2.3. Curah Hujan
Hujan adalah faktor primer yang menjadi input dalam siklus hidrologi. Hujan berasal dari air yang terdapat diatmosfer dan sebagai hasil akhir dari proses
yang berlangsung di atmosfer tersebut. Bentuk jumlah dan daerah hujan dipengaruhi oleh angin, suhu, kelembaban udara dan tekanan atmosfer yang
merupakan faktor iklim. Menurut BMG hari hujan adalah hari dengan penerimaan hujan 0,5 mm atau lebih. Setiap tempat yang berbeda maka akan memiliki curah
hujan yang berbeda-beda pula, dimana menurut Handoko 1993 curah hujan rata- rata tahunan sangat bervariasi menurut tempat.
Tabel 2. Kriteria Tahun Basah, Normal dan Kering No Sifat
Hujan Kriteria
Keterangan 1
Tahun Basah 115
Jika nilai perbandingan curah hujan tahunan terhadap rata-ratanya lebih besar dari 115
2 Tahun Normal 850
-115 Jika nilai perbandingan curah hujan tahunanan terhadap rata-ratanya antara 85
- 115. 3 Tahun
Kering 85 Jika nilai perbandingan curah hujan
tahunanan terhadap rata-ratanya kurang dari 85.
Sumber: Handoko 1993 Pola hujan di Indonesia ada 3 tipe, yaitu :
1. Tipe Equatorial adalah tipe hujan yang tidak begitu jelas antara perbedaan
musim hujan dan kemaraunya mempunyai 2 puncak hujan 2.
Tipe MonsoonMusim adalah tipe hujan yang sangat jelas perbedaan antara musim hujan dan kemarau berbentuk “V” Jumlah curah hujan minimum
terjadi pada bulan Juni, Juli atau Agustus 3.
Tipe Lokal adalah tipe hujan yang mempunyai 1 puncak hujan kebalikan dari tipe Monsoon Jumlah curah hujan maksimum terjadi pada bulan Juni, Juli
atau Agustus Untuk tipe hujan equatorial, terjadi disepanjang khatulistiwa wilayah
Indonesia yaitu disekitar 3
o
LU – 3
o
LS memanjang ke timur wilayah Indonesia Tipe hujan equatorial artinya puncak hujan terjadi dua kali setahun pada saat
posisi matahari berada di atas equator. Atau tepatnya puncak curah hujan terjadi satu bulan setelah matahari tepat di atas khatulistiwa: yaitu bulan AprilMei atau
OktoberNovember.
Terlihat pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa untuk daerah-daerah yang memiliki tipe hujan monsunal seperti Sukamandi
menghasilkan pola prediksi hujan yang cukup jelas dan mirip dengan rata-ratanya. Sebaliknya, daerah-daerah dengan tipe hujan ekuatorial seperti Kotabangun, pola
tersebut tidak nampak jelas Estiningtyas, 2005. Hal ini disebabkan korelasi antara curah hujan sebagai output dan SST Niño 3.4 sebagai input untuk wilayah
ekuatorial lebih rendah dibandingkan dengan wilayah monsunal Aldrian et al., 2003, sehingga dalam proses pembelajaran model yang menghubungkan kedua
parameter tersebut menghasilkan pola yang berbeda.
2.4. Tanaman Padi