Motif Pakaian Cheongsam di Sei Putih Timur II Perubahan Fungsi dan Makna Motif Cheongsam bagi Etnis Tionghoa

2. Motif Pemandangan atau 园林山水文 pinyin: yuanlin shanshuiwen Motif ini secara kuat menggambarkan kebebasan gambar tradisional China, pada motif ini juga terdapat elemen-elemen nyata dalam menggambar. Motif ini memiliki makna kehidupan yang harmoni. Motif ini biasa terdapat pada cheongsam wanita paruh baya. Motif ini merupakan salah satu motif yang tercipta setelah terjadinya revolusi Cina yang menggambarkan kebebasan.

4.7 Motif Pakaian Cheongsam di Sei Putih Timur II

1. Motif Bunga Lotus “Lotus” atau yang lebih kita kenal masyarakat dengan bunga teratai ini sangat disukai oleh orang-orang Tionghoa di daerah ini. Bagi masyarakat Tionghoa di Kecamatan Sei Putih Timur II bunga teratai merupakan bunga sakral yang melambangkan kemurnian dan kesucian. Dalam budaya mereka tedapat sebuah legenda tentang seorang perilotus, seorang wanita yang sangat cantik dan menarik yang selalu bersedia menolong orang-orang. Lotus melambangkan keindahan, kemurnian dan oleh karenanya kita seringkali mendapati motif lotus pada pada pakaian tradisional cheongsam yang di jual di berbagai toko di kota Medan. 2. Motif Burung Phoenix Burung phoenix adalah motif yang sering digunakan pada pakaian wanita Tiongkok dalam keluarga kerajaan. Namun di Kelurahan Sei Putih Timur II sendiri motif ini digunakan oleh mempelai pengantin wanita Tionghoa yang Universitas Sumatera Utara memilih melestarikan kebudayaannya dengan menggunakan cheongsam di hari bahagianya. Hal ini dikaitkan dari makna simbol phoenix itu sendiri yang selalu dikaitkan dengan ketentraman dan kemakmuran dan juga kecantikan. Kesan glamour dan elegan terlihat ketika sang mempelai menggunakan motif tersebut. 3. Motif-motif lain. Terdapat motif-motif lain yang khas untuk pakaian cheongsam, misalnya motif kupu-kupu, ikan, motif 喜喜,motif abstrak dan motif lainnya. Motif ini biasa digunakan oleh remaja wanita dan anak-anak dengan kombinasi warna yang menarik serta potongan model yang berbeda-beda baik di bagian kerah, lengan, bentuk kancing serta panjang rok yang bervariasi.

4.8 Perubahan Fungsi dan Makna Motif Cheongsam bagi Etnis Tionghoa

Perubahan dirasakan oleh hampir semua manusia dalam masyarakat. Perubahan dalam masyarakat tersebut wajar, mengingat manusia memiliki kebutuhan yang tidak terbatas. Perubahan itu dapat dilihat setelah membandingkan keadaan pada beberapa waktu lalu dengan keadaan sekarang. Perubahan itu dapat terjadi di berbagai aspek kehidupan, seperti peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, serta religi atau keyakinan. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Universitas Sumatera Utara Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan Soekanto, 1990. Dalam perubahan makna selalu ada hubungan asosiasi antara makna lama dan makna baru, tidak peduli apapun yang menyebabkan perubahan itu terjadi. Dalam beberapa hal, asosiasi bisa begitu kuat untuk mengubah makna dengan sendirinya, sebagian lagi asosiasi itu hanyalah suatu wahana untuk suatu perubahan yang ditentukan oleh sebab-sebab lain tetapi bagaimanapun suatu jenis asosiasi akan selalu mengalami proses. Dalam pengertian ini asosiasi dapat dianggap sebagai suatu syarat mutlak bagi perubahan makna Stephen, 2007 : 263-264 . Ada juga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan : 1. Faktor intern • Perubahan Demografis Perubahan demografis disuatu daerah biasanya cenderung terus bertambah, akan mengakibatkan terjadinya perubahan diberbagai sektor kehidupan. Seperti bidang perekonomian, pertambahan penduduk akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan papan. • Konflik sosial Konflik sosial dapat mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah Universitas Sumatera Utara mengikutsertakan penduduk setempat dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran. • Bencana alam Bencana alam yang menimpa masyarakat dapat mempngaruhi perubahan. Seperti bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi masyarkat akan dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun akulturasi. • Perubahan lingkungan alam Perubahan lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan setempat. 2. Faktor ekstern • Perdagangan Indonesia terletak pada jalur perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang besar selain berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada. • Penyebaran agama Masuknya unsur-unsur agama Hindhu dari India atau budaya Arab bersamaan proses penyebaran agama Hindhu dan Islam ke Indonesia Universitas Sumatera Utara demikian pula masuknya unsur-unsur budaya barat melalui proses penyebaran agama Kristen dan kolonialisme. • Peperangan Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula unsur-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia. Banyak masyarakat Tionghoa di daerah ini yang masih memiliki cheongsam sebagai cara untuk mempertahankan kebudayaannya, terutama dalam beberapa perayaan baik yang bersifat keagamaan dan tradisi mereka, seperti: 1. Perayaan Tahun Baru Imlek Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama bahasa Tionghoa: 正 月 ; pinyin: zhēng yuè di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh 十五冥元宵节 di tanggal kelima belas pada saat bulan purnama. Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúx ī yang berarti malam pergantian tahun. Bagi masyarakat tionghoa di daerah Kelurahan Sei Putih Timur II perayaan tahun baru imlek merupakan salah satu ajang untuk bertemu keluarga besar. Mereka merayakan dengan berbagai tema umum, seperti melakukan jamuan makan malam bersama keluarga besar pada saat malam tahun baru, berdoa untuk para leluhur di saat malam tahun baru, mengucapkan berbagai pengharapan kepada para dewa, menyalakan kembang api, dan bernyanyi bersama sanak keluarga. Universitas Sumatera Utara Ada beberapa tradisi khas yang harus dilakukan pada saat perayaan imlek,seperti: • menggantung lampion merah dalam bahasa mandarin 灯笼pinyin: deng long di depan rumah yang mempunyai makna sebagai pembawa keberuntungan dan menjauhkan dari segala hal-hal yang tidak baik, • angpao atau dalam bahasa mandarin disebut dengan 红包 pinyin: hong bao , angpao biasanya hanya di bagikan oleh orang yang sudah menikah kepada orang yang belum menikah, • menyalakan petasan merupakan salah satu tradisi yang tetap mereka pertahankan, hal ini dilakukan untuk menjauhkan hal-hal yang buruk. Menyalakan petasan dipercaya dapat mengusir roh-roh jahat yang berada di sekitar mereka. • menggunakan pakaian tradisional cheongsam, pakaian ini biasa digunakan oleh para wanita dalam keluarga tesrsebut. Cheongsam yang digunakan biasanya berwarna merah. 2. Perayaan Satu Bulan Bayi Tradisi satu bulanan bayi atau yang biasa disebut dengan man yue 满月 pinyin: man yue yang dirayakan saat bayi berusia 1 bulan tersebut bertujuan memperkenalkan bayi kepada para saudara bibi, paman dan sepupu dan teman orang tuanya. Dalam tradisi ini banyak makanan dan minuman yang disiapkan untuk para tamu, satu di antaranya yang paling sering dijumpai adalah telur yang kulitnya diberi warna merah. Telur melambangkan suatu tahapan kehidupan yang Universitas Sumatera Utara baru, sedangkan warna merah melambangkan perayaan dan keberuntungan. Bentuk telur yang oval melambangkan harmoni dan kesatuan. Selama perayaan, beberapa orangtua juga mencukur rambut si bayi. Sementara yang lain hanya memotong sebagian rambut sebagai simbol saja. Rambut itu kemudian dibungkus dengan kain merah dan dijahit pada bantal si bayi. Hal ini dianggap dapat memastikan si bayi supaya berani dan tidak mudah takut. Ibu, saudari perempuan dan nenek si bayi biasanya menggunakan cheogsam pada saat acara tersebut. Sang ibu dan saudari perempuan biasanya menggunakan cheongsam berwarna merah dengan motif 喜 喜 yang berarti kebahagiaan, sedangkan sang nenek menggunakan cheongsam berwarna biru dengan motif bunga krisan, karena warna biru melambangkan keanggunan. 3. Sembahyang Di daerah ini juga terdapat vihara bagi mereka yang ingin melakukan ibadah. Vihara ini selain digunakan sebagai tempat ibadah juga sering digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang memiliki unsur budaya Tionghoa lainnya. Adapun kegiatan yang memiliki unsur kebudayaan Tionghoa yang dilaksanakan di vihara tersebut ialah seperti upacara perkawinan, upacara kematian dan perayaan Imlek. Pada awalnya seluruh kegiatan yang dilaksanakan di vihara tersebut identik dengan menggunakan pakaian-pakaian adat baik pria, wanita dan anak- anak. Biasanya saat sembahyang para wanita lebih memilih mengenakan cheongsam dengan warna yang lembut seperti hijau dan biru untuk menambah Universitas Sumatera Utara suasana khusyuk saat berdoa. Namun, seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan modernisasi warga keturunan tionghoa khususnya wanita mulai meninggalkan unsur-unsur kebudayaan yang melekat pada diri mereka. Salah satu yang terlepas dari unsur kebudayaan tersebut ialah pakaian tradisional cheongsam yang tak lagi digunakan ketika bersembahyang. Namun pada umumnya masyarakat Tionghoa di daerah ini tidak lagi mengetahui bahwa motif pada cheongsam yang mereka gunakan mempunyai arti dan fungsi yang sangat berbeda dari yang mereka tahu saat ini. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada masyarakat Tionghoa di daerah ini, banyak dari mereka yang tidak mengetahui secara pasti apa fungsi dan makna cheongsam yang mereka miliki. Para remaja dengan umur 15-20 mengaku memiliki cheongsam , bahkan ada yang memiliki lebih dari satu cheongsam. “Aku punya dua di rumah, yang satu motif motif bunga yang satu lagi motif kupu-kupu. Aku gak terlalu ngerti fungsi sama makna dari motif yang aku pilih, aku milih motif itu karena bagus dan cantik di lihat” ujar Veronica 15 tahun. Ia mengaku menggunakan cheongsam pada saat acara imlek yang dilaksanakan di sekolah. Hal ini merupakan peraturan dari sekolah yang mewajibkan siswinya menggunakan cheongsam pada saat perayaan tahun baru imlek di sekolah. Berbeda dengan Veronica 15 tahun, Anita 17 tahun tidak memiliki cheongsam dan hanya mengetahui cheongsam sebagai pakaian khas dari Tiongkok. Universitas Sumatera Utara “Saya kurang tau apa itu cheongsam, yang saya tau cheongsam atau qipao itu ya pakaian tradisional dari Tiongkok. Saya di rumah gak punya yang begituan, biasanya kalau tahun baru imlek kami sekeluarga pakai pakaian biasa aja . Mama di rumah juga gak terlalu sibuk untuk nyuruh anaknya pakai cheongsam saat ada acara tertentu” Anita, 17 Tahun. Dari hasil wawancara tersebut, 2 dari 3 orang responden berumur 15-20 tahun tidak mengetahui fungsi dan makna motif yang terdapat pada cheongsam. Namun hal terlihat berbeda di kategori umur 21-29 tahun.Di umur ini para wanita Tionghoa lebih mengetahui makna motif yang mereka pilih pada cheongsam mereka. Helena 20 tahun mengatakan bahwa ia memiliki cheongsam berwarna merah dengan motif bunga lotus, ia memilih cheongsam dengan motif tersebut karena baginya bunga lotus atau bunga teratai mempunyai arti yang baik. Bunga lotus merupakan bunga sakral yang melambangkan kemurnian dan kesucian. Namun ia tidak mengetahui secara pasti fungsi dari motif cheongsam. “Yang saya tahu sih fungsi motif hanya sebatas dekorasi, gak ada fungsi lain, tapi dulu ama nenek saya pernah cerita bahwa zaman dahulu motif dianggap sangat penting, apalagi motif naga yang cuma bisa di pakai raja tapi ntah apa alasannya”. Pada wanita Tionghoa yang berumur ≥30 tahun yang berdomisili di daerah tersebut, cheongsam merupakan pakaian yang sering mereka kenakan ketika ada acara tertentu. Tjin Tjin 42 tahun mengatakan bahwa semua wanita di keluarganya harus memiliki paling tidak satu potong cheongsam. Karena di keluarga besarnya menggunakan cheongsam pada saat acara besar merupakan Universitas Sumatera Utara tradisi yang tidak bisa ditinggalkan. Ia juga berkata bahwa ia sangat mengerti makna dari masing-masing motif pada cheongsam yang ada di rumahnya, sehingga saat memilih cheongsam ia benar-benar memilih sesuai dengan kebutuhan. “Kalau salah kostum kan gak lucu dek, karena kita gak boleh asal-asalan pake aja. Harus ngerti kenapa kita pilih itu motif, karena kan itu harapan yang ingin di capai bagi si pemakai” ujarnya. Dari ketiga responden yang diwawancarai di daerah tersebut pun membenarkan bahwa pengetahuan mengenai cheongsam saat ini semakin menurun. Selain dari faktor globalisasi faktor internal dalam keluarga pun menjadi salah satu faktor berkurangnya pengetahuan mengenai cheongsam. Warga pribumi yang menjadi responden pun mempunyai pendapatnya sendiri mengenai pakaian cheongsam yang biasa digunakan oleh majikan mereka pada saat tertentu.Responden yang di wawancara memiliki kategori ≥20 tahun dan telah bekerja selama 5-10 tahun sehingga di anggap mengerti keadaan serta budaya masyarakat Tionghoa di secara umum. Susi 25 tahun menjelaskan majikan di tempatnya bekerja selalu menggunakan cheongsam pada saat merayakan tahun baru imlek, namun dia tidak mengetahui pasti motif yang terdapat pada pakaian tersebut. Ia juga menambahkan bahwa majikannya lebih sering menjahit sendiri cheongsam yang ingin ia gunakan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan, bahwa hanya 25 responden yang mengerti mengenai fungsi dan makna motif pakaian tradisional cheongsam. Hal ini secara tidak langsung menyiratkan bahwa Universitas Sumatera Utara dengan adanya pengaruh modernisasi pada warga keturunan Tionghoa, menyebabkan mereka tidak lagi mengetahui makna motif pada cheongsam namun juga sama sekali tidak mengenal pakaian tradisional cheongsam tersebut. Secara tidak langsung dapat diketahui bahwa pakaian cheongsam saat ini hanya berfungsi sebagai fashion yang mencerminkan salah satu unsur kebudayaan dari China yang tetap dipertahankan namun karena kurangnya pelestarian oleh warga Tionghoa, makna dari unsur intrinsik dan nilai-nilai yang terkandung pada pakaian tersebut mengalami pergeseran pemahaman terhadap pakaian cheongsam. Seiring dengan perkembangan zaman, unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalamnya perlahan-lahan bergeser. Tak lagi menjadi faktor pengukur tingkat strata kehidupan seseorang, namun sudah menjadi iconfashion yang mencerminkan khas Tionghoa. Begitu pula dengan fungsi motif pada pakaian cheongsam , zaman dahulu motif digunakann sebagai alat pengukur kasta seseorang. Namun saat ini motif pada cheongsam tak lagi menjanjikan sesuatu yang bersifat unik, karena motif hanya berfungsi sebagai dekorasi untuk menambah nilai estetika. Dengan kata lain, adanya pengaruh globalisasi menyebabkan pergeseran pemahaman seseorang tentang hal yang di pada awalnya dianggap sebagai suatu hal yang penting. Hal ini berkaitan dengan motif yang terdapat pada cheongsam, yang dulunya merupakan hal yang sangat penting, namun seiring perkembangan zaman fungsi motif pada cheongsam mulai berubah secara perlahan. Perincian mengenai perubahan fungsi dan makna mengenai motif cheongsam tersebut antara lain : Universitas Sumatera Utara 1. Motif Naga atau 龙纹 pinyin: long wen Di Kelurahan Sei Putih Timur II, masyarakat hanya menjadikan motif naga dari cheongsam tersebut hanya sebagai hiasan pakaian saja. Walaupun makna dari motif tersebut tidak berubah, tetapi fungsi dari cheongsam dengan motif tersebut tidak lagi sesuai dengan fungsi pada awalnya yaitu sebagai penanda bagi seorang kaisar. 2. Motif Burung atau 鸟纹 pinyin: niao wen Di Kelurahan Sei Putih Timur II, masyarakat hanya menjadikan motif burung dari cheongsam tersebut hanya sebagai hiasan pakaian saja. Walaupun makna dari motif tersebut tidak berubah, tetapi fungsi dari cheongsam dengan motif tersebut tidak lagi sesuai dengan fungsi pada awalnya yaitu sebagai penanda bagi seorang wanita bangsawan. 3. Motif Bunga Krisan atau 菊花纹 pinyin: ju hua wen Di Kelurahan Sei Putih Timur II, masyarakat hanya menjadikan motif bunga krisan dari cheongsam tersebut hanya sebagai hiasan pakaian saja. Walaupun makna dari motif tersebut tidak berubah, tetapi fungsi dari cheongsam dengan motif tersebut tidak lagi sesuai dengan fungsi pada awalnya yaitu sebagai penanda bagi seorang ibu dari seorang raja bangsawan. 4. Motif Bunga Anggrek atau 兰花纹 pinyin: lan hua wen Di Kelurahan Sei Putih Timur II, masyarakat hanya menjadikan motif bunga anggrek dari cheongsam tersebut hanya sebagai hiasan pakaian saja. Walaupun makna dari motif tersebut tidak berubah, tetapi fungsi dari cheongsam dengan Universitas Sumatera Utara motif tersebut tidak lagi sesuai dengan fungsi pada awalnya yaitu sebagai suatu motif yang menandakan strata bagi seorang wanita. 5. Motif Daun Bambu atau 竹叶纹 pinyin: zhuye wen Di Kelurahan Sei Putih Timur II, masyarakat hanya menjadikan motif bambu dari cheongsam tersebut hanya sebagai hiasan pakaian saja. Motif ini biasa digunakan oleh wanita paruh baya. Walaupun makna dari motif tersebut tidak berubah, tetapi fungsi dari cheongsam dengan motif tersebut tidak lagi sesuai dengan fungsi awalnya. 6. Motif Bunga Lotus atau 荷花纹 pinyin: he hua wen Di Kelurahan Sei Putih Timur II, masyarakat hanya menjadikan motif bunga lotus dari cheongsam tersebut hanya sebagai hiasan pakaian saja. Motif ini biasa digunakan oleh remaja wanita.Walaupun makna dari motif tersebut tidak berubah, tetapi fungsi dari cheongsam dengan motif tersebut tidak lagi sesuai dengan fungsi pada awalnya yaitu sebagai suatu motif yang digunakan sebagai penanda strata bagi tokoh-tokoh agama. 7. Motif Lima Keberuntungan atau 五福(蝠)pinyin: wufu fu Di Kelurahan Sei Putih Timur II, masyarakat hanya menjadikan motif kelelawar dari cheongsam tersebut hanya sebagai hiasan pakaian saja. Motif ini biasa digunakan oleh wanita paruh baya. Walaupun makna dari motif tersebut tidak berubah, tetapi fungsi dari cheongsam dengan motif tersebut tidak lagi sesuai dengan fungsi pada awalnya yaitu sebagai suatu motif yang digunakan sebagai penanda strata bagi seorang anak raja. Universitas Sumatera Utara 8. Motif Pemandangan atau 园林山水文 pinyin: yuanlinshanshuiwen Di Kelurahan Sei Putih Timur II, masyarakat hanya menjadikan motif pemandangan dari cheongsam tersebut hanya sebagai hiasan pakaian saja. Motif ini biasa digunakan oleh wanita paruh baya. Walaupun makna dari motif tersebut tidak berubah, tetapi fungsi dari cheongsam dengan motif tersebut tidak lagi sesuai dengan fungsi pada awalnya yaitu sebagai suatu motif yang digunakan sebagai penanda strata bagi seorang selir raja. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan