murah tidak perlu mengeluarkan biaya kursus dan aman tidak beresiko, umum bisa dilakukan laki-laki dan perempuan dan fleksibel bisa dilakukan
dimana saja, sopan. Dinamis, disini diartikan bahwa materi tari disusun dari gerak-gerak yang bervariasi agar tidak membosankan. Hal tersebut dilakukan
karena pada usia bermain anak belum peka terhadap irama. Dari segi gerakpun diulang-ulang namun ditata dengan penambahan atau perubahan arah agar tidak
terlihat mengulang.
b. Usia Transisi
Usia transisi dalam belajar menari umunya jatuh pada usia 7-9 tahun atau ketika anak duduk di kelas 1-3 Sekolah Dasar fase kelas rendah. Pada
usia ini, anak sudah tidak lagi main-main dalam belajar menari. Mereka sudah mulai tanggungjawab dan disiplin dalam belajar tari. Kemampuan anak pada
usia inipun sudah setingkat lebih tinggi dibanding anak usia bermain. Oleh karena itu syarat materi tari untuk anak usia transisi sudah boleh mengabaikan
syarat kesederhanaan, namun syarat praktis dan dinamis harus tetap diperhatikan dan ditambah dengan syarat ritmis.
Pada usia transisi, materi tari yang diajarkan sudah dituntut adanya permainan ritme. Permainan ritme dilakukan agar tari yang dilakukan tidak
monoton. Setyowati 2007:37 berpendapat bahwa: “…pada usia bermain, anak hanya dapat mengikuti irama yang monoton
dengan hitungan 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8 dengan pemberatan volume gerak pada hitungan 4 dan 8 saja,… pada usia transisi anak sudah bisa bermain
dengan hitungan 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8 dengan pemberatan hitungan ke 2;
4; 6; 8 atau penebalan hitungan 3-4; 7-8. dosen memberikan contoh gerak ritmis dari hitungan 1; 2; 3; 4; 5; 6;
7; 8”
Dari pertimbangan itulah maka disarankan kepada guru pengajar tari untuk menggunakan properti alat peraga dalam penyusunan tariannya, misalnya
kipas, payung, dan lain-lain supaya karya tari yang dihasilkan lebih estetis dan menyenangkan.
c. Usia Belajar
Pada usia belajar, anak- anak berusia 10-12 tahun sedang duduk di kelas 4-6 Sekolah Dasar atau biasa disebut dengan fase kelas tinggi. Berdasarkan
tabel. Pada kelompok ini, anak sudah mampu menghafal, peka terhadap iringan dan sadar terhadap gerak yang akan dilakukan merasakan keindahan. Oleh
karena itu pada usia belajar, syarat belajar tari ditambah dengan syarat estetis. Maksudnya adalah tari dengan teknik keindahannya. Syarat ini ditambahkan
setelah syarat praktis, dinamis, ritmis sudah terpenuhi. Dengan ditambahkannya syarat estetis pada materi tari pada usia belajar
maka kebutuhan akan ekspresi juga harus dilatih. Pada tahap ini anak ekspresi dilatih sesuai dengan kebutuhan materi tari yang dibawakan. Dengan begitu tari
dibawakan akan lebih hidup dan menarik. Teori-teori di atas, dijadikan acuan dalam proses pembuatan koreografi untuk
anak. Penelitian ini dikhususkan pada anak usia Sekolah Dasar kelas tinggi 10-12 tahun atau masuk dalam kriteria usia belajar. Hal ini dimaksudkan bahwa, pada usia
tersebut anak lebih tanggap, peka dan fokus sehingga, anak diharapkan dapat
menyerap materi dengan baik. Berdasarkan penjelasan tentang pembagian masa perkembangan anak dalam menari dapat dirumuskan ciri-ciri koreografi anak pada
penelitian ini adalah sebagai berikut: a geraknya praktis, dinamis, ritmis, dan estetis, b bertemakan permainan tradisional atau kehidupan binatang yang akrab dengan
lingkungan anak-anak, dan c bentuk ekspresi dari apa yang mereka lihat.
32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development RD. Menurut Sugiyono, 2009:407
“Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan
menguji keefektifan produk tersebut ”. Hampir sama dengan Sugiyono,
Sukmadinata 2007: 94 menyebutkan bahwa Penelitian dan pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk
baru atau
menyempurnakan produk
yang telah
ada yang
dapat dipertanggungjawabkan.
B. Prosedur Pengembangan
Akhir-akhir ini telah berkembang penelitian-penelitian yang arahnya adalah untuk menghasilkan produk tertentu, mengkaji sesuatu, mempelajari
proses terjadinya peristiwa tertentu. Menurut Setyosari 2015 penelitian yang diarahkan untuk menghasilkan produk, desain, dan proses yang demikian
diidentifikasi sebagai suatu penelitian pengembangan. Model Penelitian dan Pengembangan RD ini pada awalnya diprakarsai oleh Dick Carey dan juga
Borg Gall. Dalam pembuatan produknya, penelitian pengembangan ini
memadukan prosedur pembuatan koreografi dari Robby Hidajat dan Sumandyo Hadi. Namun, langkah-langkah penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan prosedur dari Borg Gall melalui Setyosari 2015 yang lebih disederhanakan, yaitu: 1 penelitian dan pengumpulan informasi awal,
2 perencanaan, 3 pengembangan format produk awal, 4 uji coba awal, 5 revisi produk, 6 uji coba lapangan 7 revisi produk, dan 8 produk akhir.
1. Penelitian dan Pengumpulan Informasi Awal
Tahap ini meliputi kajian pustaka, pengamatan atau observasi kelas dan persiapan laporan awal. Penelitian awal atau analisis kebutuhan sangat
penting dilakukan guna memperoleh informasi awal untuk melakukan pengembangan. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan cara pengamatan kelas
untuk melihat kondisi nyata di lapangan. Pada kegiatan ini peneliti atau pengembang mengidentifikasi berbagai hal yang terkait dengan kondisi nyata
di lapangan, di kelas, di sekolah atau latar lainnya. Pengembang mencatat segala keadaan, misalnya bahan, material, produk yang dipakai belum
memadai atau memenuhi kebutuhan untuk belajar. Dampak kurang atau belum terpenuhinya menyebabkan hasil belajar kurang, minat, motivasi
belajar siswa rendah dan seterusnya. Selanjutnya pengembang memilih dan menentukan kebutuhan-kebutuhan prioritas mana yang segera perlu dipenuhi.
Singkatnya berdasarkan analisis ini, pengembangan mengetengahkan persoalan atau kesenjangan dan sekaligus menawarkan solusi.
2. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti menggunakan prosedur penciptaan koreografi dalam mengembangkan model. Hidajat 2015 menyebutkan beberapa cara
atau model yang dapat dipilih untuk mengembangkan model materi tari, yaitu melalui: a rangsang dengar, b rangsang visual, c rangsang raba, d rangsang
gagasan, dan e rangsang kinestetik. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model pengembangan melalui rangsang visual dan rangsang
kinestetik. Adapun penjelasan keduanya adalah sebagai berikut. 1
Rangsang Visual Peneliti menggunakan rangsang visual dikarenakan tema yang
diangkat pada garapan ini adalah kehidupan burung kuntul, sehingga pada penelitian ini peneliti sengaja mengamati gerak-gerik burung kuntul di
Dusun Ketingan, Tirtoadi, Mlati, Sleman. Pada rangsang ini peneliti mengamati bentuk, tekstur dan warna burung kuntul untuk dijadikan
sumber materi penggarapan gerak dan kostum. 2
Rangsang Kinestetik Berdasarkan pengamatan terhadap burung kuntul, maka ditemukan
kesan dan gerak-gerik keseharian burung kuntul. Kebiasaan yang dilakukan burung kuntul seperti terbang, mencari makan, cara mereka
makan, berjalan dan berinteraksi satu sama lain, menjadi sumber ide peneliti dalam mengembangkan gerak.
Setelah menentukan rangsang yang akan digunakan, selanjutnya ditentukan elemen-elemen dasar tari sebagai kerangka awal dalam membuat
tari. Penyusunan kerangka tari dapat disusun secara sederhana dengan menentukan: 1 tema, 2 judul, 3 orientasi garapan, 4 rangsang awal, 5 rias
6 kostum, 7 property jika ada, dan 8 konsep iringan. Kerangka tersebut dapat ditambah dan dikurangi sesuai dengan kebutuhan.
3. Pengembangan Format Produk Awal
Setelah menentukan ide garapan terhadap elemen-elemen yang hendak digunakan, tahap selanjutnya adalah pengembangan produk awal yaitu dengan
melakukan proses koreografi. Menurut Hadi 2011 proses koreografi merupakan suatu proses penyeleksian, dan pembentukan gerak ke dalam
sebuah tarian, serta perencanaan gerak untuk memenuhi tujuan tertentu. Proses koreografi dibagi menjadi beberapa tahap yaitu:
a Tahap Eksplorasi
Eksplorasi merupakan tahap awal dalam proses koreografi. Menurut Hadi, 2011 eksplorasi adalah suatu penjajagan terhadap objek
atau fenomena dari luar dirinya; suatu pengalaman untuk mendapatkan rangsangan, sehingga memperkuat daya kreativitas. Dalam penelitian ini,
eksplorasi dilakukan terhadap komunitas burung kuntul yang ada di Dusun Ketingan, Tirtoadi, Mlati, Sleman dengan mengamati keseharian burung
kuntul.
b Tahap Improvisasi
Tahap ini sering disebut dengan tahap coba-coba atau spontanitas. Improvisasi bisa diartikan penemuan gerak baru secara kebetulan walaupun
terdapat gerak-gerak yang dipengaruhi oleh gerak yang pernah dipelajari. Berdasarkan hasil eksplorasi, kesan yang di dapat adalah terbang, cara
berjalan dan cara makan. Peneliti menangkap kesan terhadap gerak-gerik burung kuntul yang kemudian dijadikan bahan dalam pembuatan motif-
motif gerak. c
Tahap Pembentukan komposisi Tahap pembentukan merupakan tahap terakhir dalam proses
koreografi. Artinya seorang koreografer atau penari setelah melakukan tahap-tahap sebelumnya yaitu eksplorasi dan improvisasi, kemudian mulai
berusaha “membentuk” atau mentransformasikan bentuk gerak menjadi sebuah tarian atau koreografi Hadi, 2011. Maka dari itu, pada tahap ini
peneliti mulai menyeleksi, mengevaluasi, menyusun, merangkai atau menata motif-motif gerak dari hasil eksplorasi dan improvisasi terhadap
burung kuntul menjadi satu kesatuan yang disebut koreografi.
4. Uji Coba Awal
Pada tahap ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi latar setting penerapan atau kelayakan suatu produk jika produk tersebut benar-benar telah
dikembangkan. Uji coba ini dilakukan terhadap produk yang dikembangkan