggi karena pengaruh angin timur laut sedangkan di wilayah Doloduo dan Kosinggolan relatif lebih
kering karena pengaruh angin barat daya. Secara umum curah hujan rata-rata antara 1.700 – 2.200 mm per tahun, adapun suhu udara rata-rata 20
o
– 28 C
o
. Keadaan iklim di wilayah kawasan Taman nasional Bogani Nani
Wartabone menurut Schmidt dan Verguson termasuk dalam tipe B. Curah hujan umumnya tersebar merata sepanjang tahun dengan periode relatif basah antara
bulan November sampai dengan bulan Januari dan bulan Maret sampai dengan bulan Mei. Masa kering antara bulan Juni sampai Oktober. Keadaan curah hujan
antara 1.200 mm – 2.200 mm per tahun Tabel 1.
Keadaan tanah dalam kawasan Taman nasional Bogani Nani Wartabone
terutama berasal dari bahan vulkanis. Tanahnya berasal dari kapur dengan penyebaran hampir di semua formasi geologi. Tanah berasal dari bahan sedimen
dijumpai di bagian utara dan selatan Dumoga. Formasi kaolin yang merupakan bahan keramik dapat dijumpai di daerah Molibagu. Jenis tanah yang terdapat di
kawasan ini antara lain latosol, podsolik, renzina, alluvial dan andosol. Menurut Balakrishnan
et al., 1994, setiap jenis tumbuhan dalam lingkungannya mempunyai kemampuan hidup untuk menduduki lingkungan
tersebut dengan kemampuan yang bervariasi. Selanjutnya Krebs, 1994 mengemukakan bahwa keberhasilan setiap jenis untuk mengokupasi suatu area
dipengaruhi oleh kemampuannya beradaptasi secara optimal terhadap seluruh faktor lingkungan fisik temperatur, cahaya,struktur tanah, kelembaban dan
sebagainya dan faktor biotik interaksi antar jenis, kompetisi, dan sebagainya serta faktor kimia meliputi ketersediaan air, oksigen, pH, nutrisi dalam tanah dan
sebagainya yang saling berinteraksi .
Selain tumbuh di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone bahwa pinang yaki
Areca vestiaria Giseke juga tumbuh di Cagar alam Gunung Ambang Kabupaten Bolaang Mongondow, C.A.Gunung Tangkoko dua saudara,
di lereng G. Soputan dan G. Mahawu Kabupaten Minahasa Simbala, 2006 .
118
Sedangkan menurut Yuzami et al, 2002, pinang yaki juga tersebar di Taman nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah, palem ini merupakan tumbuhan endemik
Indonesia karena ditemukan di Sulawesi, tumbuhan ini juga bertumbuh di Provinsi Maluku, tersebar terutama di Pulau Halmahera, Buru dan Seram
Mogea, 2002 .
B. Fenologi Pinang yaki
Di daerah asalnya Sulawesi utara, pinang ini juga disebut pinang yaki monyet karena memang monyet khas Sulawesi yakni
Macaca nigra senang berdiam di batang pinang ini untuk makan buahnya. Jenis ini memiliki habitat di
wilayah gunung berapi di Sulawesi Utara, terutama Gunung Ambang, G.Soputan, G.Mahawu, sekitar Danau Tondano dan di kawasan hutan Taman nasional
Bogani Nani Wartabone. Sedangkan di Provinsi Maluku Utara, terutama di Pulau Halmahera dan Seram Mogea, 2002 .
Untuk mendapatkan warna-warna menarik, sebaiknya pohon ini ditanam pada ketinggian antara 600-1200 meter. Jika berada di bawah ketinggian itu
maka warna yang muncul hanya kecoklatan pada tangkainya serta hijau kekuningan pada dahan dan batangnya. Semakin rendah daerah di mana
mereka tumbuh, makin kecil pula variasi warna yang dimilikinya. Bagi orang Indonesia, “pinang merah” merupakan nama yang umum untuk
semua jenis palem yang menyerupai Areca atau Pinanga dan mahkota daun,
batang atau buahnya kelihatan merah, merah muda, jingga atau kuning keemasan. Dengan nama apapun
Areca vestiaria sudah dikenal, palem liar ini merupakan palem yang paling cantik dan indah. Pinang merah ini sebelumnya
lebih dikenal dengan berbagai nama seperti Areca langloisiana, A.leptopeltata, A.
heinrici, A. paniculata, Ptychosperma paniculatum, P. vestiarius, Mischophloeus paniculatus, Pinanga sylvestris,dan Seaforthia vestiaria Bischoff et al.,2003
Sebagai tanaman hias, pinang yaki atau pinang merah cukup menarik. Selain berdahan rindang, batangnya memiliki warna menarik, yaitu merah
menyala. Tak heran di mancanegara pohon berasal dari Sulawesi Utara ini populer dengan julukan
palm red tree. Sebagaian orang juga menamainya sebagai
orange crownshaft karena dahannya menyerupai mahkota yang mekar dan berwarna oranye Yuzammi dan Hidayat, 2002 .
119
Menurut Bischoff
et al., 2003 sistematika pinang yaki adalah sebagai berikut :
Dunia Tumbuhan : Plantae
Divisi :
Spermatophyta Klas
: Monokotiledoneae
Bangsa : Arecales
Suku : Arecaceae atau Palmae
Marga :
Areca Jenis
: Areca vestiaria Giseke
Nama daerah : Pinang yaki Sulawesi Utara; MamaanBolaang Mongondow Pinang merah Halmahera.
Deskripsi pinang yaki
Areca vestiaria dikenal dengan nama pinang yaki atau pinang merah, habitat tumbuh di tanah vulkanik yang berdrainase baik, di kawasan hutan yang
agak terbuka, tersebar pada ketinggian 300 – 1200 m dpl. Karakteristik morfologi pinang yaki, memiliki batang tunggal atau berumpun, tinggi 5 - 10 m dengan tajuk
pelepah berwarna kuning sampai merah jingga Gambar 17. Warnanya makin terang dengan bertambahnya ketinggian tempat . Warna pelepah dahannya
bervariasi, mulai dari merah, jingga menyala hingga kecoklatan. Garis tengah batangnya rata-rata 10 cm, tetapi dapat juga lebih tergantung pada umur serta
kesuburan pertumbuhannya. Pohon yang termasuk besar ini, tingginya bisa mencapai 10 meter, memang seolah ditakdirkan untuk menjadi tanaman
ornamen liar. Berbagai cara orang berusaha menanamnya di wilayah perkotaan, tetapi warna yang muncul tidak seindah jika tanaman ini tumbuh di habitat
aslinya. Daun pinang yaki terdiri atas pelepah, tangkai daun, tulang daun, dan helai
daun yang berwarna kuning. Daunnya menyirip agak melengkung, panjang daun kurang lebih 80 cm dan pelepahnya berupa seludang.
Pembungaan tumbuh pada batang di bawah pelepah. Bunga pinang merah saat mekar berbentuk mirip dengan mahkota. Untuk bisa mekar, bunga ini
memerlukan waktu selama 15 hari. Dalam satu pohon pinang merah memiliki dua jenis bunga sekaligus yakni jantan dan betina. Keduanya mekar bersamaan
untuk melakukan proses penyerbukan. Bunga jantan mempunyai kelopak lebih besar dibanding yang betina.
120
Buah berbentuk bulat dan berbentuk lonjong Gambar 15 ab akan tetapi dari hasil pengamatan dilapangan, bentuk buah ada yang berbentuk bulat dan
lonjong dalam 1 pohon Gambar 15c, diameter buah 2 cm, berwarna hijau waktu muda setelah matang berwarna jingga, dan setelah masak berwarna merah
gambar 16, daging buah berserat dan berbiji satu. Simbala,2006. Menurut Witono 1998 palem ini mulai berbuah setelah berumur 5-6 tahun dan menjadi
mandul setelah berumur 60 tahun. Produksi awal relatif sedikit tetapi akan semakin banyak sesuai pertambahan umur tanaman. Masa produksinya dapat
berlangsung selama 15 tahun dan setelah itu produksinya akan menurun. Pemanenan buah pinang yaki dapat dilakukan dengan cara dipetik langsung
maupun dengan menggunakan bambu atau kayu yang diberi pisau pada ujungnya. Buahnya sendiri selalu berubah warna seiring dengan bertambahnya
usia dan sesuai ketinggian tempat tumbuh. Semakin rendah daerah tempat mereka tumbuh, makin kecil pula variasi warna yang dimilikinya. Warna-warna
menarik dari pinang yaki akan muncul jika ditanam sesuai habitat aslinya . Sebaiknya pohon ini ditanam pada ketinggian antara 600-1.200 meter agar
warna jingga kemerahan akan muncul. Jika berada di bawah ketinggian itu maka warna yang muncul hanya kecoklatan pada tangkainya dan hijau kekuningan
pada dahan dan batangnya. Setiap pohon dapat ditumbuhi 28 sampai 300 buah yang muncul secara bergerombol Gambar 18. Adapun gambaran morfologi
Pinang yaki dapat dilihat pada Gambar 15 - 19 .
Gambar 15. Akar Pinang yaki
121
Gambar 16. Biji dan Benih Pinang yaki 3 dan 5 bulan
Gambar 17. Batang dan daun pinang yaki di habitat aslinya kawasan TNBNW
a. Buah bulat b. Buah lonjong c. Buah bulat dan lonjong Gambar 18. Bentuk buah bulat dan lonjong pinang yaki
122
Gambar 19. Perkembangan buah pinang yaki Sumber : Simbala, 2006. Buah pinang yaki cukup menarik karena variasi warnanya yang cerah.
Untuk menjadikannya tanaman ornamen atau hiasan, para ahli mancanegara ”merekayasa” tanah tempat jenis ini ditanam. Tanah tersebut di rekayasa sesuai
syarat tumbuh pinang yaki di habitat aslinya. Biasanya tanah tersebut dicampur dengan sejenis pupuk atau dengan tanah yang berasal dari daerah gunung
berapi. Tapi tampaknya cara ini tetap saja kurang berhasil sebab pinang merah yang tumbuh di habitat aslinya jauh lebih menarik.
Syarat tumbuh pinang yaki
Pinang yaki Areca vestiaria merupakan sejenis palem asli Sulawesi
tersebar di Taman Nasional Lore Lindu, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Cagar Alam G. Ambang, lereng G. Soputan dan G. Mahawu. Palem
ini juga bertumbuh di Propinsi Maluku, tersebar terutama di Pulau Halmahera dan Seram, dan dikenal dengan nama “Pinang Merah” Mogea, 2002 .
Syarat tumbuh pinang yaki secara spesifik berdasarkan hasil pengamatan terhadap komponen tanah di daerah penyebaran pinang yaki Lampiran 26
menunjukkan bahwa pH tanah yang dibutuhkan agak asam, yaitu berkisar antara 4.70 – 6.20, bahan organik tanah 1.74 – 4.03 , N total 0,16 – 0,33 , P
123
5.90 – 10.50 ppm, basa yang dapat ditukar masing-masing dalam satuan me100g : Ca 5.54 – 19.70 me100g, Mg 1.42 – 5.43 me100g, K 0,18 – 1,08
me100g, Na 0,26 – 1,56 me100g,; KTK 21.30 – 25.85 me100g, KB32.06 – 100 , Al tr, H 0,04 – 0.08 me100g, Fe 2,16 – 5.56 me100g, Cu 0,68 –
1,60 me100g, Zn 2.72 – 4.60 me100g, Mn 8.76 – 36.68 me100g, pasir 6.73 – 30.34 , debu 38.27 – 45.72 , liat 26,76 – 47.55 hasil analisis
Laboratorium Kimia Tanah IPB Bogor. Sebagai perbandingan hasil pengamatan terhadap komponen tanah juga dilakukan di habitat pinang yaki di G.Mahawu
Kabupaten Minahasa Lampiran 15 yang menunjukkan bahwa pH tanah di bawah netral, yaitu berkisar antara 4.60 - 5,70 , bahan organik tanah 5.09 , N
total 0,42 , P 6.40 ppm, basa yang dapat ditukar masing-masing dalam satuan me100g : Ca 10.28 me100g, Mg 2.45 me100g, K 0,51 me100g,
Na 1,04 me100g, KTK 19.43 me100g, KB 73.49 , Al tr, H 0,04 me100g, Fe 2,32 me100g, Cu 0,68 me100g, Zn 2.44 me100g, Mn 13.96 me100g,
pasir 49.74 , debu 37.71 , liat 12.55 Hasil analisis Laboratorium Kimia Tanah IPB Bogor.
Budidaya pinang yaki
Menurut Wiono 1998, budidaya pinang yaki diawali dengan pemilihan bibit yang baik. Selama ini perbanyakan pinang yaki umumnya masih dlakukan
dengan cara tradisional yaitu dengan mencabut bibit-bibit yang tumbuh liar dari biji-biji yang jatuh di sekitar pohon induk. Upaya perbanyakan bibit pinang yaki
umumnya dilakukan dari penyemaian biji. Biji merupakan material perbanyakan yang paling umum digunakan. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari
perbanyakan dengan biji. Biji dapat disimpan dalam waktu relatif lama sebelum disemaikan. Secara normal, biji yang disimpan secara kering atau dingin akan
tetap memiliki daya hidup yang baik sejak dari panen hingga masa tanam berikutnya. Biji yang baik diambil dari buah yang telah masak. Pada umumnya
biji pinang yaki berkecambah dalam jangka waktu lama. Hal ini disebabkan karena 2 faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam terjadi karena
embryo belum masak, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk berkecambah. Faktor luar pada umumnya terjadi karena kulit yang keras
sehingga menghalangi terjadinya penyerapan air dan udara oleh biji. Lamanya perkecambahan biji yang disebabkan karena factor luar yang dapat diatasi
dengan perlakuan mekanis, seperti mengikir, menggosok kulit biji dengan
124
ampelas atau kawat kassa, melubangi kulit biji dengan pisau, atau menguncang- guncangkan biji; perlakuan kimia dengan perendaman dengan air. Biji
dikecambahkan dalam media pasir atau campuran pasir dengan kompos dengan perbandingan 1:1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perkecambahan biji
adalah menjaga agar media senantiasa lembab dan hangat. Setelah biji pinang yaki menghasilkan 3 helai daun atau lebih, dipindahkan ke polibag dengan
komposisi media tanah, kompos atau pupuk kandang, dan pasir dengan perbandingan 1:1:1. Selain dikecambahkan dalam media pasir, dapat pula
dilakukan pada lahan yang agak kecil agar mudah diawasi dan dipelihara. Agar terhindar dari sengatan matahari, lahan pembibitan perlu diberi naungan dengan
tinggi ± 2 m. Kegiatan perawatan meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pemupukan, pencegahan hama penyakit dan seleksi bibit.
Perbanyakan dengan tunas atau anakan sebaiknya diambil dari rumpun yang sudah memiliki tunas yang cukup banyak minimal 6 anakan. Pemisahan
anakan dilakukan pada saat akar anakan masih berada di dalam tanah dengan menancapkan pisau tepat pada bagian akar yang akan dipotong. Anakan tidak
dapat langsung dipindahkan, tetapi dibiarkan sampai anakan mempunyai akar sendiri kurang lebih 5 bulan. Setelah itu pemindahan dilakukan dengan
menggali anakan secara melingkar. Penggalian harus cukup dalam agar tanah di sekitar perakaran ikut terangkat dan tidak rusak. Perbanyakan tanaman pinang
yaki tidak jauh berbeda dengan pinang sirih yang umumnya dilakukan dalam 2 tahap . Tahap pertama dilakukan 0 – 5 bulan atau jika tanaman tersebut telah
memiliki 3 helai daun, sedangkan tahap kedua dilakukan sejak 5 bulan sampai tanaman berumur 1 tahun.
Witono et al., 2000, Tehnik penanaman dan pemeliharan pinang yaki
dibedakan berdasarkan tempat pemeliharaannya. Umumnya pinang yaki ditanam di luar ruangan sebagai tanaman hias. Penanaman di awali dengan pembuatan
lubang tanaman. Ukuran lubang tanaman untuk pinang yaki berukuran 40 x 40 x 40 cm. Penggalian dilakukan dengan memisahkan lapisan tanah atas
top soil dan lapisan bawah
sub soil. Pada bagian dasar lubang tanaman bisanya tanahnya padat, untuk itu perlu digemburkan terlebih dahulu. Lubang tanam
dibiarkan terbuka sehingga terkena sinar matahari selama 2 minggu, supaya keasaman tanah berkurang, oksigen banyak diserap oleh tanah, dan bibit
penyakit yang ada di dalam tanah mati. Selanjutnya pinang diangkat, dilepas pembungkus akarnya jika berasal dari bibit puteran atau jika dari tanaman pot
125
dilepas dengan hati-hati atau dipecahkan potnya. Tanaman dimasukkan ke dalam lobang tanam, kemudian ditimbun dengan tanah atas top soil, kompos
atau pupuk kandang. Usahakan supaya leher akar bagian di antara akar dan batang tertimbun. Timbunan tanah diinjak-injak agar memadat dan memenuhi
lubang tanam. Pinang yang baru ditanam mudah roboh atau goyah oleh sebab itu tanaman pelu ditopang dengan tiang penyangga dari kayu atau bambu. Jika
timbunan tanah menyusut, perlu ditambah tanah sampai padat agar tanaman menjadi lebih kuat. Setelah 2 – 3 bulan, tiang penyangga dikeluarkan.
Pemeliharaan meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan sesuai keadaan,
bisanya dilakukan hanya pada musim kemarau pagi atau sore hari. Pemupukan dengan pupuk kandang atau kompos dilakukan setiap 6 bulan sekali dan pupuk
buatan NPK setiap 3 bulan sekali dengan dosis yang rendah. Pemupukan dilakukan dengan menggali lubang di sekeliling tajuk dan ditimbun kembali.
Penyiangan dilakukan berdasarkan kondisi di lapangan tergantung kebutuhan bisanya 4 – 6 bulan sekali. Hama yang menyerang bisanya belalang dan
bekicot. Pengendalian yang paling baik adalah dengan cara mekanis membunuh secara langsung jika populasinya kecil, tetapi jika serangannya telah parah
dapat dilakukan dengan pestisida yang ramah lingkungan. Witono
et al., 2000, ada dua tehnik penanaman pinang yaitu penanaman dengan sistem monokultur dan sistem tumpangsari. Penanaman
sistem monokultur artinya tanaman yang ditanam dalam satu areal hanya satu jenis saja. Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan dan
dilakukan secara serentak pada hari yang sama. Penanaman sistem tumpangsari yaitu lahan dapat dimanfaatkan secara
optimal dan akan diperoleh total produksi yang tinggi jika dibandingkan dengan sistem monokultur. Keuntungan lainnya adalah adanya variasi produksi dan
dapat terhindar dari kegagalan total usaha tani bila terjadi serangan hama hama dan penyakit. Bisanya tanaman yang dapat ditumpangsarikan dengan tanaman
pinang di antaranya pisang, kelapa, duku, nenas, coklat, lada, sirih, ubi jalar dan jahe. Sehingga selama tanaman pinang belum berproduksi ± 4-5 tahun, petani
dapat penghasilan dari komoditi lain. Selanjutnya dikemukakan bahwa tanaman pinang juga bisanya ditanam di sepanjang parit karena tanaman pinang mampu
menahan erosi dan mencegah tanah longsor di sekitar kebun.
126
Khasiat dan cara penggunaan pinang yaki
Tanaman pinang yaki ini oleh Suku Bolaang Mongondow yang tinggal dikawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone digunakan sebagai obat
untuk penyakit diabetes dan juga dipakai sebagai obat kontrasepsi. Caranya biji dibelah, diambil dagingnya kemudian direbus dengan 1 gelas air, setelah
mendidih didinginkan lalu diminum. Selain itu, pinang yaki juga dipakai masyarakat sebagai obat cacing pada hewan peliharaan seperti sapi dan
kambing Simbala, 2004. Di Pulau Seram dan Pulau Buru, buah pinang yaki dipakai sebagai tonikum dengan cara buah pinang direbus dengan 2 gelas air
sampai mendidih kemudian didinginkan lalu diminumZuhud, 2004. Sedangkan di Sulawesi tengah, buah pinang yaki dipakai sebagai pengganti buah pinang
sirih Wiriadinata, 2002.
Uji Fitokimia Pinang yaki
Penapisan fitokimia dengan uji kualitatif untuk mengetahui senyawa kimia yang terdapat dalam biji pinang yaki dilakukan pada setiap fraksi yaitu, fraksi
heksana, fraksi khloroform, fraksi etil asetat dan fraksi alkohol 50 . Penapisan yang dilakukan ini hanya menguji beberapa senyawa yang dapat terekstrak
kedalam fraksi pelarut sesuai dengan sifat kepolarannya. Fraksi heksana merupakan fraksi pelarut yang bersifat non polar sehingga senyawa yang
diujinya berupa senyawa non polar seperti terpenoid, minyak atsiri,lemak dan asam lemak. Pengujian pada fraksi khloroform adalah senyawa golongan
alkaloid dan terpenoid. Khloroform biasanya sering mengekstrak senyawa golongan alkaloid dan terpenoid Harborne, 1987. Fraksi etil asetat, senyawa
yang diuji berupa senyawa tingkat kepolaran yang lebih tinggi dari fraksi sebelumnya. Senyawa yang diuji adalah flavonoid dan terpenoid.
Pada uji kualitatif ini, senyawa-senyawa kimia ditentukan golongannya dengan melihat ada tidaknya perubahan warna sesuai dengan pereaksi yang
digunakan, timbulnya endapan dan terbentuknya busa seperti pada identifikasi saponin. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 18.
Pada fraksi khloroform, menunjukkan bahwa biji pinang yaki tidak teridentifikasi adanya senyawa alkaloid. Pemeriksaan alkaloid ini dilakukan
dengan menambahkan pereaksi alkaloid. Pereaksi yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah pereaksi Mayer dan Dragendorf. Kedua pereaksi ini
bereaksi jika terdapat alkaloid dan memberikan warna yang khas. Pereaksi
127
Mayer akan bereaksi dengan alkaloid dan membentuk endapan berwarna putih sedangkan dengan pereaksi Dragendorf membentuk endapan berwarna jingga.
Uji terpenoid mendapatkan hasil positif dengan terbentuknya warna hijau- biru pada larutan. Dalam Harborne, 1987 uji Lieberman – Buchard yang
menghasilkan terbentuknya warna hijau – biru menunjukkan fraksi tersebut mengandung triterpenoid dan sterol.
Tabel 18. Hasil Analisis Fitokimia Pinang yaki Kode Sampel
Parameter Uji Hasil
Keterangan Alkaloida
- Tidak menghasilkan warna endapan
putih, coklat dan jingga setelah ditambahkan pereaksi Mayer,Wagner dan
Dragendrof
Flavonoid +++
Menghasilkan warna jingga pada lapisan amilalkohol
Steroida -
Tidak menghasilkan warna biru muda setelah ditambahkan asam asetat anhidrat
dan asam sulfat pekat
Triterpenoida +++
Menghasilkan warna merah setelah ditambahkan asam asetat anhidrat dan
asam sulfat pekat Tanin
+++ Menghasilkan warna hitam kehijauan
setelah ditetesi FeCl
3
1 Hidro kuinon
++ Menghasilkan warna merah setelah
ditetesi NaOH 10 Pinang Yaki
Saponin +++
Menghasilkan busa yang stabil setelah dikocok
Keterangan : + sedikit ++ Banyak
+++ Sangat Banyak -Tidak ada
Tabel 18 menunjukkan bahwa pada ekstrak kasar diperoleh hasil positif untuk uji tanin. Tanin banyak terdapat dalam jaringan tumbuhan dan mempunyai
rasa pahit dan kelat. Hal ini menyebabkan sebagaian besar tumbuhan yang mengandung tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan. Uji tanin ini
128
diperlukan mengingat biji pinang yaki digunakan sebagai obat cacing pada hewan ternak. Identifikasi tanin dilakukan dengan menggunakan larutan FeCl
3
1 dan akan memberikan warna biru kehitaman atau hijau kehitaman. Reaksi tanin dengan FeCl
3
sebagai berikut : Tanin + FeCl
3
Tanin-Fe biru- kehitaman atau hijau kehitaman Fraksi khloroform mengandung senyawa golongan terpenoid khususnya
triterpenoid dengan terbentuknya warna hijau – biru tua dengan pereaksi Lieberman-Buchard. Pada fraksi etil asetat, dua senyawa yang diuji memberikan
hasil yang positif. Hasil tersebut adalah triterpenoid dan flavonoid. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah setelah penambahan
setelah penambahan magnesium dan HCl pekat. Senyawa saponin menghasilkan uji positif pada fraksi alkohol 50.
Saponin ini diambil dari kata sapo sabun yang menggambarkan tumbuhan yang mengandung saponin seperti pada
Saponaria officinalis Caryophylaceae untuk detergen Harbone 1996. Robinson 1995 mendefinisikan saponin sebagai
senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah
merah. Senyawa ini dapat terdeteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa yang stabil minimal selama 15 menit. Menurut Wen dan Nowicke 1999
diacu dalam American Journal of Botany 1999, senyawa saponin berfungsi sebagai
aprodisiaca obat kuat. Saponin merupakan senyawa turunan steroid yang berperan sebagai hormon seks Robinson 1995; Harbone 1984.
Sedangkan Kayun 2003 membuktikan bahwa saponin merupakan senyawa aktif untuk pengobatan hepatitis. Selain saponin, pengujian pada fraksi alkohol
50 ini juga dilakukan untuk senyawa golongan terpenoid khususnya triterpenoid .
Bila dilihat dari hasil uji fitokimia, biji pinang yaki mengandung senyawa tanin, triterpenoida, flavonoid, dan saponin yang kemungkinan besar
mengandung senyawa potensi bioaktif. Menurut Ramanthan
et al., 1992 tanin dan flavonoid memiliki aktifitas dalam menghambat HeLa dan Raji Lymphoma cell. Flavonoid juga merupakan
senyawa aktif sebagai antitumor, antialergi, antihepatotoksik, kardiovascular dan antioksidan Markham KR, 1988.
129
Golongan triterpenoid bisa digunakan sebagai anti bakteri Waterman, 1990, antikanker, dan untuk mengobati luka dan peradangan Cai
et al., 1992. Menurut Robinson 1995, triterpenoida merupakan senyawa yang aktif terhadap
patukan ular, diabetes, kerusakan hati, gangguan kulit dan antifungi.
Analisis Karakter ekstrak
Analisis krakter ekstrak diperlukan untuk pengkajian bagian tanaman berpotensi. Pengukuran kadar air diperlukan karena memiliki relevansi terhadap
mutu simplisia biji pinang yaki secara kualitatif dan kuantitatif. Mutu kualitatif berkaitan dengan bioaktifitas yang diperoleh pada proses ekstraksi sedangkan
mutu kuantitatif berkaitan erat dengan perolehan senyawa target yang diharapkan dalam proses ekstraksi.
Penetapan kadar air diperlukan untuk bahan simplisia nabati yang berhubungan dengan hilangnya H
2
O dari suatu bahan pada suhu 105
O
C. Kadar air yang tinggi berpeluang sebagai tempat hidup dan berkembangnya
mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan simplisia. Pada Tabel tersebut di atas memperlihatkan kadar air kurang dari 10 yang merupakan prasyarat untuk
simplisia nabati Anonim , 1985. Pada penelitian, jumlah rendemen yang diperoleh juga dijadikan
parameter untuk menentukan untuk penelitian selanjutnya. Menurut Houghton dan Raman 1998 dengan mengetahui sifat senyawa yang akan diekstrak maka
dengan mudah dapat ditentukan pelarut dan metode ekstrak yang sesuai. Hasil analisis kadar sari biji pinang yaki dapat dilihat pada Tabel 19 berikut :
Tabel 19. Hasil Analisis Kadar sari Buah Pinang yaki
Parameter Hasil
Rendemen air Rendemen Pelarut Organik
Kadar Air Kadar Abu
5,78 16,46
6,10 0,70
130
Uji Toksisitas dengan Metode BSLT Brine Shrimp Lethality Test
Pada penelitian ini konsentrasi ekstrak bahan pinang yaki yang digunakan dalan uji toksisitas yaitu 400, 600, 800, 1000 ppm dalam tabung yang berisi 10
ml air laut dan 15 ekor larva dengan tiga kali ulangan, menggunakan Metode BSLT Brine Shrimp Lethality Test, dan pengamatan setelah 24 jam. Hasil
analisis uji ini berupa LC
50
Lethal Conentration 50 yang merupakan konsentrasi fraksi dalam skala ppm yang dibutuhkan untuk mematikan setengah dari populasi
larva udang. Data mortalitas larva A. salina Leach terhadap eksrak selanjutnya
diproses melalui program komputer Probit Analysis Method untuk memperoleh
nilai LC
50
dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 Finney, 1971 . Hasil analisis probit menunjukkan ekstrak biji pinang yaki memiliki potensi
bioaktif, dalam hal ini berada pada nilai LC
50
sebesar 334.99 ppm, berarti pada konsenrasi tersebut menyebabkan kematian 50 hewan uji
Artemia salina L. Nilai tersebut menunjukkan bahwa secara farmakologis bersifat toksik terhadap
hewan uji. Menurut Meyer et al. 1982, Solis et al. 1983 penelitian National Centre
Institut NCl Amerika Serikat, suatu ekstrak atau fraksi dari suatu tanaman dianggap mempunyai potensi bioaktif terhadap kematian larva udang jika dinilai
LC
50
1000 ppm, hanya spektrum keaktifannya masih sangat luas, semakin kecil nilai LC
50
nya, maka ekstrak tadi akan semakin toksik.
131
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa pinang yaki Areca vestiaria
Giseke dapat ditemukan di lima lokasi penelitian yaitu di hutan Doloduo, Tumokang, Matayangan , dan Gunung Kabila, dan Torout.
2. Areca vestiaria Giseke merupakan jenis tumbuhan yang mendominansi
kawasan hutan Tumokang dan G.Kabila pada tingkat sapihan dengan nilai dominansi relatif tertinggi sebesar 8.08 dan 2.19 .
3. Jenis pinang yaki memiliki Indeks nilai penting INP tertinggi tingkat sapihan di lokasi hutan Tumokang sebesar 24,53 dan tingkat semai
sebesar 11,26, sedangkan lokasi hutan G.Kabila sebesar 16,32 untuk tingkat sapihan, dan untuk tingkat semai sebesar 11,18 .
4. Tanaman pinang yaki ini oleh Suku Bolaang Mongondow yang tinggal dikawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone digunakan sebagai
obat untuk penyakit diabetes, obat cacing untuk hewan ternak dan juga dipakai sebagai obat kontrasepsi.
5. Hasil analisis kadar sari kadar sari buah pinang yaki menunjukkan dalam air = 5,78 , etanol = 16,46 , kadar air = 6,10 , kadar abu =
0,70 . 6. Hasil uji fitokimia menunjukkan biji pinang yaki mengandung tanin,
triterpenoid, flavonoid, saponin dan hidrokuinon. 7. Uji toksisitas terhadap larva udang
A.salina Leach diperoleh nilai 334,99 ppm. Nilai LC
50
di bawah 1000 ppm, ini menunjukkan bahwa biji pinang yaki memiliki potensi bioaktif.
Saran
Perlu dilakukan penelitian kandungan senyawa aktif pinang yaki berdasarkan lokasi pengambilan sampel, waktu pengambilan sampel, dan
umur buah pentil, matang, dan buah masak
132
ABSTRACT
HERNY EMMA INONTA SIMBALA. Effect of Pinang Yaki Areca vestiaria
Giseke extract application on Spermatozoa quality of male mouse. Under the direction of DEDE SETIADI, LATIFAH K-DARUSMAN, IBNUL QAYIM, MIN
RAHMINIWATI.
One ideal alternative for male contraception is using natural substance namely plant according to laws no.23, 1992, concerning about traditional
medicine. As an archipelago country, Indonesia has wet tropical seasons that rich with flora species. In other hand in searching ideal contraception for male,
should meet with criteria including prevent fertilization, safety, reversible, responsive, simple to use, and heving no side effect. Pinang yaki
Areca vestiaria Giseke are used to cure diabetes diseses and contraception by community
around Bogani Nani Wartabone National Park. The methods is as follows: the seed is broken, pick the meat, than boiled with a glass of water, and after cooling
than immediately to drink.
The research’s objectives are to make preclinical testing as anti fertility on pinang yaki
Areca vestiaria Giseke, to study effect of pinang yaki seed extract application on spermatozoa quality of white male mouse vas deferens,Sprague-
Dawley wistar, and to study effective dosage that decreasig spermatozoa quality of the mouse.
The research was expected useful to make a new invention to support WHO program, that is found a new methods for male contraception that meet
with criteria such as safety, effective, reversible having no side effect. From the result, it was concluded that application of pinang yaki seed
extract on male mouse is able to decrease motility, normal shape of spermatozoa, and the spermatozoa number, but not significant to body and testis
weight. Key word : Pinang yaki extract, Spermatozoa, Male Mouse
133
PENDAHULUAN
Latar belakang
Hampir seluruh negara di dunia merasa kuatir terhadap peningkatan jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang tidak terkontrol akan menimbulkan
dampak negatif terhadap pola prilaku penduduk sehingga sulit mencapai kesejahteraan.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia
tahun 2000 mencapai 203,4 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk kurang lebih 4 per tahun maka jumlah penduduk akan menjadi 400 juta jiwa
pada tahun 2050. Untuk itu laju pertumbuhan masih harus terus ditekan, sehingga sumber daya dapat lebih diprioritaskan pada pembinaan potensi dan
kualitas penduduk. Bagi Pemerintah Indonesia, masalah penduduk sangatlah penting karena
berhubungan langsung dengan kesejahteraan hidup yang sehat dan layak. Keadaan ekonomi yang kurang memadai dengan jumlah keluarga yang banyak
akan membuat orang harus bekerja keras membanting tulang untuk dapat hidup dengan tenang.
Dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk, Pemerintah Indonesia mengambil suatu kebijakan melalui Program Keluarga Berencana
KB. Menurut survey Kesehatan dan Demokrasi Indonesia yang dikeluarkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana nasional di tahun 2003, dari 27 juta
akseptor KB di Indonesia, 90 adalah wanita, partisipasi pria sangat kecil, hanya berkisar 1,3. Padahal di Malaysia, partisipasi pria dalam menjalani
program KB sudah mencapai angka 15 . Selanjutnya dilaporkan pula bahwa keterlibatan pria secara aktif dalam program KB, masih sangat rendah dan
terbatas hanya dengan menggunakan alat KB kondom 1,11 serta vasektomi 1,35. Meskipun kegagalan kedua alat ini sangat kecil Raven dan Johnson,
186, namun masih terdapat masalah yang cukup kompleks. Kondom mempunyai efek psikis karena berkurangnya daya sensivitas Sutiyarso, 1992.
Vasektomi dapat menimbulkan infeksi, sehingga terjadi pembengkakan, rasa sakit dan kegagalan rekanalisasi vas deverens sehingga dapat menyebabkan
sterilitas Anonim,1983; Moeloek, 1985; Vernom et al.1991. Selain itu cara ini
134
memerlukan tenaga ahli dan fasilitas yang biayanya cukup tinggi sehingga mengurangi niat sipemakai.
Rendahnya partisipasi pria dalam program KB, disebabkan terbatasnya pilihan kontrasepsi pria. Agar lebih mendorong kaum pria untuk berperan aktif
dalam mengikuti program KB, maka sangatlah tepat untuk lebih banyak menyediakan jenis kontrasepsi untuk pria, sehingga kaum pria memiliki berbagai
alternatif yang sesuai pilihannnya. Usaha pengembangan cara pengendalian kesuburan pria lebih sulit dari
wanita, karena seorang pria setiap hari dapat memproduksi jutaan sperma, sedangkan seorang wanita hanya melepaskan sebuah sel telur setiap bulan. Pil
atau suntikan KB untuk pria harus dapat mengendalikan produksi jutaan sperma, tanpa penurunan libido dan efek samping yang membahayakan.
Salah satu alternatif kontrasepsi pria yang paling ideal adalah penggunaan bahan alam yaitu tanaman, yang sejalan dengan Undang-Undang
no.23 tahun 1992 tentang pengobatan tradisional. Hal ini sesuai dengan kondisi negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan iklim tropika basah
yang kaya dengan jenis flora. Dalam mencari bahan kontrasepsi yang ideal bagi pria, selain harus mencegah terjadinya pembuahan, juga harus memenuhi
kriteria aman, reversibel, cepat kerjanya, mudah digunakan, dan tanpa efek samping yang berarti bagi pemakainya, terutama potensi seks dan libido.
Satari 1994 mengemukakan bahwa Indonesia memiliki hutan tropik seluas 120 juta hektar yang dikenal sebagai komunitas yang paling kaya akan
keanekaragaman flora serta merupakan gudang plasma nutfah endemik yang dapat dimanfaatkan untuk masa kini dan masa yang akan datang.
Menurut Rosoedarso, et al 1990, sebagaian besar keanekaragaman
hayati berada di dalam hutan. Sedangkan Zuhud1994 mengatakan bahwa di dalam hutan Indonesia terdapat 25.000 jenis tumbuhan, dan dari jumlah tersebut
baru 20 atau 5000 jenis yang sudah dimanfaatkan dalam berbagai pemanfaatan termasuk 1260 jenis yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat.
Oleh karena itu hutan tropis Indonesia adalah sumberdaya bahan kimia yang masih menunggu untuk dievaluasi guna menemukan bahan-bahan kimia baru
yang potensial dalam bio-industri farmasi, pertanian, dan umumnya. Jumlah jenis tumbuhan obat yang telah diidentifikasi tidak kurang dari
1845 jenis tumbuhan obat liar yang saat ini dieksploitasi dalam jumlah besar dari hutan maupun dari lahan liar lainnya sebagai bahan baku industri obat tradisional
135
di Indonesia. Dari 1845 jenis tumbuhan obat tersebut, terdapat 18 jenis diantaranya merupakan tanaman obat yang berpotensi menurunkan kesuburan
atau sebagai antifertilitas bagi pria Agoes, 2006. Salah satu di antaranya adalah pinang yaki
Areca avestiaria yang digunakan oleh masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone sebagai alat kontrasepsi pria.
Caranya biji dibelah, diambil dagingnya kemudian direbus dengan 1 gelas air, setelah mendidih dinginkan lalu diminum.
Areca vestiaria atau pinang yaki merupakan salah satu marga Areca
dengan ciri-ciri umum yaitu tumbuh tunggal atau berumpun, batang ramping dan bercincin, terdapat tajuk pelepah, pelepah daun panjang atau pendek, helaian
daun memanjang tersusun teratur, pembungaan tumbuh pada ruas batang di bawah tajuk pelepah. Berumah satu, Buah bulat telur, berwarna jingga sampai
merah dan berbiji satu Witono, 1998. Hasil analisis Fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak buah pinang yaki
mengandung tanin, flavonoid,hidro kuinon, triterpenoid dan saponin. Sedangkan dari hasil analisis karakter ekstrak, buah pinang yaki mengandung kadar air 6.10
, kadar abu 0,70 ,rendemen air 5,78 dan rendemen pelarut organik 16,46 .
Tujuan Umum : Penelitian ini bertujuan untuk menguji ekstrak buah pinang yaki
Areca
vestiaria sebagai antifertilitas untuk menunjang program pemerintah
dalam menekan laju pertumbuhan penduduk Indonesia Menunjang program Badan Kesehatan Dunia WHO tahun 2006 guna
menemukan metode baru KB Pria yang aman, efektif, reversibel dan
tanpa efek samping yang berarti bagi kesehatan pemakainya. Tujuan Khusus :
Melakukan uji preklinik sebagai antifertilitas Areca vestiaria, untuk
mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji pinang yaki terhadap kualitas spermatozoa vas deferens tikus putih jantan
strain Sprague-Dawley dan untuk mengetahui berapa besar dosis efektif yang dapat menurunkan kualitas
spermatozoa vas deferens tikus putih jantan .
136
Hipotesis Penelitian
Buah pinang yaki Areca vestiaria memiliki komponen bioaktif sebagai
antifertilitas, terhadap kualitas spermatozoa vas deferens Tikus putih jantan.
Hasil yang diharapkan
Penelitian ini diharapkan akan memberi terobosan baru dalam penemuan senyawa-senyawa bioaktif unggulan khas tropis yang mempunyai aktifitas
sebagai antifertilitas. Di samping itu akan diperoleh temuan baru untuk menunjang program Organisasi Kesehatan Dunia WHO guna menemukan
metode baru KB Pria yang aman, efektif, reversibel dan tanpa efek samping
137
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman yang digunakan sebagai antifertilitas
Berbagai bahan obat yang berasal dari tumbuhan hutan tropis, terutama yang berhasiat untuk pengobatan penyakit telah ditemukan dan diuji
bioaktifitasnya. Bahan kimia yang bersumber dari tumbuhan yang telah digunakan untuk antihipertensi di antaranya resinamin dan reserpin dari
Rauwolfia serpentina Benth. dan deserpidin dari R. tetraphylla L. Apocynaceae; untuk terapi penyakit jantung dipakai bahan kimia seperti kuabain dari
Strophanthus gratus Baill. Apocynaecae; dan untuk terapi diuretic dan vasodilator dipakai teobromin dari
Theobroma cacao L. Sterculiaceae Achmad, 2003.
Sampai saat ini, obat kontrasepsi oral yang efektif dan banyak digunakan, berasal dari golongan steroids. Hampir semua jenis obat tersebut
merupakan hasil sintetis di laboratorium, dan berpotensi mengundang efek samping yang merugikan. Pada beberapa orang, efek itu tampak nyata
semacam berat badan tidak terkendali, alergi, mual-mual, gangguan siklus haid, hilangnya gairah kerja, dan lain-lain. Berdasarkan pada kenyataan ini,
masyarakat mulai menengok kembali ramuan tradisional yang relatif lebih aman Anonim 1988.
Populasi masyarakat di Tibet yang tidak mengalami perkembangan signifikan selama lebih dari 200 jiwa. Para peneliti di sana tak pernah direpotkan
persoalan kependudukan selama kurang lebih dua abad. Beberapa penelitian membuktikan, dalam menu makanan warga Tibet, hampir selalu hadir kacang
ercis Pisum sativum, atau motor dalam bahasa Tibet. Orang Indonesia
mengenal kacang ini dengan sebutan garnet, kacang kapri, atau kacang polong. Penelitian intensif di laboratorium akhimya menghasilkan temuan bahwa
senyawa penghambat lonjakan angka kelahiran di Tibet adalah senyawa kimia m-xilohidroksiquinon. Ini merupakan senyawa utama minyak kacang ercis. Hasil
pengujian terhadap hewan dan manusia menunjukkan, senyawa ini sangat efektif dalam menghalangi aktivitas spermatozoa.
M-xilohidroksiquinon digolongkan ke dalam senyawa antifertilitas nonsteroida. Senyawa dalam ercis sama sekali tidak
berpotensi toksik racun bagi wanita. Di dalam tubuh, aktivitas senyawa ini berlawanan dengan vitamin E yang konon merupakan vitamin penyubur
http:www.kompas.comkesehatannews00219053719.htm .
138
India merupakan negara yang memiliki kearifan tradisional dan menemukan sekitar 148 jenis tanaman sebagai obat antifertilitas. Salah satunya
adalah dringo atau jeringau Acorus calamus. Tanaman tahunan ini selain
sebagai obat tidur, manjur juga sebagai kontrasepsi dengan meminum air rebusan rimpang secukupnya dicampur susu. Wanita India bisa meminumnya
setelah datang bulan. Cara lain adalah mengkonsumsi biji jarak Ricinus
communis sehari setelah melahirkan. Jalan lainnya, mencampur makanan sehari-hari dengan tepung biji saga manis
Abrus precatorius. Beberapa tanaman bisa digunakan dengan meminum air rebusannya, seperti daun dan
buah kecubung Datura metel, akar ki encok Plumbago zeylanica, buah dan biji
labu air atau waluh bodas
Langinria sicerarid http:www.kompas.comver1Kesehatan061004114741.htm3
. Amerika Latin Puerto Riko, Kuba, Republik Dominika, dan Santa Lucia
juga punya kearifan tradisional seperti India. Secara umum, masyarakat di sana sudah menyadari potensi obat berjenis-jenis tumbuhan, termasuk juga dalam
menekan jumlah kelahiran. Untuk keperluan ini, warga Amerika Latin kerap menggunakan daun dan batang defenbahia
Dieffenbachia seguine, sejenis tumbuhan talas-talasan. Sedangkan di Kepulauan Solomon, warganya
memanfaatkan kulit akar palas Licuala sp., tumbuhan sejenis palem untuk
menggagalkan pembuahan di dalam rahim. Pria maupun wanita biasanya mengunyah bagian tumbuhan ini.
Umumnya, yang menggunakan obat antikehamilan secara oral adalah wanita. Tapi, di negara berpenduduk padat, Cina, terungkap fakta para lelaki di
sana memakan obat kontrasepsi yang terkandung dalam biji kapas Gossypium
sp.. Biji kapas yang diolah menjadi minyak dan digunakan untuk memasak di negeri tirai bambu ini mengandung senyawa
gosipol. Senyawa inilah yang berperan menurunkan kesuburan sperma Kosela, 1999..
Di balik anggunnya penampilan kembang sepatu Hibiscus rosasinensis,
ternyata tersimpan juga potensi pencegah kehamilan, dan bisa dimanfaatkan baik pria maupun wanita. Ekstrak kembang bergetah ini memiliki sifat
antiestrogenik, yakni mengganggu aktivitas hormon reproduksi pada kaum ibu maupun kelompok bapak. Akibat lanjutannya, kehadiran adik baru pun bisa
dicegah. Pada pria, air rebusan bunga kembang sepatu selain mengganggu keseimbangan hormon reproduksi
progesteron, juga memberikan efek menghambat produksi sperma, mengganggu fungsi
endokrin, dan memperkecil
139
ukuran testis. Tapi, pengaruh itu hanya timbul selama pemberian ekstrak
berlangsung. Kalau dihentikan, organ reproduksi akan normal kembali. Areuy kacembang
Embelia ribes atau akar kelimpar pun bisa jadi pilihan sebagai antifertilitas . Tumbuhan merambat yang mengandung senyawa
embelin cukup baik untuk mencegah kehamilan selain jua dikenal sebagai obat cacing.
Dosis yang sudah diujicobakan adalah dengan mencampur sebanyak 7 gram areuy kacembang
, 7 gram lada panjang Piper longum, diminum selama 22 hari. Selama itu pula, peserta KB
areuy kacembang tidak melakukan hubungan suami-istri. Setelah masa puasa berlalu, hubungan intim bisa dilakukan seperti
biasa. Dengan teknik kontrasepsi semacam ini, kesuburan kaum ibu bisa hilang selama setahun.
Senyawa rottlerin yang terdapat pada ki meyong Mallotus phillippensis
juga bersifat antifertilitas. Penggunaan senyawa ini dengan dosis 10 mgkg berat badan, 100 efektif dalam menggagalkan pembuahan selama sepuluh hari, dan
sekira 84 dalam 20 hari. Tapi, jika dosisnya mencapai 20 mgkg berat badan, pembuahan akan terhenti total selama sebulan. Sedangkan dalam pengobatan
formal, senyawa alami sparteina yang berasal dari tumbuhan telah digunakan
sebagai obat kontrasepsi oleh banyak dokter. Senyawa ini banyak dijumpai pada tumbuhan dari famili
Fabaceae atau polong-polongan, terutama marga Ammodendron, Baptisia, Cytisus, Gjenista, Gobelia, Lupinus, Retama,
Sarothammus, Templetonia, dan Thermopsis. Sayangnya, tumbuhan tersebut bukanlah tanaman asli Indonesia.
Luffa aegyptiaca blustru merupakan tanaman antifertilitas dari famili Cucurbitaceae. Berdt 1982 menyebutkan bahwa
Luffa aegyptiaca mengandung Stigmasterol yang dapat disintesis menjadi progesteron,
selanjutnya Partodiharjo 1980 mengemukakan bahwa hormon progesteron mampu mencegah perkembangan folikel ovarium yang baru dan dapat
mencegah terjadinya ovulasi. Anisimov et al 1978 menyatakan, bahwa aktivitas
saponin triterpenoid dapat menggagu kebuntingan. Franswort et al 1975
menyebutkan, bahwa ekstrak seluruh bagian tanaman Luffa aegyptiaca yang
diberikan pada tikus ternyata mampu mengurangi jumlah anak yang dilahirkan. Dian Bhagawati
et al 1998 mengemukakan bahwa pemberian ekstrak biji blustru dapat menghambat laju kebuntingan tikus antifertilitas.
Meski berasal dari alam, penggunaan obat-obatan dari tumbuhan tetaplah harus hati-hati dan bijak. Pasalnya, ada literatur kuno yang menyatakan,
140
tanaman ki urat Plantago major bisa berfungsi sebagai afrosidiak atau
pembangkit gairah seksual. Namun, literatur yang sama juga menyebutkan, tumbuhan itu bisa mengakibatkan sterilitas atau ketidakmampuan membuahi
pada sperma pria. Beberapa jenis tanaman bersifat mendua, baik antifertilitas tapi juga dapat menyebabkan terjadinya keguguran
abortifacient. Parsley Petroselinum sativum yang bisa terdapat pada menu ala Eropa mengandung
suatu senyawa yang disebut apiol. Dalam dosis tinggi, senyawa ini dapat
menyebabkan keguguran. Begitu juga dengan minyak inggu Ruta graveolens,
tansy Tanacetum vulgare, pennyroyal Hedeoma pulegioides, dan minyak savin Junioerus sabind.
Dalam konsentrasi tinggi, keempat jenis minyak ini dapat menyebabkan kontraksi yang berlebihan pada rahim. Sedangkan minyak
castor dapat menyebabkan iritasi pada rahim. Buah pala
Myristica fragrans yang mengandung senyawa
miristisin, elemisin, dan safrol, bisa pula mengakibatkan keguguran jika dikonsumsi berlebihan lebih dari tujuh buah sehari. Bahkan, jika
dikonsumsi lebih dari sembilan buah bisa membahayakan kelangsungan hidup sang ibu.
Pengujian efek antifertilitas ekstrak kering kulit batang Kayu Kasai Tristania Sumatrana Miq, Myrtaceae terhadap tikus albino betina strain wistar
menyebabkan pengurangan jumlah implantasi yang bermakna pada P0,01. Sedangkan sebagai aktivitas anti-implantasi hanya dosis 1200 mg per kg bobot
badan yang menghasilkan sebesar 60 serta dosis 300 mg dan 1200 mg per kg bobot badan menghasilkan anti-implantasi masing-masing 0 dan 20.
Pemberian ekstrak tidak menyebabkan pengurangan nafsu makan dan tidak mengganggu kesehatan dari induk tikus tidak menyebabkan adanya cacat fisik
pada anak-anak tikus yang diamati sampai berumur satu bulan. http:digilip.itb.ac.idgo.php?id=jbptitbb-gdl-S2-1987-1734 tanggal 3 Maret
2006.
Tikus Putih sebagai hewan percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih. Tikus putih merupakan hewan percobaan yang banyak dipakai dalam penelitian.
Kelebihan hewan percobaan ini antara lain penanganan dan pemeliharaan yang mudah karena tubuhnya yang kecil, relatif sehat dan cukup bersih, tidak
memerlukan biaya yang mahal untuk pemeliharaan dan kemampuan reproduksi
141
yang tinggi dengan masa kehamilan yang cukup singkat Malole dan Pramono, 1989.
Taksonomi Tikus Putih
Taksonomi tikus putih Rattus sp. menurut Robinson 1979 adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animal
Filum :
Chordata Sub.filum :
Vertebrata Kelas
: Mamalia
Ordo :
Rodentia Famili
: Muridae Genus
: Rattus Jenis
: Rattus sp Galur
: Spraque - Dawley Beberapa galur atau varietas tikus yang banyak digunakan dalam
penelitian antara lain : Sprague Dawley, Wistar, Long Evans, dan Holtzman
Kohn dan Barthold, 1984. Galur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sprague Dawley dengan ciri-ciri berwarna albino putih, berkepala kecil, dan
ekornya lebih panjang dari badannya Malole dan Pramono, 1989, pertumbuhannnya cepat, dan temperamennya baik, serta kemampuan laktasinya
tinggi sehingga sering digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan reproduksi Baker et al.,1979. Sedangkan Wistar mempunyai kepala yang lebih
lebar dan ekor yang lebih pendek. Galur Long-Evans mempunyai bulu yang lebih gelap pada bagian atas kepala dan anterior tubuhnya Smith dan
Mangkoewidjoyo,1987.
Biologi Reproduksi Tikus Putih
Tikus merupakan hewan yang bersifat politokus dengan jumlah anak antara 6 – 12 ekor setiap kali melahirkan Harkness and Wakner, 1989. Tikus
laboratorium bisa hidup 2 – 3 tahun, mencapai usia dewasa antara 40 – 60 hari dan biasanya akan melakukan perkawinan pertama saat mencapai usia 10
minggu Smith dan Mangkoewidjoyo, 1987. Masa pubertas dewasa kelamin dicapai pada umur 50 – 60 hari. Tikus siap dikawinkan pada saat umur 65 – 110
142
hari dimana tikus betina dan jantan masing-masing sudah mencapai bobot 250 – 300 gram. Lama tikus estrus birahi sekitar 4-5 hari. Siklus estrusnya
dikelompokkan pada dalam 4 kelompok yaitu 1 proestrus sekitar 12 jam; 2 estrus sekitar 12jam; 3 metestrus I15jam; metestrus II 6 jam dan 4 diestrus
57jam Baker, 1979. Tikus dapat menjalani perkawinan lagi remating 24 jam setelah melahirkan Smith dan Mangkoewidjoyo,1987. Berdasarkan
pertimbangan bahwa siklus reproduksi tikus cukup pendek dan mudah pemeliharaannnya maka tikus putih sangat tepat untuk digunakan sebagai
hewan model dalam penelitian reproduksi.
Testis a. Anatomi
Testis
Pada seekor hewan terdapat sepasang testis yang berbentuk seperti telur atau peluru Sigit, 1980. Testis terdapat dalam
scrotum, yaitu suatu kantong yang terdiri dari kulit dan
tunika dartos yang membungkus testis dan sebagaian funiculus spermaticus. Dengan adanya scrotum menyebabkan suhu testis rata-
rata 2,2 C lebih rendah dari suhu badan abdomen.
Scrotum bereaksi terhadap rangsangan seksual dengan cara vasokongesti dan kontraksi serabut-serabut
otot polos dari tunika dartos, sehingga menyebabkan scrotum menjadi tebal dan
mengencang Effendi, 1981. Testis terletak di daerah prepubis dan digantung oleh
funiculus spermaticus yang mengandung unsur-unsur yang terbawa oleh testes dalam perpindahannya dari
cavum abdominalis melalui canalis inguinalis ke dalam
scrotum Toelihere, 1985. Bidang luar berbentuk convex dan licin. Bagian testis yang terletak di
ujung proksimal disebut ekstremitas capitata yang berhadapan dengan caput
epididymis. Ekstremitas caudata berhadapan dengan cauda epiddymis. Bagian pinggir yang berhadapan dengan
corpus epiddymis disebut margo epiddymis, dan bagian yang bebas dari testis disebut
margo liber Sigit, 1980. Testis terbungkus oleh tunica vaginalis propria yang akan membugkus
ductus epiddymis dan ductus deferens. Di bagian profundal tunika ini terdapat tunica alBunginea yaitu suatu jaringan ikat padat berwarna putih yang
mengandung serabut fibreus dan serabut-serabut otot licin. Tunica albugenia
berhubungan dengan suatu jaringan ikat yang menbagi testis menjadi lobuli testis
yang disebut septula testis. Septula testis akan menuju ke mediastinum testis
yang terletak disentral. Lobuli testis mengandung tubuli seminiferi contorti yaitu
143
suatu saluran yang dibentuk oleh sel-sel spermatogonia dan sel-sel sertoli. Sel- sel spermatogonia merupakan sel-sel yang akan menjadi spermatozoa dan sel-
sel sertoli adalah sel-sel yang berfungsi memberi nutrisi pada spermatogonia. Di antara tubulli ini terdapat sel-sel Leydig yang menghasilkan hormon kelamin
jantan yaitu testosteron. Tubuli seminiferi contorti dari satu lobulus akan berjalan menuju ke tubulus seminiferus rectus yang akan membentuk rete testis. Rete
testis terletak di dalam mediastinum testis, berfungsi menyalurkan spermatozoa ke ductus epididymis Sigit, 1980.
Testis terikat oleh ligamentum scroti di bagian distal. Ligamentum ini
merupakan sisa dari gubemaculum testis yang terdapat pada festus dan dibentuk
oleh dua ligamenta yaitu sebagai berikut : 1.
Ligamentum testis proprium, bertaut dari cauda epididymis ke ekstremitas caudata testis.
2. Ligamentum caudata epididymis Ligamentum inguinale testis, bertaut
dari ekstremitas caudata testis ke fascia scrotalis Sigit, 1980.
c. Fungsi Testis
Fungsi alamiah esensial seekor hewan jantan adalah sebagai penghasil spermatozoa yang hidup, aktif dan potensial fertil dan meletakkannya ke dalam
saluran kelamin betina Toelihere, 1985. Testis mempunyai dua fungsi utama yaitu menghasilkan sel mani oleh
tubuli seminiferi dan sekresi hormon testosteron oleh sel-sel Leydig Effendi, 1981. Secara fungsional testis merupakan kelenjar ganda karena bersifat
eksokrin dan endokrin. Bersifat eksokrin karena menghasilkan sel kelamin sel benih dan bersifat endokrin karena menghasilkan sekrel internal yang
dilepaskan oleh sel-sel khusus Tambayong dan Wonodirekso, 1996. Menurut Toelihere 1985, testes sebagai organ kelamin primer
mempunyai dua fungsi yaitu menghasilkan spermatozoa atau sel-sel kelamin jantan dan mensekresikan hormon kelamin jantan, testosteron. Spermatozoa
dihasilkan di dalam tubuli seminiferi atas pengaruh FSH Follide Stimulating
Hormon, sedangkan testosteron diproduksi oleh sel-sel interstial dari Leydig atas pengaruh ICSH Interstisial Cell Stimulating Hormon.
Fungsi eksokrin testis tergantung pada banyak faktor. Hormon penggiat folikel, FSH
Follide Stimulating Hormon dari lobulus anteror hiposis merangsang spermatogenesis. FSH mempengaruhi sel sertoli untuk merangsang
144
sintesis suatu reseptor yaitu protein pengikat androgen, yang akan berikatan dengan testosteron dan disekresikan ke dalam lumen tubulus seminiferus.
Keberadaan testosteron di dalam ruang abdominal dibutuhkan untuk memelihara spermatogenesis. Sel sertoli juga dianggap mensintesis hormon testis yang lain
yaitu inhibin yang masuk ke dalam aliran darah serta akan menghambat sekresi FSH oleh hipofisis lobus anterior Tambayong dan Wonodirekso, 1996.
Sekresi endokrin yang utama adalah testosteron. Hormon ini dihasilkan oleh sel interstisial yang merupakan kelenjar endokrin yang khas karena
berkembang bukan dari permukaan epitel seperti kebanyakan kelenjar lainnya, tapi berasal dari stroma mesenkim testis. Di dalam stroma yang banyak
mengandung kapiler, hasil sekresi sel-sel interstisial dengan mudah masuk ke dalam sistem vaskular. Produksi testosteron tergantung pada rangsangan
Luteinizing Hormon LH dari lobus anterior hipofisis. Organ sasarannya adalah sel-sel interstisial maka Luteinizing Hormon LH sering disebut sebagai
Interstisial Cell Stimulating Hormon ICSH. Testosteron selain berpengaruh terhadap spermatogenesis juga mengatur sifat-sifat seks sekunder, merangsang
seks dan perkembangan serta pemeliharaan saluran kelamin dan kelenjar kelamin tambahan Tambayong dan Wirodeksonon, 1996.
Saluran tubuli seminiferi dalam testis merupakan komponen terbesar, yaitu 90 pada tikus, sedangkan pada kuda dan kangguru 60. Ukuran
diameter tubuli seminiferi beragam untuk setiap jenis, umumnya berkisar antara 200-400 µ. Dalam tubuli seminiferi terdapat 2 sel somatik yaitu sel myoid dan
sertoli, serta terdapat 5 macam tipe sel kelamin yaitu sel spermatogonia, spermatosit primer dan sekunder, spermatid dan spermatozoa Austin dan Short,
1982. Letak sel kelamin tersebut dalam tubuli seminiferi sangat berhubungan dengan tingkat perkembangannya. Makin dewasa tingkat perkembangannya
semakin dekat letaknya ke lumen, sebaliknya semakin muda sel kelamin semakin dekat pada membran basal. Perkembangan sel kelamin tikus
disepanjang tubuli seminiferi mulai dari tingkat awal sampai terbentuknya spermatozoa dalam proses spermatogenesis dapat dilihat pada Gambar 20.
Sel spermatogenia mempunyai inti yang oval dan mengandung granula kromatin. Berdasarkan sebaran bentuk kromatin dalam inti, spermatogonia
dapat dibedakan menjadi spermatogonia A, spermatogonia In intermediat, dan spermatogonia B. Sebaran kromatin spermatogonia A umumnya halus dan
homogen sedangkan spermatogonia B kromatinnya agak kasar, lebih gelap dan
145
sebagaian kromatinnya melekat pada inti. Perkembangan sel spermatogonia B akan mengalami beberapa fase pembelahan mitosis dan miosis, sehingga
mengalami transformasi bentuk dan akhirnya menjadi spermatozoa yang utuh.
Gambar 20. Perkembangan sel kelamin tikus jantan selama spermatogenesis Clermont, 1962.
Sel myoid merupakan bagian yang penting sebagai sel jaringan ikat di sepanjang dinding tubuli seminiferi, yang berdampingan dengan material bukan
sel. Sel myoid kemungkinan besar bertanggungjawab atas respon gerakan peristaltik tubulus dan juga berkaitan dalam menstimulasi sel-sel sertoli Austin
dan Short, 1982.
146
Sel Sertoli terletak di sepanjang membran basal yang dapat dibedakan dengan sel kelamin, karena berbentuk torak, inti oval, nukleoplasmanya
homogen dan anak intinya jelas. Sel ini sangat resisiten terhadap zat-zat yang merusak sel kelamin Oakberg, 1959. Populasi sel sertoli pada setiap kuda
yang berumur 4 – 20 tahun memiliki sekitar 6,8 – 9,4 milyar Johnson et al,
1991. Sel sertoli mempunyai fungsi yang sangat erat kaitannya dengan kelangsungan
hidup sel kelamin, antara lain : 1. Menghasilkan substansi untuk menjamin berlangsungnya fungsi
spermatogenik Garner dan Hafez, 1987. 2. Menghasilkan protein pengikat Androgen Binding Protein = ABP yang
berperan sebagai alat transit androgen ke sel-sel kelamin French dan Retzen, 1973 dan ke caput epididimis Hanson et al., 1976, dan juga
sebagai sumber sekresi cairan untuk transfer spermatozoa meninggalkan testis Garner dan Hafez, 1987.
3. Bersifat sebagai fagositosis terhadap sel-sel kelamin yang mengalami degenerasi atau rusak dan sisa protoplasma sperma dewasa
residual bodies yang banyak terdapat dalam tubuli seminiferi Car et al. 1968.
4. Berfungsi sebagai penghalang darah testis blood-testis barier, karena
cabang sitoplasma sel sertoli yang berdekatan akan saling bertaut erat sekali sehingga akan menghambat keluar masukknya zat asing pada
tubuli seminiferi, terutama ditujukan bagi darah di luar tubuli agar tidak masuk. Pertautan cabang sel-sel Sertoli yang berdekatan disebut “
Sertoli cell Junction” Dym dan Fawcett, 1970 ; Garder dan Hafez, 1987.
d. Spermatogenesis
Pengertian spermatogenesis adalah suatu rangkaian proses perkembangan sel induk spermatogonia dari epitel tubuli seminiferus yang
mengadakan proliferasi dan diferensiasi, sehingga terbentuk spermatozoa yang normal dan bebas. Proses spermatogenesis secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga tahap seperti : • Tahap pertama, terjadi proses pembelahan mitosis dari sel
spermatogonia sehingga menghasilkan spermatosit dan sel spermatogonia yang baru. Pembaharuan sel induk spermatogonia yang
147
baru dimaksudkan untuk mempertahankan kehadirannya dalam tubuli seminiferi.
• Tahap kedua, terjadi pembelahan miosis sel spermatosit primer dan sekunder yang menghasilkan spermatid berkromosom haploid. Kedua
tahap di atas disebut dengan Spermatogenesis. • Tahap ketiga, terjadi proses perkembangan spermatid menjadi
spematozoa melalui proses metamorfosa, yang panjang dan komplek, hal
ini disebut proses spermiogenesis Clermont, 1972; Garner dan Hafez,
1987. Menurut Austin dan Short 1982, ada dua model teori proses proliferasi dan
pembaharuan sel induk spermatogonia mamalia. Pertama, menurut teori yang
diajukan oleh Clermont dan Bustos- Obregon, 1968, bahwa proses proliferasi sel induk spermatogonia A
secara mitosis yang pada awalnya menjadi satu spermatogonia A
cadangan dan satu lagi menjadi spermatogonia A
1,
yang kemudian membelah lagi menjadi spermatogonia
A
2,
A
3 ,
dan A
4
. Berarti dari satu spermatogonia A
1
menjadi 4 spermatogonia A
4
dan satu di antara spermatogonia A
4
akan menjadi bakal spermatogoniaA
1
untuk spermatogenesis berikutnya. Sedangkan spermatogonia A
sebagai cadangan dan akan memacu pembelahan bila terjadi situasi yang tidak menguntungkan bagi spermatogonia
A
1,
A
2,
A
3 ,
dan A
4
untuk bertahan hidup lagi misalnya terkena radiasi sinar X dan bahan kimia lainnya.
Kedua, menurut teori Huckins dan Oacberg 1978 yaitu sel induk spermatogonia A
S
sama dengan A selalu melakukan pembelahan
secara bertahap dan tidak terkoordinasi sehingga membelah menjadi spematogonia A
1,
A
2,
A
3 ,
dan A
4
. Dalam teorinya spermatogonia A
4
tidak ada yang menjadi bakal sel induk spermatogonia A
1
dalam spermatogenesis berikutnya. Dengan demikian terjadi perbedaan jumlah spematozoa yang
terbentuk. Menurut Clermont dan Bustos-Obregon, 1968 jumlah spermatozoa yang terbentuk dari satu spermatogonia A
1
adalah 12 spermatogonia, karena satu di antara spermatogonia A
4
akan menjadi spermatogonia A
1
kembali. Sedangkan menurut Huckins dan Oakberg 1978 jumlah spermatogonia A
4
yang akan terbentuk dari satu spermatogonia A
1
akan menjadi 16 spermatogonia. Hasil pembelahan spermatogonia A
1
menjadi empat spermatogonia A
4
, selanjutnya masing-masing spermatogonia akan membelah menjadi spermatosit
In dan akan membelah lagi menjadi spermatosit B Setiap spermatosit B akan
148
membelah lagi membentuk spermatosit primer. Sebelum terbentuknya spermatosit primer terlebih dahulu diawali dengan pembentukan stadium
preleptoten, zigoten, pakiten diploten dan diakenesis. Stadium itu berlangsung agak lama sehingga disebut sebagai stadium profase miosis I. Di antara stadium
di atas, Burgos et al. 1970 menyatakan stadium pakiten memerlukan waktu yang paling panjang dibandingkan dengan stadium lainnnya, karena itu disebut
stadium stabil. Terbentuknya spermatosit sekunder terjadi pada saat setelah stadium
profase Miosis I berakhir. Pada umumnya spermatosit sekunder jarang dijumpai, karena akan segera mengalami miosis II menjadi spermatid yang haploid.
Kemudian spermatid akan mengalami metamorfosis yang cukup lama menjadi spermatozoa yang utuh Clermont, 1962, proses tersebut dikenal sebagai
spermiogenesis.
e. Spermiogenesis
Spermatid yang terbentuk dari pembelahan reduksi akan mengalami serangkaian perubahan morfologi yang kompleks sehingga menjadi
spermatozoa, proses ini disebut spermiogenesis. Prose spermiogenesis pada mamalia dapat dibagi menjadi empat fase dan tiap fase terdiri atas beberapa
tahap perkembangan spermatid. Pada tikus terdapat 19 tahap perkembangan spermatid sebelum menjadi spermatozoa dewasa. Keempat fase spermiosis
tersebut yaitu : fase golgi tahap 1-3, fase tudungtahap 4 -7, fase akrosom Tahap 8 -14 dan fase maturasi tahap 15 – 19.
Dalam fase spermiogenesis ada beberapa ciri khas yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Fase golgi; pada fase ini terdapat tiga tahap perkembangan yaitu tahap 1 – 3. Fase ini ditandai adanya iodosom yang mengandung 1 sampai 4 granula
proakrosom. Selanjutnya granula proakrosom bergabung menjadi sebuah granula inti spermatid, tetapi tetap masih berada dalam iodosom.
b. Fase tudung; fase ini disebut juga cap phase yang terdiri dari tahap 4 – 7. Dalam fase ini granula akrosom melebar di atas inti sehingga menutupi
sepertiga bagian inti spermatid. Perluasan granula akrosom ini bentuknya seperti tudung kepala head cap. Pada fase ini iodosom mulai memisah dari
granula akrosom, bersamaam dengan itu kutub inti berlawanan letak dengan sentriol dan dibentuk flagel.
149
c. Fase akrosom; dalam fase ini terdapat 7 tahap perkembangan spermatid yaitu tahap 8 - 14. Di sini terjadi orientasi tudung granula akrosom ke arah
membran basalis. Saat itu sitoplasma spermatid menggeser ke salah satu kutub inti yang semula bulat berubah memanjang. Bagian kaudal ujung inti
yang menghadap membran basalis mulai membengkok, selanjutnya diikuti pula oleh tudung inti yang disebut akrosom. Akhirnya inti makin memanjang
sehingga inti makin membelok menyerupai sperma dewasa. d. Fase maturasipematanggan; dalam fase ini terdapat 5 tahap perkembangan
spermatid tahap 15-19. Pada fase ini hanya terjadi perubahan karena struktur dasar dari spermatozoa telah terbentuk pada akhir fase akrosom.
Sebagaian sitoplasma yang masih melekat pada flagel terlepas dan disebut sebagai badan residu residual bodies. Akhirnya spermatozoa yang telah
matang segera dilepas kan ke dalam lumen tubili.
e. Patologi Testis
Beberapa kejadian patologis yang dapat ditemukan pada organ testis menurut Ressang 1984 adalah sebagai berikut :
• Hipoplasi testis
Hipoplasi ditandai dengan keadaan di mana kedua testis lebih kecil dari pada ukuran normal dan terasa lebih empuk. Secara mikroskopis terlihat adanya
gangguan pertumbuhan tubuli seminiferi yang disertai aspermatogenesis. Tubuli seminiferi dilapisi oleh beberapa lapisan epitel lembaga, spermatozoa tidak
terbentuk dan berubah menjadi sel-sel datia. Libido hewan masih ada atau hilang sama sekali tergantung dari derajat hipoplasi. Keadaan ini bersifat menurun dan
dapat menyebabkan terjadinya kemajiran.
• Orkhitis
Peradangan testis yang ditandai dengan terlipatnya kedua testis walaupun radang hanya terjadi pada satu testis. Testis membengkak dengan konsistensi
sedikit padat karena sel-sel dan cairan radang. Umumnya di sekitar testis terdapat edema, fibrin dan pendarahan karena perorkhitis. Radang pada testis
dikelompokkan menjadi dua yaitu yang bersifat akut dan yang menahun. Secara mikroskopis terlihat terjadinya nekrosa dan hemoragi. Nekrosa terlihat sebagai
150
sarang-sarang soliter dan sarang berkonfluasi dan berwarna suram, kelabu dan merah. Bila orkhitis sudah menahun maka pendarahan akan hilang dan jelas
terlihat adanya nekrosa koagulasi atau perkejuan. Keadaan ini kausanya tidak selamanya jelas dan dapat terjadi pada semua jenis hewan.
• Tumor
Tumor testis hampir seluruhnya ganas dan termasuk yang derajatnya tinggi. Tumor testis berasal dari epitel germinativum dan dibagi atas 5 golongan
yaitu seminoma, embryonal carcinoma, teratoma, teratoma carcinoma, Choriocarcinoma.
Seminoma adalah tumor testis yang berdiferensiasi baik, berasal dari epitel germinativum atau epitel tubuli seminiferi. Secara mkroskopis terdiri atas 2
unsur yaitu sel-sel yang uniform dan stroma jaringan ikat dengan ploriferasi limfosit.
Embryonal carcinoma merupakan tumor yang lebih ganas dari seminoma dan dapat berubah menjadi teratoma dan choriocarcinoma. Teratoma adalah
tumor yang telah berdiferensiasi ke arah alat-alat tubuh tertentu dan menyerupai alat-alat tubuh tersebut, misalnya otot, tulang rawan, epitel gepeng berlapis,
jaringan tyroid dan sebagainya tanpa tanda ganas. Bila ada tanda ganas, tumor ini disebut teratocarcinoma.Tanda ganas ini kadang menyerupai seminoma,
embryonal carcinoma atau menyerupai suatu sarcoma. Pada penampang tampak kista-kista yang kadang-kadang menyerupai sarang lebah dengan
bagian-bagian yang agak keras seperti tulang rawan dan jarang terdapat nekrosis dan pendarahan.
Croriocarcinoma ialah tumor yang derajat keganasannya tertinggi dan cepat menimbulkan anak sebar. Secara mikroskopis selain terdapat
perdarahan, nekrosis dan sel-sel radang juga terdapat syncytiotrophoblast, cytotropoblast ataupun kedua jenis sel tersebut jelas tersusun sebagai papil atau
villus. Syncytiotrophoblast adalah sel dengan inti pleomorfik, banyak yang membentuk sel datia dengan khromatin inti jelas serta sitoplasma bervakuol-
vakuol. Sedangkan cytotropoblast merupakan sel berbentuk kuboid dengan inti bulat di tengah-tengah dan khromatin inti padat.
• Radang
151
Radang yang terjadi pada testis berupa gonorrhoea, parotis epidemica mumps, tuberculosis dan sifilis. Selain itu testis juga dapat terinfeksi lepra,
thypus abdominalis, brucellosis, actinomycosis dan blastomycosis. Pada umumnya radang ini merupakan komplikasi radang pada alat urogenital lain yang
menyebar melalui vas defferens atau melalui saluran getah bening.
• Intoksikasi Testis
Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan apabila terjadi keracunan intoksikasi ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelsus pada tahun
1964 menyatakan bahwa dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun dosis sola facit venenum. Hal ini digunakan sebagai dasar penilaian
toksikologis suatu zat kimia. Menurut Ganiswara 1995, gejala keracunan intoksisitas dan tindakan
untuk mengatasinya berbeda-beda tergantung pada jenis obat yang menyebabkan keracunan intoksikasi, target organ yang mengalami keracunan,
dosis obat yang diberikan, cara pemberian obat, waktulamanya pemberian obat. Keracunan pada suatu organ tubuh cenderung dipengaruhi oleh banyak macam
obat dan sebaliknya jarang terdapat obat yang hanya mengenai satu organ. Testis mempunyai sistem dua enzim yang dapat mengakibatkan dan
mendetoksikasi. Sistem enzim ini akan meningkatkan dan menurunkan toksisitas bahan kimia. Selain itu mutasi dapat diinduksi oleh zat-zat elektrofilik dengan
adanya suatu sistem perbaikan DNA yang efesien dalam spermatogenik prameiosis, tetapi tidak ada dalam spermatid maupun spermatozoa Lu, 1995.
Menurut Lu 1995, beberapa zat kimia dapat mengganggu sistem reproduksi hewan jantan melalui mekanisme yang berbeda-beda di antaranya sebagai
berikut : -
Gangguan pada proses spermatogenesis
Beberapa toksikan dapat menyebabkan gangguan pada proses spermatogenesis di antaranya dapat menyebabkan spermatozoa cacat, tidak
aktif atau bahkan mati. Contoh toksikan yang dapat menyebabkan mutasi letal pada sperma adalah metilmetan sulfonat MMS dan Busulfan. Selain itu
MMS juga mempengaruhi spermatid dan spermatozoa sedangkan busulfan mempengaruhi sel prespermiogenik. Toksikan juga dapat menyebabkan
gangguan pada spermatozoa sewaktu spermatozoa disimpan dalam
152
epididymis. Zat antifertilitas jantan seperti α- klorohidrin dapat menghambat
kapasitasi dan fertilisasi spermatozoa. -
Atropi testis
Gangguan hormonal pada testis yang disebabkan oleh toksikan yang masuk melalui kelenjar-kelenjar endokrin di testis. Sebagai contoh
dibromocloropropan dan fumigan yang dapat menyebabkan terjadinya atropi testis sehingga terjadi azoospermia dan oligospermia.
- Kemandulan reversible
Perubahan perilaku seksual dan ganguan ejakulasi pada tikus jantan yang menyebabkan terjadinya kemandulan reversibel disebabkan oleh
adanya intoksikasi dari obat hipotensif losulazin yang bekerja mengosongkan norepineprin. Selain itu guanitidin yang merupakan obat hipotensif dapat
menyebabkan kemandulan dengan mengganggu pemancaran mani.
153
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
1. Lokasi Pengambilan Sampel
Sampel tanaman diambil di Gunung Kabila Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Kabupaten Bolaang Mongondow Sulawesi Utara. Pengambilan
sampel diambil pada waktu pagi hari antara pukul 07.00 – 09.00. Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif metabolit
sekunder dalam tanaman yang dipanen. Oleh sebab itu sebaiknya panen dilakukan pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam
jumlah terbesar.
2. Ekstraksi :
Sebelum melakukan uji preklinik untuk mendapatkan bahan baku ekstrak yang akan diberikan pada hewan coba, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi yang
disesuaikan dengan jenis pelarut dan jenis senyawa target yang diduga efektif sebagai antifertilitas
.
Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi adalah etanol dan air. Berdasarkan hasil yang diperoleh, rendemen tertinggi berada pada penggunaan
pelarut dengan air. Hal ini sesuai kebutuhan untuk penelitian dengan hewan uji karena pada pemanfaatan oleh masyarakat menggunakan air untuk rebusan
pinang yaki. Proses ekstraksi biji pinang yaki dapat dilihat pada Gambar 21.
b. Alat Penelitian
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu dengan ukuran 32 x 22 x 12 cm yang terbuat dari plastik dan ditutup dengan
kawat gambar 21. Kandang dilengkapi dengan serbuk gergaji yang diteburkan pada alas kandang, jika sudah basah diganti yang baru. Setiap kandang diberi
label sesuai perlakuan. Untuk menentukan berat badan tikus digunakan timbangan “
Triple Beam Balance” Max.Cap.2610 gr, buatan Ohous, USA. Sedangkan untuk
menentukan berat testis akibat perlakuan digunakan timbangan “ Prection
Balance” Cap.500 mg, Roller Smith Betlehem PA, USA No. 702677.
154
Gambar 21. Proses ekstraksi biji pinang yaki
155
Gambar 22. Proses Uji Khasiat Ekstrak Pinang yaki • Mikrotom, mikroskop cahaya, micrometer okuler dan objek,serta counter :
Mikrotom digunakan untuk memotong preparat testis setebal 5 mikron. Sedangkan untuk mengukur diameter sel-sel spermatogenia, spermatosit, dan
spematid digunakan micrometer okuler dan objek, di bawah mikroskop cahaya
156
dengan pembesaran 400 kali, sedangkan untuk mengukur diameter tubulus semeniferus diukur dengan pembesaran 100 kali. Counter digunakan untuk
menghitung sel-sel kelamin tersebut.
Perlakuan :
Dalam penelitian ini digunakan 72 ekor tikus jantan strain Spraqque Dawley sebagai hewan coba dan dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan
perbedaan lama pencekokkan H dan dosis D. Setiap kelompok terdiri dari 3 perlakuan dan 1 kontrol sebagai berikut :
Kelompok pertama terdiri dari 4 kelompok yang dicekok selama 10 hari dengan rancangan sebagai berikut :
- H1 merupakan kelompok yang dicekok selama 10 hari
- H2 merupakan kelompok yang dicekok selama 20 hari
- H3 merupakan kelompok yang dicekok selama 30 hari
- H4 sebagai
control -
D1 merupakan kelompok yang diberikan dosis A -
D2 merupakan kelompok yang diberikan dosis B -
D3 merupakan kelompok yang diberikan dosis C -
D4 merupakan kelompok kontrol D Demikian pula untuk kelompok kedua yang dicekok selama 20 hari dan
kelompok ketiga yang dicekok selama 30 hari, dan kelompok keempat sebagai kontrol. Denah perlakuan tikus dapat dilihat pada Gambar 32 . Setiap perlakuan
menggunakan tikus jantan sebanyak 3 ekor sehingga tikus yang digunakan berjumlah 72 ekor. Setelah perlakuan, tikus jantan ditimbang berat badannya dan
kemudian dimatikan untuk diambil vas deferensnya.Kemudian dibedah lalu diambil testisnya dan ditimbang. Dari vas deferensnya diambil semennya,
diencerkan dengan larutan garam fisiologis, lalu dihitung jumlahnya, motilitasnya, dan bentuk normal spermatozoanya. Proses pembuatan preparat dapat dilihat
pada Gambar 31. Data kuantitatif tersebut diuji secara statistik menggunakan
anova dua.
157
Percobaan 1. Pengaruh Pemberian Ekstrak Selama 10 Hari
JUMLAH TIKUS
ANALISA
DOSIS
A mgkgBB
C mgkgBB
3 ekor 3 ekor
3 ekor 3 ekor
Berat Badan Berat Testis
Jumlah Spermatozoa Motilitas Spermatozoa
Bentuk Normal Spermatozoa B
mgkgBB
D KONTROL
Gambar 23. Denah perlakuan
Pembuatan preparat
Gambar 24. Proses Pembuatan Preparat
TESTIS
Fiksasi dengan Bouin Dehidrasi dengan alkohol bertingkat
Clearing dengan xylol Inflitrasi dengan parafin
Embedding Penyayatan
Pewarnaan PAS
Pengamatan
158
0,00 50,00
100,00 150,00
200,00 250,00
300,00
Dosis 1 Dosis 2
Dosis 3 Dosis 4
Perlakuan B
e ra
t g
r
Hari ke 10 Hari ke 20
Hari ke 30
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Berat badan