Distribuís Stasiun Hujan yang dipengaruhi oleh ENSO dan IOD

4.1.2. Distribuís Stasiun Hujan yang dipengaruhi oleh ENSO dan IOD

Hasil korelasi antara nilai SST, DMI dan curah hujan dari tiap-tiap stasiun hujan memiliki nilai yang beragam positif dan negatif. Dan berdasarkan nilai peluangnya Probability menunjukkan bahwa tidak semua curah hujan di wilayah stasiun hujan memiliki hubungan yang nyata dengan SST dan DMI. Hal ini berarti tidak semua wilayah kajian dipengaruhi oleh penyimpangan iklim regional. Berikut ini adalah hasil kajian hubungan antara ENSO, IOD dengan CH pada stasiun-stasiun hujan yang memiliki nilai korelasi negatif pada derajat kepercayaan 95, hal tersebut menunjukkan bahwa ketika terjadi ENSO atau IOD, curah hujan pada setiap stasiun tersebut berkurang. Dari analisis Lagging, hubungan ENSO dan IOD dengan kejadian curah hujan disetiap stasiun hujan menunjukkan nilai korelasi yang beragam untuk tiap-tiap lagnya lag 0-3. Stasiun hujan yang berkorelasi nyata serta bernilai negatif banyak terdapat pada Lag 0 yang artinya nilai curah hujan pada bulan januari menurun dengan meningkatnya ENSO atau IOD pada bulan yang sama, sehingga dalam analisis korelasi digunakan hasil korelasi pada Lag 0. Wilayah Indramayu, pada bulan DJF maupun MAM, pengaruh iklim regional terhadap stasiun hujan kurang dari 10 dan hanya terdapat pada beberapa stasiun saja. Pengaruh ENSO dan IOD baru tampak pada bulan JJA dan SON. Oleh karena itu, terlihat adanya keterkaitan bahwa terjadinya musim kemarau yang kering dapat berdampak pada peningkatan curah hujan pada periode berikutnya DJF. Pada bulan JJA stasiun yang berkorelasi nyata dengan fenomena tersebut sebanyak 46. Pada periode SON pengaruh kedua fenomena semakin kuat dimana seluruh stasiun terpengaruh oleh fenomena iklim regional Gambar 9. Periode ini merupakan masa peralihan musim kemarau ke musim hujan, dimana pengaruh kedua fenomena mencapai puncaknya. 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 DMI + Nino DMI Nino 3.4 Non Iklim Regional D is tr ibus i S tas iun MAM 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 DMI + Nino DMI Nino 3.4 Non Iklim Regional D ist ri b u si S ta si u n DJF 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 MI + Nino DMI Nino 3.4 Non Iklim Regional D is tr ibus i S tas iun D JJA 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 DMI + Nino DMI Nino 3.4 Non Iklim Regional D is tr ibus i S tas iun SON Gambar 9. Distribusi stasiun yang dipengaruhi oleh iklim regional di Kabupaten Indramayu 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 DMI + Nino DMI Nino 3.4 Non Iklim Regional D is tr ibu s i S tas iu n DJF 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 DMI + Nino DMI Nino 3.4 Non Iklim Regional D is tr ibu s i S tas iu n MAM 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 DMI + Nino DMI Nino 3.4 Non Iklim Regional D is tr ibu s i S tas iun JJA 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 DMI + Nino DMI Nino 3.4 Non Iklim Regional D is tr ibu s i S tas iu n SON Gambar 10. Distribusi stasiun yang dipengaruhi oleh iklim regional di Kabupaten Cianjur Berbeda pada wilayah Cianjur yang terletak di Selatan Jawa, dimana lebih terpengaruh oleh IOD dari pada ENSO. Kurang dari 10 stasiun hujan pada periode DJF maupun MAM terpengaruh oleh IOD. Pengaruh IOD menguat pada periode JJA dan SON yaitu sebesar 29 Gambar 10. Hal ini menjelaskan bahwa hanya sebagian kecil daerah sawah Cianjur yang dipengaruhi oleh iklim regional korelasi yang signifikan dan memiliki korelasi negatif. Berkurangnya wilayah yang memiliki curah hujan pada periode DJF, menunjukkan adanya pelemahan pengaruh kedua fenomena tersebut. Hal ini disebabkan karena pada periode ini kedua fenomena telah mengalami puncaknya diakhir tahun serta telah memasuki musim hujan. Terjadinya korelasi yang lemah antara curah hujan dengan ENSO dan IOD pada saat musim hujan diduga terkait dengan SST perairan Indonesia yang berubah tanda terjadi anomali positif selama peralihan dari musim kemarau ke musim hujan dari SON ke DJF. Anomali SST di perairan Indonesia berlawanan tanda dengan anomali SST di Samudera Pasifik tengah atau timur dan Samudera Hindia bagian barat selama JJA dan SON, tetapi memiliki tanda yang sama pada saat DJF dan MAM. Perubahan yang cepat pada SST perairan Indonesia yang terjadi dari musim kemarau ke musim hujan merupakan refleksi dari interaksi atmosfer-laut di wilayah Indonesia. Anomali SST Samudera Pasifik dan Hindia akan berperan dalam menggerakkan angin permukaan yang dapat mempengaruhi SST di perairan Indonesia Hendon, 2002.

4.1.3. Bentuk spasial koefisien korelasi antara Curah Hujan dengan ENSO dan IOD