homogen, 2 wilayah nodal, 3 wilayah perencanaan, dan 4 wilayah administratif.
1. Wilayah Homogen
Konsep wilayah homogen dipandang sebagai daerah-daerah geografik yang dikaitkan bersama-sama menjadi satu daerah tunggal, apabila daerah-daerah
tersebut memiliki ciri-ciri yang seragamrelatif sama. Ciri-ciri kehomogenan itu dapat bersifat ekonomi misalnya daerah dengan struktur produksi dan konsumsi
yang serupa, bersifat geografi misalnya wilayah yang mempunyai topografiiklim yang sama, bahkan dapat juga bersifat sosialpolitik misalnya kepribadian suatu
wilayah yang bersifat tradisional kepada partai. Dengan demikian, apabila terjadi suatu perubahan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap wilayah lainnya.
Daerah pantura Jawa Barat Indramayu, Subang dan Karawang merupakan salah satu contoh wilayah homogen dari segi produksi padi. Hal ini
berarti setiap perubahan yang terjadi di wilayah tersebut, seperti subsidi harga pupuk, perubahan harga padi dan sebagainya akan mempengaruhi seluruh bagian
wilayah tersebut dengan proses yang sama. 2. Wilayah Nodal
Wilayah nodal merupakan satuan-satuan yang heterogen dan memiliki hubungan yang erat satu sama lain dengan distribusi penduduk manusia, sehingga
terbentuk suatu kota-kota besar, kotamadya maupun desa-desa. Ciri umum pada daerah-daerah nodal adalah penduduk kota tidak tersebar secara merata diantara
pusat-pusat yang sama besarnya, melainkan tersebar pula diantara pusat-pusat yang besarnya berbeda-beda dan secara keseluruhan membentuk suatu hirarki
perkotaan urban hierarchy, sehingga timbul ketergantungan antar pusat inti
dan daerah belakangnya hinterland. Hal ini menyebabkan terjadinya pertukaran barang dan jasa secara intern di dalam wilayah tersebut. Daerah belakang akan
menjual barang-barang mentah dan jasa tenaga kerja kepada daerah inti, sedangkan daerah inti akan menjual ke daerah belakang dalam bentuk barang jadi.
Contoh daerah nodal adalah Provinsi DKI Jakarta dan BOTABEK Bogor, Tangerang, Bekasi yang mana DKI sebagai daerah inti dan BOTABEK sebagai
daerah belakangnya. 3. Wilayah Administratif
Wilayah administratif merupakan wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahanpolitik, seperti: provinsi,
kabupaten, kecamatan, desakelurahan dan RTRW. Hal ini disebabkan dua faktor, yaitu: 1 dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah
diperlukan tindakan dari berbagai badan pemerintahan, dan 2 wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan satuan administrasi pemerintah lebih mudah
dianalisis. 4. Wilayah Perencanaan
Wilayah perencanaan didefinisikan sebagai wilayah yang memperlihatkan kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan harus memiliki
ciri-ciri: 1 cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi. 2 mampu mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja
yang ada, 3 memiliki struktur ekonomi yang homogen, 4 mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan, 5 menggunakan suatu cara
pendekatan perencanaan pembangunan dan 6 masyarakat dalam wilayah mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-persoalannya.
Contoh wilayah perencanaan yang lebih menekankan pada aspek fisik dan ekonomi adalah BALERANG Pulau Batam, Pulau Rembang, Pulau Galang,
daerah perencanaan tersebut adalah lintas batas administrasi. Gunawan 2000 mengatakan, pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak
seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: perbedaan karakteristik potensi sumberdaya manusia, demografi, kemampuan
sumberdaya manusia, potensi lokal, aksesabilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan serta aspek potensi pasar. Berdasarkan perbedaan ini,
wilayah dapat diklasifikasikan dalam empat wilayah, yaitu: 1. Wilayah Maju
Wilayah maju merupakan wilayah yang telah berkembang dan diidentifikasikan sebagai wilayah pusat pertumbuhan, pemusatan penduduk,
industri, pemerintahan, pasar potensial, tingkat pendapatan yang tinggi dan memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Perkembangan wilayah maju di
dukung oleh perkembangan sumberdaya yang ada di wilayah tersebut maupun wilayah belakangnya hinterland
dan potensi lokasi yang strategis. Sarana pendidikan yang memadai serta pembangunan infrastruktur yang lengkap, seperti
jalan, pelabuhan, alat komunikasi dan sebagainya mengakibatkan aksesabilitas yang tinggi terhadap pasar domestik maupun internasional.
2. Wilayah Sedang Berkembang Wilayah ini memiliki karakteristik pertumbuhan penduduk yang cepat
sebagai implikasi dari peranannya sebagai penyangga wilayah maju. Wilayah sedang berkembang juga mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja
yang tinggi, potensi sumberdaya alam yang melimpah, keseimbangan antara sektor pertanian dan industri serta mulai berkembangnya sektor jasa.
3. Wilayah Belum Berkembang Potensi sumberdaya alam yang ada pada wilayah ini, keberadaannya masih
belum dikelola dan dimanfaatkan. Tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk masih rendah, aksesibilitas yang kurang terhadap wilayah lain. Struktur ekonomi
wilayah didominasi oleh sektor primer dan belum mampu membiayai pembangunan secara mandiri.
4. Wilayah Tidak Berkembang Karakteristik wilayah ini diidentifikasikan dengan tidak adanya
sumberdaya alam, sehingga secara alamiah tidak berkembang. Selain itu, tingkat kepadatan penduduk, kualitas sumberdaya manusia dan tingkat pendapatan masih
tergolong rendah. Pembangunan infrastruktur pun tidak lengkap. Budiharsono 2001 menganalisis pertumbuhan sektor-sektor di Provinsi Jawa Barat pada
kurun waktu 1983 sampai 1987. Data yang di gunakan adalah nilai PDRB dari sektor primer, industri, utilitas dan jasa pada tahun 1983 dan tahun 1987. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat bertumpu pada sektor pertanian, selain sektor primer Provinsi Jawa Barat juga bertumpu pada sektor
jasa.
2.5. Perencanaan dan Pembangunan Wilayah