1.2 Batasan Masalah
Menghindari batasan yang terlalu luas, maka penulis mencoba membatasi ruang lingkup penelitian “Perubahan Fungsi dan Makna Motif Pakaian
Tradisional Cheongsam bagi Masyarakat Tionghoa di Medan” dengan hanya membahas mengenai fungsi dan makna motif pakaian cheongsam bagi
masyarakat Tionghoa yang berdomisili di Kelurahan Sei Putih Timur II. Di pilihnya lokasi penelitian ini berdasarakan pertimbangan adanya akulturasi
kebudayaan yang terdapat di lokasi tersebut. Meskipun masyarakat Tionghoa di daerah ini termasuk golongan minoritas, namun mereka tinggal dan menetap
dalam jangka waktu yang cukup lama di daerah tersebut. Hal ini juga berkaitan dengan pakaian tradisional cheongsam yang mereka gunakan pada saat acara-
acara penting seperti tahun baru imlek, cap go meh, upacara perkawinan dan upacara kematian.
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan usaha untuk menetukan arah peneliti pada permasalahan yang lebih fokus, serta berdasarkan latar belakang yang telah
penulis kemukakan di atas. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimanakah perubahan fungsi motif pakaian tradisional cheongsam
pada masyarakat Tionghoa di Kelurahan Sei Putih Timur II, Kota Medan?
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimanakah perubahan makna motif pakaian tradisional
cheongsam pada masyarakat Tionghoa di Kelurahan Sei Putih
Timur II, Kota Medan?
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah penelitian yang telah diuraikan terlebih dahulu, maka penelitian ini bertujuan: Untuk mengetahui perubahan fungsi dan makna
motif pakaian tradisional cheongsam pada masyarakat Tionghoa di Keluraha Sei Putih Timur II.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap makna pola pakaian tradisional cheongsam pada masyarakat Tionghoa adalah :
1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai adanya perubahan
pemahaman tentang perubahan fungsi dan makna motifpada pakaian tradisional cheongsam khususnya bagi masyarakat Tionghoa.
2. Menjadi salah satu rujukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti tentang
perubahan kebudayaan etnis Tionghoa di Indonesia umumnya dan di Medan khususnya.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian perubahan fungsi dan makna motif pakaian tradisional cheongsam pada masyarakat
Tionghoa adalah untuk menambah pemahaman tentang adanya perubahan fungsi dan makna motif pakaian tradisional cheongsam bagi masyarakat Tionghoa di
Kota Medan khususnya generasi muda, sebagai bagian dari salah satu etnis di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
Konsep, Landasan Teori, dan Penelitian Peneliti Sebelumnya
Uraian yang terdapat pada Bab II yaitu terdiri dari konsep, landasan teori dan penelitian peneliti sebelumnya.
2.1 Konsep
Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri- ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk
memahami hal lain. Menurut Bahri 2008:30, pengertian konsep adalah satuan arti yang
mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi,
sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak
berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata lambang bahasa.
Selain itu, konsep juga dapat diartikan sebagai abstrak dimana mereka menghilangkan perbedaan dari segala sesuatu dalam eksistensi, memperlakukan
Universitas Sumatera Utara
seolah-olah mereka identik. Pengertian konsep sendiri adalah universal dimana mereka bisa diterapkan secara merata untuk tingkat eksistensinya.
2.1.1 Perubahan
Perubahan adalah esensi dari suatu pekembangan dan kemajuan. Pengertian perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang
terjadi karena ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu, kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga aturan-
aturan organisasi sosial. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan
kebudayaan : 1.
Faktor Intern meliputi; perubahan demografis, konfik sosial, bencana alam, perubahan lingkungan alam.
2. Faktor Ekstern; perdagangan, penyebaran agama, peperangan.
Perubahan biasanya di tandai dengan adanya pergeseran-pergeseran suatu keadaan kearah yang lebih maju. Perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan
dalam masyarakat yang terjadi karena ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi pada
fungsinya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Fungsi
Pada umumnya fungsi mempunyai arti guna atau manfaat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2007: 323, fungsi adalah kegunaan suatu hal bagi hidup
suatu masyarakat. Menurut para ahli, definisi fungsi yaitu menurut The Liang Gie dalam Nining Haslinda Zainal Skripsi: “Analisis Kesesuaian Tugas Pokok dan
Fungsi dengan Kompetensi Pegawai Pada Sekretariat Pemerintah Kota Makassar ,2008, Fungsi merupakan sekelompok aktivitas yang tergolong pada jenis yang
sama berdasarkan sifatnya, pelaksanaan ataupun pertimbangan lainnya. Penciptaan suatu fungsi adalah sekelompok aktivitas yang tergolong pada jenis
yang sama berdasarkan sifat pelaksanaannya, atau dapat dimaknai sebagai kegunaan suatu hal.
Fungsi secara budaya yaitu fungsi dimana setiap kegiatan, kelakuan dan sikap menjadi suatu kebiasaan. Sebagian ilmuwan sosial bahkan berusaha
membatasi lagi pengertian istilah kebudayaan tersebut hingga hanya “mencakup bagian-bagian warisan sosial yang melibatkan representasi atas hal-hal yang
dianggap penting, tidak termasuk norma-norma atau pengetahuan prosedural mengenai bagaimana sesuatu harus dikerjakan Schneider, 1968. Kebudayaan
berfungsi sebagai suatu pedoman hubungan antara manusia dan kelompok, wadah untuk menyalurkan perasaan dan kehidupan lainnya, pembimbing kehidupan
manusia dan sebagai pembeda antar manusia dan binatang Soekanto, 2009: 1550.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Makna
Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam
komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna dapat diartikan juga sebagai pengertian
yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Dalam perubahan makna selalu ada hubungan asosiasi antara makna lama dan makna baru, tidak peduli apapun
yang menyebabkan perubahan itu terjadi.
Dalam beberapa hal, asosiasi bisa begitu kuat untuk mengubah makna dengan sendirinya, sebagian lagi asosiasi itu hanyalah suatu wahana untuk suatu
perubahan yang ditentukan oleh sebab-sebab lain tetapi bagaimanpun suatu jenis asosiasi akan selalu mengalami proses. Dalam pengertian ini asosiasi dapat
dianggap sebagai suatu syarat mutlak bagi perubahan makna Stephen, 2007 : 263-264. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna.
Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pebedaan bidang pemakaian
2. Perkembangan sosial dan budaya
3. Perasaan emosional dan psikologis
4. Adanya Asosiasi
5. Perkembangan dalam ilmu dan teknologi
6. Pertukaran Tanggapan Indra
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Motif
Motif tekstil dapat dimaknai sebagai pengulangan suatu gambaran atau corak pada kain. Motif merupakan elemen penting pada pakaian cheongsam,
karena motif dianggap sebagai tanda dan simbol tradisional dan memiliki arti tersendiri Xu, 2011: 72.
Tak hanya indah bentuk motifnya dan rumit dalam pembuatannya. Namun motif pada cheongsam memiliki arti tertentu dan hanya boleh dikenakan
kalangan tertentu saja. Motif yang terdapat pada cheongsam tidak hanya untuk menambah nilai estetis saja, tetapi juga berdasarkan harapan-harapan yang
dituangkan dalam simbol yang tergambar. Misalnya motif Naga biasa digunakan oleh para kaisar di kerajaan. Naga
adalah sebutan umum untuk makluk mitologi yang berwujud reptil dan berukuran besar. Motif ini menggambarkan kekuatan, kekuasaan, perlindungan serta
keperkasaan. Motif burung peony atau biasa disebut burung feniks biasa digunakan hanya bisa dikenakan oleh keluarga inti kerajaan. Misalnya permaisuri
dan putri kaisar.
2.1.5 Pakaian Tradisional Cheongsam
Cheongsam merupakan pakaian tradisional Cina Tionghoa untuk
wanita Tionghoa. Nama cheongsam diambil dari terjemahan bahasa Inggris dari dialek sebuah provinsi bernama Guangdong Tiongkok yaitu chèuhngs
āam. Sementara di daerah lain di Cina, pakaian tradisional ini disebut sebagai qipao..
Universitas Sumatera Utara
Kata cheongsam juga merupakan adaptasi dari kata changshan yang berarti “pakaian panjang”. Pada mulanya, perempuan bangsa Man di dinasti Qing,
Tiongkok menggunakan cheongsam. Walaupun kekuasaan bangsa Man ini tidak berlangsung lama, namun penggunaan cheongsam ini tetap bertahan seiring
berjalannya waktu. Bahkan jika dilihat dari perkembangannya, cheongsam menjadi simbol kebangkitan wanita di Cina. Cheongsam juga menjadi hasil
modifikasi dari pakaian yang pada mulanya berupa jubah lebar dan berlapis-lapis, menjadi sebuah pakaian dengan potongan sesuai bentuk tubuh wanita. Pada masa
itu, cheongsam menjadi pakaian yang nyaman, praktis, dan ekonomis. Bahan yang sering digunakan untuk membuat cheongsam adalah kain
sutra, satin, dan brokat. Bahan tersebut akan membuat tampilan pakaian tradisional China ini terlihat lebih mewah dan menawan. Cheongsam memberikan
tampilan yang sederhana, rapi, dan anggun saat digunakan. Hal ini tentu saja menjadikan cheongsam semakin populer untuk digunakan ke berbagai acara resmi
maupun acara santai. Pada umumnya cheongsam sangat identik dengan warna merah, warna merah dipercaya masyarakat Tionghoa sebagai warna yang
mendatangkan keberuntungan, kesejahteraan dan menolak hal buruk. Namun, cheongsam
juga dibuat dengan berbagai warna lain seperti putih, biru, hitam, kuning, dan warna lainnya. Hal lain yang melekat dengan pakaian tradisional
China ini adalah motif dan pola yang khas dan unik. Cheongsam memiliki
berbagai macam motif seperti bunga peoni, naga, ikan, dan motif lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Masyarakat Tionghoa
Tionghoa atau Tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan Cina di Indonesia, yang berasal dari kata Zhonghua dalam bahasa
Mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa. Sedangkan istilah peranakan Tionghoa pertama kali digunakan oleh bangsa
Belanda di abad ke 18 untuk menyebut para keturunan imigran Tionghoa yang datang dari Tiongkok beberapa waktu sebelumnya. Seiring dengan berjalannya
waktu, istilah peranakan Tionghoa disingkat menjadi peranakan saja. Dalam bahasa Indonesia, semua sudah seperti sepakat bahwa sebutan Tionghoa berarti
orang dari ras Cina yang memilih tinggal dan menjadi warga negara Indonesia. Kata Tionghoa sebagai pengganti sebutan nonpri atau Cina.
Wacana Zhonghua setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang di Cina untuk terbebas dari kekuasaan dinasti
kerajaan dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana ini sampai terdengar oleh orang asal Cina yang bermukim di Hindia Belanda yang
ketika itu dinamakan orang Cina. Sekelompok orang asal Cina yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda,
merasa perlu mempelajari kebudayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900, mereka mendirikan sekolah di Hindia Belanda, di bawah naungan suatu badan yang
dinamakan Tjung Hwa Hwei Kwan, yang bila lafalnya diindonesiakan menjadi Tiong Hoa Hwe Kwan
THHK.THHK dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Cina, tapi juga menumbuhkan
rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda. Seiring dengan
Universitas Sumatera Utara
perubahan istilah Cina menjadi Tionghoa di Hindia Belanda http:indocina. wordpress.comtentang-tionghoa diunduh pada Jumat, 5 April 2013.
Berdasarkan Volkstelling sensus pada masa Hindia Belanda, populasi Tionghoa-Indonesia mencapai 1.233.000 2,03 dari penduduk Indonesia pada
tahun 1930. Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun ahli
antropologi Amerika, G.W. Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di Indonesia mencapai 2.505.000 2,5 pada
tahun 1961 http:indocina.wordpress.comtentang-tionghoa diunduh pada Jumat, 5 April 2013.
Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika untuk pertama kalinya responden sensus ditanyai mengenai asal etnis mereka, hanya 1 dari jumlah
keseluruhan populasi Indonesia mengaku sebagai Tionghoa. Perkiraan kasar yang dipercaya mengenai jumlah suku Tionghoa-Indonesia saat ini ialah berada di
antara kisaran 4-5 dari seluruh jumlah populasi Indonesia http:indocina.wordpress.comtentang-tionghoa diunduh pada Jumat, 5 April
2013. Di Medan, masyarakat Tionghoa termasuk golongan minoritas. Namun,
seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan masyarakat Tionghoa ini mulai diakui oleh masyarakat asli. Hal ini ditandai dengan adanya libur Nasional untuk
Hari Raya Imlek dan diakui sebagai salah satu dari etnis di Indonesia. Masyarakat Tionghoa memiliki berbagai jenis kebudayaan dan tradisi yang unik dan menarik.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori
Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk mengkaji maupun menganalisis berbagai fenomena dan juga sebagai rujukan utama dalam
memecahkan masalah penelitian di dalam ilmu pengetahuan.
2.2.1 Teori Semiotik
Semiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu semieon yang berarti tanda.Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sebuah tanda seperti bahasa, kode,
sinyal dan sebagainya. Teori ini dikemukakan oleh Roland Barthes 1915-1980 dalam teorinya Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 penanda yaitu
tingkat konotasi dan tingkat denotasi. Konotasi adalah istilah Barthes untuk menyebut signifikasi tahap kedua
yang menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan kenyataan atau emosi dari pembaca serta nila-nilai kebudayaan. Denotasi adalah
hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam penandaan. Roland Barthes menelusuri makna dengan pendekatan budaya yaitu semiotik
makro, dimana Barthes memberikan makna sebuah tanda berdasarkan kebudayaan yang melatarbelakangi munculnya makna tersebut Sunardi, 2007: 40.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan teori semiotika yang di kembangkan oleh Roland Barthes. Alasan digunakan penelitian
ini, bahwa objek yang akan di kaji mengenai perubahan makna yang terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
simbol-simbol yang terdapat pada pakaian tradisional cheongsam di kelurahan Sei Putih Timur II.
2.2.2 Teori Fungsionalisme
Teori fungsionalisme adalah suatu teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan
fungsional yaitu Auguste Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Fungsionalisme bisa di definisikan dalam dua cara yang berbeda, yaitu pengertian
yang lemah dan pengertian yang kuat. Kingsley Davis merujuk pada pengertian yang lemah: bahwa fungsionalisme adalah suatu pendekatan yang menyatukan
masyarakat secara keseluruhan dan menyatukan antara satu dengan yang lainnya. Sementara pengertian yang kuat di berikan oleh Turner dan Maryanski:
bahwa fungsionalime adalah sebuah pendekatan yang berdasarkan pada analogi masyarakat dengan organisme biologis, dan menjelaskan struktur sebagian
masyarakat berdasarkan kebutuhan secara menyeluruh. Teori fungsionalisme yang menekankan kepada keteraturan bahwa
masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan.
Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain, dengan kata lain masyarakat senantiasa berada dalam
keadaan berubah secara berangsur-angsur dengan tetap memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa dan setiap struktur yang ada, fungsional bagi
sistem sosial itu.
Universitas Sumatera Utara
Kaitan teori Fungsionalisme dengan penelitian ini adalah keterkaitan dengan melihat salah satu dari wujud kebudayaan kebutuhan fisik melalui hasil
karya manusia, yaitu pakaian, yang dikhususkan melihat perubahan fungsi motif pada pakaian tradisional cheongsam. Di masyarakat terdapat elemen-elemen yang
berkaitan dengan masyarakat Tionghoa, hal ini dibuktikan oleh fungsi dan makna pada pakaian tradisional cheongsam dalam pelaksanaan kegiatan kebudayaan
masyarakat Tionghoa, yang menjadi salah satu cara masyarakat Tionghoa untuk senantiasa memelihara keseimbangan perkembangan kebudayaan mereka di
Indonesia khususnya di kota Medan. Disamping itu adanya perkumpulan masyarakat Tionghoa yang berfungsi menyatukan masyarakat Tionghoa di Medan
menjadi lebih erat dalam sistem kekerabatan sosialnya.
2.3 Peneliti Sebelumnya
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Fransisca dalam skripsinya yang berjudul “Representasi Cina Melalui Qipao(旗袍)Pakaian Tradisional Cina”
2008. Fransisca memaparkan tentang fungsi dan makna pakaian qipao di era modern saat ini yang dapat merepresentasikan kecinaan terhadap seorang wanita
yang menggunakan pakaian tersebut. Penelitian ini membantu saya dalam melihat sejarah perkembangan qipao.
Xu Dong dalam bukunya yang berjudul “Qipao: Hanying Duizhao” 2012 menjelaskan bahwa qipao merupakan merupakan pakaian wanita China
yang memberikan kesan glamour, elegan dan adanya pancaran kharisma positif bagi wanita yang memakainya. Kesan tersebut didapat dari bentuk, bahan serta
Universitas Sumatera Utara
motif yang tergambar pada qipao itu. Dalam bukunya Xu juga memaparkan keunikan qipao dari berbagai aspek, termasuk sejarah, teknik pembuatannya,serta
tips dalam memilih qipao. Liu Li dalam jurnalnya “The Cultural Connotation and Aesthetic
Features of Cheongsam” 2012, Liu menjelaskan bahwa qipao merupakan
pakaian wanita yang menginterpretasikan pakaian tradisional Cina yang dekorasinya bukan hanya berasal dari luar, tetapi juga simbol yang terdapat pada
pakaian tersebut. Liu juga menjelaskan tahap perkembangan qipao dari dinasti ke dinasti. Perubahan secara signifikan terlihat pada pertengahan dinasti Qing karena
masuknya pengaruh budaya dari Barat. Sangat sulit untuk mendapatkan kembali posisi awal qipao sebagai pakaian tradisional, namun hingga saat ini simbol
merupakan pilihan utama untuk segala jenis busana formal. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan untuk meneliti perubahan
fungsi dan makna motif dari pakaian tradisional cheongsam pada masyarakat tionghoa yang ada di Medan khususnya yang berdomisili di Kelurahan Sei Putih
Timur II.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian