24 Kelas VIII SMP
hidupnya. Bagaimana dengan diri kita sendiri? Beranikah kita mengambil resiko seperti itu? Ataukah akan mengendorkan semangat kita dalam membela kebenaran?
Peristiwa ini hendaknya justru membuat kita semakin teguh untuk memperjuangkan kebenaran meski mendapat penolakan dan yang penting kita tetap setia pada iman
akan Yesus Kristus yang menyelamatkan. Sekarang dalam suasana hening buatlah doa mohon setia pada iman akan Yesus
Kristus, Sang Juru Selamat kita.
Doa
Salah satu doa yang dibuat saat releksi dibacakan sebagai doa penutup
B. Sengsara dan Wafat Yesus sebagai Penolakan Manusia
Dalam melaksanakan tugas perutusan untuk menyampaikan warta suka cita tentang Kerajaan Allah, Yesus sangat sadar akan resiko yang dihadapi. Resiko
yang terbesar adalah kehilangan nyawa-Nya. Dan rupanya itu menjadi kenyataan, masyarakat Yahudi yang terkena hasutan oleh para ahli Taurat, pemimpin agama
Yahudi dan orang-orang kaya yang gemar menindas rakyat, telah bersekongkol melenyapkan Yesus dengan berbagai macam cara. Dalam pelajaran ini kita akan
mempelajari tentang Sengsara dan Wafat Yesus sebagai akibat penolakan manusia terhadap pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah.
Doa
Bapa yang Mahakasih... Kami bersyukur kepada-Mu, karena Engkau mengasihi kami,
dengan cinta yang tak terbatas, Bapa kami mohon terang dan bimbingan-Mu,
agar pada hari ini, kami mampu meneladan Putera-Mu, dalam menghadapi penderitaan dan wafat-Nya
Sehingga kami pun kuat dalam menghadapi berbagai cobaan, Demi Kristus, Tuhan dan Juru Selamat kami.
Amin.
25 Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
1. Memahami Makna Penderitaan
1. Bacalah cerita berikut ini
Hidup adalah Perjuangan
Hari itu masih pagi, kira-kira pukul 06.00. Aku bergegas ke luar dari rumah dengan sepeda kesayanganku, untuk sekedar keliling komplek perumahanku, sambil
menghirup udara pagi yang masih segar. Setelah beberapa saat mengayuh sepeda, aku istirahat di pinggir lapangan yang menjadi fasilitas umum perumahan. Hari
minggu seperti ini, banyak warga komplek yang olah raga di lapangan, ada yang main bola, sepeda, lari atau sekedar jalan-jalan. Hal ini dimanfaatkan oleh para pedagang
makanan, mainan bahkan sayur-sayuran. Di antara pedagang tersebut ada yang menarik perhatianku, seorang kakek penjual kangkung yang sudah sangat lanjut
usia, ikut bersaing mengais rejeki. Ketika berdiri badannya sudah tidak bisa tegak lagi, kulitnya sudah sangat keriput, jalannya tertatih-tatih. Didorong oleh rasa iba,
aku berjalan mendekati untuk sekedar membeli kangkung, satu atau dua ikat, untuk makanan kelinci peliharaanku.
“Selamat pagi Kek, berapa satu ikat kangkungnya, Kek ?” tanyaku “Oh.. murah kok, Nak, hanya seribu rupiah saja. Kebetulan musim hujan jadi
kangkungnya bagus-bagus. Ini Kakek panen dari kebun sendiri.” Jawab kakek itu menjelaskan.
“Saya ambil dua ya, Kek” kataku sambil menyerahkan satu lembar uang kertas dua ribuan.
“Kakek sendirian, tidak ada yang membantu? Cucu atau anak misalnya?” tanyaku. Kakek itu menghela napas panjang, pandangannya menerawang jauh.
Cepat-cepat aku berkata: “Maaf Kek…kalau pertanyaan saya, membuat Kakek
sedih.” Sambil mendesah Kakek itu menjawab: “Tidak apa-apa, memang seharusnya usia seperti Kakek ini mestinya duduk di rumah, sambil memandang cucu-cucu yang
asyik bermain. Tapi semua itu jauh dari impian. Kakek hidup sebatang kara, isteri kakek sudah tidak ada, kira-kira sepuluh tahun yang lalu, tak berselang lama, satu-
satunya anak kakek menyusul. Kalau ingat semua itu hati Kakek sedih, ingin rasanya segera menyusul mereka, apalagi kalau penyakit reumatik Kakek kambuh.
Maka yang kakek lakukan lebih banyak berdoa dan mendekatkan diri pada Yang Kuasa. Kakek harus tetap sabar menjalani hidup. Maka bagi kakek hidup adalah perjuangan,
seberat apapun penderitaan yang kakek rasakan, kakek tak boleh menyerah. “
“Terimakasih Kek…hari ini saya dapat pelajaran berharga dari Kakek. Permisi Kek..” segera saya mohon diri.
Oleh: Sulis