Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

60

B. Hasil Penelitian

1. Implementasi Pendidikan Karakter pada Peserta Didik melalui

Pengintegrasian dalam Pembelajaran Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dapat diketahui bahwa sekolah mengimplementasikan pendidikan karakter melalui proses pembelajaran. Kegiatan yang berhubungan dengan pengimplementasian pendidikan karakter melalui pembelajaran yaitu a tercermin dari silabus dan RPP, b terintegrasi dalam pembelajaran, c mengawali dan mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam dan berdoa, d mengecek kehadiran siswa, e membentuk kelompok secara heterogen, f menggunakan metode pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan, g memberikan apresiasi reward dan punishment, h mengajak siswa untuk bersama- sama membaca buku, dan i menerapkan peraturan kelas. Kedelapan kegiatan tersebut akan dipaparkan di bawah ini.

a. Tercermin dari silabus dan RPP

Berikut pemaparan guru terkait pengimplementasian pendidikan karakter yang tercermin dalam silabus dan RPP. An : “Nilai karakter yang hendak ditanamkan melalui pembelajaran tercantum dalam silabus dan RPP tergantung jenis kegiatan yang akan dilakukan misalnya mengerjakan tugas yaitu tanggung jawab, kerja kelompok itu tadi kerjasama, jujur, kreatif, inovatif .” 24 November 2015 Mn : “Di RPP ada nilai-nilai karakter sesuai dengan KD masing-masing. Nek dulu nilai pelajaran akhlak itu sendiri, sekarang kan digabung jadi agama maka agama termasuk akhlak, budi pekerti, hadist quran, dan sejarah. Jadi setiap 61 tatap muka memasukkan akhlak budi pekerti itu. ” 24 November 2015 Dw : “Di RPP dituangkan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan sesuai dengan silabus. Kalau saya tertuang dalam silabus lalu saya sesuaikan dengan tujuannya. Jadi setiap mata pelajaran berbeda-beda. ” 26 November 2015 Mu : “Dalam RPP saya sudah ada nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan. Saya download RPP nasional lalu saya edit- edit lagi. Kalau dalam KBM dan RPP saya itu yang sudah pasti memunculkan karakter ya berdoa. Untuk karakter yang lain tetap dicantumkan tapi belum terlalu terlihat. Sekarang juga ada diskusi dan presentasi itu yang memunculkan karakter lalu kerja kelompok untuk karakter kerja keras. ” 26 November 2015 Su : “RPP juga mengembangkan nilai karakter. Kalau dari RPP tergantung indikator pencapaian kompetensinya apa, kompetensi dasarnya apa nah itu nanti kan dalam implementasi langkah-langkah pembelajarannya disitu kita mulai memasukkan karakter-karakter tersebut. Misalnya dalam pembelajaran IPS saya gunakan metode untuk kunjung karya itu berarti setiap anak harus bekerjasama dulu itu sudah terbentuk kerjasama kelompok, anak harus bisa menyampaikan ini lho hasilnya berarti sudah komunikasi masuk, terus sopan kan kalau berkunjung kita harus sopan. Salah satunya seperti itu. Jadi setiap mata pelajaran karakter yang dikembangkan bisa berbeda-beda. Misalnya IPS karakter yang dikembangkan disiplin, tertib, percaya diri. nanti di matematika mungkin ada jujur, kerjasama kelompok, disiplin begitu tergantung setiap KD. ” 26 November 2015 Pernyataan para guru tersebut juga didukung oleh hasil wawancara terhadap kepala sekolah pada tanggal 23 November 2015 sebagai berikut “Sekolah ini menggunakan KTSP 2006 jadi implementasi pendidikan karakternya masuk dalam materi semua pembelajaran. Kita juga menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Setiap guru juga diwajibkan untuk mencantu mkan nilai karakter dalam RPP.” Pendapat tersebut diperkuat juga oleh hasil observasi yang dilakukan pada hari Kamis, 19 November 2015 dan Jumat 20 62 November 2015. Dalam observasi tersebut, peneliti melihat guru yang sedang membuat RPP. Guru tersebut membuat RPP berdasarkan silabus yang sudah ada kemudian dikembangkan dan mencantumkan nilai-nilai karakter didalamnya. Pemilihan nilai-nilai karakter disesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai oleh masing-masing mata pelajaran. Pendapat dan hasil observasi tersebut juga dibuktikan dengan contoh beberapa RPP yang terlampir. Berikut ini akan dipaparkan dari masing-masing RPP tersebut. 1 Dalam RPP di kelas II tema pembelajarannya tentang negara dengan mata pelajarannya terdiri dari PKn, Bahasa Indonesia, dan IPS. Kompetensi yang akan dicapai dalam RPP tersebut diantaranya menunjukkan sikap dan perilaku jujur, disiplin, dan senang bekerja dalam kehidupan sehari-hari, mengungkapkan kembali isi teks dengan kata-kata sendiri, serta menjelaskan manfaat kerjasama di lingkungan tetangga. Berdasarkan kompetensi tersebut nilai-nilai karakter yang hendak ditanamkan diantaranya semangat kebangsaan, cinta tanah air, demokratis, dan toleransi. 2 Dalam RPP di kelas III mata pelajaran matematika, kompetensi yang akan dicapai yaitu membaca tanda waktu jam, setengah jam sampai seperempat jam dalam bentuk angka atau digital dan membaca tanda waktu sampai lima menit pada jarum jam. Dari 63 kompetensi tersebut, guru hendak menanamkan nilai karakter disiplin dan ketelitian. Selain itu, guru juga menanamkan nilai kerjasama karena metode yang digunakan adalah diskusi kelompok. 3 Dalam RPP di kelas V mata pelajaran IPA, kompetensi yang akan dicapai yaitu mendeskripsikan hubungan antara sifat bahan dengan bahan penyusunnya. Untuk mencapai kompetensi tersebut metode yang digunakan guru dalam pembelajaran adalah praktikum dan diskusi. Oleh karena itu diharapkan akan tertanam nilai karakter disiplin, kerjasama, jujur, rasa hormat dan perhatian, tekun, tanggung jawab, serta ketelitian pada peserta didik. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi tersebut dapat diketahui bahwa sekolah mewajibkan setiap guru untuk mencantumkan nilai-nilai karakter dalam silabus dan RPP. Pemilihan nilai-nilai karakter yang dicantumkan berdasarkan kompetensi dasar yang akan dicapai dalam setiap mata pelajaran. Meskipun masih ada juga guru yang kurang memperhatikan hal tersebut. Dalam RPP tersebut juga mencantumkan penilaian sikap peserta didik saat mengikuti pembelajaran seperti pada lampiran gambar 90. Penilaian kepribadian tersebut akan dilaporkan kepada orang tua atau wali murid setiap semester. Bentuk laporan tersebut 64 dapat dilihat pada lampiran gambar 91 dan 92 yang terdiri dari penilaian akhlak mulia, sikap, kerajinan, kerapian, dan kebersihan. Jadi dapat disimpulkan bahwa proses penanaman karakter melalui silabus dan RPP yang dilakukan guru dengan cara memodifikasi indikator pencapaian, kegiatan pembelajaran, dan teknik penilaian. Dengan begitu akan tertanam nilai-nilai karakter dalam diri peserta didik. Nilai karakter yang sering muncul tersebut seperti kerjasama, tanggung jawab, ingin tahu, jujur, toleransi, dan nasionalis.

b. Mengintegrasikan dalam Mata Pelajaran

Dari hasil observasi pembelajaran di kelas I sampai kelas VI, guru melalui mata pelajaran yang ada berusaha untuk menanamkan nilai-nilai karakter. Hal ini tampak dari observasi pada hari Kamis, 19 November 2015 pukul 09.35-10.45 WIB di kelas I. Guru melaksanakan pembelajaran SBK tentang menyablon. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, peserta didik diminta untuk membuat pewarna alami dari bahan yang ada disekitarnya secara berkelompok. Saat kegiatan berlangsung guru membantu setiap kelompok yang kesulitan dan memberikan nasihat serta teguran seperti “Saling membantu ya tapi hati-hati jangan sampai tumbukan”, “Jangan menyerah, ayo semangat, semangat”, “Rapikan dulu tempatnya dan buang di tempat sampah, jangan buang sembarangan”. Dari kegiatan tersebut maka guru telah menanamkan 65 nilai karakter kerja keras, pantang menyerah, kerjasama, peduli lingkungan, dan kreatif. Aktivitas tersebut tersaji dalam lampiran gambar 55. Hal lain juga dilakukan oleh Bu Dw saat pembelajaran matematika di kelas III pada hari Jumat, 20 November 2015 pukul 09.35-10.45 WIB. Saat itu materi yang diajarkan terkait tentang jam atau waktu. Guru menggunakan media yang konkret berupa jam dinding. Dalam pembelajaran tersebut guru juga membentuk kelompok untuk berdiskusi dan menyampaikan hasil diskusinya. Selain itu, di akhir pelajaran guru mengingatkan peserta didik agar selalu menghargai waktu. Kegiatan ini tercermin dari lampiran gambar 56. Dari kegiatan pembelajaran tersebut tercermin nilai karakter disiplin, kerjasama, komunikatif, toleransi, dan tanggung jawab. Saat pembelajaran IPS di kelas IV pada hari Kamis, 26 November 2015 pukul 09.35-10.45 WIB tentang sikap positif terhadap pahlawan bangsa, guru menyampaikan cerita yang menarik tentang kepahlawanan. Dari cerita itu, peserta didik diminta untuk mengemukakan sikap-sikap pahlawan yang patut diteladani. Setelah itu, guru mengajak peserta didik untuk meneladani sikap pahlawan tersebut dalam kegiatan sehari-hari. Dari kegiatan tersebut nilai karakter yang ditanamkan yaitu semangat, pantang menyerah, 66 semangat kebangsaan, menghargai prestasi, dan cinta tanah air. Kegiatan ini tercermin dalam lampiran gambar 54. Selain itu saat melakukan wawancara terhadap Bu Mn pada 24 November 2015 terkait implementasi pendidikan karakter di pembelajaran, Beliau memberikan pernyataan seperti berikut “Melalui sikap kemudian melalui praktik juga seperti membaca, sholat, wudhu terus budi pekerti akhlak sopan santun nah itu seperti itu. Kan itu langsung menerapkan langsung praktik .” Pernyataan Bu Mn ini juga didukung dengan hasil observasi saat pembelajaran agama di kelas V pada hari Kamis, 26 November 2015. Para peserta didik diminta untuk membaca Al Quran sesuai ilmu tajwid dengan bimbingan guru. Sebelum kegiatan berlangsung, guru mengingatkan peserta didik agar membaca Al Quran dengan baik dan benar. Setelah semua peserta didik selesai, guru menasihati peserta didik supaya rajin membaca Al Quran agar lama-lama bisa lancar. Dari kegiatan tersebut, dapat diketahui bahwa guru telah menanamkan nilai karakter religius, gemar membaca, mandiri, dan rasa ingin tahu. Kegiatan ini diperkuat dengan hasil dokumentasi pada gambar 79 yang telah terlampir. Pernyataan Bu Mn tersebut juga selaras dengan penyataan Bu Su sebagai berikut Su : “Sebisa mungkin kami memasukkan nilai-nilai karakter pada anak terintegrasi dalam setiap pelajaran misalnya kegiatan diskusi itu kan berarti sudah membentuk karakter kerjasama kelompok, untuk presentasi menampilkan karakter percaya diri, mengadakan praktikum-praktikum melatih kejujuran masa mengisi hasil praktikum tidak jujur, 67 tanggung jawab, percaya diri seperti itu .” 26 November 2015 Hal tersebut diperkuat dengan hasil observasi saat pembelajaran IPA di kelas V pada hari Kamis, 19 November 2015. Materi dalam pembelajaran itu terkait tentang sifat bahan dan bahan penyusunnya. Dalam pembelajaran tersebut peserta didik diminta melakukan praktikum untuk mengetahui bahan penyusun dari benda-benda yang telah dipersiapkan guru. Kemudian hasil praktikum tersebut didiskusikan secara berkelompok dan hasilnya dipresentasikan. Dari kegiatan praktikum guru telah menanamkan nilai karakter jujur dan tanggung jawab, dari kegiatan diskusi guru telah menanamkan nilai karakter kerjasama dan toleransi, lalu dari kegiatan presentasi guru telah menanamkan nilai karakter komunikatif, percaya diri, dan toleransi. Di akhir pembelajaran ini guru juga menyampaikan pesan kepada peserta didik supaya sepulang sekolah peserta didik ganti baju, sholat, makan siang lalu mengerjakan PR supaya tidak lupa baru bermain dan sore harinya mengulang pelajaran yang sudah dipelajari dan mempersiapkan pelajaran untuk hari selanjutnya. Kegiatan tersebut dapat dilihat pada lampiran gambar 80 dan 81. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat diketahui bahwa pengimplementasian nilai-nilai karakter yang dilakukan guru dalam pembelajaran yaitu 1 Tersirat dalam kegiatan pembelajaran seperti dalam kegiatan diskusi, praktikum, dan presentasi hidden curriculum. 68 2 Menyampaikan pesan secara langsung kepada peserta didik baik di awal pembelajaran, saat pembelajaran, maupun di akhir pembelajaran. Nilai-nilai karakter yang ditanamkan pun beragam sesuai mata pelajaran dan materi yang disampaikan. Nilai-nilai yang sering muncul diantaranya religius, kerjasama, semangat, menghargai prestasi, komunikatif, dan percaya diri.

c. Mengawali dan mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan

salam dan berdoa Sesuai hasil observasi mulai di kelas I sampai dengan kelas VI pada hari Rabu, 18 November 2015 sampai Selasa, 1 Desember 2015, Bapak Ibu guru selalu membiasakan untuk mengawali dan mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam. Peserta didik juga dibimbing untuk berdoa sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing. Berikut ini merupakan petikan dialog Ibu Su saat mengajak peserta didik kelas V untuk berdoa pada hari Kamis, 19 November 2015. Bu Su : “Ya sebelum pelajaran ini kita mulai, kita berdoa dulu. Siapa yang bertugas memimpin doa hari ini?” Va : “Saya bu.” Bu Su : “Iya mas Va teman-temannya dipimpin berdoa.” Selain itu, Bu Dw juga mengajak peserta didik kelas III untuk berdoa setelah kegiatan pembelajaran berakhir observasi pada hari Jumat, 20 November 2015. Berikut petikan dialog Bu Dw dengan peserta didik. 69 Bu Dw :” Kita tutup pelajaran hari ini dengan berdoa. Ya mbak Ra silahkan teman- temannya dipimpin berdoa.” Ra : “Mari teman-teman kita berdoa bersama. Berdoa mulai.” Kegiatan berdoa sebelum dan sesudah pelajaran tersaji dalam lampiran gambar 57 dan 58. Hasil observasi dan studi dokumentasi tersebut juga didukung dengan pemaparan para guru berikut Dw : “Berdoa sebelum dan sesudah KBM.”26 November 2015 Pr : “Berdoa ketika mulai dan mengakhiri pembelajaran, mengucapkan salam.” 27 November 2015 Ar : “Salam ketika memulai pelajaran dan pada saat pulang sekolah. Siswa juga berdoa yang dipimpin ketua kelas. Nah itu setiap hari harus dilakukan karena sebagai awal untuk aktivitas supaya anak juga terbiasa seperti itu. Iya sebagai penanaman jiwa karakter anak dalam agama. Tujuannya yang pertama mendekatkan diri pada yang di atas dan salam itu untuk mendekatkan diri pada anak, saling tegur sapa itu baik untuk perkembangan anak. Karakter itu tidak saya sampaikan secara langsung pada anak. Setahu saya kalau di lingkungan sekolah mereka menerapkannya tapi kalau di rumah saya kurang tahu. ” 21 November 2015 An : “Jadi kita sebagai insan yang beragama tentu ditekankan bahwa sebelum melakukan sesuatu kita harus mengawalinya dengan berdoa. Nah hal itu harus kita laksanakan setiap memulai pembelajaran karena itu memang sudah harus kita laksanakan berdoa sebelum dan sesudah melaksanakan aktivitas, kemudian yang kedua membiasakan anak supaya melakukan berdoa. Secara langsung anak kita tanamkan kebiasaan ayo kita berdoa dulu sebelum belajar nanti setelah akhir pembelajaran pun saya akan bilang mari mengakhiri pembelajaran hari ini dengan hamdalah karena kegiatan hari ini sudah berjalan dengan baik dan semoga perjalanan kita dengan berdoa ini selamat sampai di rumah. Ingin menanamkan karakter yang religius. Tidak ada penyampaian nilai karakter secara langsung saat berdoa. Walaupun sudah dibiasakan tapi menurut pengamatan saya hanya saat sebelum dan sesudah belajar. Saat istirahat anak-anak jajan saya juga bilang ayo sudah cuci tangan belum jangan lupa ya berdoa.” 24 November 2015 70 Pernyataan tersebut juga selaras dengan penyataan Mn terkait salam dan berdoa “Iya saya membiasakan salam. Sebelum belajar kita berdoa meskipun saat apel sudah berdoa. Jadi sebelum memulai pelajaran saya awali dengan bacaan basmalah karena berdoa itu tidak ada jeleknya.” Berdasarkan hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara tersebut maka dapat diketahui bahwa guru selalu mengawali dan mengakhiri pembelajaran dengan ucapan salam dan berdoa. Dalam aktivitas ini proses penanaman karakternya, guru tidak menyampaikan pesan secara langsung pada peserta didik tapi melalui pembiasaaan. Dengan demikian, diharapkan peserta didik akan membiasakan untuk berdoa sebelum dan setelah melakukan sesuatu. Akan tetapi, belum semua peserta didik melakukan hal itu dalam kesehariannya. Nilai karakter yang ditanamkan melalui aktivitas ini yaitu religius, toleransi, dan cinta damai.

d. Mengecek kehadiran Peserta Didik

Berdasarkan hasil observasi di kelas V pada hari Kamis, 19 November 2015 pukul 07.00 WIB, Bu Su mengecek kehadiran peserta didik. Berikut petikan dialog antara Bu Su dengan para peserta didik. Bu Su : “Anak-anak, adakah teman-temanmu yang hari ini tidak masuk?” Peserta didik : “Tidak bu.” Bu Su : “Semua masuk ya. Alhamdulillah.” 71 Hal serupa juga dilakukan Pak Tr pada hari Rabu, 26 November 2015 pukul 07.10 WIB di lapangan. Berikut petikan dialog antara Pak Tr dengan para peserta didik. Pak Tr : “Apakah hari ini ada yang tidak masuk?” Peserta didik : “Tidak pak.” Pak Tr : “Jadi, kelas III dan IV masuk semua?” Peserta didik : “Iya pak.” Aktivitas mempresensi kehadiran peserta didik tersebut tercermin dalam lampiran gambar 59 dan 60. Hal itu juga diperkuat oleh pernyataan para guru sebagai berikut An : “Nggih. Dalam mempresensi kedisiplinan ketertiban kehadiran. Setelah mempresensi saya bilang Alhamdulillah hari ini tidak ada yang membolos, tidak ada yang sakit berarti kita semuanya bisa melaksanakan pembelajaran hari ini. Seperti inilah yang namanya tertib karena situasi bisa berjalan dengan baik kalian semua datang ke sekolah. Hadir atau tidak itu menurut saya situasional tetapi menurut pengamatan saya selalu ada permohonan ijin dari orang tua. Jadi tidak ada anak yang malas- malasan datang ke sekolah, alphanya juga sedikit.” 24 November 2015 Ar : “Dalam mengecek kehadiran siswa saya panggil satu per satu. Siswa jadi lebih displin. Saya mengabsen itu setiap masuk jadi kalau ada siswa yang terlambat saya pasti tahu. Semakin sedikit siswa yang masuk terlambat dan intensitas tidak masuknya lebih sedikit.” 21 November 2015 Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi diketahui bahwa guru mengecek kehadiran peserta didik dengan menanyakannya pada peserta didik atau memanggilnya satu persatu. Tak jarang pula sebelum guru mempresensi, sudah ada peserta didik yang menyerahkan surat ijin yang dititipkan padanya atau mengatakan pada guru jika ada yang tidak masuk. Guru lantas 72 menanyakan alasan ketidakhadirannya. Jika beberapa hari ada peserta didik yang tidak masuk tanpa keterangan, guru segera menghubungi orang tuanya. Bahkan kepala sekolah pun turut andil seperti yang diceritakan kepala sekolah saat wawancara pada 23 November 2015 yang mengatakan bahwa tahun lalu ada peserta didik kelas VI yang jarang masuk. Akhirnya Bu As sebagai kepala sekolah mendatangi rumahnya dan mengajaknya untuk masuk sekolah lagi. Awalnya peserta didik tersebut masih enggan tapi lama-kelamaan akhirnya mau kembali bersekolah lagi. Jadi dapat disimpulkan bahwa guru menanamkan nilai karakter jujur, disiplin, dan tanggung jawab melalui aktivitas ini. Proses penanaman karakternya dengan cara memberikan penguatan atau motivasi kepada peserta didik. Akan tetapi tidak semua guru melakukan hal itu. Melalui aktivitas ini peserta didik menjadi lebih disiplin dan intensitas kehadirannya meningkat.

e. Membentuk kelompok secara heterogen

Bu Su memfasilitasi peserta didik kelas V untuk mengerjakan tugas secara berkelompok pada hari Kamis, 19 November 2015 pukul 07.45-08.15 WIB. Ketika itu peserta didik dibagi menjadi empat kelompok dan berdiskusi tentang hubungan sifat bahan dengan penyusunnya. Aktivitas peserta didik saat berdiskusi tersaji pada gambar 61. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Bu An pada hari Kamis, 19 November 2015 pukul 09.35-10.45 WIB di kelas I. 73 Ketika itu peserta didik dibagi menjadi enam kelompok untuk mencari macam-macam daun dan membuat pewarna alami. Aktivitas tersebut tersaji dalam gambar 62 yang telah terlampir. Sementara itu, Bu Dw pada hari Jumat, 20 November 2015 pukul 09.35-10.45 WIB di ruang kelas III membagi peserta didiknya secara acak untuk berdiskusi kelompok dan menyelesaikan soal tentang waktu. Aktivitas peserta didik saat berdiskusi tersaji pada lampiran gambar 63. Selain itu, Bu Pr pada hari Kamis, 26 November 2015 pukul 09.35-10.45 WIB di kelas IV juga membagi peserta didiknya menjadi empat kelompok untuk berdiskusi tentang sikap positif terhadap pahlawan bangsa. Berdasarkan hasil observasi pembelajaran di kelas I, III, IV, dan V mulai tanggal 18 November 2015 hingga 1 Desember 2015, dapat diketahui bahwa peserta didik dibiasakan untuk mengerjakan tugas secara berkelompok. Hasil observasi ini juga didukung oleh pernyataan para guru sebagai berikut Mn : “Ya sebetulnya ada diskusi itu tapi kadang anak-anak itu mungkin belum bisa berdiskusi secara kelompok tapi ada diskusi.” 24 November 2015 Su : “Sebisa mungkin kita memasukkan karakter yang baik terhadap anak misalnya kegiatan diskusi untuk menanamkan kerjasama kelompok. Saat berkelompok mereka bisa membaur karena dari awal saya pecah maksudnya berganti- ganti kelompok.” 26 November 2015 Dw : “Kalau saya membentuk kelompok berdasarkan tingkat mereka menerima pelajaran dan jenis kelaminnya. Anak- anak juga sebagian besar sudah dapat bekerjasama.” 26 November 2015 Mu : “Kalau secara teori memang harus heterogen namun dalam kenyataannya tidak seperti itu. Biasanya saya membentuk 74 kelompok berdasarkan presensi atau tempat duduk.” 26 November 2015 An : “Kerja kelompok itu ada. Jadi dengan kerja kelompok itu untuk menanamkan kasih sayang, peduli, kerjasama, tanggung jawab, tentu ada disiplinnya juga. Tidak ada penyampaian secara langsung tentang nilai itu tapi ketika ada anak yang tidak mau kerjasama terus ada anak yang ngusili temannya ya disitu saya bilang coba anak-anak perhatikan ini ada yang nggak mau kerjasama dengan temannya bener atau nggak seperti itu. Ya namanya kerja kelompok itu harus bekerjasama ada pernah seperti itu. Jadi ada nasihat-nasihatnya tapi tidak langsung saya katakan anak-anak sekarang kita kerja kelompok supaya ini, ini. Ya diskusi kelompoknya tidak seperti diskusi orang dewasa dan tidak semua siswa bisa bekerjasama. Bahkan terkesan tidak berjalan diskusi itu. Pandai-pandainya guru untuk menerapkannya karena mereka masih kelas I. Sebagian besar anak bisa membaur dan toleransi tapi tetap ada satu dua anak yang tidak bisa. Butuh penguatan dari orang dewasa lama-lama anak mau membaur. ” 24 November 2015 Ar : “Iya. Biasanya secara acak kadang saya campur laki-laki dan perempuan kadang saya pisah jadi tidak selalu itu saja. Biar mereka berkomunikasi dengan semua teman lebih akrab jadi semua anggota kelas mereka bisa berkomunikasi dengan baik, bisa bersahabat, bisa berteman, saling bekerjasama. Mereka jadi bisa berbaur tidak ada gap .” 21 November 2015 Berikut juga ada petikan wawancara peneliti terhadap peserta didik pada hari Jumat, 24 November 2015 pukul 10.50 WIB. Peneliti : “Nah waktu belajar di kelas kan biasanya berkelompok. Apakah kalian bisa bekerjasama?” De : “Bisa.” Peneliti : “Tidak pilih-pilih teman?” Pr : “Kadang pilih-pilih biasanya milih yang pintar.” Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dapat disimpulkan bahwa saat pembelajaran peserta didik dibiasakan untuk berdiskusi kelompok dan bekerjasama. Proses penanaman karakternya yaitu dengan cara guru membentuk 75 kelompok dengan beragam karakteristik peserta didik. Dengan kata lain kelompok untuk hari ini dan besok berbeda sehingga dalam satu kelas peserta didik akan membaur satu sama lain. Akan tetapi, tidak semua guru membentuk kelompok secara heterogen. Dalam kegiatan kelompok tersebut guru juga menyampaikan pesan-pesan agar saling bekerjasama. Meski demikian, saat kerja kelompok masih ada juga peserta didik yang pilih-pilih teman. Oleh karena itu, guru memberi pengertian dan penguatan bahwa semua peserta didik sama, harus saling membaur satu sama lain, dan saling membantu jika ada kesulitan. Sehingga pada akhirnya peserta didik tersebut mau bekerjasama dan membaur dengan temannya. Dari kegiatan diskusi kelompok ini maka nilai karakter yang ditanamkan yaitu toleransi, percaya diri, menghargai pendapat orang lain, komunikatif, dan dapat bekerjasama.

f. Menggunakan metode pembelajaran yang aktif, kreatif, dan

menyenangkan Berdasarkan hasil observasi di SD Negeri Sinduadi 2, guru berusaha menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan membuat peserta didik lebih aktif. Hal ini seperti yang dilakukan Bu Em saat pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas II pada hari Jumat, 20 November 2015 pukul 08.10-09.35 WIB. Peserta didik diminta membaca sambil bermain kata. Melalui games ini peserta didik akan 76 lebih gemar membaca dan menjadi lebih paham tentang sesuatu yang dipelajari. Selain gemar membaca, nilai karakter yang tertanam melalui games ini yaitu kerja keras dan kreatif karena peserta didik akan berusaha mencari kata dan menyusunnya menjadi kalimat sederhana. Aktivitas ini tercermin dari gambar 64 yang telah terlampir. Selain itu, Bu Dw pada tanggal 18 November 2015 pukul 07.00-09.35 WIB yang saat itu menggantikan Pak Tr mengajar olahraga juga memberikan Ice breaking di sela-sela pembelajaran. Aktivitas tersebut dapat dilihat pada lampiran gambar 65 . Hal itu juga didukung oleh petikan wawancara dengan Bu Dw seusai pembelajaran sebagai berikut Peneliti : “Tadi itu permainan apa bu?” Bu Dw : “O itu ice breaking mbak biar para siswa tidak cepat bosan. Selain itu juga untuk melatih konsentrasi anak dan kembali fokus. Nanti kalau ada yang salah, anak mendapat hukuman seperti yang telah disepakati jadi melatih tanggung jawab juga ” Dalam ice breaking tersebut setiap peserta didik memiliki tanggung jawab masing-masing untuk menyebutkan angka sambil menggerakkan tangan sesuai kesepakatan. Apabila ada peserta didik yang salah maka akan mendapat hukuman. Setelah kegiatan ice breaking ini selesai guru menyampaikan pesan supaya saat belajar harus fokus dan mau mengakui kesalahan. Dari kegiatan ini maka guru tidak hanya menciptakan pembelajaran yang menyenangkan 77 tapi juga menanamkan nilai-nilai karakter. Nilai karakter yang ditanamkan melalui ice breaking ini yaitu tanggung jawab dan jujur. Aktivitas pembelajaran lain yang menggunakan metode aktif, kreatif, dan menyenangkan yaitu dapat dilihat saat pembelajaran SBK di kelas I pada hari Kamis, 19 November 2015. Peserta didik diajak untuk mencari macam-macam daun yang ada di lingkungan sekolah. Saat aktivitas tersebut, guru mengingatkan peserta didik agar hati-hati dan tidak merusak tanaman. Setelah itu secara berkelompok, peserta didik menghaluskan sendiri dedaunan tersebut dan diambil sarinya. Disitu tampak peserta didik sangat antusias dan aktif. Kegiatan ini dapat dilihat dari gambar 82 yang telah terlampir. Dari kegiatan tersebut guru tidak hanya mengarahkan peserta untuk aktif dalam pembelajaran tapi juga telah menanamkan nilai karakter kerja keras, kerjasama, dan kreatif. Hasil observasi tersebut juga didukung oleh pernyataan para guru berikut ini. An : “Kalau saya biasanya kerja kelompok sama pemberian tugas. Kalau kerja kelompok jelas nggih disitu kedisiplinan, toleransi, pedul, kasih sayang ada kaitannya. Kalau pemberian tugas ya disiplin, tanggung jawab, mandiri. Intinya tidak langsung saya bilang ini lho kamu itu supaya berkarakter disiplin berkarakter tanggung jawab. Jadi kita lebih ke pembiasaan begitu.”24 November 2015 Ar : “Kadang siswa yang aktif kadang saya yang aktif. Dengan begitu siswa menjadi lebih percaya diri contohnya siswa mau berpendapat. Kadang saya bertanya langsung pada mereka, terkadang mereka merespon langsung tapi kadang juga harus dipancing dulu disuruh maju satu persatu. Dari metode itu pelajaran lebih mudah terserap, percaya diri, berani, tidak takut.” 21 November 2015 78 Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat dipaparkan bahwa penggunaan metode pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan memiliki hubungan dengan proses penanaman karakter pada peserta didik. Peserta didik menjadi lebih aktif dan kreatif. Cara yang dilakukan guru yaitu dengan mengembangkan metode-metode pembelajaran yang ada. Dari aktivitas tersebut guru telah melakukan pembiasaan dan tidak selalu menyampaikan pesan secara langsung kepada peserta didik. Nilai karakter yang ditanamkan dalam diri peserta didik melalui aktivitas ini yaitu kreatif, kritis, tanggung jawab, dan kerjasama.

g. Memberikan apresiasi berupa reward dan punishment

Berikut ini hasil wawancara terhadap para guru terkait pemberian reward dan punishment kepada peserta didik Dw : “Pemberian reward dan punishment kepada siswa yang pandai dan siswa yang tidak memperhatikan. Lalu kalau ada yang tidak mengerjakan PR diminta untuk mengerjakan di luar supaya siswa memiliki tanggung jawab.”26 November 2015 An : “Yang pasti saya biasa memuji pintar sekali, ayo tepuk tangan, pernah juga saya ngasih hadiah permen. Kalau misalnya dia nggak disiplin paling-paling saya cuma bilang ke temene iki bener po salah, baik atau tidak. Dengan seperti itu anak-anak akhirnya tahu buktinya anak yang tadinya suka keliling kelas sekarang bisa anteng. Ya mereka merasa senang bukan termotivasi karena reward dan kapok karena punishment tapi karena pemahamannya, kesadarannya. Supaya anak merasa dihargai. Dengan pujian saja anak sudah senang jadi tidak harus berupa barang.” 24 November 2015 Ar : “O iya itu pujian, tepuk tangan sering agar dia merasa dihargai wah saya bisa. Jadi itu memancing anak yang lain yang belum bisa atau yang masih malu-malu. Biasanya saya sampaikan secara langsung biar memberi penyemangat 79 juga. Jadi dia merasa dihargai oleh gurunya berarti usahanya selama ini tidak sia- sia, menjadi penyemangat.” 21 November 2015 Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti saat kegiatan pembelajaran dan wawancara terhadap peserta didik. Berikut petikan wawancara peneliti terhadap peserta didik pada 19 November 2015. Peneliti : “Oh iya iya. Lalu kalau ada yang berprestasi dapat hadiah? ” He : “Iya saya pernah dapat buku satu pack dan pensil satu pack .” Dari hasil observasi saat pembelajaran IPA di kelas V pada hari Kamis, 19 November 2015 pukul 07.45-08.15 WIB To, Ra, Vi, dan Na mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusi. Mereka melakukannya secara bergantian. Setiap selesai mempresentasikannya, Bu Su mengajak peserta didik yang lain untuk memberikan tepuk tangan sebagai bentuk apresiasi terhadap To, Ra, Vi, dan Na yang telah berani mewakili kelompoknya untuk menyampaikan hasil diskusinya. Hal serupa juga dilakukan oleh Bu An saat pembelajaran SBK di kelas I pada hari Kamis, 19 November 2015 pukul 09.35- 10.45 WIB. Saat itu peserta didik secara berkelompok menyablon daun dari pewarna alami. Kelompoknya Do berhasil menyablon dengan baik. Bu An yang mengetahui langsung mengatakan hore sambil bertepuk tangan untuk kelompoknya Do lalu menempelkan hasil karya tersebut. Dari pemberian reward tersebut guru telah 80 menanamkan karakter menghargai prestasi. Aktivitas pemberian reward ini juga didukung oleh gambar 66 dan 67 yang telah terlampir . Selain reward, guru juga memberikan punishment pada peserta didik. Hal ini dapat diketahui dari hasil observasi saat pembelajaran SBK di kelas I pada hari Kamis, 19 November 2015 pukul 09.35 – 10.45 WIB. Saat itu kelompoknya Rd tidak mengikuti instruksi Bu An dalam menyablon. Oleh karena itu, meski berulang kali diperbaiki hasil sablonannya tetap tidak bagus. Akhirnya Bu An menempelkan hasil karya kelompoknya Rd di depan kelas sambil mengatakan bahwa hasilnya seperti ini karena tidak memperhatikan perintah bu guru. Aktivitas ini tercermin dari lampiran gambar 68. Hal lain juga dilakukan Bu Em saat pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas II pada hari Jumat, 20 November 2015. Saat pembelajaran, Ib dan Dk tidak memperhatikan Bu Em ketika menjelaskan dan juga asyik bermain saat yang lain mengerjakan tugas. Bu Em yang mengetahui sikap Ib dan Dk lalu mendekati keduanya kemudian menyuruh Ib dan Dk pindah tempat duduk. Kedua peserta didik tersebut menolaknya lalu Bu Em memberi satu kali kesempatan dan memperingatkan apabila masih bermain dan ribut lagi keduanya harus pindah. Aktivitas ini tercermin dari lampiran gambar 69. 81 Selain itu, Bu Dw juga memberikan punishment terhadap Iy saat pembelajaran matematika di kelas III pada hari Jumat, 20 November 2015. Ketika itu sedang berdiskusi kelompok dan Iy tidak ikut berdiskusi justru asyik bermain sendiri. Akhirnya Bu Dw yang mengetahui hal itu langsung menegur Iy dan memberikan pertanyaan terkait materi yang sedang dipelajari. Iy hanya terdiam dan tidak bisa menjawabnya. Akhirnya Bu Dw menasihati Iy agar saat mengikuti diskusi harus sungguh-sungguh supaya paham bukannya bermain sendiri. Setelah berulang kali ditegur dan dinasihati akhirnya Iy mau mengikuti kegiatan diskusi dengan baik. Aktivitas ini didukung oleh gambar 70 yang telah terlampir. Bentuk punishment lain juga tampak saat pelajaran Bahasa inggris di kelas VI pada hari Kamis, 26 November 2015 pukul 10.10-10.35 WIB. Pada hari sebelumnya, kelas VI mendapat PR dari Bu Ar untuk mengerjakan soal yang ada di buku latihan dan akan dibahas pada hari selanjutnya. Akan tetapi pada saat itu ada tiga peserta didik yang tidak mengerjakan PR. Ketiga peserta didik tersebut ada yang beralasan sulit dan ada pula yang beralasan lupa. Tetapi sesuai kesepakatan kelas yang dibuat saat awal pembelajaran jika ada yang tidak mengerjakan PR diminta untuk mengerjakan di luar kelas maka Bu Ar menyuruh Lu, Az, dan Is untuk keluar dari kelas dan mengerjakan PR di luar kelas. Mereka diijinkan masuk setelah selesai mengerjakannya. Bu Ar tetap memantau aktivitas 82 ketiga peserta didik tersebut. Aktivitas ini dapat dilihat pada lampiran gambar 71. Dari hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara dapat dipaparkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran ada reward dan punishment sebagai bentuk apresiasi terhadap peserta didik. Reward yang diberikan oleh guru lebih banyak berupa kata-kata lisan dibandingkan hadiah benda, karena penghargaan berupa kata-kata lebih cepat merangsang dan memotivasi dalam diri peserta didik. Nilai karakter yang ditanamkan melalui reward ini yaitu menghargai prestasi dan juga bertujuan untuk untuk memotivasi peserta didik lain agar mencontoh perilaku temannya dan terus meningkatkan semangat belajarnya. Punishment yang dilakukan guru tidak dalam bentuk hukuman fisik, tetapi berbentuk hukuman ringan yang mendidik dan juga berupa teguran atau nasihat. Tujuannya yaitu untuk menanamkan karakter tanggung jawab dan disiplin pada peserta didik. Dengan demikian, peserta didik akan jera dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Pemberian reward dan punishment ini juga lebih sering dilakukan oleh guru secara langsung atau saat itu juga.

h. Mengajak peserta didik untuk bersama-sama membaca buku

Sesuai hasil observasi di SD Negeri Sinduadi 2 dari tanggal 18 November 2015 hingga 1 Desember 2015, nampak bahwa setiap 83 guru mewajibkan peserta didik untuk berkunjung ke perpustakaan dan membaca buku terutama setiap Kamis. Kegiatan ini juga didukung oleh gambar 72 yang telah terlampir. Selain membaca di perpustakaan, peserta didik juga diminta untuk membaca buku sudah tersedia di kelas seperti tampak pada lampiran gambar 73. Saat kegiatan observasi berlangsung, kelas IV ditinggal gurunya karena mendapat tugas dari kepala sekolah sehingga tidak ada kegiatan pembelajaran. Peserta didik tersebut dengan kesadaran diri mengambil buku-buku yang ada di kelas dan membacanya meskipun tak semua peserta didik melakukan hal itu. Ada juga yang meminta ijin untuk membaca di perpustakaan. Aktivitas tersebut terlampir dalam gambar 83. Selain hasil observasi tersebut, berikut juga ada hasil wawancara terhadap para guru terkait pembiasaan membaca buku. Ar : “Biasanya kalau guru kelas itu memberi tugas kepada siswa untuk membaca suatu buku lalu diringkas. Iya harus mengunjungi ke perpustakaan. Ya mereka menjadi lebih suka membaca buku. Ada kunjungannya juga, banyak yang meminjam juga. Mereka lebih antusias, apa ta yang dimaksud dengan ini. mereka lebih mau bisa mencari sendiri. Jadi siswa lebih ingin tahu.” 21 November 2015 An : “Iya ada kunjungan wajib ke perpustakaan. Untuk menanamkan gemar membaca, tertib, disiplin, toleransi, peduli. Ya anak-anak diarahkan ayo sekarang kita membaca diperpustakaan lalu disitu biasanya anak diminta membuat ringkasan dari buku yang dibaca. Anak juga dibiasakan untuk mengembalikan ke rak semula. Dengan adanya kegiatan kunjungan ke perpusatakaan anak jadi lebih emar membaca buktinya banyak buku yang dipinjam anak- anak.” 24 November 2015 84 Sejalan dengan hal itu, kepala sekolah saat diwawancarai pada 23 November 2015 juga menyatakan sebagai berikut “Dan juga gemar membaca maka setiap satu jam pelajaran kami berikan untuk membaca di perpustakaan itu wajib dari kelas I sampai kelas VI waktunya ganti-ganti dibimbing oleh gurunya masing- masing dan juga ada petugas perpustakaan Bu Ar itu.” Pernyataan tersebut juga didukung oleh pernyataan dari peserta didik saat diwawancarai pada 23 November 2015 yang menyatakan sebagai berikut. Gh : “Iya ke perpustakaan setiap Kamis. Biasanya disuruh kadang juga tidak disuruh.” Sh : “Buku diperpustakaan boleh dipinjam satu minggu kalau lupa bawa diingatkan lagi tidak didenda. Kalau mau pinjam buku bilang ke Bu Ar.” Jadi buku-buku yang tersedia dapat dibaca di perpustakaan maupun dipinjam untuk dibaca di rumah dengan batas maksimal peminjaman satu minggu. Data peminjaman dapat dilihat pada lampiran gambar 94 dan 95. Apabila ada peserta didik yang lupa mengembalikan setelah jatuh tempo, Bu Ar sebagai petugas perpustakaan akan mengingatkannya lagi. Jika belum selesai membacanya peserta didik dapat memperpanjang peminjaman dengan meminta ijin kepada Bu Ar. Guru kelas juga selalu mengingatkan dan membimbing peserta didiknya saat kegiatan kunjungan ke perpustakaan. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat dipaparkan bahwa di sekolah ini ada program kunjungan wajib ke perpustakaan pada hari kamis. Dengan begitu peserta didik akan terbiasa membaca buku. Cara yang dilakukan guru agar peserta didik 85 mau membaca yaitu peserta didik diajak ke perpustakaan kemudian membaca buku. Setelah itu peserta didik diminta untuk meringkas hasil bacaannya tersebut. Melalui aktivitas ini antusiasme peserta didik menjadi dalam membaca meningkat. Nilai karakter yang ditanamkan melalui kegiatan ini yaitu gemar membaca, jujur, disiplin, dan tanggung jawab.

i. Menerapkan peraturan kelas

Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru, untuk mendukung penanaman karakter pada peserta didik maka setiap guru kelas membuat kesepakatan dengan peserta didik di kelasnya. Berikut hasil wawancara tersebut. An : “Budaya kelas yaitu bekerjasama saat berdiskusi, tunjuk jari ketika hendak bertanya, saling membantu ketika ada tugas-tugas bersama, bersedia meminjamkan alat tulis ketika ada yang lupa atau tidak membawa, dan tidak ramai saat pembelajaran .” 24 November 2015 Mu : “Supaya tugas selesai tepat waktu maka harus dijanji sampai jam segini harus selesai.” 26 November 2015 Su : “Setiap ada tugas atau mau ada ulangan, saya selalu komunikasikan dengan orang tua. Sebelum istirahat anak- anak tidak boleh makan dan minum. ” 26 November 2015 Ar : “Iya contohnya kalau saya ada kesepakatan misalnya ada yang jalan-jalan, makan di kelas, ramai di kelas nanti membayar denda. Jadi siswa sendiri yang menegur temannya bukan guru, jadi saling mengingatkan antarsiswa. Agar di kelas keadaannya lebih kondusif. Jadi siswa lebih bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan. Sedikit lebih tertib dan tidak ramai. Nanti hasil iuran atau denda tadi dimasukkan ke infaq.“ 21 November 2015 Pernyataan dari para guru tersebut juga didukung oleh pernyataan dari peserta didik berikut ini. 86 Ra : “Kalo nggak nggarap PR keluar. Nggak bawa buku keluar. Kalo berantem hormat bendera.” 19 November 2015 Ha : “Kadang kalau nggak nggarap PR disuruh keluar sama denda seribu. Kalau nggak bawa buku cuma denda sama suruh nggabung aja .” 24 November 2015 Ok : “Kan kalau kelas VI kelas V ada les sampai jam 2 jadi suruh bawa bekal biar nggak lapar. Ada juga yang emang pengen bawa bekal sendiri. ” 1 Desember 2015 Pi : “Nggak enak. Kalau nggak nggarap PR dikon ning njaba e . “ 21 November 2015 Na : “Kalau ada yang gojek langsung dimarahi, kalau ada yang bicara dimarahi.” 21 November 2015 Selanjutnya pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil observasi pada tanggal 18 November sampai 1 Desember 2015 yang dilakukan di kelas I sampai kelas VI. Dari observasi tersebut diketahui bahwa Bapakibu guru mengingatkan peserta didik agar tidak mencontek saat mengerjakan soal ulangan. Hal ini sebagaimana yang dilakukan Bu Su ketika mengajar IPA di kelas V pada hari Kamis, 19 November 2015. Ketika itu peserta didik diminta untuk mengerjakan soal evaluasi. Sebelum mengerjakan, guru mengingatkan peserta didik untuk tidak mencontek saat mengerjakan soal evaluasi. Hal serupa juga dilakukan oleh guru lain saat ada ulangan harian serentak di hari Sabtu, 21 November 2015 pukul 07.35- 08.45 WIB. Ketika itu semua peserta didik mengerjakan ulangan harian serentak dari kelas I hingga kelas VI. Setiap guru mengingatkan agar tidak mencontek dan guru juga nampak mengawasi peserta didik yang sedang mengerjakan soal ulangan untuk memastikan tidak ada 87 peserta didik yang mencontek. Melalui kegiatan tersebut maka akan tertanam nilai karakter kejujuran, kerja keras, dan mandiri dalam diri peserta didik. Selain itu, peserta didik diperbolehkan membawa bekal dari rumah bahkan sangat dianjurkan oleh Bapakibu guru. Oleh karena itu, sebagian besar peserta didik membawa bekal. Mereka akan makan saat istirahat. Apabila ada peserta didik yang diam-diam makan atau minum biasanya guru segera menegurnya dan meminta peserta didik tersebut untuk menyimpan terlebih dahulu makanan atau minuman tersebut. Berdasarkan kegiatan tersebut guru berusaha menanamkan nilai karakter peduli kesehatan dan disiplin. Aktivitas ini didukung pula oleh lampiran gambar 74. Peserta didik juga dibiasakan angkat tangan sebelum berpendapat. Hal ini nampak saat pembelajaran IPA di kelas V. Saat itu Fa hendak menanggapi hasil presentasi To. Sebelum menyampaikan tanggapannya, Fa angkat tangan terlebih dahulu lalu Bu Su mempersilahkannya. Aktivitas tersebut dapat terlihat melalui lampiran gambar 84. Nilai karakter yang tertanam pada peserta didik yaitu percaya diri, toleransi, dan komunikatif. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat dipaparkan bahwa setiap kelas memiliki peraturan yang harus dilaksanakan oleh peserta didik maupun guru. Peraturan tersebut merupakan hasil kesepakatan guru dan peserta didik dengan tetap 88 mengacu pada peraturan sekolah. Dari keenam kelas yang ada, peraturan kelas tersebut sebagian besar sama seperti menganjurkan peserta didik untuk membawa bekal namun dimakan saat istirahat, angkat tangan ketika hendak menyampaikan pendapat, mengerjakan PR di luar kelas jika belum mengerjakan, saling membantu apabila ada teman yang kesulitan, tidak ramai di kelas, dan memakai tali rafia bagi yang tidak memakai ikat pinggang. Cara pengimplementasiannya yaitu melalui sosialisasi peraturan, pembiasaan, dan teguran dari guru secara langsung. Ada juga yang dengan menerapkan denda bagi pelanggarnya. Diharapkan dengan kegiatan tersebut akan tertanam nilai disiplin, kejujuran, peduli kesehatan, mandiri, toleransi, dan tanggung jawab.

2. Implementasi Pendidikan Karakter pada Peserta Didik melalui

Kegiatan Pengembangan Budaya Sekolah a Kegiatan Rutin Berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala sekolah 23 November 2015, kegiatan rutin yang dilakukan dalam rangka penanaman pendidikan karakter pada peserta didik yaitu “Kita masuk jam 06.45 WIB untuk melaksanakan apel pagi dan sebelumnya melaksanakan piket. Selama seperempat jam tersebut, kami beri nasihat, berdoa, dan menyanyikan Indonesia Raya. Setelah itu baru anak-anak masuk kelas dengan berbaris. Selain itu, anak-anak pada saat jam istirahat juga melaksanakan sholat dhuha dan nanti jam 12.00 WIB anak-anak sholat dhuhur. Kemudian setiap hari senin ada upacara dan hari sabtu ada senam yang diikuti seluruh guru dan siswa. O ya setiap siang hari sepulang sekolah anak-anak juga menyanyikan lagu nasional. ” 89 Dari pernyataan kepala sekolah tersebut dapat diketahui bahwa ada berbagai kegiatan rutin yang dilakukan sekolah, diantaranya upacara, apel pagi, berbaris saat masuk kelas, senam, infaq, sholat dhuha dan sholat dhuhur bersama, piket kelas, serta kerja bakti. Berikut akan dipaparkan dari masing-masing kegiatan tersebut. 1 Upacara Bendera Hasil wawancara terhadap kepala sekolah tersebut didukung pula oleh hasil wawancara terhadap guru berikut ini. Ar : “Dengan upacara siswa lebih tahu negaranya, lebih disiplin karena setiap upacara kita tanamkan seperti itu. Disiplin contohnya berangkat lebih pagi, baris berbaris kalau nilai kebangsaan itu mereka menjadi petugas upacara, menyanyikan lagu Indonesia Raya.” 21 November 2015 An : “Yang pasti kalau upacara itu kan anak-anak harus diam nggak boleh berisik, sikap berdirinya juga harus bener mengikuti aba-aba, tertib, disiplin. Sekali dua kali disampaikan dalam amanat seperti kenapa kalian itu harus upacara supaya terbentuk kebiasaan kalian yang tertib, disiplin.” 24 November 2015 Hal itu juga diperkuat dengan hasil observasi dari tanggal 18 November 2015 sampai 1 Desember 2015. Setiap hari senin SD Negeri Sinduadi 2 melaksanakan upacara bendera mulai pukul 07.00-07.35 WIB. Pada tanggal 23 November 2015 Bu An bertugas sebagai pembina upacara. Dalam amanatnya Bu An berpesan agar saat bermain tidak berlebihan dan jangan sampai berkelahi. Pada tanggal 30 November 2015 yang bertugas sebagai pembina upacara adalah Bu Pr. Beliau berpesan agar menghormati orang yang lebih tua. Bu Pr juga 90 mengingatkan peserta didik jika BapakIbu guru sering menegur dan memarahi anak-anak itu tandanya mereka sayang. Pelaksanaan upacara pada tanggal 23 November 2015 dan 30 November 2015 berjalan dengan baik. Tidak tampak peserta didik yang dihukum. Petugas kegiatan upacara dilaksanakan oleh peserta didik kelas IV, V, dan VI secara bergantian setiap minggunya. Pelaksanaan upacara di SD Negeri Sinduadi 2 diawali dengan persiapan upacara, peralatan upacara disiapkan oleh peserta didik. Kepala sekolah dan guru datang lebih awal dengan memakai seragam rapi dan sesuai dengan jadwal seragam pada hari Senin, Setelah bel berbunyi, kepala sekolah dan guru mengkondisikan peserta upacara agar siap melaksanakan upacara. Kegiatan upacara baru dimulai setelah semua barisan tersusun dengan rapi. Dalam upacara ini juga ada pengucapan janji siswa agar selalu ingat tugas, kewajiban, dan perilakunya sebagai peserta didik sehingga tertanam dalam dirinya dan diwujudkan dalam tindakannya sehari-hari. Kegiatan sebelum dan saat pelaksanaan upacara tercermin dalam lampiran gambar 1 dan 2. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dapat dipaparkan bahwa proses penanaman karakter melalui kegiatan upacara dilakukan dengan pemberian 91 amanat atau pesan dari pembina upacara yang harus dilaksanakan oleh peserta upacara. Selain itu, juga melalui pengucapan janji siswa dan rangkaian kegiatan upacara yang sarat dengan nilai karakter. Nilai karakter yang ditanamkan melalui kegiatan upacara ini diantaranya religius, disiplin, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan tanggung jawab. 2 Apel pagi Berikut hasil wawancara terhadap kepala sekolah pada tanggal 23 November 2015 terkait apel pagi. “Apel pagi ini belum ada dan saya melihat anak itu kok kadang-kadang emosionalnya tinggi untuk berkelahi dan juga anak disapa oleh gurunya kok cuek dengan seperti itu daripada saya setiap hari menasihati kan anak tidak suka terus saya ambil kita masuk jam 06.45 WIB kita beri nasihat kita beri pesan. Pesan itu penanaman karakter sebetulnya tapi bisa anak-anak peduli terhadap lingkungan seperti perawatan tanaman seperti itu. Dan itu dilaksanakan oleh setiap guru maksud saya dengan piket karena rumahnya jauh dan masih punya anak kecil. Yang lain bisa masuk jam 07.00 WIB tapi yang piket masuk jam 06.45 WIB. Selama seperempat jam itu kita berikan pesan nasihat, berdoa, dan menyanyikan Indonesia raya. Dari situ semua telah tercakup dari pendidikan sopan, religius, dan juga karakter bangsa. Pernyataan kepala sekolah di atas juga didukung oleh hasil wawancara terhadap para guru sebagai berikut. Su : “Kalau pagi itu kita melakukan apel pagi, anak dibiasakan untuk bersalaman kepada Bapak Ibu guru dan sesama siswa.” 26 November 2015 Mu : “Ya seperti salaman kepada seluruh warga sekolah tadi, terus ada apel pagi juga.” 26 November 2015 Dw : “Diadakannya apel pagi kemudian siswa dan guru saling berjabat tangan, siswa dengan siswa lain juga berjabat tangan. 26 November 2015 92 Mn : “Setiap hari ada apel pagi itu sambil dinasihati.” 24 November 2015 An : “Setiap pagi kita ada apel yang didalamnya juga ada arahan-arahan agar anak berperilaku baik. Jadi apel itu kan masuknya sebelum pembelajaran, jam 06.45 ya diharapkan anak-anak berangkatnya pagi-pagi terus apel dengan baris tertib, disiplin, mendengarkan petuah-petuah. Nilai karakternya disiplin tertib, tanggung jawab sama kasih sayang kan setelah apel bersalaman. Ya anak-anak datangnya jadi lebih pagi walaupun ada satu dua anak yang datangnya masih siang. Biasanya ditegur dan tidak ada hukuman. ” 24 November 2015 Ar : “Dari apel itu disiplin, kedekatan antara guru dan siswa, saling menyapa, berdoa bersama, guru juga memberi amanat kepada anak. Di sini ada apel supaya disiplin, guru bisa memberikan wejang pada siswa, supaya anak-anak tertata dengan baik. Nilai karakternya tersirat saja. Jadi rasa saling menghargai juga. Tidak ada sanksi hanya teguran bagi yang terlambat” 21 November 2015 Hasil wawancara terhadap guru tersebut juga didukung oleh petikan wawancara terhadap peserta didik pada 20 November 2015 di bawah ini Peneliti : “O iya iya. Adik kalau berangkat sekolah jam berapa?” Sl : “Jam 06.00 atau 06.30.” Peneliti : “Jadi berangkatnya pagi ya. Waktu apel itu petugasnya gantian tidak?” Er : “Ganti-ganti.” Peneliti : “Setelah apel kan ada salim dan mengucap salam, itu wajib?” Sl : “Iya wajib ke semua guru dan teman-teman.” Juga wawancara pada tanggal 24 November 2015 berikut ini Peneliti : “Terus kan tiap pagi ada apel lalu salim dan mengucap salam itu wajib tiap pagi?” Th : “Iya wajib. 93 Dari hasil observasi dari tanggal 18 November 2015 sampai 1 Desember 2015, SD negeri Sinduadi 2 melaksanakan apel pagi setiap hari kecuali saat ada upacara bendera dan senam. Apel dimulai pukul 06.45-07.00 WIB, yang menjadi pembina apel adalah guru piket pada hari tersebut. Petugas apel adalah peserta didik kelas IV, V, dan VI secara bergantian. Sebelum kegiatan apel, semua peserta didik berbaris per kelas di halaman sekolah setelah bel berbunyi. Setelah semua peserta didik tertib dan rapi, apel pagi dimulai. Rangkaian kegiatan apel ini antara lain menyiapkan peserta apel, menyanyikan lagu kebangsaan, amanat dari pembina apel, kemudian berdoa. Amanat atau pesan yang disampaikan pembina apel setiap harinya selama kegiatan observasi hampir sama yaitu mengingatkan peserta untuk berpakaian rapi, datang tepat waktu, menghormati orang yang lebih tua, belajar dengan rajin, menjaga kebersihan lingkungan, dan melaksanakan 5S senyum, salam, sapa, sopan, dan santun. Setelah itu, dilanjutkan dengan berjabat tangan antar guru dan peserta didik disertai ucapan salam secara bergantian. Rangkaian kegiatan tersebut dapat dilihat pada lampiran gambar 3 dan 4. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat dipaparkan bahwa sekolah ini setiap pagi selalu melaksanakan apel. Melalui apel ini nilai karakter yang 94 ditanamkan yaitu religius, disiplin, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan tanggung jawab. Proses penanaman karakter tersebut yaitu dengan pemberian pesan oleh pembina apel dan pembiasaan. Setelah adanya apel pagi ini, peserta didik yang dulunya sering terlambat mulai datang tepat waktu, kalaupun ada yang terlambat itu hanya satu atau dua peserta didik saja dan biasanya peserta didik kelas rendah yang kemudian akan mendapat teguran. Peserta didik juga menjadi lebih sopan, peduli, dan menghargai sesama warga sekolah. 3 Berbaris saat masuk kelas Hasil wawancara dengan kepala sekolah di atas juga didukung oleh hasil wawancara terhadap para guru sebagai berikut. Su : “Masuk kelas ya baris dulu.”26 November 2015 Dw : “Berbaris terlebih dahulu sebelum masuk kelas.” 26 November 2015 Ar : “Saat masuk kelas berbaris dulu supaya siswa itu tidak ribut pada saat masuk ke kelas. Dia jadi lebih tertata dan belajar disiplin, menghargai teman, lebih kondusif juga. Masuk saat suasana tenang tidak ramai kalau ramai tidak baris kan masih lari-larian pelajaran juga tidak akan kondusif. Tidak ada penyampaian pesan saat berbaris.” 21 November 2015 An : “Iya tujuannya berbaris sebelum masuk kelas yaitu saat masuk kelas kita harus tertib, satu persatu, antri, tidak dorong-dorongan, tidak berdesak-desakan karena saat baris itu anak ditanamkan untuk diam kalau sudah baris kan tidak berbicara diharapkan saat masuk kelas anak juga anteng, tertib. Selalu harus didampingi gurunya.” 24 November 2015 95 Hal itu juga diperkuat oleh hasil observasi dari tanggal 18 November 2015 sampai 1 Desember 2015. Peserta didik sebelum memasuki kelas dibiasakan untuk berbaris terlebih dahulu. Ketua kelas atau salah satu peserta didik menyiapkan dan menertibkan teman-temannya agar berbaris dengan rapi di depan kelas. Setelah semuanya rapi baru masuk satu persatu secara bergantian. Guru juga ikut mendampingi saat peserta didik berbaris. Jika ada peserta didik yang tidak segera berbaris, secara spontan guru akan menegur dan menyuruhnya berbaris dan masuk kelas. Kegiatan ini dapat dilihat pada lampiran gambar 5. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat diketahui bahwa setiap pagi sebelum masuk kelas, peserta didik berbaris terlebih dahulu. Hal ini untuk menanamkan nilai karakter disiplin, tertib, dan tanggung jawab. Proses pengimplementasiannya yaitu melalui pembiasaan. Jadi tidak disampaikan secara langsung oleh guru. 4 Senam Hasil wawancara terhadap kepala sekolah di atas selaras dengan pernyataan guru berikut ini. An : “Ada senam hari sabtu. Tertib, disiplin, peduli teman, kasih sayang. Kan saat senam perlu berbaris biar nggak dusuk-dusukan. Guru juga ikut senam.Kalau ada yang tidak senam didekati terus disenamkan. Nanti kalau sudah senam sendiri ya wis ditinggal. Kalau nggak mau 96 atau nubruk-nubruk temane ya ditegur ora ngono kui le senam sing apik. ” 24 November 2015 Ar : “Kalau senam itu pendidikan karakternya lebih kepada merawat diri sendiri meyakinkan anak-anak sehat itu penting jadi setiap anak itu harus wajib mengikuti senam. Anak lebih sehat. Ada nilai kebersamaan juga dengan temannya dengan para guru. Senam juga melibatkan para guru. Guru juga sambil mengawasi dan menegur jika ada yang tidak senam.” 21 November 2015 Pernyataan itu juga didukung oleh hasil observasi dari tanggal 18 November 2015 sampai 1 Desember 2015. Senam dilaksanakan setiap hari Sabtu pukul 07.00-07.35 WIB. Kegiatan ini diikuti seluruh peserta didik dari kelas I hingga kelas VI dan seluruh guru serta dibimbing oleh guru olahraga. Ada juga peserta didik yang berbaris di bagian paling depan untuk memberi contoh pada peserta didik lainnya. Peserta didik tersebut bergantian setiap minggunya yang terdiri dari kelas IV, V, dan VI. Guru selain saat mengikuti senam juga sambil mengawasi peserta didik. Jika ada peserta didik yang belum benar gerakannya maka guru akan memberikan contoh gerakan yang benar. Selain itu, guru juga akan menghampiri dan menegur peserta didik yang bersendau gurau saat kegiatan senam ini. Kegiatan senam ini tercermin dalam gambar 6 yang telah terlampir. Setelah kegiatan senam seperti biasa dilakukan berdoa bersama lalu menyanyikan Indonesia Raya dan dilanjutkan 97 untuk berjabat tangan beserta mengucapkan salam antar guru dan peserta didik. Hal ini juga didukung oleh petikan wawancara terhadap peserta didik sebagai berikut pada tanggal 24 November 2015. Pr : “Iya senam lalu setelah selesai senam nyanyi Indonesia Raya, berdoa terus salaman seperti biasa.” Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat dipaparkan bahwa setiap sabtu sekolah ini melakukan senam yang diikuti seluruh warga sekolah. Proses penanaman karakter melalui kegiatan senam ini yaitu peserta didik dibiasakan bergantian memimpin senam, berbaris rapi saat senam, dan ditegur jika tidak melakukan gerakan dengan baik. Nilai karakter yang ditanamkan yaitu peduli kesehatan, disiplin, dan tanggung jawab. 5 Infaq, sholat dhuha, dan sholat dhuhur bersama Berikut petikan wawancara dengan Bu Mn pada hari Selasa, 24 November 2015. Peneliti : “Kalau waktu istirahat itu ada siswa yang sholat dhuha lalu siang hari itu sholat dhuhur. Itu memang program sekolah atau bagaimana? ” Bu Mn : “Ya itu memang sudah kegiatan guru agama dan juga merupakan program sekolah. Itu sebetulnya dari kepala sekolah tapi nanti pelaksananya guru agama yang mendidik, mengarahkan, mengajak. Ini sudah lama sholat dhuha dan sholat dhuhur berjamaah tapi ya memang anak-anak itu sekarang diingatkan nanti sudah lupa.” Peneliti : “Iya. Apakah di sekolah ini ada infaq?” Bu Mn : “Ada. Kalau dulu yang memegang saya setiap hari Senin dan Jumat itu rutin. Kemudian Ibu 98 kepala sekolah memprogramkan infaq setiap hari yang dikumpulkan pada Bu Dwi dan Bu Susi lalu nanti kegiatan- kegiatan agama minta dananya.” Hal tersebut juga sejalan dengan pernyataan guru berikut ini Mu : “Ada infaq harian dan infaq Jumat. Bedanya infaq Jumat untuk keagamaan kalau infaq harian untuk pengembangan atau fasilitas sekolah. Lalu sholat dhuha dan dhuhur berjamaah sudah ada dari dulu tapi siswa tetap harus diingatkan bahkan kalau yang dulu harus mengisi bukunya sholat tapi kalau sekarang kesadaran. Kalau saya sendiri sejak awal memang sudah kebiasaan, dhuha sama dhuhur itu sudah kewajiban. Untuk guru yang lain belum sepenuhnya tapi mau menegur kan nggak enak karena sudah dewasa kecuali kalau anak-anak itu harus dipaksa dan diingatkan. ” 26 November 2015 Dw : “Iya memang kalo sudah kelas V dan VI diberi contoh dan diminta untuk sholat dhuha.” 26 November 2015 Su : “Kalau yang sholat dhuha itu hanya kelas atas soalnya kalau kelas I, II, III itu kan anaknya belum begitu paham. Kalau kelas atas sholat dhuha dan dhuhur itu wajib.” 26 November 2015 Ar : “Infaq hanya untuk siswa. Kalau kelas VI memang diwajibkan dhuha. Kalau yang lain belum. Kalau sholat dhuhur itu memang semuanya untuk siswa dan guru. Hanya beberapa guru saja yang dhuha. Tujuannya untuk menanamkan nilai religius pada anak bahwa dia tidak hanya mementingkan duniawi saja tapi juga harus bertanggung jawab kepada yang di atas, kewajiban dia kepada yang diatas, kewajiban dia kepada sesama manusia harusnya seimbang. Harus ada guru yang memperingatkan. Kalau kelas III tanpa diperintah sudah langsung sholat tapi untuk yang lain masih perlu dorongan dari guru.” 21 November 2015 An : “Itu untuk kelas atas. Tidak semua guru melakukan sholat dhuha tapi kalau sholat wajibnya insya allah semua guru melakukan. Ya dibiasakan seperti ayo sudah waktunya shlat dhuhur kita sholat dhuhur dulu. Kadang-kadang tidak diingatkan sudah berjalan dengan sendirinya, begitu guru menutup pelajaran anak-anak langsung menuju tempat wudhu langsung ke mushola sudah terbiasa.”24 November 2015 99 Pendapat tersebut didukung juga oleh hasil observasi pada hari 18 November 2015 sampai dengan 1 Desember 2015. Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat diketahui bahwa beberapa guru dan para peserta didik khususnya kelas tinggi memang melaksanakan ibadah sholat dhuha dan sholat dhuhur secara berjamaah. Sholat dhuha dilaksanakan saat jam istirahat pertama sedangkan sholat dhuhur dilaksanakan saat pembelajaran usai. Sebelum menunaikan sholat, peserta didik berwudhu terlebih dahulu. Kegiatan wudhu dan sholat dhuha maupun sholat dhuhur berjamaah tersebut tersaji pada lampiran gambar 75, 76, dan 77. Pendapat guru dan hasil observasi tersebut juga didukung melalui pernyataan kepala sekolah dan peserta didik. Berikut pernyataan kepala sekolah saat diwawancarai pada tanggal 23 November 2015. “Saya mempersilahkan kepada Bapakibu guru terutama guru agama kalau pagi itu mau diberi doa silahkan. Selain itu juga disambung dengan anak-anak sholat dhuha nanti jam 12.00 WIB anak-anak sholat dhuhur. Kami juga ada pembelajaran untuk pesantren kilat saat bulan puasa.” Selain itu, ada juga petikan wawancara peneliti terhadap peserta didik pada hari Jumat, 26 November 2015. Peneliti : “Nemuin uang dimana?” Lt : “Di depan kelas.” Peneliti : “Terus sekarang uangnya dimana?” Lt : “Diserahkan ke bu Susi.” Peneliti : “O diserahkan ke bu guru ya?” Lt : “Iya.” 100 Za : “Dimasukin infaq.” Peneliti : “O jadi kalau ditemukan uang tapi tidak ada yang merasa kehilangan terus uangnya dimasukin ke infaq gitu ya?” Za : “Iya.” Berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi, dan observasi dapat diketahui bahwa SD Negeri Sinduadi 2 melaksanakan kegiatan sholat dhuha, sholat dhuhur berjamaah, dan infaq. Aktivitas sholat dhuha dan dhuhur berjamaah ini hanya diwajibkan untuk kelas tinggi sedangkan infaq untuk semua peserta didik. Kegiatan infaq dilakukan setiap hari. Peserta didik diwajibkan infaq seikhlasnya. Aktivitas ini juga terlampir dalam gambar 78. Proses penanamannya yaitu guru sebelum istirahat pertama ataupun seusai pembelajaran selalu mengingatkan peserta didik untuk melaksanakan sholat. Guru akan menegur jika menjumpai peserta didik yang tidak segera melaksanakan sholat. Beberapa guru juga ikut melaksanakan sholat, tapi belum semua guru yang beragama islam ikut melaksanakan sholat dhuha. Guru juga mengecek saat kegiatan infaq. Guru akan menanyakan siapa yang belum membayar infaq dan memberi pengertian kita harus menyisihkan sebagian uangnya untuk membayar infaq. Dari aktivitas tersebut nilai karakter yang ditanamkan yaitu religius, jujur, dan peduli sosial. Saat ini 101 peserta didik mulai terbiasa melakukan aktivitas tersebut tanpa dorongan dari guru. 6 Piket dan kerja bakti Pernyataan kepala sekolah di atas didukung oleh pernyataan guru berikut ini. Mu : “Terus ada apel pagi juga dan gotong royong seperti piket .” 26 November 2015 Dw : “Piket bersama-sama sebelum dan sesudah pelajaran selesai.”26 November 2015 Ar : “Dibentuk piket kelas dan harus dilaksanakan. Kalau pagi sesuai jadwal, kalau siang semuanya piket dari guru sama siswa. Kalau kerja bakti biasanya waktu tertentu contohnya setiap hari Jumat, kalau ada event seperti hari sabtu KKG. Itu kembali ke kewajibannya anak-anak sendiri, kesadaran anaknya sendiri. Jadi pentingnya kebersihan untuk anak sendiri. Nilai karakter untuk peduli dengan lingkungan, kebersihan juga. Kadang saya sampaikan nilai karakter itu. ” 21 November 2015 An : “Iya ada piket. Pendidikan karakternya tidak disampaikan tapi kan disitu ada nilai-nilai peduli sosial, peduli lingkungan, kerjasama piket itu. Piket seperti membersihkan kelas itu kan ada nilai karakter peduli lingkungan, peduli sosial karena dilakukan bersama- sama, tanggung jawab.”24 November 2015 Selain itu ada pula petikan wawancara terhadap peserta didik pada 26 November 2015 berikut ini. Peneliti : “Lagi menyirami ya?” Pu :”Iya.” Peneliti :”Yang disiram semua?” Na : “Iya semua.” Peneliti : “Hanya kalian yang menyiram setiap hari?” Ma : “Setiap pagi. Biasanya kelas V kadang kelas VI dan kelas IV juga.” Peneliti : “Kalau piket kelas ada tidak?” Ma : “Ada.” Peneliti :”Kalau ada yang tidak piket?” Ma : “Ya dimarahi, nanti disuruh piket dulu.” 102 Dari hasil observasi juga menunjukkan bahwa kegiatan piket dan kerja bakti dilakukan oleh peserta didik. Peserta didik yang melaksanakan tugas piket setiap harinya berbeda-beda sesuai dengan jadwal yang telah dibentuk seperti terlampir pada gambar 85, 86, dan 87, sedangkan untuk kerja bakti tidak terjadwal. Kerja bakti dilaksanakan jika diperlukan seperti saat akan ada acara tertentu atau memperingati hari-hari tertentu. Pembiasaan kegiatan piket ini sudah berjalan baik. Hal ini terbukti dari setiap pagi peserta didik yang bertugas pada hari itu datang lebih awal lalu segera menyiram tanaman dan menyapu ruang kelas. Tugas untuk peserta didik yang piket tercermin dari lampiran gambar 88. Untuk kelas rendah, kegiatan piket dibantu penjaga sekolah. Pada siang hari setelah pembelajaran usai pun peserta didik bersama guru kelas menyapu ruang kelas. Ketika ada peserta didik yang tidak melaksanakan piket, guru akan segera menegur dan memintanya untuk melaksanakan piket. Biasanya salah satu atau beberapa peserta didik juga akan melaporkan kepada guru apabila ada temannya yang tidak piket. Pada tanggal 20 November 2015 kepala sekolah menginstruksikan kepada seluruh peserta didik dan guru untuk kerja bakti membersihkan halaman belakang sekolah dan memindahkan pot-pot tanaman yang ada di depan kelas. 103 Kegiatan kerja bakti ini dilakukan karena sudah mau memasuki musim hujan. Akhirnya guru dan peserta didik saling bahu- membahu membersihkan halaman belakang sekolah, merawat toga, dan beberapa membersihkan serta memindahkan pot-pot tanaman yang ada di depan kelas. Kegiatan piket kelas dan kerja bakti ini dapat dilihat pada gambar 7, 8, dan 9 yang telah terlampir. Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk menanamkan nilai kerjasama, peduli lingkungan, dan tanggung jawab sekolah ini mengadakan piket dan kerja bakti. Proses penanamannya melalui pembiasaan dengan adanya jadwal piket dan tugasnya. Ada juga guru yang menyampaikan pesan terkait pentingnya kegiatan piket dan kerja bakti. b Kegiatan Spontan Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah pada 23 November 2015 dapat diketahui bahwa kegiatan spontan yang dilakukan kepala sekolah yaitu sebagai berikut. “Jika ditemui peserta didik yang melanggar aturan atau melakukan perbuatan yang tidak baik langsung saya tegur dan dinasihati nanti kalau berkali-kali masih seperti itu ya kami undang orang tuanya. Anak-anak itu kalau kami panggil kesini kan sudah takut ta sehingga ingin sekali untuk memperbaiki. Guru pun demikian apabila tidak sesuai aturan maka saya beri arahan dan saya tegur .” Pernyataan kepala sekolah tersebut diperkuat dengan pernyataan guru terkait hal spontan yang bapakibu guru lakukan. 104 An : “Kalau saya pribadi terus terang saya langsung menegur langsung menunjukkan bahwa perilakunya itu tidak benar harusnya kamu seperti ini begitu. Ketika menjumpai anak pulang dari tempat jajan dan makan sambil jalan, saya langsung menegur hayo maemnya duduk, maemnya jangan sambil berjalan. Misalnya ada anak yang makan sambil berlari-larian ya dipanggil sini le dihabisin dulu maemnya baru nanti bermain. ” 24 November 2015 Ar : “Diperingatkan atau dinasihati. Untuk guru hanya kepala sekolah yang berwenang memperingatkan. Kalau saya menegur, menasihati itu secara langsung terus kedua pihak saya tanya permasalahannya apa lalu memberi solusi biasanya. Reaksinya ya mereka pasti marah, nangis tapi lama-kelamaan juga mereka saling bermaafan setelah diberi nasihat. Kalau ada yang demikina biasanya saya suruh duduk saya ajak bicara lama-lama emosinya juga reda. Nilai karakter kasih sayang. ” 21 November 2015 Dw : “Pelanggaran masih ditemukan beberapa siswa yang melanggar contohnya kemarin siswa kelas VI ada yang mengambil uang. Semua guru memberikan bimbingan dan memberikan nasihat kepadanya lalu memanggil orang tuanya. Kita selalu berusaha untuk membimbing dan tidak bosan- bosan untuk menasihati.” 26 November 2015 Hasil wawancara terhadap guru tersebut diperkuat oleh petikan wawancara terhadap peserta didik pada 24 November 2015 sebagai berikut. Peneliti : “Oh iya iya. Nah kalau ada yang melanggar peraturan itu biasanya diapakan? ” Ha : “Kadang kalau nggak nggarap PR disuruh keluar sama denda seribu. Kalau nggak bawa buku cuma denda sama suruh nggabung aja.” Peneliti : “Terus kalau pakaiannya tidak rapi gitu?” La : “Ya dibilangin aja” Peneliti : “O ditegur gitu ya. Nah kalau membuang sampah sembarangan juga ditegur tidak? Ha : “Iya.” Juga petikan wawancara pada tanggal 19 November 2015 berikut ini. Peneliti : “Apakah ada yang pernah dihukum?” He : “Ada.” Peneliti : “Dihukum karena apa?” 105 Ra : “Kalau nggak nggarap PR keluar. Nggak bawa buku keluar. Kalo berantem hormat bendera .” Peneliti : “Biasanya kalau pakaiannya tidak rapi gimana?” Ra : “Kalau pakaian nggak rapi ditegur.” Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa peserta didik maupun guru akan dapat teguran dan diberi sanksi jika melakukan hal yang tidak sesuai dengan aturan sekolah. Teguran yang diberikan guru terhadap peserta didik yaitu secara langsung. Guru yang melihat peserta didik yang berperilaku kurang sesuai dengan aturan akan segera menghampiri atau memanggilnya kemudian memberi pengertian dan menjelaskan bahwa perilakunya itu tidak baik dan seharusnya berperilaku yang baik itu begini. Guru tidak hanya menegur tetapi juga menasihatinya. Apabila teguran dan nasihat yang diberikan guru masih tidak dihiraukan maka segera dilimpahkan kepada kepala sekolah. Kepala sekolah akan segera memanggil peserta didik tersebut ke ruang kepala sekolah dan menasihatinya. Jika perilakunya masih diulangi lagi maka orang tuanya akan dipanggil ke sekolah. Dari hasil observasi, peserta didik yang mendapat teguran dari Bapakibu guru memiliki reaksi yang berbeda-beda. Seperti Sa yang tidak mengikuti tarian dengan benar. Bu An yang melihatnya langsung masuk ke ruang yang digunakan berlatih menari tersebut lalu menegur Sa dan menasihati semua peserta didik agar berlatih dengan benar. Sa pun langsung menundukkan kepala dan terdiam. Sa 106 akhirnya mengikuti tarian dengan benar. Peserta didik yang lain juga dapat dikondisikan kembali. Seperti terlampir dalam gambar 89. Berbeda lagi dengan Ki saat ditegur oleh Bu Em karena menjahili temannya. Ki justru marah-marah. Bu Em akhirnya tetap menasihati Ki meskipun Ki marah. Bu As sebagai kepala sekolah yang melihat kejadian itu langsung menghampiri dan ikut menasihati Ki. Ki pun akhirnya bisa dikendalikan. Selain itu berdasarkan hasil observasi dari tanggal 18 November 2015 sampai 1 Desember 2015 kegiatan spontan yang dilakukan antara lain bersikap ramah terhadap seluruh warga sekolah. Hal ini terbukti dari guru dan peserta didik saat menyambut peneliti pada 18 November 2015. Waktu itu peneliti tiba di sekolah, beberapa peserta didik menghampiri dan menyapa lalu bersalaman. Setelah itu peneliti menghampiri guru di ruang guru. Baru nampak seorang guru yaitu Ibu Mn yang menyambut dengan ramah. “Silakan masuk, mbak. Ada yang bisa saya bantu?” berbicara menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Kegiatan spontan lain yang dilakukan guru yaitu pada waktu itu tanggal 20 November 2015 sedang berlangsung pembelajaran matematika di kelas III. Salah seorang peserta didik kelas II tiba-tiba masuk ke dalam kelas III tanpa permisi untuk mengambil sapu. Akhirnya secara spontan Bu Dw menegur dan menasihati Rd. Rd segera minta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. 107 Aktivitas ini terlampir dalam gambar 10. Selain itu, Bu Em yang melihat Fi membuang sampah sembarangan segera menegur Fi lalu meminta untuk memungutnya kembali dan segera di buang ke tempat sampah. Fi pun segera melakukan hal itu. Aktivitas ini didukung oleh lampiran gambar 11. Ketika observasi berlangsung pada Jumat 20 November 2015 tiba-tiba terjadi perkelahian di kelas IV antara Pu dan Ew. Peristiwa itu tampak dari lampiran gambar 12. Pak Mu yang mengetahui hal itu segera melerai dan menyuruh peserta didik yang lain bubar. Setelah situasi terkendali, Bu An masuk ke kelas IV lalu menanyakan penyebab perkelahian tersebut dan akhirnya menasihati mereka. Akhirnya Pu dan Ew saling minta maaf. Aktivitas tersebut tercermin dari gambar 13. Selain itu, dari hasil wawancara terhadap Bu Su diperoleh informasi sebagai berikut. Su : “Kemarin ada peristiwa anak tidak sengaja memecahkan kaca saat olahraga. Tanpa disuruh pun mereka dengan inisiatif sendiri iuran untuk mengganti kaca yang pecah padahal saya tidak menyuruhnya dan tanpa saya tahu mereka membantu temannya. Terus kemarin ada Vian yang sakit, mereka juga inisiatif untuk menengoknya. Ya itu sebagian karakter- karakter anak yang ada di kelas saya.” Dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa secara spontan peserta didik juga saling membantu dan memiliki solidaritas tinggi terhadap temannya. Saat dikonfirmasi terkait hal tersebut guru menjelaskan bahwa karakter seperti itu tidak terbentuk begitu saja 108 dan tentu ada prosesnya. Bahkan Bu Su tak bosan-bosannya menasihati mereka. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi, kegiatan spontan yang dilakukan dalam proses penanaman karakter yaitu berupa teguran dan nasihat secara langsung baik oleh kepala sekolah maupun guru. Kegiatan spontan ini dilakukan oleh Bapakibu guru untuk membentuk karakter peserta didik menjadi lebih baik. Melalui kegiatan spontan ini diharapkan peserta didik akan terus menanamkan nilai-nilai karakter dalam dirinya. Nilai karakter yang dapat ditanamkan melalui kegiatan spontan ini beraneka ragam tergantung kegiatannya seperti religius, disiplin, peduli lingkungan, tertib, cinta damai, dan peduli sosial. c Keteladanan Keteladanan di SD Negeri Sinduadi 2 terkait proses penanaman karakter menurut hasil wawancara terhadap guru yaitu sebagai berikut. Mu : “Kalau saya sendiri sejak awal memang sudah kebiasaan, dhuha sama dhuhur itu sudah kewajiban. Untuk guru yang lain belum sepenuhnya tapi mau menegur kan nggak enak karena sudah dewasa kecuali kalau anak-anak itu harus dipaksa dan diingatkan. ” 26 November 2015 Mn : “Tentu saja ada. Kalau kita sholat itu berarti kita sudah memberi contoh. Ya itu, pak Mukidi itu kan jadi imam kalau saya putri mengikuti. Nanti kalau pak Mukidi tidak ada baru minta salah satu peserta didik untuk jadi imam. Dicontohi seperti itu saja anak-anak masih sulit juga. ” 24 November 2015 Dw : “Guru memberi contoh bersikap yang baik kepada siswa- siswinya, memberi contoh berkata- kata yang sopan.” 26 November 2015 109 Ar : “Keteladanannya disiplin datang lebih pagi, saling bertegur sapa, saling bersalaman. Tujuannya untuk memberi contoh anak-anak supaya mereka lebih baik. Alhamdulillah meneladani mau melakukannya. Nilai hidup rukun, saling menghormati guru, menghormati sesama teman. Sholat dhuha baru beberapa guru” 21 November 2015 An : “Jadi keteladanannya misalnya pak Mukidi biasa shalat dhuha terus anak-anaknya diajak ya supaya anak-anaknya bersemangat melakukan hal yang baik. Ada contoh figur o ya guruku aja melakukan berarti aku harus melakukan, guruku aja bersalaman dengan sesama guru jadi aku harus melakukan. Jadi wajar orang tua memberikan keteladanan yang baik pada anak harapannya supaya anak mencontoh hal yang baik dari orang dewasa di sekitarnya. Ketika Pak Mukidi Bu Munah ambil wudhu anak langsung mengikuti. Tapi kalau makan sambil duduk itu masih perlu diingatkan.”24 November 2015 Berdasarkan hasil wawancara tersebut, keteladanan yang lakukan guru yaitu melaksanakan sholat dhuha dan sholat dhuhur berjamah. Akan tetapi baru beberapa guru saja yang melaksanakan sholat dhuha. Hal tersebut membuktikan bahwa di sekolah ini sudah ada keteladanan namun belum sepenuhnya dilakukan oleh semua guru. Selain itu juga ada pernyataan dari kepala sekolah saat diwawancarai terkait keteladanan guru pada 23 November 2015 sebagai berikut. “Hari Senin Selasa itu merah putih, hari Rabu dan Kamis seragam Batik muslim nanti pada hari Jumat dan Sabtu pakaian sleman sembada. Gurunya pun juga demikian. Senin Selasa menggunakan pakaian keki, hari Rabu seragam warna biru, kalau hari Kamis batik sementara batik bebas tapi untuk kedepannya batik pari jodoh terus hari Jumat itu pakaian sleman sembada, sabtu seragam PGRI. Kami pun juga memberikan teladan bagi anak-anak jadi silahkan itu ditepati. Guru pun juga ada presensi pagi dan siang dengan mencantumkan jamnya. ” 110 Pernyataan tersebut didukung oleh hasil observasi dari tanggal 18 November 2015 sampai 1 Desember 2015. Peneliti memperoleh data bahwa kepala sekolah dan guru mengenakan pakaian seragam sesuai ketentuan yang telah dipaparkan kepala sekolah tadi. Pakaian mereka pun tampak rapi dan bersih. Selain itu, guru juga memberikan contoh bersikap tertib saat kegiatan upacara yaitu dengan berbaris rapi dan mengikuti upacara dengan hikmat tidak mengobrol. Guru juga saling tegur sapa dan berjabat tangan saat bertemu kepala sekolah atau guru lainnya. Keteladanan tersebut juga tampak ketika peneliti baru sampai di sekolah kemudian disambut dengan ramah dan mengucapkan salam sambil berjabat tangan. Guru juga berperilaku baik di sekolah dengan tidak makan dan minum ketika proses pembelajaran. Guru makan ataupun minum saat jam istirahat. Selain itu, guru bertutur kata sopan saat berbicara dengan yang lainnya meskipun bahasa yang digunakan campuran bahasa jawa maupun bahasa Indonesia. Hal itu dapat terlampir dalam gambar 14, 15, 16, 17, 18, dan 19. Bentuk keteladanan lain yang dilakukan kepala sekolah dan guru yaitu berusaha untuk datang tepat waktu ke sekolah. Dari pengamatan mulai tanggal 18 November 2015 sampai 1 Desember 2015 hanya 1 atau 2 orang guru saja yang terlambat datang. Itu pun karena ada tugas di luar sekolah dan karena terjebak macet. 111 Tampak pula Bu Dw yang menggantikan tugas Pak Tr mengajar olahraga karena Pak Tr sedang mendapatkan tugas keluar sekolah. Dari kegiatan ini menandakan bahwa Bu Dw telah memberikan keteladanan pada peserta didik agar saling membantu atau tolong menolong. Aktivitas tersebut juga tercermin dari lampiran gambar 20. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat dipaparkan bahwa ada beberapa keteladanan yang dilakukan guru untuk mendukung pendidikan karakter. Keteladanan tersebut seperti sholat dhuha dan sholat dhuhur berjamaah meskipun belum dilakukan oleh semua guru, memakai seragam sesuai peraturan dan rapi, saling membantu antarguru, berusaha datang tepat waktu meskipun masih ada pula yang terlambat karena sesuatu hal, bersikap ramah, serta bertutur kata sopan dan santun. Jadi, di sekolah ini sudah ada keteladanan dari guru namun belum sepenuhnya dilakukan oleh semua guru. Dari keteladanan guru tersebut diharapkan peserta didik akan mengikuti atau mencontoh hal-hal yang baik sehingga tertanam nilai karakter religius, sopan, disiplin, bersahabatkomunikatif, cinta damai, dan tanggung jawab. d Pengkondisian Proses penanaman pendidikan karakter melalui pengkondisian di SD Negeri Sinduadi 2 berdasarkan hasil 112 wawancara terhadap kepala sekolah pada 23 November 2015 adalah sebagai berikut. “Ya seperti menyediakan gamelan untuk bidang kebudayaan, bekerjasama dengan museum dan kepolisian serta meminta bantuan dari pihak luar untuk mengampu ekstrakurikuler. Ada juga peraturan sekolah yang ha rus dipatuhi.” Pernyataan tersebut juga didukung dengan hasil observasi dari tanggal 18 November 2015 sampai 1 Desember 2015. Berdasarkan hasil observasi tersebut, sekolah membuat tata tertib yang tertempel di setiap kelas maupun ruang guru. Adanya tata tertib tersebut, diharapkan dapat membuat peserta didik lebih disiplin dalam menaati peraturan sekolah sehingga tertanam dalam diri peserta didik nilai-nilai karakter positif dalam hal berpakaian, waktu, sikap, dan lain-lain. Selanjutnya, guru juga menyediakan tempat alat belajar di masing-masing kelas, menyediakan alat kebersihan di dalam kelas seperti sapu, penghapus, dan kemoceng agar dapat digunakan oleh peserta didik untuk menjaga membersihkan kelas, tempat sampah di depan kelas, dan tempat cuci tangan di luar kelas. Nilai yang tertanam dari hal tersebut yaitu peduli lingkungan dan kesehatan. Sekolah juga berusaha untuk mengkondisikan kelas dengan adanya tempelan slogan-slogan yang mencerminkan nilai-nilai karakter. Slogan-slogan itu seperti budaya 7K, buanglah sampah pada tempatnya, sayangi tanamanmu, budaya 5S dan lain-lain baik 113 ditempel dalam kelas maupun luar kelas. Dengan demikian mudah dilihat dan dibaca oleh peserta didik. Fasilitas yang tersedia di sekolah juga ikut mendukung penanaman karakter seperti disediakan mushola, perpustakaan yang dilengkapi komputer dan internet serta kamar mandi. Di setiap kelas juga disediakan papan kreasi untuk peserta didik. Selain itu juga ada gambar lambang negara Indonesia beserta Presiden dan wakil presidennya. Ada juga gambar para pahlawan Indonesia dan peta. Di ruang kepala sekolah pun terpajang penghargaan yang pernah diraih oleh sekolah. Hasil observasi ini juga diperkuat dengan studi dokumentasi seperti pada lampiran gambar 21 sampai dengan 48. Dari hasil wawancara, studi dokumentasi, dan observasi dapat diketahui bahwa bentuk pengkondisian yang dilakukan oleh sekolah yaitu menyediakan berbagai fasilitas dan slogan-slogan yang mendukung pendidikan karakter. Melalui pengkondisian tersebut tujuannya sekolah hendak menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik. Nilai karakter yang ditanamkan melalui pengkondisian ini diantaranya religius, disiplin, kerja keras, kreatif, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli kesehatan, dan tanggung jawab. Jadi hampir seluruh nilai karakter ditanamkan melalui pengkondisian ini. 114

3. Implementasi Pendidikan Karakter pada Peserta Didik melalui

Kegiatan Ektrakurikuler Berikut hasil wawancara dengan kepala sekolah 23 November 2015 terkait tentang kegiatan ekstrakurikuler di sekolah ini. “Anak-anak itu diberi ekstrakurikuler baca tulis Al Quran. Itu ada pembimbingnya dari guru agama dan bantuan dari luar itu untuk religius. Untuk kebudayaannya di sini ada ekstrakurikuler tari dan juga karawitan. Harapan kami anak itu dibentuk dengan kesenian agar budi pekertinya jadi halus dan agar anak mencintai kebudayaan daerahnya. Kalau TIK untuk membekali anak mengikuti perkembangan jaman. Ada kepramukaan juga wajib untuk diikuti.” Hasil wawancara tersebut didukung juga oleh pernyataan yang disampaikan oleh para guru. Berikut petikan wawancara terhadap para guru. Su : “Di sini pramuka ada terus tari, karawitan, sama TIK. Yang wajib pramuka kelas III sampai kelas VI kalau yang kelas I dan II itu tari. Kalau BTA wajib dari kelas I sampai kelas VI. Di kelas saya BTA hari sabtu. Yang membimbing kelas IV, V, dan VI guru agama jadi waktunya berbeda-beda kalau yang kelas I, II, dan III ada pembimbing khusus dari luar jadi waktunya bersamaan hari Sabtu. Karawitan dan TIK itu pilihan dilaksanakan hari Sabtu soalnya kalau Kamis itu ada pramuka. Untuk kelas I, II,dan III itu gantian misalnya kelas I dan II tari maka kelas III BTA dan sebaliknya.” 26 November 2015 Mu : “IT, pramuka kemudian tari. Pembimbingnya berbeda-beda. Kalau kelas I dan II itu tari, kelas V dan VI IT, karawitan kelas III dan IV, pramuka wajib kelas III sampai kelas VI. Bidang agama ada BTA dari guru agama dan dibantu pihak luar.” 26 November 2015 Dw : “Setiap hari kamis ada pramuka setiap hari sabtu ada karawitan, seni tari sama TIK. O iya ada BTA untuk jadwalnya berbeda- beda untuk kelas saya setiap hari Sabtu.” 26 November 2015 An : “Ekstrakurikulernya pramuka, menari, BTA. Pramuka hari kamis, tari hari sabtu, BTA hari sabtu untuk kelas bawah sedangkan kelas atas menyesuaikan jadwalnya. BTA wajib untuk semuanya, pramuka wajib kelas III, IV, V, dan VI. Kelas I dan II tari, kelas III dan IV itu karawitan. Kelas I itu menari 115 nah dengan menari itu akan tertanam peduli sosial, kerjasama, disiplin dan tanggung jawab, tertib. Saat mau menari kita butuh tempat untuk menari sementara kita tidak punya aula nah anak-anak bekerjasama membawa meja dan kursi ke tepi, menyapu, lalu setelah selesai mengembalikan ke tempat semula. Saat menari kan butuh ruang untuk melakukan gerakan kalau anak tidak tertib sakpenake dewe le ngadek kan tidak bisa berjalan. Sementara ini untuk kelas bawah belum terlalu ada pengaruhnya karena belum menghayati tapi sebenarnya tetap ada pengaruhnya terhadap karakter. ” 24 November 2015 Ar : “Kelas I dan II mengikuti ekstrakurikuler tari, kelas III dan IV mengikuti ekstrakurikuler karawitan, kelas V dan VI mengikuti ekstrakurikuler TIK. Pramuka itu menjadi orang yang mandiri, belajar menjadi siswa yang lebih berani menghadapi suatu masalah dan mencari solusi. Penanaman karakternya melalui isi kegiatannya. Kalau seni tari itu lebih pada penanaman budaya ke anak, melatih gerak tubuh juga. Kalau karawitan itu lebih kepada kerjasama karena setiap alat musik memiliki not masing-masing jadi supaya tidak nadanya tidak hancur harus ada kerjasama dengan yang memegang alat musik yang lain. Kalau TIK lebih ke pengetahuan, mengikuti kemajuan teknologi tapi saya disitu menanamkan moral penggunaan teknologi contohnya interner. ” 21 November 2015 Hasil wawancara dengan peserta didik juga ikut mendukung pernyataan dari guru tentang kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan oleh sekolah dan diikuti oleh peserta didik, hasil wawancara selengkapnya di bawah ini. Ta : “Pramuka, karawitan, TIK.” 19 November 2015 Ra : “Pramuka sekarang Kamis.” 19 November 2015 Ta : “Karawitan Sabtu sama bu Arum. TIK sama bu Ari hari sabtu .” 19 November 2015 Th De : “Nari, ada TIK, ada gamelan karawitan.” 23 November 2015 Pr : “Karawitan sama bu Arum.” 23 November 2015 Th : “TIK sama bu Ari.” 23 November 2015 Th : “Iya yang karawitan, nari, sama TIK tadi sabtu.” 23 November 2015 Pr : “Iya kelas V dan VI TIK, III dan IV karawitan, sama kelas I dan II nari.” 23 November 2015 116 Berdasarkan hasil observasi dari tanggal 18 November 2015 sampai dengan tanggal 1 Desember 2015, kegiatan ektrakurikuler yang dilaksanakan sekolah ini antara lain a BTA yang wajib diikuti semua peserta didik dari kelas I sampai kelas VI dan didampingi oleh guru agama untuk kelas IV, V, dan VI serta kelas I, II, dan III didampingi oleh tenaga ahli dari luar. Kegiatan BTA ini untuk kelas I, II, dan III dilaksanakan setiap hari sabtu sedangkan kelas IV hari Senin, kelas V setiap hari Kamis, dan kelas VI setiap hari Rabu. Kegiatan BTA ini dilakukan seusai kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan BTA ini peserta didik dibimbing untuk membaca Al Quran sesuai dengan tajwid yang benar. Guru juga menyampaikan isi dari ayat-ayat al quran. Dengan demikian diharapkan akan tertanam nilai religius dalam diri peserta didik. b Kegiatan pramuka yang wajib diikuti peserta didik dari kelas III sampai kelas VI. Pendamping kegiatan ini Bu Dw untuk kelas III dan IV sedangkan kelas V dan VI didampingi oleh Pak Tr. Kegiatan pramuka ini dilaksanakan setiap hari Kamis mulai pukul 13.00 sampai 14.00 WIB. Dalam pramuka ini peserta didik diajari bermacam-macam keterampilan seperti membuat simpul-simpul, mendirikan tenda, membuat dragbar, P3K, PBB, penjelajahan, bermain serta bernyanyi dan lain sebagainya. Melalui pramuka ini dalam diri peserta didik akan tertanam disiplin, demokratis, 117 kerjasama, semangat kebangsaan, toleransi, peduli sosial, peduli lingkungan, cinta damai, kerja keras, dan tanggung jawab. c Kegiatan seni tari diikuti oleh peserta didik kelas I dan II. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari Sabtu seusai pembelajaran dan didampingi oleh Bu Am. Tarian yang diajarkan berupa gerakan tarian sederhana disesuaikan dengan usia mereka. Dengan adanya ekstrakurikuler tari ini diharapkan peserta didik memiliki budi pekerti yang halus, sabar, sopan, dan santun karena untuk menari dibutuhkan kesabaran dan penghayatan gerakan. Juga agar peserta didik mencintai kebudayaannya sendiri. d Kegiatan karawitan diikuti oleh peserta didik kelas III dan IV. Karawitan ini dilaksanakan setiap hari Sabtu seusai pembelajaran dan didampingi oleh Bu Am. Peserta didik kelas III dan IV bergantian dalam menabuh gamelan, bahkan kelas IV juga diijinkan membantu kelas III yang masih kesulitan dalam memainkan gamelan. Peserta didik diajari untuk memainkan gamelan sesuai dengan nada yang telah ditentukan dengan ketukan dan pukulannya sambil dirasakan dalam hati. Agar diperoleh nada yang harmonis juga diperlukan kerjasama dari setiap pemegang alat musik. Oleh karena itu, melalui karawitan ini diharapkan pserta didik menjadi berbudi pekerti yang halus, santun, dapat bekerjasama dan mencintai kebudayaannya sendiri. 118 e Kegiatan TIK diikuti oleh peserta didik kelas V dan VI. TIK ini dilaksanakan setiap hari Sabtu mulai pukul 11.00 sampai 12.00 WIB dan didampingi oleh Bu Ar. Dalam TIK ini peserta didik diajari dari hal-hal yang sifatnya sederhana terlebih dahulu seperti membuka dan menyimpan file, membuat tabel, dan lain-lain. Tujuan diadakannya kegiatan TIK ini yaitu untuk membekali peserta didik agar tidak gagap teknologi apalagi sekarang teknologi kemajuannya semakin pesat. Peserta didik juga diharapkan dapat menggunakan teknologi sesuai fungsi dan kebutuhannya, tidak untuk disalahgunakan untuk hal-hal negatif. Kegiatan ekstrakurikuler yang ada di SD Negeri Sinduadi 2 ini tersaji dalam lampiran gambar 49, 50, 51, 52, dan 53. Jadi berbagai ekstrakurikuler yang ada di SD Negeri Sinduadi 2 ini seperti pramuka, BTA, seni tari, karawitan, dan TIK dilaksanakan selain untuk mengembangkan bakat dan minat peserta didik juga untuk menanamkan nilai-nilai karakter. Nilai karakter yang ditanamkan melalui kegiatan ekstrakurikuler tersebut diantaranya religius, demokratis, disiplin, kerjasama, semangat kebangasaan, toleransi, peduli sosial, peduli lingkungan, cinta damai, kerja keras, sopan santun, peduli budaya, dan cinta tanah air. Bahkan di sekolah ini juga ada penilaian untuk kegiatan pengembangan diri ini seperti terlampir pada gambar 93. Penilaian terhadap pengembangan diri tersebut setiap semesternya diserahkan kepada orang tua ataupun wali dari peserta didik tersebut. 119 Proses penanaman karakter melalui kegiatan ektrakurikuler ini yaitu melalui rangkaian kegiatan yang ada dalam berbagai ekstrakurikuler tersebut.

4. Faktor Internal yang Mendukung dan Menghambat Pendidikan

Karakter pada Peserta Didik Berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala sekolah pada 23 November 2015 dapat diketahui bahwa faktor internal yang mendukung dan menghambat pendidikan karakter peserta didik di SD Negeri Sinduadi 2 akan dipaparkan di bawah ini. “Ya kami tidak bisa langsung sret, mulai dari sedikit-sedikit dan ini anak sudah mulai bisa kok. Kalau ada teman yang sakit mereka jenguk dan gurunya juga mengikuti. Jadi sudah ada rasa toleransi. Tapi namanya juga anak-anak harus selalu diingatkan terus menerus. ” Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil wawancara terhadap guru. Berikut ini hasil wawancara selengkapnya. An : “Ya itu kebiasaan-kebiasaan yang dibawa dari rumah misalnya anak-anak tidak terbiasa komunikasi secara sehat di rumah. Jadi saat dinasihati seperti menganggap remeh dan tidak serius memperhatikan. ” 24 November 2015 Dw : “Kalau menurut saya faktor dari dalam diri siswa sendiri. Soalnya sudah banyak juga siswa yang berhasil maksudnya berhasil memiliki karakter yang lebih baik. Lalu yang belum berhasil itu karena dia belum memiliki kesadaran untuk berperilaku yang baik.” 26 November 2015 Su : “Ya adanya kemauan untuk berubah dari diri anak itu sendiri.” 26 November 2015 Selain itu, dari hasil observasi terhadap peserta didik dari tanggal 18 November 2015 sampai 1 Desember 2015 diperoleh data bahwa Ry dan Ag yang awalnya memiliki karakter kurang baik seperti 120 suka berkata kasar dan berkelahi mulai menunjukkan perubahan. Mereka menjadi lebih kalem dan komunikatif. Akan tetapi, ada juga peserta didik yang masih tampak emosional meskipun sudah sering mendapat teguran dan nasihat dari Bapak ibu guru. Peserta didik tersebut yaitu Ki dan Pu. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor internal yang mendukung dan menghambat pendidikan karakter peserta didik adalah dari dalam diri peserta didik tersebut. Berikut akan dipaparkan masing-masing faktor tersebut. a. Faktor pendukung Faktor internal yang mendukung keberhasilan pendidikan karakter pada peserta didik yaitu adanya kemauan peserta didik untuk berubah menjadi lebih baik. Peserta didik mulai mempunyai kesadaran dan mampu membedakan perilakunya itu baik atau tidak. Selain itu juga adanya rasa ingin tahu dan antusiasme peserta didik terhadap kegiatan sekolah terutama yang berkaitan dengan pendidikan karakter seperti budaya sekolah dan ekstrakurikuler. Hal itulah yang mendorong keberhasilan pendidikan karakter pada peserta didik. b. Faktor penghambat Faktor internal yang menghambat pendidikan karakter pada peserta didik yaitu kebiasaan-kebiasaan buruk yang dibawa peserta didik dari lingkungan keluarga dan masyarakat serta belum adanya 121 kesadaran dalam diri peserta didik itu. Perkembangan kognitif dan emosional peserta didik juga turut mempengaruhi berhasil tidaknya pendidikan karakter. Peserta didik kelas rendah lebih mudah berkelahi dan menangis hanya karena masalah kecil dibandingkan dengan peserta didik kelas tinggi.

5. Faktor Ekternal yang Mendukung dan Menghambat Pendidikan

Karakter pada Peserta Didik Faktor eksternal yang mendukung dan menghambat pendidikan karakter peserta didik akan dipaparkan sebagai berikut sesuai dengan hasil wawancara terhadap kepala sekolah pada tanggal 23 November 2015. “Bapak Ibunya itu pendidikannya hanya sampai SMA, yang kedua mereka buruh lepas harian sehingga anak-anak kadang tidak terurus. Mereka sering dititipkan ke mbah, ke tetangga atau ke budhenya. Yang selanjutnya itu orang tua sibuk dengan pekerjaannya sendiri sehingga perhatian terhadap anak kurang. Kalau di rumah kami, juga tidak bisa melihat padahal kami sudah berusaha untuk bekerjasama dengan orang tua. Dan juga karena perilaku di masyarakat kurang mendukung. Yang mendorong karena tiap guru mempunyai tanggung jawab moral. Bapak ibu guru di sini juga selalu merespon positif setiap program yang dijalankan dan mau diajak bekerjasama. Kami juga bekerjasama dengan pihak museum, kepolisian, dan menjalankan berbagai program kegiatan yang mendukung pendidikan karakter seperti yang saya paparkan tadi. ” Pendapat tersebut selaras dan diperkuat oleh hasil wawancara terhadap para guru. Berikut hasil wawancara selengkapnya. An : “Yang mendukung ya satu dari tujuan pendidikan mendidik moral dan otak, kedua perilaku guru yang santun kalau ada yang tidak santun ya satu atau dua. Jadi itu keteladanan guru. Menurut saya juga perilaku masyarakat yang kurang baik karena di lingkungan SD ini perilaku pemudanya terkesan negatif miras ada, kriminal ada, narkoba ada. Orang tua juga terkesan weh- 122 weh luweh jadi diserahkan begitu saja ke sekolah. Berhasil tidaknya ya jadi ta nggung jawab sekolah.” 24 November 2015 Dw : “Kalau dari guru saya kira kita sudah brusaha semaksimal mungkin menerapkan pendidikan karakter yang ada di sekolah. Mungkin itu juga karena pengaruh lingkungan masyarakat yang ada di sekitarnya. Di sini kan dekat dengan mall. “ 26 November 2015 Mn : “Kalau menurut saya di sini sudah dibiasakan sholat maka di rumah juga demikian. Ternyata dari keluarga kurang memperhatikan. Orang tua tidak memberikan contoh yang baik. Jadi keluarga mempengaruhi dan juga terutama masyarakat.” 24 November 2015 Su : “Faktor pendorongnya yaitu kita latih kita bimbing terus. Guru selalu mengingatkan dan menegur terus. Kalau faktor penghambatnya karena di sekolah anak waktunya terbatas. Kalau misalnya ada kerjasama yang baik antara sekolah dan orang tua bisa berhasil. Masalahnya di sini model masyarakatnya kalau sudah menyerahkan anak ke sekolah ya itu sudah tanggung jawab sekolah. Jadi di sini sudah diterapkan disiplin tapi di rumah tidak dibiasakan ya sama saja. Ya faktor keluarga dan lingkungan.” 26 November 2015 Mu : “Perhatian orang tua itu kurang. Contohnya waktu itu saya mengundang orang tua siswa, dari sembilan orang, yang datang hanya tiga atau empat saja. Selain itu di sini juga banyak yang broken home .” 26 November 2015 Hasil wawancara terhadap kepala sekolah dan guru tersebut juga didukung oleh hasil observasi di SD Negeri Sinduadi 2 ini. Dari observasi yang dilakukan dari 18 November 2015 sampai 1 Desember 2015, guru selalu berusaha untuk menegur dan menasihati peserta didik agar memiliki karakter yang lebih baik. Guru pun melaksanakan seluruh kegiatan yang ada di sekolah ini. Saat peneliti berbincang-bincang dengan peserta didik, ada peserta didik yang menceritakan bahwa ayahnya Is kemarin minum minuman keras sampai mabuk. Ada pula peserta didik yang cerita bahwa Ad ditinggal ayahnya lalu ibunya menikah lagi sehingga Ad dan Ew 123 adalah saudara tiri. Hal serupa juga dikatakan oleh neneknya Sa saat secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti. Neneknya Sa menceritakan bahwa Sa dan Af itu masih saudara. Akan tetapi, Sa sejak kecil sudah ditinggal orang tuanya tanpa alasan yang jelas jadi saat ini Sa diasuh oleh nenek tersebut. Dari hasil wawancara dan hasil observasi akan dapat dijelaskan, faktor internal yang mendukung dan menghambat implementasi pendidikan karakter pada peserta didik di SD Negeri Sinduadi 2 yaitu a. Faktor pendukung 1 Guru Guru dan kepala sekolah selalu berusaha membentuk karakter peserta didiknya. Bapakibu guru memberikan pendampingan yang intensif terhadap peserta didik dalam setiap kegiatan. Teguran, bimbingan, dan nasihat tak henti-hentinya dilakukan guru agar peserta didiknya memiliki perilaku yang terpuji. Guru juga berusaha menjalin kedekatan dengan peserta didik. Selain itu, guru juga merespon positif setiap kegiatan sekolah terutama yang berhubungan dengan pendidikan karakter. 2 Sekolah Sekolah membuat program-program yang mendukung pendidikan karakter seperti budaya sekolah dan ekstrakurikuler. Pihak sekolah juga menjalin kerjasama dengan museum dan kepolisian serta pihak dari luar yang dapat mendukung 124 keberhasilan pendidikan karakter. Tersedia juga sarana prasarana yang dapat digunakan oleh peserta didik guna menanamkan pendidikan karakter seperti mushola, gamelan, dll. 3 Keluarga Dari pihak keluarga terutama orang tua atau wali murid mendukung program-program yang dirancang pihak sekolah. b. Faktor penghambat 1 Guru Guru tidak bisa selalu mengawasi perilaku peserta didik setiap hari terutama saat peserta didik sudah berada di luar lingkungan sekolah. Selain itu, belum semua guru memberikan keteladanan pada peserta didik. Misalnya saja guru menyuruh peserta didiknya untuk melaksanakan sholat dhuha tetapi guru tersebut tidak melaksanakannya. 2 Keluarga Keluarga khususnya orang tua yang kurang memperhatikan anaknya. Orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga pemantauan dan interaksi orang tua terhadap anak minim. Tingkat pendidikan orang tua juga mempengaruhi pola pikirnya sehingga kurang memperhatikan pendidikan karakter anaknya. Tak sedikit pula yang broken home sehingga berakibat pada perkembangan anak begitu juga pada perkembangan 125 perilakunya. Kurang mendapatkan teladan yang bagus dari orang tua juga mempengaruhi perilaku anak. 3 Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat yang kurang mendukung. Tak sedikit perilaku masyarakat yang tidak terpuji seperti berjudi, berkelahi, dan minum minuman keras. Bahkan peserta didik di SD Negeri Sinduadi 2 pun sudah biasa melihat pemandangan semacam itu. Lingkungan tempat tinggalnya pun juga kurang kondusif karena berada di pinggiran kota yang dekat dengan mall dan tempat hiburan.

C. Pembahasan