2.2 Penelitian Terdahulu
Sebagai landasan pemikiran dalam melakukan penelitian ini, peneliti mencantumkan hasil penelitian terdahulu yang menyinggung aspek manajemen
media penyiaran televisi dan konten televisi lokal. Penelitian terdahulu ini dicantumkan sebagai literatur berdasarkan kebutuhan penulis. Untuk mengetahui
sejauh mana bentuk manajemen media penyiaran televisi yang dilakukan oleh stasiun televisi lokal di Indonesia dengan menggunakan teori dari Manajemen
Media Massa. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hartinah Sanusi, Djabir
Hamzah dan Andi Alimuddin Unde pada tahun 2010 yang berjudul Riset mengenai Manajemen Media Televisi Fajar TV : Antara Bisnis dan Idealisme.
Dengan hasil penelitian yaitu : Penelitian ini bertujuan menganalisis aktivitas manajemen dan performa organisasi media televisi Fajar TV yang beroperasi di
antara kepentingan bisnis dan idealisme, kepentingan publik dalam ranah penyiaran di Sulawesi Selatan. Penelitian ini bersifat deskriptif. Informan
penelitian ini adalah direktur utama,direktur pemberitaanpemimpin redaksi, kepala
program, produser
eksekutif dan
produser berita,
serta reporterkamerawan Fajar TV di Makassar, Sulawesi Selatan. Pengambilan
sampel dilakukan secara purposif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. Data dianalisis dengan
analisis model interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas manajemen media Fajar TV terkait isu-isu dorongan pasar, isu-
isu kepentingan publik, dan isu-isu jurnalisme penyiaran televisi cenderung berorientasi pada kepentingan bisnis. Organisasi media penyiaran Fajar TV
belum menunjukkan performa organisasi yang diharapkan. Hasil penelitian tidak cukup membuktikan bahwa kecenderungan yang kuat pada kepentingan bisnis
berarti mengabaikan aspek kepentingan publik di dalamnya ataupun sebaliknya memberikan efek yang simultan pada terpenuhinya kepentingan publik dan
berpengaruh pada efisiensi dan efektifitas performa organisasi media penyiaran
Universitas Sumatera Utara
Fajar TV. Aktivitas-aktivitas yang cenderung mengarah pada kepentingan bisnis lebih merupakan sebuah pilihan kebijakan strategis manajemen Fajar TV. Pada
penelitian terdahulu ini peneliti mendapatkan cara pandang bahwa setiap media televisi tidak terlepas dari bisnis dan ideologi pemimpin dari media televisi dan
pihak yang memiliki media televisi tersebut. Penelitian terdahulu selanjutnya yang dilakukan oleh Sarah Anabarja
pada tahun 2011 yang berjudul Peran Televisi Lokal dalam Mempertahankan
Identitas Lokal di Era Globalisasi Informasi, dalam penelitian ini menggunakan
metode penelitian Kualitatif, dengan hasil penelitian adalah Perkembangan dunia pertelivisian di Indonesia tidak lepas dari perkembangan media global. Hal ini
tentu menjadi sebuah keniscayaan mengingat media nasional juga merupakan bagian dari media global. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa seringkali
kiblat dari media global ini adalah negara-negara barat yang menjadi pencetus pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Jika media global memiliki
nilai dan pengaruh dari negara barat yang dominan maka tak dapat dihindari pula pengaruhnya terhadap pemirsanya.
Jika media global memiliki nilai dan pengaruh dari negara barat yang dominan maka tidak dapat dihindari pula pengaruhnya terhadap pemirsanya.
Globalisasi media yang semakin memudahkan nilai-nilai pembuatnya- negara barat. Dengan semakin mudahnya nilai-nilai tersebut untuk masuk ke dalam
masyarakat dunia termasuk masyarakat lokal di Indonesia, maka pengaruhnya akan pula dirasakan oleh mereka. Padahal, nilai-nilai dan ide merupakan suatu
yang vital dalam pembentukan identitas suatu masyarakat. Dengan masuknya nilai-nilai barat maka identitas lokal pun pasti akan terpengaruh. Pengaruh
tersebut antara lain adalah identifikasi diri mereka menjadi bagian dari masyarakat dunia seperti yang pernah diungkapkan oleh Mc.Luhan melalui
Global Village -nya.
Sebagai masyarakat yang telah memiliki identitas sendiri dengan nilai- nilai tersendiri, tentunya hal diatas dapat dikatakan sebagai masalah karena,
Universitas Sumatera Utara
dengan semakin banyak masuknya nilai-nilai asing melalui globalisasi media, mau tidak mau akan pula meminggirkan nilai-nilai lokal hingga merubah
identitas asli lokal. Sebut saja penggunaan bahasa inggris sebagai bahasa yang dianggap modern dan bahasa yang lainnya. Menghadapi kenyataaan tersebut
maka muncullah bentuk-bentuk siaran regional. Dengan kemunculan stasiun televisi lokal tersebut maka, dapat dikatakan bahwa hal ini merupakan salah satu
bentuk usaha untuk menghasilkan budaya tandingan counter culture dan universalitas dalam berbagai performa informasi dan komunikasi dalam media
massa. Memang membahas mengenai globalisasi media juga tidak terlepas dari
kepentingan kapitalisme, di dalamnya kapitalisme tidak hanya mengubah dunia benda, akan tetapi juga mengubah dunia tindakan budaya atau action culture
suatu masyarakat. Oleh karena itu, ancaman kapitalisme terhadap budaya lokal tidak hanya pada tingkat macro culture seperti keyakinan, paham, dan ideologi
saja. Ia juga mengancam hingga ke micro culture yang mencakup cara berpakaian, bertingkah laku, dan sebagainya.
Beberapa akibat yang dapat terjadi kemudian adalah fenomena dehumanisasi
dan alienasi. Itulah dampak yang mungkin timbul sebagai konsekuensi dari globalisasi media massa dan informasi. Akibat yang lebih jauh
lagi adalah sulitnya mengendalikan arus nilai-nilai kosmopolit asing di suatu negara, khususnya pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia.
Meskipun globalisasi informasi dan media massa tidak lagi terlalu relevan untuk dipersoalkan dari sudut isu ketimpangan arus informasi dan komunikasi dunia
internasional, tetapi muncul masalah lain yaitu siapakah yang mengontrol nilai budaya dan apa yang dominan dalam globalisasi media itu.
Letak perbedaan pada penelitian terdahulu ini peneliti ingin menggali lebih dalam pada manajemen media penyiaran televisi komersial di PadangTV
dengan menggunakan studi kasus yang lebih eksploratori karenanya penelitian pada studi kasus mencari identifikasi berbagai tema atau kategori perilaku dan
Universitas Sumatera Utara
kejadian. Karenanya melibatkan pengumpulan dan analisis informasi dari beragam sumber, seperti wawancara, observasi, dan dokumen. Studi kasus
terkadang juga menuntut peneliti menyediakan waktu lebih dalam pada lingkungan yang diinvestigasi.
Penelitian terdahulu selanjutnya oleh Agus Sunarto Zainal A. Hasibuan tahun 2007 adalah mengenai Model Perencanaan Strategi Sistem Informasi
pada Industri Penyiaran Televisi dengan Pendekatan Blue Ocean Strategy dan Balanced Scorecard
. Dengan hasil penelitian yaitu Semakin tingginya persaingan perusahaan media penyiaran di Indonesia saat ini, khususnya televisi,
memunculkan kebutuhan strategi bisnis untuk bertahan. Hampir semua media penyiaran memanfaatkan TI dalam kegiatan operasionalnya. Akan tetapi
kemampuan perencanaan, pengelolaan dan implementasi SITI yang dikaitkan dengan strategi bisnis perusahaan masih kurang diterapkan. Hal ini terlihat dari
output program siaran dari setiap stasiun TV memilik corak dan ragam yang
sama. Diferensiasi dan inovasi produk tidak muncul dimana antara satu stasiun dengan stasiun lainnya menghasilkan produk yang serupa tapi tak sama. Padahal
audien mereka terdiri dari berbagai lapisan, budaya dan latar belakang sosial, yang pasti mempunyai selera yang berbeda dan ini merupakan peluang yang
perlu digarap lebih cermat. Perencanaan Strategis Sistem Informasi kini merupakan salah satu kunci
dalam pencapaian sasaran perusahaan, karena harus selaras dengan strategi bisnis yang dijalankan. Model Perencanaan Strategis Sistem Informasi yang
akan dibahas dalam kajian ini adalah menggunakan strategi bisnis Blue Ocean Strategy
BOS diintegrasikan dengan Balanced Scorecard BSC. Dengan sifat- sifat pada BOS dan BSC, model ini menjawab kebutuhan model Perencanaan
Strategis Sistem Informasi pada industri media televisi yang berkarakteristik dinamis, inovatif, dan tingkat persaingan tinggi dengan hasil pencapaian yang
terukur dan komprehensif. Model ini di implementasikan dalam TV Anak Space Toon. Hasil kajian menunjukkan bahwa industri penyiaran TV yang selaras
Universitas Sumatera Utara
dengan strategi bisnisnya. Komponen-komponen industri penyiaran yang tertangkap dalam kurva nilai BOS dipetakan kedalam 4 perspektif BSC, yaitu
persepektif finansial, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Hasil pemetaan ini selanjutnya mengelaborasi kebutuhan SITI
sejalan dengan strategi bisnis BOS menggunakan empat perspektif BSC. Kebutuhan SITI yang muncul kemudian di inventarisir untuk dijalankan sesuai
dengan manajemen strategis SITI-nya. Pada penelitian terdahulu ini, peneliti mendapatkan informasi bahwa
dunia usaha saat ini termasuk media televisi sangat membutuhkan suatu strategi informasi SI dan teknologi informasi IT yang sangat membantu perusahaan
dalam mengembangkan usaha bisnisnya dan memperluas informasi kepada masyarakat. Dengan adanya perencanaan strategi SI atau IT ini dapat
memberikan arahan dan konsentrasi pada usaha industri media televisi dalam mencapai target. Letak perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang
peneliti tulis adalah peneliti ingin membahas tentang manajemen strategi yang digunakan atau dilakukan oleh manajer program bekerja dalam memproduksi
suatu acara yang bermuatan budaya lokal yang tidak terlepas dari budaya atau adat istiadat yang dianut pada masyarakat setempat dimana stasiun televisi lokal
ini berada dan mampu menarik perhatian masyarakat pada acara atau program televisi yang dibuat oleh media PadangTV.
Penelitian terdahulu selanjutnya oleh Erni Herawati Universitas Bina
Nusantara tahun 2012 mengenai Keterkaitan Isi Siaran Televisi di Indonesia dan
keadilan Informasi.
Dengan hasil penelitian yaitu
Dunia pertelevisian Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan pertumbuhan yang cukup pesat, baik
dari segi jumlah stasiun televisi maupun program. Kenyataannya, hampir semua lembaga penyiaran swasta nasional hanya menyiarkan program mengenai
Jakarta. Artikel menganalisis fungsi media massa, termasuk penyiaran yang berkaitan dengan isi media yang disampaikan. Isi media tidak hanya ditentukan
oleh faktor internal media tetapi juga faktor eksternal. Kepemilikan media
Universitas Sumatera Utara
akhirnya menentukan bagaimana isi media yang diproduksi dan dibentuk. Oleh karena itu, agar informasi tidak hanya dimonopoli oleh satu golongan dan
masyarakat mendapat pilihan informasi yang beragam dan sesuai dengan yang dibutuhkan maka perlu dipastikan agar keberagaman itu dimulai dari
kepemilikan dari media. Disimpulkan, aturan main dalam dunia penyiaran harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat sehingga akan membawa keadilan
informasi bagi masyarakat khususnya di Indonesia. Berdasarkan penelitian terdahulu ini peneliti mendapatkan informasi
bahwa dengan mulai banyaknya stasiun televisi yang muncul didaerah-daerah maka informasi tidak hanya dimonopoli oleh satu media televisi saja atau
informasi yang terpusat di stasiun penyiaran televisi yang ada di Jakarta sehingga akan terbentuk adanya keadilan informasi bagi masyarakat. Letak
perbedaan pada penelitian terdahulu ini adalah isi siaran yang peneliti teliti nantinya sebatas tentang muatan budaya lokal yang ada di daerah dimana stasiun
televisi lokal yang akan diteliti nantinya. Peneliti juga menambahkan beberapa jurnal internasional tentang konten
lokal yaitu, Berita Utama: Nasional Swasembada Program Penyiaran Televisi Sebuah Studi Empiris Tentang Nasional Swasembada Pemrograman Penyiaran
Televisi: Memprediksi Saham Domestik Versus Program Acara Buatan AS Oleh Xuexin Xu and W. Wayne Fu Nanyang Technological University Joseph D.
Straubhaar dari University of Texas at Austin. Studi ini mengkaji masing- masing negara swasembada program televisi siaran, memiliki tujuan yang
universal dan menyeluruh mengenai kebijakan kepercayaan dalam layanan siaran nasional atau domestik. Ini menelusuri dan memprediksi saham siaran
pada program domestik dan program Amerika, dengan menggunakan data longitudinal yang diambil selama kurun waktu 1962 - 2001 untuk 20 negara atau
teritori di seluruh dunia. Membangun teori ekonomi dan budaya tentang aliran media yang transnasional dan resepsi. Penulis ini berhipotesis bahwa penyiaran
terestrial suatu negara tertentu yang mengudara untuk program buatan sendiri
Universitas Sumatera Utara
relatif terhadap program acara yang diimpor dari negara televisi pengekspor dominan seperti Amerika Serikat yang mempengaruhi bagi penonton dalam
negeri pada aspek ekonomi dan jarak budaya importir-eksportir. Analisis regresi, pada data selama 1962-2001, mengungkapkan bahwa pangsa siaran program
buatan sendiri adalah fungsi peningkatan ukuran dan kemakmuran penonton domestik negara itu.
Ada perbedaan antara film dan program televisi, yang dapat menyebabkan perbedaan besar terhadap pengaruh ekonomi dan budaya pada
aliran internasional dari dua jenis konten media. Pertama-tama, dibandingkan dengan industri film, industri televisi adalah industri dalam negeri dengan lebih
orientasi lokal. Hampir setiap negara memiliki produksi program televisi dan siaran sistem sendiri, yang beroperasi di bawah peraturan negara dan sensor
Bielby dan Harrington, 2008. Pemerintah memainkan peran yang lebih penting dan lebih besar dalam mengatur isi dan perdagangan program televisi daripada
film Wildman Siwek, 1988. Dalam pengertian ini, industri televisi lebih nasionalis dari industri film, dan aliran internasional program televisi merupakan
subjek penting dalam produksi program. Kedua, film yang dikonsumsi dalam beberapa jam, sedangkan serial televisi dapat berjalan selama bertahun-tahun.
Karena kehidupan berkepanjangan pada program televisi, penonton memiliki cukup waktu untuk dapat akrab dengan konteks budaya program, yang dapat
bekerja untuk memoderasi setiap ketidaksesuaian budaya antara negara-negara pengekspor dan pengimpor, menciptakan keakraban budaya yang besar dari
waktu ke waktu. Iwabuchi 2002 mencatat bahwa kedekatan budaya yang dinamis dari waktu ke waktu, yang mencerminkan hubungan perubahan budaya,
seperti pertumbuhan ekspor budaya populer Jepang di tahun 1990-an ke negara- negara di Asia Timur.
Seperti isi media dari produk budaya yang menyampaikan ide tertentu, keyakinan, nilai-nilai, dan identitas dari pasar produksi, faktor budaya akan
memainkan peran penting dalam menjelaskan konsumsi di seluruh dunia tentang
Universitas Sumatera Utara
produk konten audiovisual. Straubhaar 1991 berpendapat bahwa konsumen konten media secara aktif mengejar kedekatan budaya, yaitu, penonton lebih
memilih produk budaya dalam negeri atau produk dari budaya asing. Dengan demikian, perbedaan budaya antara sumber produk dan target pasar luar negeri
akan menghasilkan diskon budaya, yaitu, penurunan nilai konten media ke khalayak di pasar luar negeri Cantor Cantor, 1986; Hoskins Mirus, 1988;
Waterman, 1988. Semakin besar jarak budaya dari pasar ke pasar yang berasal untuk dikonsumsi, semakin besar penurunan nilai produk.
Temuan menegaskan efek pasar rumah di program siaran televisi buatan sendiri di masing-masing negara. Hasil menunjukkan bahwa ukuran basis
penonton suatu negara berhubungan positif dengan program yang disiarkan oleh program televisi buatan sendiri dan negatif dengan pangsa program buatan AS,
baik selama sepanjang hari dan pada saat siaran primetime. Dengan penonton yang lebih besar mengindikasikan kebutuhan nasional untuk program televisi,
yang merangsang produksi program serta menarik lebih banyak iklan untuk mendukung industri penyiaran. Dalam hal ini, lembaga penyiaran lokal dengan
penonton lebih dapat memberikan lebih banyak program dan atau program berkualitas tinggi, dan pada gilirannya program impor yang lebih sedikit dari
pasar AS. Ini menunjukkan bahwa skala pasar domestik memainkan peran penting dalam penyiaran program televisi buatan sendiri dan buatan AS, yang
konsisten dengan model ekonomi perdagangan media internasional. Artinya, industri televisi dalam negeri mempunyai keunggulan kompetitif dalam
memproduksi dan menyiarkan program-program buatan sendiri, dan dengan demikian membuat negara kurang bergantung pada impor program televisi
Amerika selama siaran sepanjang hari. Hal ini memberikan dukungan tambahan untuk model ekonomi perdagangan media internasional.
Selain itu, penelitian ini mengungkapkan tren waktu yang relatif jelas dalam program siaran televisi buatan sendiri dan buatan AS di negara-negara
Universitas Sumatera Utara
dan wilayah masing-masing di lima puluh tahun terakhir. Saham program buatan sendiri di sepanjang hari-waktu dan penyiaran penurunan siaran di primetime
dari waktu ke waktu, sedangkan saham program Amerika meningkat. Ini berarti kecenderungan globalisasi dan kecenderungan pertukaran budaya, yang dapat
berfungsi untuk memperkaya kehidupan hiburan rakyat Buonano, 2007. Namun, ini juga dapat menyebabkan dominasi Amerika dan homogenisasi, yang
akan membahayakan keseimbangan dan keragaman budaya yang berbeda Schiller, 1971.
Temuan penelitian ini dapat memberikan wawasan bagi para pembuat kebijakan tentang bagaimana mengembangkan swasembada produksi Program
dalam mempertahankan keragaman budaya. Sebuah negara dengan industri televisi dalam negeri lebih besar dan cenderung lebih kuat untuk menyiarkan
program yang lebih tentang buatan sendiri dan lebih sedikit program buatan AS.Secara khusus, isi media yang telah didistribusikan melalui Internet dan situs
televisi online telah menjadi komponen penting dari industri program televisi negara. Tren ini membutuhkan lebih banyak dukungan keuangan pada
pengembangan layanan televisi online dalam negeri, terutama pada peningkatan kualitas dan kuantitas program televisi untuk kembali dirilis secara online.
Investasi tersebut di program televisi online akan membantu dalam memperbesar ukuran penonton dengan menarik penonton yang lebih muda, yang pada
gilirannya menguntungkan industri program televisi dalam negeri. Membuat konten pemasaran untuk pasar penonton yang diperluas,
dengan demikian dapat memperkuat kemampuannya untuk memproduksi dan pemrograman acara. Hal ini membutuhkan seperangkat korporasi antara bakat
,penulis, aktor, seniman, produser dan eksekutif jaringan untuk membuat program yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan norma-norma dalam negeri,
dan akibatnya menarik penonton dalam negeri. Salah satu contoh penting adalah jenis yang berbeda dari program televisi yang disebut telenovela, yang sering
Universitas Sumatera Utara
mencerminkan budaya, ekonomi dan politik dari negara-negara Amerika Latin dan dengan demikian sangat populer di wilayah tersebut. Dengan cara ini,
penyiaran domestik dapat mengembangkan industri program televisi sendiri dan mempertahankan swasembada, yang membantu dalam mempromosikan
keragaman budaya. Program televisi genre yang berbeda berhubungan dengan kemampuan
yang tidak sama untuk mengatasi hambatan budaya dan diekspornya program acara tersebut. Genre sinetron dan action-adventure yang relatif lebih mudah
diangkat melintasi perbatasan, dengan alasan bahwa sinetron mengeksplorasi tema global yang memegang daya tarik universal dan action-adventure
menekankan pada tindakan daripada dialog atau karakter. Namun, genre komedi situasi yang lebih spesifik budaya sehingga kurang menarik bagi penonton
internasional Bielby dan Harrington, 2008. Oleh karena itu, genre program dapat mempengaruhi aliran internasional program televisi dan swasembada
nasional. Straubhaar 2007 telah menunjukkan bahwa perdagangan budaya dalam wilayah budaya-linguistik semakin besar dan berkembang, terutama di
Amerika Latin, Asia dan Timur Tengah. Salah satu contoh penting adalah ekspor drama Korea Selatan dan Hong Kong TVB komedi di Cina, Singapura, Taiwan,
dan di tempat lain di Asia. Dalam hal ini, fokus hanya pada saham siaran program buatan sendiri dan buatan AS mungkin tidak cukup untuk
mengungkapkan kompleksitas gambaran global siaran program televisi. Arus program televisi di daerah-daerah budaya-linguistik yang pantas diselidiki.
Penelitian di masa depan harus mencakup arus televisi intra-regional. Penelitian terdahulu selanjutnya
adalah Masalah kepemilikan:
Lokalisme, Lokal Televisi Berita FCC. Pada penelitian ini membahas tentang
Tiga prinsip-prinsip regulasi media dan pembuatan kebijakan di Amerika Serikat adalah persaingan, keragaman dan lokalisme. Keputusan itu dibuat oleh Federal
Communications Act of 1934. Beberapa peraturan seperti stasiun koran-televisi
Universitas Sumatera Utara
aturan kepemilikan silang karena FCC menyatakan bahwa tindakan tersebut akan mempromosikan lokalisme. Peraturan lainnya seperti jumlah stasiun
televisi yang dimiliki oleh satu perusahaan di industri penyiaran karena FCC percaya bahwa relaksasi mereka tidak akan secara signifikan membahayakan
lokalisme karena beragam media yang tersedia di sebagian besar pasar industri penyiaran Napoli, 2004. Temuan penelitian ini menegaskan bahwa
kepemilikan itu penting dalam produksi berita dan berita lokal pada siaran berita televisi lokal. Ada statistik hubungan signifikan yang terkait jumlah konten
berita dan konten berita lokal untuk profil kepemilikan. Dalam penelitian ini stasiun ini disebut independen. Secara umum, stasiun independen menyiarkan
konten yang lebih lokal pada siaran berita daripada stasiun yang lain.Singkatnya, kepemilikan media konsolidasi negatif mempengaruhi produksi konten lokal
pada siaran berita televisi lokal. Fungsi media sebagai komunikator informasi politik atau sebagai
lembaga politik, itu akan memiliki efek terkuat di tempat-tempat lokal karena praktek politik yang luar biasa di Amerika Serikat terjadi di tingkat lokal. Isu-isu
kebijakan publik seperti zonasi, pendidikan, kejahatan, keadilan, transportasi, pengelolaan sampah, kemiskinan, perumahan di antara banyak lainnya adalah
hal-hal keputusan politik lokal. Oleh karena itu, lokalisme sebagai prinsip kebijakan tertanam di banyak bidang kebijakan publik Briffault, 1988, 1990.
Dalam demokrasi
modern, tanggung
jawab besar
untuk menginformasikan warga mengenai isu-isu kebijakan publik ada pada media
massa. Bahkan, ada kewajiban eksplisit oleh undang-undang untuk media elektronik dan dengan standar jurnalistik untuk media cetak untuk melayani
kepentingan publik Napoli, 2001; Graber, 2001. Ada bukti substansial yang menunjukkan pentingnya konten berita lokal untuk hasil politik dan ekonomi
lokal Georgedan Waldfogel, 2003; Stromberg, 2004. Namun, produksi berita, baik elektronik atau cetak, tunduk pada kalkulus yang memperlakukan informasi
sebagai komoditas Hamilton, 2004; Adilov, Alexander Brown, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Mengingat peran politik dan informasi berita dan urusan konten publik di tempat-tempat lokal, kekhawatiran FCC mengenai lokalisme dalam pembuatan
kebijakan yang dianganggap sangat penting. Meskipun konsep lokalisme yang belum terdefinisi dengan baik, peneliti mempunyai ide bahwa lokalisme
mengacu pada tempat-tempat lokal yang memiliki batas-batas geografis fisik. Yang konsisten dengan definisi lokalisme yang dimaksud oleh FCC yang
tampaknya berakar pada gagasan masyarakat Alexander Brown, 2006. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sejauh mana konten
lokal pada siaran berita yang diproduksi secara lokal dan untuk memeriksa apa efek dari kepemilikan media dalam konten lokal. Untuk melakukan analisis itu,
peneliti berfokus pada kisah-kisah individu mengenai siaran berita. Metodologi dasar untuk penelitian ini adalah analisis isi Krippendorf, 1980. Ini adalah
metode yang menghasilkan gambaran yang sistematis dan objektif tentang konten informasi. Sampel penelitian ini dikembangkan dari siaran berita televisi
lokal direkam oleh Proyek Keunggulan dalam Jurnalisme PEJ pada tahun 2002. Secara khusus, siaran disajikan pada bulan Maret, April dan Mei 2002.
dimana Nielsen menetapkan ukuran penonton dalam menentukan harga iklan di stasiun penyiaran. Jelas, semakin besar penonton, semakin stasiun dapat biaya
dari pemasukan iklan. Program acara mengenai kejahatan menyumbang proporsi yang paling
signifikan dari cerita dan disiarkan dalam waktu 28,2 dan 29,2 persen, masing- masing. Bahkan, siaran tentang kejahatan menyumbang waktu siaran lebih dari
dua jenis cerita seperti isu-isu publik, 19 dan kebakaran kecelakaan bencana, 8,1 yang dikombinasikan. Yang konsisten dengan penelitian
sebelumnya Yanich, 2004. Ini perlu untuk dicatat bahwa kategori isu-isu publik berisi semua isu publik perumahan, pendidikan, lingkungan hidup,
kesehatan, dll.
Universitas Sumatera Utara
Temuan analisis dari jumlah total konten berita dan jumlah konten berita lokal pada siaran. Hasil analisis regresi yang menguji hubungan antara konten
dan stasiun karakteristik lokal juga disajikan. Variabel dependen yang ditentukan dalam penelitian ini sebagai: 1 proporsi siaran yang ditujukan untuk
berita, dan 2 proporsi siaran yang lokal konten. Yang berbeda dari variabel dependen yang ditentukan oleh peneliti FCC. ini digunakan sebagai variabel
dependen: 1 jumlah berita yang disiarkan sebanyak berapa detik dan 2 jumlah detik berita lokal. setiap pendekatan mengukur jumlah berita total dan jumlah
berita lokal pada siaran berita. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam
bentuk standar sebagai proporsi. Standarisasi yang dikembangkan karena jumlah siaran dikaitkan dengan pemilik yang bervariasi karena mereka memiliki
perbedaan dalam jumlah stasiun. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan memiliki tiga stasiun penyiaran, hal ini akan lebih banyak waktu untuk berita
secara umum dan untuk berita lokal pada khususnya. Akibatnya, jumlah berita umum dan konten berita lokal harus dihitung dalam bentuk standar untuk
membuat perbandingan di seluruh stasiun pemilik. Yang dilakukan dengan menyatakan variabel dependen sebagai proporsi daripada jumlah total waktu
yang dihabiskan untuk berita atau berita lokal. Dalam setengah jam siaran berita kebijaksanaan konvensional adalah bahwa 22,5 menit siaran yang tersedia untuk
berita. 7,5 menit lainnya dikhususkan untuk iklan. Dalam penelitian ini, pemberitaan mengenai cuaca sehari-hari dan pemberitaan mengenai olahraga
dari siaran berita tidak dimasukkan dalam analisis karena mereka fitur struktural siaran.
Sejauh ini, faktor terkuat yang mempengaruhi isi berita lokal adalah apakah stasiun ini dimiliki dan dioperasikan oleh jaringan dan bahwa itu adalah
bagian dari kepemilikan duopoli. Ketika itu terjadi, konten berita lokal turun lebih dari enam persen -6,494. Ketika profil kepemilikan stasiun dimiliki dan
Universitas Sumatera Utara
dioperasikan hanya, konten berita lokal turun lebih dari dua persen -2,330. Status kepemilikan duopoli-satunya juga memiliki efek negatif pada konten
berita lokal, penurunan itu sekitar satu-setengah dari satu persen -.453. Jumlah pasar di mana pemilik memiliki stasiun televisi dan stasiun radio dan
jumlah stasiun televisi yang dimiliki oleh pemilik semua memiliki efek negatif pada proporsi muatan lokal pada siaran, -.274, -.216 dan -. 118,.
Sebaliknya, dua variabel memiliki efek positif pada jumlah konten berita lokal. Jika pemilik stasiun memiliki sebuah surat kabar di DMA lain, isi berita lokal
meningkat lebih dari enam persen 6,24. dengan hanya lebih dari satu persen -1,253. Jumlah stasiun radio yang dimiliki oleh perusahaan media televisi
sangat sedikit meningkat kandungan lokal 0,096. Duopoli hanya status dalam karakteristik kepemilikan yang berbeda-beda
mempengaruhi jumlah berita total dan proporsi konten berita lokal. Kepemilikan stasiun penyiaran yang Duopolies menghasilkan total berita hampir sepuluh
persen lebih dan lebih dari enam persen lebih sedikit memuat konten lokal dari stasiun yang tidak duopolies atau dimiliki dan dioperasikan oleh jaringan. Dua
dari tiga pemilik yang memiliki stasiun penyiaran yang duopolies seperti CBS dimiliki di Los Angeles dan Boston dan General Electric NBC duopolies
dimiliki di Los Angeles dan New York. Kepemilikan koran di DMA selain pasar di mana pemilik memiliki sebuah stasiun televisi, juga mempengaruhi produksi
berita meningkat lebih dari satu persen. Namun, pengaturan itu juga sedikit mempengaruhi proporsi muatan lokal pada siaran dari stasiun sekitar satu
setengah dari satu persen. Penelitian ini merupakan pemeriksaan hubungan potensial antara isi
siaran berita lokal dan karakteristik kepemilikan. Ini merupakan perpanjangan dari analisis yang dilakukan oleh FCC dan Televisi Lokal Berita Media Project
di University of Delaware. Sebuah fitur penting dari penelitian ini adalah bahwa konten yang sebenarnya dari program berita lokal dianalisis. Pemeriksaan ini
Universitas Sumatera Utara
mengungkapkan hubungan antara kepemilikan dan berita televisi konten. Seperti yang dikatakan sebelumnya, hal kepemilikan diatur dengan cara tertentu.
Kepemilikan konsolidasi mempengaruhi proporsi konten lokal pada siaran berita televisi lokal. Analisis ini, konsisten dengan temuan penelitian FCC federal
communication communities sendiri. Penelitian jurnal internasional yang selanjutnya adalah Aturan Konten
lokal dalam Penyiaran Disusun oleh Ken Bhattacharjee, Legal Officer, dan
direvisi oleh Toby Mendel, Kepala Program Hukum mengenai negara memiliki
aturan konten lokal di sektor penyiaran untuk melindungi dan mempromosikan program lokal. Dikatakan bahwa aturan ini diperlukan karena pasar internasional
mendukung negara-negara besar dan berkembang dengan penyiaran dan produksi sektor program yang dapat dengan mudah menggantikan program lokal
di negara-negara yang lebih kecil, seperti negara yang kurang berkembang. Namun, pada saat yang sama, aturan ini kadang-kadang dikritik karena
pelanggaran atas jaminan kebebasan berekspresi, perdagangan yang menahan dan mengatur arus informasi asing ke suatu negara. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menguji standar internasional dan praktik terbaik tentang perbandingan aturan konten lokal dan status mereka dalam kaitannya dengan
jaminan kebebasan berekspresi. Menurut hukum internasional, bahwa pluralisme merupakan aspek
penting kebebasan berekspresi. Dengan demikian, aturan konten lokal yang mempromosikan keragaman Ekspresi bisa konsisten dengan kebebasan
berekspresi. Menurut Agarsah, aturan konten lokal harus: a. Bertujuan untuk mempromosikan pluralisme; b.Dilaksanakan dengan cara hukum yang tepat;
c.Realistis dan praktis, dan berdasarkan kriteria yang sesuai, dalam arti yang disesuaikan dengan sektor penyiaran secara khusus dan kebutuhan khusus
mereka; dan d. Dilaksanakan secara progresif.
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan untuk aturan konten lokal di banyak negara telah disejutui melalui undang-undang untuk melindungi dan mempromosikan dalam sektor
lokal penyiaran dan program lokal. Di banyak negara-negara, kontrol lokal atas dan kepemilikan penyiaran serta produksi dan penyiaran program lokal dilihat
memiliki peran penting untuk mempromosikan pluralisme, dan untuk melindungi identitas, persatuan dan kedaulatan bangsa. Di Kanada, misalnya,
UU Penyiaran menyatakan bahwa sistem penyiaran akan efektif dimiliki dan dikendalikan oleh Kanada yang berkontribusi untuk pemeliharaan dan
peningkatan identitas nasional dan kedaulatan budaya, dan harus: 1. berfungsi untuk menjaga, memperkaya dan memperkuat budaya, politik, sosial, dan
ekonomi Kanada, 2.mendorong pengembangan berekspresi di Kanada dengan menyediakan berbagai macam program yang mencerminkan sikap Kanada,
pendapat, gagasan, nilai-nilai dan kreativitas seni, dengan menampilkan bakat Kanada dalam pemrograman hiburan dan dengan menawarkan informasi dan
analisis mengenai Kanada dan negara-negara lain dari sudut pandang budaya di Kanada, 3.melalui program dan kesempatan kerja yang timbul dari perusahaan
operasi, melayani kebutuhan dan kepentingan, dan mencerminkan keadaan dan aspirasi, pria Kanada, perempuan dan anak-anak, termasuk hak yang sama, yang
dualitas linguistik dan alam multikultural dan multiras masyarakat Kanada dan tempat khusus masyarakat asli.
Di Malaysia, misalnya, penyiar dapat menyiarkan selama 30 menit siaran Program amerika yang dibayar sekitar US 1.500, sedangkan biaya rata-rata
menghasilkan 30 menit Program lokal adalah sekitar US 20.000. Akibatnya, dengan tidak adanya aturan konten lokal, negara-negara besar dan memiliki
sektor penyiaran dan produksi, terutama Amerika Serikat, dengan mudah dapat menggantikan program lokal, dan homogenisasi pemrograman negara-negara
kecil,dan negara yang kurang berkembang. Ini adalah ancaman tidak hanya untuk negara dan demokrasi dalam transisi, seperti Afrika Selatan atau negara-
negara di Eropa Timur, tetapi juga untuk demokrasi yang sudah mapan yang
Universitas Sumatera Utara
memiliki penyiaran yang cukup berkembang dan memiliki kapasitas produksi, seperti Kanada, Perancis dan Australia.
Pluralisme, termasuk hak seseorang untuk mengakses beragam informasi, merupakan aspek penting dari kebebasan berekspresi. Bahkan, telah
diakui bahwa negara memiliki kewajiban positif untuk mempromosikan pluralisme untuk memastikan hak yang sama dalam semua akses di media.
Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa telah menyatakan: [Menyampaikan] informasi dan ide-ide dari kepentingan umum ... tidak dapat berhasil dicapai
kecuali didasarkan pada prinsip pluralisme. Inter-American Court juga telah menetapkan bahwa kebebasan berekspresi mensyaratkan bahwa Media
komunikasi berpotensi terbuka untuk semua tanpa diskriminasi atau, lebih tepatnya, bahwa tidak ada individu atau kelompok yang dikecualikan dari akses
ke media”. Namun,
jika dalam
prakteknya aturan
konten lokal
tidak mempromosikan keragaman, maka akan terjadi pembatasan kebebasan
berekspresi. Dimana kuota konten lokal terlalu tinggi, di mana mereka tidak membedakan antara berbagai jenis penyiaran misalnya nasional, lokal, radio,
televisi, di mana mereka gagal untuk memperhitungkan rekening jenis pemrograman yang mengudara untuk disiarkan, dan di mana mereka tidak
termasuk pentahapan dalam periode kuota, mereka mungkin tidak hanya membatasi asing pemrograman tetapi sebenarnya merusak kemampuan
penyiaran lokal untuk bertahan hidup. Dalam kasus tersebut, aturan ini tidak memberikan kontribusi terhadap keanekaragaman.
Konten lokal secara umum didefinisikan sebagai pemrograman yang diproduksi di bawah kontrol kreatif dari warga negara. Aturan konten lokal
harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai hukum. Aturan konten lokal harus realistis dan praktis. Aturan konten lokal harus dicapai secara progresif. Di
Universitas Sumatera Utara
Australia, misalnya, Program televisi Australia didefinisikan sebagai sebuah program yang diproduksi di bawah kontrol kreatif Australia.
2.3 Regulasi Penyiaran