13
Sementara itu Suryana 1996:216 menyatakan bahwa “anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya sehingga ia
mengalami hambatan dalam perkembanagan bahasa”. Menurut Suryana tersebut bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan
dalam hal
pendengaran atau
dapat juga
kehilangan seluruh
pendengarannya. Kehilangan atau kekurangan tersebut dikarenakan tidak berfungsinya orang pendengaran yang dimilikinya. Anak tersebut akan
mendapat dampak mengalami hambatan dalam kemampuan bahasa karena kehilangan pendengrannya.
2. Klasifikasi Anak Tunarungu
Klasifikasi anak tunarungu dapat dilakukan untuk kepentingan pendidikannya.
Klasifikasi ini
dimaksudkan agar
mempermudah pemberian
layanan kelompok
untuk kebutuhan
pendidikan anak
tunarungu. Menurut
pendapat Mohamad
Efendi 2006:59-60
klasifikasi anak tunarungu ditinjau dari kepentingan pendidikannya, secara terinci anak tunarungu dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1 Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20 - 30 dB “slight losses”.
2 Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30 - 40 dB “mild losses”.
3 Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40 - 60 dB “moderate losses”.
4 Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60 - 75 dB “servere losses”.
5 Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 dB ke atas “profoundly losses”.
14
Dengan demikan
pendapat menurut
Mohamad Efendi
mengklasifikasikan anak tunarungu menjadi lima kelompok untuk kepentingan
layanan pendidikannya.
Pembagian klasifikasi
anak tunarungu tersebut digunakan agar anak mendapat layanan pendidikan
sesuai dengan kebutuhan dan hambatan yang dialami oleh anak. Menurut Samuel A. Krik dalam Permanarian Somad 1995:29
klasifikasi anak tunarungu adalah : 1 0 dB
: Anak dengan kemampuan pendengaran optimal 2 0 - 26 dB
: Anak dengan kemampuan pendengaran yang normal
3 27- 40 dB : Anak tunarungu dengan kesulitan mendengar
bunyi yang jauh tunarungu ringan 4 41-55 dB
: Anak dengan kemampuan mendengar 41-55dB tunarungu sedang
5 56 -70 dB : Anak dengan kemampuan mendengar tunarungu
56 -70 dB agak berat 6 71- 90 dB
: Anak dengan kemampuan mendengar tunarungu 71-90 dB tunarungu berat
7 91dB keatas : Tuli atau tunarungu sangat berat. Dengan demikan menurut Samuel A. Krik klasifikasi anak tunarungu
terbagi atas tujuh klasifikasi. Tujuh klasifikasi anak tunarungu tersebut terbagi mulai dari anak normal, anak kurang dengar, anak tunarungu dari
kategori ringan sampai dengan sangat berat. Pembagian atas kemampuan mendengar ini berdasar kemampuan mendengar atau berdasarkan
kemampuan mendengarnya yaitu dari yang normal sampai yang berat. Klasifikasi anak tunarungu yang menjadi subjek penelitian adalah anak
tunarungun dengan klasifikasi tunarungu kategori berat yaitu dengan pendengaran 75 dB keatas, namun demikian belum ada bukti yang nyata
atau hasil terhadap kemampuan mendengar karena pihak sekolah belum peneh melakukan tes pendengaran. Klasifikasi tersebut dialami oleh semua
15
subjek penelitian. Hal tersebut berdasarkan kemampuan mendengar semua subjek yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar, subjek tidak
mampu mendengarkan suara. Semua tidak mampu untuk mendeteksi bunyi dari pembicaraan orang lain. Namun demikian ada satu subjek yang
menggunakan alat bantu dengar.
3. Karakteristik Anak Tunarungu