Pola Distribusi Curah Hujan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan

Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau kemudian dikelompokan dalam Zona Musim ZOM, tipe curah hujan yang bersifat unimodial satu puncak musim hujan, DJF musim hujan, JJA musim kemarau. Curah hujan yang jatuh pada setiap bulan atau setiap tahun disetiap lokasi di permukaan bumi tidak selalu sama menurut jumlah dan waktu. Terkadang ada tahun yang curah hujannya tinggi dan bahkan di tahun berikutnya sangat rendah. Datangnya musim hujan yang tidak selalu sama, kadang-kadang mendahului atau terlambat dari waktu rata-rata normalnya. Untuk itu dikatakan bahwa jumlah hujan dan kedatangan musim hujan adalah variabel yang selalu berubah-ubah dimana salah satu faktor penyebabnya adalah adanya iklim regional yang mempengaruhi. Berdasarkan hasil penelitian Koesmaryono 2008, dampak ENSO dan DMI pengaruhnya kuat terhadap daerah Jawa Barat dengan tipe curah hujan munsonal. Oleh karena itu kesiapan sarana dan prasarana bagi penyediaan air irigasi perlu disiagakan ketika memasuki periode bulan Juni - November. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kuat pengaruh hubungan ENSO dan DMI terhadap curah hujan di Jawa Barat bagian utara yaitu Kabupaten Indramayu dan bagian Selatan Jawa yaitu Kabupaten Cianjur.

4.1.1 Pola Distribusi Curah Hujan

Berdasarkan hasil analisis terdapat 46 stasiun di Kabupaten Indramayu dan 21 stasiun di Kabupaten Cianjur, terlihat bahwa distribusi curah hujan relatif beragam. Pada bulan DJF, daerah Indramayu relatif lebih rendah dan penurunan curah hujan pada bulan MAM lebih cepat terjadi. Memasuki bulan JJA penurunan curah hujan hampir merata pada kedua kabupaten tersebut. Pada periode SON, peningkatan curah hujan terjadi di Cianjur sedangkan di Indramayu curah hujan masih relatif rendah. Terjadi penurunan curah hujan baik untuk wilayah Indramayu maupun Cianjur yang ditandai dengan munculnya anomali negatif pada bulan Mei sampai Oktober dalam periode 17 tahun. Hal ini menunjukkan pada bulan-bulan tersebut mulai memasuki musim kering, dimana anomali negatif tertinggi terjadi pada bulan pancarobaperalihan yaitu pada bulan Agustus penurunan curah hujan hingga mencapai 110 mm dari curah hujan rata- ratanya. Indramayu 50 100 150 200 250 300 350 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des B u l a n C u ra h Huj a n m m CH rata-rata = 124,3 mmbln Indramayu -150 -100 -50 50 100 150 200 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des B u l a n Cu ra h Hu ja n m m Cianjur 50 100 150 200 250 300 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des B u l a n Cu ra h Hu ja n m m CH rata-rata = 174 mmbln Cianjur -150 -100 -50 50 100 150 200 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des B u l a n Cu ra h Hu ja n m m Gambar 7. Fluktuasi curah hujan bulanan dan anomalinya di Indramayu periode Tahun 1990-2007. Gambar 8. Fluktuasi curah hujan bulanan dan anomalinya di Kabupaten Cianjur periode Tahun 1990-2007. Indramayu merupakan kabupaten yang paling rentan terhadap anomali iklim regional terutama oleh ENSO, sifat pola hujannya sangat tegas menunjukkan puncak dan lembah monsunal serta curah hujan rata-rata setiap tahunnya relatif rendah yaitu sebesar 124 mmbulan Gambar 7. Cianjur merupakan kabupaten yang relatif paling sedikit dipengaruhi oleh kedua fenomena tersebut dengan curah hujan sebesar 174 mmbulan Gambar 8, hal tersebut disebabkan daerah Cianjur lebih dekat dengan pegunungan yang dipengaruhi oleh kondisi iklim lokal.

4.1.2. Distribuís Stasiun Hujan yang dipengaruhi oleh ENSO dan IOD