memiliki dinamika luas tanam paling rendah bila dibandingkan dengan wilayah yang tidak terpengaruh Gambar 20.
Cianjur
-1.50 -1.00
-0.50 0.00
0.50 1.00
1.50 2.00
Sep Oct
Nop Des
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Ags
Bulan An
o m
a li
Nyata Non
DMI Nino
Gambar 21. Fluktusi IOD dan Luas Tanam Padi Sawah di Kabupaten Cianjur Berdasarkan nilai anomalinya diketahui bahwa penurunan luas tanam terjadi
pada bulan Juni sampai September. Kenaikan luas tanam terlihat pada bulan Oktober dan mencapai puncaknya pada bulan November. Besarnya penurunan
luas tanam pada bulan Juni – September dibandingkan dengan dengan Januari – Maret relatif seragam Gambar 21.
Di daerah Cianjur luas penanaman padi terbesar terdapat pada bagian Utara hal ini bisa disebabkan karena wilayah tersebut tidak dipengaruhi oleh iklim
regional dengan pola tanam padi-padi-palawija. Sedangkan pada daerah Selatan Cianjur yang terpengaruh oleh IOD diketahui bahwa pola penanaman padi-ladang,
dimana petani hanya melakukan penanaman padi sekali dalam setahun. Penanaman palawija berupa kacang tanah, ubi kayu, kedelai atau jagung.
4.2.2. Dinamika kalender tanam terhadap fenomena ENSO dan IOD
Dinamika kalender tanam terhadap ENSO dan IOD onset tanam tahun basah diperoleh berdasarkan upscaling dari data per kecamatan. Analisis ini
mengekstrak data onset setiap MT per kecamatan kalender tanam terhadap selusuh stasiun hujan baik yang tidak signifikan, berkorelasi kuat, sedang dan
lemah. Berdasarkan Peta Kalender Tanam, puncak onset di Jawa Barat pada umumnya terjadi pada September IIIOktober I dengan pola tanam yang dapat
dikembangkan Padi-Padi-Padi Las et al., 2007. Namun karena pengaruh iklim regional pada beberapa wilayah mengalami pergeseran puncak onset berupa
pengunduran waktu tanam beberapa dasarian.
Di Indramayu, sangat terlihat jelas pengunduran saat tanam terjadi pada tingkat korelasi yang berbeda akibat pengaruh ENSO dan IOD pada periode SON.
Pada tingkat korelasi yang rendah terhadap ENSO r ≥ -0,4 sekitar 4 kecamatan
di Karawang, puncak onset terjadi pada Oktober IIIII dan November III Desember I hal tersebut berarti terjadi pengunduruan satu dan empat dasarian.
Pada tingkat korelasi yang sedang -0,4r-0,5 puncak onset semakin mundur enam dasarian menjadi November IIIDesember I, dengan prosentase bertambah
menjadi 20. Dan pergeseran puncak onset enam dasarian terjadi pada korelasi tinggi r
≥-0,5 dimana sebesar 35 kecamatan. Hal ini menunjukkan bahwa daerah yang terpengaruh kuat dan sedang lebih banyak memiliki onset pada akhir
November Gambar 22. Selanjutnya dampak IOD di Indramayu Gambar 23, pada tingkat korelasi
rendah r ≥-0,4 sekitar 2 kecamatan dengan puncak tanam September
IIIDesember I dan 13 kecamatan dengan puncak tanam November IIIDesember I pengunduran hingga enam dasarian. Pada tingkat korelasi
sedang, 7 kecamatan dengan puncak tanam Oktober IIIII dan 37 kecamatan dengan puncak tanam November IIIDesember I, hal tersebut berarti terdapat
pengunduran tanam empat dasarian. Sedangkan pada tingkat korelasi kuat terdapat 4 kecamatan dengan puncak tanam Oktober IIIII dan 11 kecamatan
dengan puncak tanam November IIDesember I, terjadi pengunduran hingga enam dasarian. Pada periode pengunduran puncak onset tersebut pola tanam yang dapat
dikembangkan adalah Padi-Padi-Palawija.
10 20
30 40
50
SepIIIOktI OktIIIII
NovIII NovIIIDesI
DesIIIII JanIIII
Onset D
ist ri
b u
si S
tasi u
n
r ≥-0.4
-0.4 r -0.5 r
≤-0.5
ENSO di Indramayu SON
Gambar 22. Distribusi waktu tanam pada wilayah yang dipengaruhi ENSO di Kabupaten Indramayu
10 20
30 40
50
SepIIIOktI OktIIIII
NovIII NovIIIDesI
DesIIIII JanIIII
Onset D
ist ri
busi S
ta s
iu n
r ≥-0.4
-0.4 r -0.5 r
≤-0.5
IOD di Indramayu
Gambar 23. Distribusi waktu tanam pada wilayah yang dipengaruhi IOD di Kabupaten Indramayu
10 20
30 40
50
SepIIIOktI OktIIIII
NovIII NovIIIDesI
DesIIIII JanIIII
Onset D
is tr
ibus i St
a s
iun
nyata non
Cianjur
Gambar 24. Distribusi waktu tanam pada wilayah yang signifikannyata dan tidak signifikan non terhadap IOD di Kabupaten Cianjur
Pada daerah Cianjur, hanya terdapat beberapa stasiun hujan yang dipengaruhi oleh IOD, sehingga analisis yang dilakukan adalah stasiun hujan yang
tidak nyatasignifikan dan signifikan terhadap iklim regional. Berdasarkan kalender tanam Cianjur memiliki 2 onset yaitu September III – Oktober I dan
Oktober II-III. Diketahui bahwa 19 kecamatan yang signifikan terhadap DMI memiliki puncak tanam pada Oktober II-III, berbeda dengan daerah yang tidak
terpengaruhi oleh adanya DMI, dimana 52 kecamatan memiliki onset September III – Oktober I Gambar 24. Berdasarkan kalender tanam maka daerah
tersebut mengalami pergeseran puncak waktu tanam hingga 1-2 dasarian. Pola distribusi kalender tanam yang diterapkan petani lebih lambat dari
onset. Pada umumnya keterlambatan tersebut disebabkan oleh ketersediaan air dari curah hujan belum mencukupi untuk pelaksanaan pengolahan tanah. Petani
umumnya menunggu curah hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi selama tiga hari berturut-turut. Tidak sama dengan pola distribusi kalender tanam pada
tahun basah, puncak tanam pada tahun kering terdapat pada MH maupun MK, yaitu pada bulan Desember III. Pergeseran puncak waktu tanam terjadi sekitar
4-7 dasarian, disamping itu pergeseran puncak tanam 6-7 dasarian terjadi pada MK I dan MK II, yaitu dari bulan Maret III ke Mei III Koesmaryono et al.,
2008. Akibat pergeseran puncak tanam tersebut, pada tahun kering berpotensi
terjadi kehilangan satu masa tanam pada MK II, yang puncak tanamnya sudah memasuki MH. Kemunduran masa tanam selama tahun kering juga teramati pada
saat melakukan verifikasi lapang. Lahan sawah yang lebih jauh dari saluran irigasi atau sumber air mengalami resiko kegagalan tanam atau kehilangan musim tanam.
4.3. Monitoring citra satelit