kurang efektif dalam memonitor manajemen Shaw, 1981; Jewel dan Reitz, 1981; Olson, 1982; Gladstein, 1984; Lipton dan Lorsch, 1992; Jensen dan Meckling, 1976.
Hal tersebut didukung oleh penelitian Yermacrk 1996 dan Eisenberg et al 1998 menyatakan bahwa jumlah dewan direksi yang kecil meningkatkan kinerja
perusahaan. Komposisi
dewan direksi
telah sering
digunakan untuk
mengkarakteristikkan keberadaan kolusi dan dominasi dari direksi.
f. Pengaruh Likuiditas Perusahaan terhadap Kebijakan Pengambilan
Risiko
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 5.7, likuiditas perusahaan secara statistik tidak berpengaruh terhadap kebijakan pengambilan risiko pada nilai
probabilitas yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,1539. Berdasarkan hasil tersebut
hipotesis H
6f
ditolak. Hasil
perhitungan dapat
dilihat pada
Lampiran 10.
4. Kebijakan Hutang
Dengan bantuan program komputer maka diperoleh hasil analisis persamaan kebijakan hutang seperti ditunjukkan pada Tabel 5.8 berikut:
Tabel 5.8. Hasil Regresi 2 SLS Persamaan Kebijakan Hutang DEBT
Variabel B
SE B Beta
T Sig T
MOWN -104,568166
14,257331 -0,348316
-7,334 0,0000
ION -23,850286
2,494946 -0,530193
-9,559 0,0000
RISK 172,945451
11,586762 0,742055
14,926 0,0000
DIVD -6,399749
1,814598 -0,198003
-3,527 0,0006
SIZE -1,827859
0,173769 -0,581027
-10,519 0,0000
FAST 1,513136
0,468834 0,144585
3,227 0,0015
Constant 15,776142
2,506621 6,294
0,0000 F = 64,63554
Signif F = 0,0000 Adjusted R Square 0,70731
Sumber: Lampiran 11
Universitas Sumatera Utara
Pada Tabel 5.8 dapat dilihat bahwa persamaan kebijakan hutang memiliki nilai Adjusted R squared sebesar 0,70731. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara
serempak variabel; MOWN, ION, RISK, DIVD, SIZE dan FAST mempengaruhi DEBT sebesar 0,70731. Pengaruh secara bersama-sama tersebut signifikan, terbukti
dengan tingkat probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,0000. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11.
a. Simultanitas Kebijakan Kepemilikan Manajerial dan Kebijakan Hutang
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 5.8 kebijakan kepemilikan manajerial secara statistik berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang
pada nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,0000. Berdasarkan hasil tersebut hipotesis H
4a
diterima. Nilai koefisien kepemilikan manajerial sebesar -104,568166. Artinya bahwa setiap kenaikan sebesar 1 kepemilikan manajerial,
maka akan mengurangi kebijakan hutang sebesar 104,568166. Nilai ini secara parsial signifikan pada level 5 uji satu arah one-tailed test dengan nilai t hitung
sebesar -7,334. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11. Sesuai dengan Chen dan Steiner 1999 didapatkan bahwa kepemilikan manajerial dan kebijakan
hutang memiliki hubungan negatif. Hal ini dikarenakan adanya faktor substitusi antara keduanya. Pengaruh negatif kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang
ini mengindikasikan
bahwa tingginya
kepemilikan manajerial
semakin memungkinkan tindakan oportunis manajer sehingga meresahkan shareholders.
Penggunaan hutang dapat menjadi solusi atas permasalahan ini. Penggunaan hutang akan meningkatkan monitoring dari bondholders dan membuat shareholders lebih
Universitas Sumatera Utara
tenang karena pembiayaan investasi tidak menggunakan dananya sehingga mengurangi risiko dari shareholders. Hal ini sesuai dengan Putri dan Nasir 2006
serta Jensen, Solberg, dan Zorn 1992 tingkat kepemilikan internal berpengaruh negatif terhadap tingkat hutang perusahaan.
b. Simultanitas Kebijakan Kepemilikan Institusional dan Kebijakan
Hutang
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 5.8, kebijakan kepemilikan institusional secara statistik berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang
pada nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,0000. Berdasarkan hasil tersebut hipotesis H
4b
diterima. Nilai koefisien kebijakan pengambilan risiko sebesar -23,850286. Artinya bahwa setiap kenaikan sebesar 1 kebijakan
kepemilikan institusional, maka akan mengurangi kebijakan hutang sebesar 23,850286. Nilai ini secara parsial signifikan pada level 5 uji satu arah one-
tailed test dengan nilai t hitung sebesar -9.559. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11. Pengaruh negatif kebijakan kepemilikan institusional terhadap
kebijakan hutang tidak sesuai dengan Crutchley et al, 1999 dan Fitri dan Mamduh 2003 serta Putri dan Nasir 2006 yang menyatakan bahwa kepemilikan
institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. c.
Simultanitas Kebijakan Pengambilan Risiko dan Kebijakan Hutang
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 5.8, kebijakan pengambilan risiko secara statistik berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan hutang pada
nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,0000. Berdasarkan hasil
Universitas Sumatera Utara
tersebut hipotesis H
4c
diterima. Nilai koefisien kebijakan hutang sebesar 172,945451. Artinya bahwa setiap kenaikan sebesar 1 kebijakan pengambilan risiko, maka akan
menaikkan kebijakan hutang sebesar 172,945451. Nilai ini secara parsial signifikan pada level 5 uji satu arah one-tailed test dengan nilai t hitung sebesar 14,926.
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jensen, Solberg dan Zorn 1992, Chen dan Steiner 1999, Putri dan Nasir
2006 menunjukkan bahwa pada kondisi risiko tinggi manajer memilih proyek berisiko tinggi dengan tujuan mendapat return tinggi. Pengurangan risiko dilakukan
dengan menggunakan pendanaan hutang dari pihak kreditur. Namun penggunaan hutang pada tingkat risiko tinggi dapat mengurangi biaya keagenan ekuitas namun
memicu biaya keagenan hutang. Pengurangan risiko bertujuan untuk mendapatkan pendanaan melalui hutang. Karena pihak debtholders tidak akan mempercayakan
dananya pada perusahaan dengan risiko tinggi.
d. Simultanitas Kebijakan Dividen dan Kebijakan Hutang
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 5.8, kebijakan dividen secara statistik berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang pada nilai
probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,0006. Berdasarkan hasil tersebut hipotesis H
4d
diterima. Nilai koefisien kebijakan dividen sebesar -6.399749. Artinya bahwa setiap kenaikan sebesar 1 kebijakan dividen, maka akan
mengurangi kebijakan hutang sebesar 6,399749. Nilai ini secara parsial signifikan pada level 5 uji satu arah one-tailed test dengan nilai t hitung sebesar -3,527.
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11.
Universitas Sumatera Utara
Megginson 1997 dalam Mahadwarta 2002 menyatakan bahwa free cash flow hypothesis dapat digunakan untuk memprediksi hubungan interdependensi
antara kebijakan hutang dan kebijakan dividen perusahaan. Dividen mempengaruhi hutang dengan hubungan yang positif. Perusahaan yang membagikan dividennya
dalam jumlah besar memerlukan tambahan dana melalui hutang untuk membiayai investasinya. Hubungan positif antara kebijakan dividen dan kebijakan hutang yang
mengindikasikan bahwa banyak perusahaan di Indonesia yang menggunakan dananya untuk melakukan pembayaran dividen demi menarik investor alih-alih untuk
membayar hutang yang sebenarnya masih harus dilunasi. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Fitri dan Mamduh 2003 dan Kim, Rhim, dan Friesner
2007.
e. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 5.8, ukuran perusahaan secara statistik berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang pada nilai
probabilitas yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,000. Berdasarkan hasil tersebut hipotesis H
6g
ditolak. Nilai koefisien ukuran perusahaan sebesar -1,827859. Artinya bahwa setiap kenaikan sebesar 1 ukuran perusahaan, maka akan mengurangi
kebijakan hutang sebesar 1,827859. Nilai ini secara parsial signifikan pada level 5 uji satu arah one-tailed test dengan nilai t hitung sebesar -10,519. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11. Pengaruh negatif ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang yang mengindikasikan bahwa jumlah dewan direksi yang
besar yang dikaitkan dengan ukuran perusahaan secara tidak langsung akan
Universitas Sumatera Utara
membebani hutang perusahaan karena menambah biaya operasional dan mengurangi laba perusahaan. Komposisi dewan direksi yang terkait dengan ukuran perusahaan
dapat memicu keberadaan kolusi dan dominasi dari direksi.
f. Pengaruh Perputaran Aktiva Tetap Perusahaan terhadap Kebijakan
Hutang
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 5.8, perputaran aktiva tetap perusahaan secara statistik berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan
hutang pada nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,0015. Berdasarkan hasil tersebut hipotesis H
6h
diterima. Nilai koefisien rasio aktiva tetap perusahaan 1,513136. Artinya bahwa setiap kenaikan sebesar 1 rasio aktiva tetap
perusahaan, maka akan menaikkan kebijakan hutang sebesar 1,513136. Nilai ini secara parsial signifikan pada level 5 uji satu arah one-tailed test dengan nilai
t hitung sebesar 3,227. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11. Pengaruh positif rasio aktiva tetap perusahaan terhadap kebijakan hutang yang mengindikasikan
dengan tingginya aktiva tetap yang dimiliki perusahaan menunjukkan perusahaan dalam kondisi stabil dan tidak memerlukan level hutang yang tinggi.
5. Kebijakan Dividen