KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM INDUSTRI

BAB IV KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM INDUSTRI

KREATIF A. Prosedur Mendapatkan Perlindungan Hukum Dan Masa Berlaku Untuk mendapatkan perlindungan hukum atas suatu karya cipta, harus terlebih dahulu didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Setelah terdaftar, hak cipta tersebut nantinya akan dibatasi masa berlakunya. Berikut ini penulis akan membahas mengenai tata caraprosedur untuk mendapatkan perlindungan hukum serta masa berlakunya.

1. Prosedur Mendapatkan Perlindungan Hukum

Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor keahlian, keaslian, dan usaha. Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya padamedium tertentu seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat, pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah. 146 146 Wahyu Andhika Putra, Op. Cit., hlm. 24-25. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam yurisdiksi tertentu, agar suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saat diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu pemberitahuan hak cipta copyright notice. Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf “c” di dalam lingkaran yaitu lambang hak cipta, ©, atau kata copyright, yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi misalnya dengan terbitnya edisi baru dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu calon pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut berhak cipta. 147 Pada perkembangannya, persyaratan tersebut kini umumnya tidak diwajibkan lagi, terutama bagi negara-negara anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada sejumlah kecil negara tertentu, persyaratan tersebut kini secara umum bersifat manasuka, kecuali bagi ciptaan yang diciptakan sebelum negara bersangkutan menjadi anggota Konvensi Bern. 148 Dalam kepustakaan dikenal dua macam sistem stelsel pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual HKI, yaitu sistem konstitutif atributif dan sistem deklaratif. Dalam sistem konstitutif, diperolehnya hak melalui pendaftaran, artinya hak eksklusif atas sesuatu hak kekayaan intelektual diberikan karena adanya pendaftaran required by registration. Dengan ungkapan lain, pada sistem konstitutif pendaftaran merupakan hal yang mutlak dilakukan, sehingga bila tidak 147 Ibid., hlm. 26. 148 Ibid., hlm. 26-27. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA didaftar otomatis tidak mendapatkan perlindungan hukum. Sistem ini dianut pada hak paten, merek, dan desain industri. 149 Namun, meskipun perlindungan terhadap ciptaan dalam wujud hak cipta bukan disebabkan oleh pendaftaran. Akan tetapi pendaftaran tetap dimungkinkan. Bahkan dalam hal tertentu, pendaftaran diperlukan untuk penguatan pembuktian. 150 Pendaftaran ciptaan dapat dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh pencipta atau pemegang hak cipta atau kuasa, yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual disertai dengan biaya pendaftaran, dan contoh ciptaan atau penggantinya. 151 Di Indonesia, pendaftaran hak cipta bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada Bab IV Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Ditjen HKI, yang kini berada di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui Konsultan Hak Kekayaan Intelektual. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya Undang-Undang 149 Aditya Yuli Sulistyawan, Tesis: Perlindungan Karya Cipta Kebaya Sebagai Aset Nasional yang Bernilai Tinggi Studi Kasus Perlindungan Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Kebaya Modifikasi Anne Avantie, Semarang, Universitas Diponegoro: 2008, hlm. 92. 150 Ibid., hlm. 92. 151 Ibid., hlm. 92. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 37 ayat 2. Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun website Ditjen HKI. Daftar Umum Ciptaan yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Prosedur permohonan hak cipta adalah sebagai berikut: 1. Permohonan pendaftaran ciptaan diajukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan untuk itu dalam Bahasa Indonesia dan diketik rangkap 2 dua. 2. Pemohon wajib melampirkan: a. surat kuasa khusus, apabila permohonan diajukan melalui kuasa; b. contoh ciptaan dengan ketentuan sebagai berikut:  buku dan karya tulis lainnya: 2 dua buah yang telah dijilid dengan edisi terbaik;  apabila suatu buku berisi foto seseorang harus dilampirkan surat tidak keberatan dari orang yang difoto atau ahli warisnya;  program komputer: 2 dua buah disket disertai buku petunjuk pengoperasian dari program komputer tersebut;  CDVCDDVD: 2 dua buah disertai dengan uraian ciptaannya;  alat peraga: 1 satu buah disertai dengan buku petunjuknya;  lagu: 10 sepuluh buah berupa notasi danatau  syair drama: 2 dua buah naskah tertulis atau rekamannya;  tari koreografi: 10 sepuluh buah gambar atau 2 buah rekamannya; UNIVERSITAS SUMATERA UTARA  pewayangan: 2 dua buah naskah tertulis atau rekamannya 152 Fungsi dari dilakukannya pendaftaran atas suatu karya cipta untuk mendapatkan hak cipta adalah: 1. Bahwa hak atas ciptaan baru terbit karena pendaftaran yang telah mempunyai kekuatan. 2. Bahwa pendaftaran itu bukanlah menerbitkan hak, melainkan hanya memberikan dugaan atau sangkaan saja menurut undang-undang bahwa orang yang hak ciptanya terdaftar itu adalah yang berhak sebenarnya sebagai pencipta dari hak yang didaftarkannya. 153 Pendaftaran ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya permohonan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan lengkap menurut Pasal 37 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, atau pada saat diterimanya permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika permohonan diajukan lebih dari seorang atau satu badan hukum. Pendaftaran akan diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

2. Masa Berlaku

Ide mengenai pembatasan masa berlaku atas hak cipta sebenarnya didasarkan atas fungsi sosial. Jika kita lihat dalam konsepsi hak milik dalam sistem perundang-undangan di Indonesia, dasar filosofosnya adalah fungsi sosial diletakkan di atas fungsi individual. Sehingga, dengan ditentukannya pembatasan 152 Diambil dari http:ditjenhki.kemenkumham.go.idlayananhak-ciptaprosedur- permohonan-hak-cipta, diakses pada tanggal 2 Juni 2012. 153 Saidin, Op. Cit., hlm. 89. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA jangka waktu terhadap kepemilikan hak cipta, diharapkan hak cipta itu tidak tertahan lama di tangan pencipta yang sekaligus pemiliknya. Dengan demikian, khalayak banyak juga dapat menikmatinya. 154 Dasar pertimbangan lainnya adalah hasil suatu karya cipta pada suatu ketika harus dapat dinikmati oleh semua orang, tidak hanya oleh orang yang menciptakannya. Dengan ditetapkannya batasan masa berlaku, maka orang lain dapat menikmatinya secara bebas, artinya ia boleh mengumumkan atau memperbanyak tanpa meminta izin kepada si pencipta atau si pemegang hak, dan ini tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak cipta. 155 Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta. 156 Menurut ketentuan Konvensi Bern dan TRIPs, sebagian besar ciptaan tertentu harus dilindungi selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 lima puluh tahun setelah pencipta meninggal dunia. Dalam Pasal 37 Auteurswet 1912, hak cipta dibatasi sampai 50 lima puluh tahun setelah meninggalnya si 154 Saidin, Ibid., hlm. 70. 155 Saidin, Ibid., hlm. 71. 156 Wahyu Andhika Putra, Op. Cit., hlm. 27. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pencipta. Ketentuan ini merupakan pengambilalihan dari ketentuan pada Konvensi Bern. Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, ketentuan tersebut sudah diadopsi. Di dalamnya telah dilakukan perubahan- perubahan tentang masa berlaku perlindungan hak cipta untuk ciptaan-ciptaan tertentu, seperti fotografi, database, dan karya hasil pengalihwujudan serta perwajahan karya tulis yang diterbitkan menjadi berlaku 50 lima puluh tahun sejak pertama kali diumumkan. Ketentuan mengenai masa berlaku ini terdapat dalam Pasal 29-34 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yaitu: Pasal 29 1. Hak cipta atas ciptaan: a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain; b. drama atau drama musikal, tari, koreografi; c. segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung; d. seni batik; e. lagu atau musik dengan atau tanpa teks; f. arsitektur; g. ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis lain; h. alat peraga; i. peta; dan j. terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai, berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 lima puluh tahun setelah pencipta meninggal dunia. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Untuk ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang dimiliki oleh 2 dua orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 lima puluh tahun sesudahnya. Pasal 30 1. Hak cipta atas ciptaan:  program komputer;  sinematografi;  fotografi;  database; dan  karya hasil pengalihwujudan, berlaku selama 50 lima puluh tahun sejak pertama kali diumumkan. 2. Hak cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 lima puluh tahun sejak pertama kali diterbitkan. 3. Hak cipta atas ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 Pasal ini serta Pasal 29 ayat 1 yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 lima puluh tahun sejak pertama kali diumumkan. Pasal 31 1. Hak cipta atas ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh negara berdasarkan:  Pasal 10 ayat 2 berlaku tanpa batas waktu; UNIVERSITAS SUMATERA UTARA  Pasal 11 ayat 1 dan ayat 3 berlaku selama 50 lima puluh tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali diketahui umum. 2. Hak cipta atas ciptaan yang dilaksanakan oleh penerbit berdasarkan Pasal 11 ayat 2 berlaku selama 50 lima puluh tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali diterbitkan. Pasal 32 1. Jangka waktu berlakunya hak cipta atas ciptaan yang diumumkan bagian demi bagian dihitung mulai tanggal pengumuman bagian yang terakhir. 2. Dalam menentukan jangka waktu berlakunya hak cipta atas ciptaan yang terdiri atas 2 dua jilid atau lebih, demikian pula ikhtisar dan berita yang diumumkan secara berkala dan tidak bersamaan waktunya, setiap jilid atau ikhtisar dan berita itu masing-masing dianggap sebagai ciptaan tersendiri. Pasal 33 Jangka waktu perlindungan bagi hak pencipta sebagaimana dimaksud dalam:  Pasal 24 ayat 1 berlaku tanpa batas waktu;  Pasal 24 ayat 2 dan ayat 3 berlaku selama berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan, kecuali untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran penciptanya. Pasal 34 Tanpa mengurangi hak pencipta atas jangka waktu perlindungan hak cipta yang dihitung sejak lahirnya suatu ciptaan, penghitungan jangka waktu perlindungan bagi ciptaan yang dilindungi: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA  selama 50 lima puluh tahun;  selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 lima puluh tahun setelah pencipta meninggal dunia, dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah pencipta meninggal dunia. 157 B. Penyelesaian Sengketa Atas Pelanggaran Hak Cipta 1. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Litigasi Perlu diamati bahwa Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta tidak mensyaratkan untuk adanya suatu pengaduan delik aduan dari pemilik hak cipta agar aparat berwenang dapat melakukan suatu tindakan terhadap pelanggaran hak cipta tersebut, akan tetapi dalam praktek adanya laporan tersebut sangat membantu bagi para aparat untuk menyiapkan suatu kasus. Masalah yang perlu ditegaskan adalah, adanya hak pada pemegang hak cipta yang dirugikan karena pelanggaran, untuk mengajukan gugatan perdata tanpa mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta memuat sistem deklaratif first to use system, yaitu perlindungan hukum hanya diberikan kepada pemegangpemakai pertama atas hak cipta. Apabila ada pihak lain yang mengaku sebagai pihak yang berhak atas hak cipta, maka pemegangpemakai pertama harus membuktikan bahwa dia sebagai pemegang pemakai pertama yang berhak atas hasil ciptaan tersebut. Sistem deklaratif ini tidak mengharuskan pendaftaran hak cipta, namun pendaftaran pada pihak yang berwenang Direktorat 157 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Op. Cit., Pasal 29-34. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merupakan bentuk perlindungan yang dapat memberikan kepastian hukum atas suatu hak cipta. 158 Penegakan hukum yang diharapkan sesungguhnya adalah suatu proses yang dijalankan secara terus-menerus secara komperehensif, karena persoalan penegakan hukum hak cipta di Indonesia adalah persoalan setiap orang. Menilik dari celah-celah kecenderungan masyarakat untuk melakukan pembajakan, proses diatas harus dimulai dengan memberi pemahaman yang cukup kepada masyarakat oleh anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang hak cipta. Baik dalam ruang lingkup tanggung jawab pekerjaan, seperti aparat penegak hukum, penyidik, wartawan, maupun para pelaku industri kreatif ini sendiri. 159

a. Penyelesaian Sengketa Secara Perdata

Pasal 56 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 memberikan hak kepada pemilik hak cipta untuk mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptanya dan juga dapat meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu. Dengan ditunjuknya Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus yang berwenang memeriksa perkara hak cipta serta dengan ditetapkannya batas waktu putusan atas perkara hak cipta tersebut diharapkan proses pengadilan yang cepat dan murah juga dapat diterapkan dalam kasus hak cipta. Selama ini proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri dapat memakan waktu yang cukup lama karena 158 Miranti Widyasani, Skripsi: Perlindungan Hukum Atas Program Televisi Berkaitan Dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta di Indonesia, Malang, Universitas Brawijaya: 2007, hlm. 63. 159 Dwi Astuti, Op. Cit., hlm. 73. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA banyaknya perkara-perkara yang harus ditangani. Selain itu, berdasarkan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, terhadap suatu gugatan ganti rugi ini proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri tersebut mengikuti kaidah pemeriksaan perkara biasa berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, dimana terdapat 3 tiga tingkatan badan peradilan yang mungkin ditempuh oleh pihak yang berperkara. Mengenai prosedur mengajukan gugatan dalam menyelesaikan sengketa perdata melalui jalur litigasi, Pasal 60 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta memberikan ketentuan sebagai berikut: 1. Gugatan atas pelanggaran hak cipta diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga. 2. Panitera mendaftarkan gugatan tersebut pada ayat 1 pada tanggal gugatan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. 3. Panitera menyampaikan gugatan kepada Ketua Pengadilan Niaga paling lama 2 dua hari terhitung gugatan didaftarkan. 4. Dalam jangka waktu paling lama 3 tiga hari setelah gugatan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang. 5. Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 enam puluh hari setelah gugatan didaftarkan. 160 160 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Op. Cit., Pasal 60. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pengadilan Niaga diharuskan mengucapkan putusannya selambat- lambatnya 90 sembilan puluh hari sejak perkara didaftarkan. Masa 90 sembilan puluh hari ini dapat diperpanjang selama 30 tiga puluh hari dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Lebih jauh lagi, selain masa pemeriksaan yang relatif singkat, terhadap putusan Pengadilan Niaga ini pada pihak yang berperkara hanya boleh mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Pasal 62 UUHC. Terhadap permohonan kasasi tersebut Mahkamah Agung diharuskan mengucapkan putusannya paling lama 90 sembilan puluh hari terhitung sejak diterimanya permohonan kasasi oleh Mahkamah Agung. Dengan disederhanakannya lembaga peradilan yang berhak memeriksa perkara gugatan hak cipta, dan ditetapkannya jangka waktu pemeriksaan tersebut, suatu gugatan pelanggaran hak cipta, selambat-lambatnya dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang kurang lebih l satu tahun. Berdasarkan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dalam gugatan ganti rugi, pihak pemilik hak cipta tidak hanya akan meminta ganti rugi terhadap tindakan memperbanyak suatu hasil ciptaan, akan tetapi penggugat dapat meminta Pengadilan Niaga untuk menerbitkan surat penetapan sementara dengan segera dan efektif untuk: a. Mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta. b. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna menghindari terjadi penghilangan barang bukti. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Meminta kepada pihak yang merasa dirugikan untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas hak cipta atau hak terkait, dan hak pemohon tersebut memang sedang dilanggar. 161 Sebelum menjatuhkan putusan akhir, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan Surat Penetapan Sementara Pengadilan Niaga atas permintaan pihak yang merasa dirugikan hak ciptanya. Konsep penetapan sementara ini adalah suatu konsep baru yang diadopsi dari sistem peradilan negara-negara commonwealth. Dengan dimohonkannya penetapan sementara tersebut, sebelum dimulainya pemeriksaan suatu perkara gugatan hak cipta, barang-barang bukti yang relevan dapat segera diamankan oleh pihak penggugat untuk menghindari pemusnahan barang bukti oleh tergugat. 162 Penetapan Sementara mempunyai kemiripan dengan Putusan Sela yang dikenal dalam sistem hukum Indonesia. Namun, terdapat perbedaan yang nyata antara Putusan Sela dengan Penetapan Sementara Injunction yang telah lama dikenal dan sering dipakai dalam peradilan negara-negara dengan sistem Anglo Saxon. Penetapan Sementara seperti yang diatur dalam Pasal 66 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah suatu keputusan Pengadilan Niaga yang mendahului pemeriksaan suatu perkara, yang berarti sebelum pokok perkara diperiksa hakim Pengadilan Niaga. Sedangkan Putusan Sela berdasarkan Pasal 180 HIR dapat diajukan permohonannya oleh pihak yang berperkara pada saat 161 Ibid., Pasal 67. 162 Hendri Kurniawan, Op. Cit., hlm. 121. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA perkara sedang berproses di pengadilan. Hukum Acara Perdata belum mengenal yang dinamakan Penetapan Sementara. 163 Dalam kasus Anton Piller KG v. Manufacturing Processes Ltd. 1976 High Curt Inggris menetapkan pemberian izin kepada Penggugat untuk memasuki tempat-tempat yang diduga menjadi tempat penyimpanan barang-barang hasil pelanggaran hak cipta dan menyita barang-barang ini guna mencegah berlanjutnya pelanggaran perbanyakan dan pengumumannya serta mencegah penghilangan barang bukti oleh pihak pelanggar. Selain itu maksud mencadangkan barang-barang yang disita sebagai kompensasi atas kerugian yang diderita oleh Pemegang Hak Cipta yang sah. Sedangkan mengenai kasus Mareva Injunction, adalah merupakan Penetapan Sementara yang bertujuan membekukan atau memblokir kekayaan atau aset Tergugat dan juga mencegah dipindahkannya aset-aset ini dari jurisdiksi pengadilan. Penetapan Sementara ini dikeluarkan oleh Pengadilan di Inggris yang pihak Tergugatnya adalah bukan penduduk resident di Inggris dalam perkara dikenal dengan nama Mareva Compania Naviera SA v. International Bulk Carriers SA 1989. Substansi dari kedua kasus tersebut secara eksplisit termuat dalam Pasal-pasal 67 s.d. 70 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Sebagai uraian tambahan tentang Penetapan Sementara, perlu dibahas secara ringkas kasus ternama yang dikenal dengan nama Anton Piller Order dan Mareva Injunction sebagai berikut: 164

b. Penyelesaian Sengketa Secara Pidana

Hak-hak untuk mengajukan gugatan-gugatan perdata seperti diatur Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta. Penyelesaian sengketa hak cipta yang diselesaikan secara pidana, maka pemegang hak cipta harus melaporkan pelanggaran hak cipta yang dialaminya dan memproses sengketa hak cipta itu melalui penyidik dan PPNS. 163 Aditya Yuli Sulistyawan, Op. Cit., hlm. 99. 164 Asian Law Group Pty. Ltd., Op. Cit., hlm. 193. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pejabat Pegawai Negeri Sipil PPNS yang diberi wewenang sebagai penyidik khusus mempunyai tugas sebagaimana yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yaitu: 1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan pelanggaran hak cipta. 2. Melakukan pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran hak cipta. 3. Meminta keterangan dari pihak atau badan hukum sehubungan dengan pelanggaran di bidang hak cipta. 4. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain. 5. Melakukan penyitaan bersama-sama polisi terhadap bahan dan barang hasil dari pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam pelanggaran hak cipta. 6. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan pelanggaran hak cipta. 165 Apa yang terjadi di lapangan menyusul dimasukkannya suatu laporan oleh pemilik hak cipta adalah dilakukannya penyelidikan dan penyitaan terhadap barang-barang yang dianggap sebagai barang bukti atas pelanggaran hak cipta tersebut {Pasal 1 ayat 2, Pasal 33 ayat 1, Pasal 38 ayat 1 dan 2 Kitab Undang-undang HukumAcara Pidana KUHAP}. 165 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Op. Cit., Pasal 71 ayat 2. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam suatu tindakan penyitaan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 39 ayat 1 KUHAP dapat dilakukan penyitaan terhadap: a. Barang-barang atau piutang yang dimiliki oleh tersangka yang diduga memiliki, seluruhnya atau sebahagian, barang tersebut dengan melakukan pelanggaran pidana. b. Barang-barang yang dipakai untuk melakukan pelanggaran. c. Barang-barang yang dipakai untuk menghalangi penyelidikan. d. Barang-barang yang secara khusus dibuat untuk melakukan pelanggaran. e. Barang-barang lain yang berkaitan langsung dengan pelanggaran. 166

2. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Non-Litigasi

Untuk menyelesaikan pelanggaran hak cipta secara perdata oleh pihak yang merasa dirugikan hak-hak perdatanya, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta memberikan kemungkinan penyelesaian sengketa secara perdata melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. 167 166 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana-KUHAP, Pasal 39 ayat 1. 167 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Op. Cit., Pasal 65. Pelaksanaan arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa, dilaksanakan menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3872. Alternatif Penyelesaian Sengketa APS adalah seperangkat pengalaman dan teknik hukum yang bertujuan untuk: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Menyelesaikan sengketa hukum di luar pengadilan untuk keuntungan para pihak yang bersengketa; b. Mengurangi biaya litigasi konvensional dan pengunduran waktu yang biasa terjadi; dan c. Mencegah terjadinya sengketa hukum yang biasanya diajukan ke pengadilan. 168 Alternatif Penyelesaian Sengketa APS mempunyai bermacam- macam bentuk yaitu: a. Negosiasi, adalah suatu proses berkomunikasi satu sama lain yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kita ketika pihak lain menguasai yang kita inginkan; b. Mediasi, adalah suatu proses penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang independen untuk bertindak sebagai mediator penengah dengan menggunakan berbagai prosedur, teknik, dan keterampilan untuk membantu para pihak dalam menyelesaikan sengketa mereka melalui perundingan. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan yang mengikat, tetapi para pihaklah yang didorong untuk membuat keputusan. Oleh karena itu bentuk penyelesaiannya adalah akta perdamaian antara para pihak yang berselisih; c. Konsiliasi, adalah suatu proses penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang independen 168 Giyarto, Tesis: Mekanisme Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual Dalam Bidang Hak Cipta dan Merek di Indonesia, Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2006, hlm. 98. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA untuk bertindak sebagai konsiliator penengah dengan menggunakan berbagai prosedur, teknik, dan keterampilan untuk membantu para pihak dalam menyelesaikan sengketa mereka melalui perundingan. Konsiliator mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan yang bersifat anjuran. Oleh karena itu bentuk penyelesaiannya adalah putusan yang bersifat anjuran; d. Inquiry angket, adalah suatu proses penyelesaian sengketa dengan mengumpulkan fakta-fakta yang merupakan penyebab sengketa, keadaan waktu sengketa, dan jenis sengketa yang terjadi untuk mencapai versi tunggal atas sengketa yang terjadi. Angket ini dilakukan oleh komisi angket yang independen yang anggotanya diangkat oleh para pihak yang bersengketa. Keputusan bersifat rekomendasi yang tidak mengikat para pihak; e. Arbitrase, adalah suatu proses penyelesaian perselisihan yang merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui oleh Undang-Undang dimana salah satu pihak atau lebih menyerahkan sengketanya dengan satu pihak lain atau lebih kepada satu orang arbiter atau lebih dalam bentuk majelis arbiter ahli yang profesional yang akan bertindak sebagai hakimperadilan swasta yang akan menerapkan tata cara hukum negara yang berlaku atau menerapkan tata cara hukum perdamaian yang telah disepakati bersama oleh para pihak terdahulu untuk sampai pada putusan yang terakhir dan mengikat. Di dalam penjelasan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman UNIVERSITAS SUMATERA UTARA disebutkan antara lain bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi executoir dari pengadilan. 169 Mekanisme atau langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh pencipta apabila menempuh jalur penyelesaian sengketa dengan alternatif penyelesaian sengketa ini menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 6-nya adalah melalui tahapan sebagai berikut: a. Pihak pencipta dan pihak lawan yang melakukan plagiarisme harus memahami prinsip bahwa penyelesaian sengketa atau beda pendapat perdata melalui alternatif penyelesaian sengketa didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Niaga. b. Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 empat belas hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis. Dengan demikian, langkah pertama yang dapat ditempuh oleh para pencipta sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah upaya negosiasi dengan para pihak yang telah merugikannya 169 Ibid., hlm. 98. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA karena pelanggaran hak cipta terhadpa ciptaannya. Jika berhasil, maka akan dihasilkan kesepakatan tertulis dari negosiasi tersebut. c. Dalam sengketa atau beda pendapat negosiasi tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seseorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. Dengan demikian, apabila negosiasi tidak tercapai, maka pihak pencipta dan pihak lawannya dapat menempuh langkah mediasi. d. Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 empat belas hari dengan bantuan seseorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa apabila pihak pencipta dan pihak lawannya dalam waktu 14 empat belas hari tidak mencapat kesepakatan melalui mediator yang telah ditunjuknya, maka kedua pihak dapat meminta lembaga arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk mediator lain. e. Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 tujuh hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA f. Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator dilakukan dengan memegang teguh kerahasiaan, dan dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. g. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari sejak penandatanganan. h. Setelah didaftarkan di Pengadilan Negeri, maka kesepakatan penyelesaian sengketa wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari sejak pendaftaran. Apabila kesepakatan tersebut memberi tindakan berupa hukuman kepada pihak lawan pencipta, maka dalam jangka waktu tersebut, pihak tersebut harus dapat melaksanakan kewajiban kepada pihak yang dirugikan, yaitu pencipta. i. Apabila usaha perdamaian menurut langkah-langkah yang telah diuraikan diatas gagal, maka langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc. Lembaga Arbitrase yang dapat dipilih oleh para pihak yang bersengketa misalnya adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI. Apabila dalam mekanisme arbitrase telah mencapai suatu putusan, maka berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, putusan arbiter harus UNIVERSITAS SUMATERA UTARA didaftarkan ke Pengadilan Negeri, karena hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan. 170 C. Kasus-Kasus Pelanggaran Hak Cipta Dalam Industri Kreatif 1. Kasus Lukisan “Dua Ikan” Harli vs. Thedy 171 Uraian Singkat Kasus Thedy Gunardi Teguh adalah pemilikpenanggungjawab perusahaan CV. Asia Pasific Aquatics berdasarkan Surat Izin Usaha Perdagangan SIUP Departemen Perdagangan Republik Indonesia Nomor 2212P133109-04PM87 tanggal 23 Juni 1987 untuk jenis kegiatan usaha ekspor, penyaluran, dan impor hasil-hasil perikanan, makanan ikan, dan udang yang beralamat di Jalan Raya Lapangan Roos No. 34, RT. 00206, Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Thedy telah mendaftarkan perusahaannya pada Departemen Perdagangan Republik Indonesia dengan Nomor Pendaftaran 09033600164, tanggal 30 November 1990 dan telah melakukan pendaftaran kembali izin tempat usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan Nomor 6963JBX1994 pada Kantor Ketentraman dan Ketertiban DKI Jakarta pada 13 November 1994. Makanan ikan produksi Thedy mempergunakan kemasan dengan kata “Tubifex Worms” produksi Astic-Pets singkatan dari “Asia Pasific Aquatics” perusahaan milik Thedy yang disertai dengan gambar seni lukis “Dua Ikan” 170 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 6. 171 Diakses dari putusan.mahkamahagung.go.id pada tanggal 15 Juni 2012, Putusan Nomor 596KPdt.Sus2011. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dalam 4 empat persegi dengan aneka hewan laut yang dilukis dengan warna biru, merah, hijau, dan abu-abu. Perdagangan makanan ikan tersebut telah dilakukan oleh Thedy sejak tahun 1995. Dalam perdagangan makanan ikan tersebut, Thedy telah melakukan pembuatan kemasan dengan nama Tubifex Worms disertai gambar Dua Ikan di 2 dua perusahaan. Perusahaan pertama adalah PT. Super Indah Makmur dengan nama barang Tubifex Worms 10 gram dan Tubifex Worms 5 gram pada 13 Oktober 1995. Perusahaan kedua adalah PT. Cometa Can Corp. dengan jenis barang kaleng bundar untuk makanan ikan, design, dan warna Tubifex Worms 60 gram pada 28 November 1995 serta Tubifex Worms 110 gram pada 28 November1995. Makanan ikan tersebut juga telah dipamerkandipertunjukkan oleh Thedy pada Pameran Inter Zoo 1998, pada 14-17 Mei 1998 di Nurenberg, Germany dengan menempati stand Asia Pasific Aquatics. Thedy menyadari kemasan tersebut belum didaftarkan pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Depkumham RI, maka dengan itikad baiknya Thedy mendaftarkan nya pada 10 April 2007 dan terdaftar di dalam Surat Pendaftaran Ciptaan Depkumham RI Nomor 033488 tertanggal 6 Juni 2007. Pada saat mendaftar, Thedy tidak mengerti atau tidak memahami maksud dari “tanggal dan tempat diumumkan untuk pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia”, maka Thedy menganggap “tanggal dan tempat diumumkan untuk pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia” hasil ciptaannya yang ada di kemasan tersebut adalah tanggal 10 April UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007, walaupun Thedy telah mengumumkannya melalui usaha perdagangan makanan ikan dan telah dipamerkanditunjukkan dalam Pameran Inter Zoo 1998 di luar negeri. Tanpa sepengetahuannya, ternyata di pasaran perdagangan makanan ikan telah beredar makanan ikan dengan nama Kiki-Pets milik Harli yang gambar kemasannya sangat mirip dengan gambar kemasan makanan ikan Tubifex Worms produksi Astic-Pets. Setelah mengetahuinya, Thedy melaporkan pelanggaran hak cipta tersebut di Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Metro Jaya dengan Tanda Bukti Lapor Nomor TBL611II2011PMJDit.Res.Krim.Sus tertanggal 19 Februari 2011. Setelah melapor, Thedy baru mengetahui ternyata Harli dengan itikad tidak baik tanpa izin atau tanpa persetujuan maupun tanpa sepengetahuan Thedy telah mendaftarkannya pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan telah diubah atau diganti judul ciptaannya dengan judul seni lukisan Kiki-Pets pada 9 November 2006 dan Depkumham RI telah menerbitkan Surat Pendaftaran Ciptaan Depkumham RI Nomor 031961 tertanggal 18 Desember 2006 milik Harli. Thedy kemudian menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada Pengadilan Negeri PN Jakarta Pusat untuk mengajukan Gugatan Pembatalan Pendaftaran Hak Cipta Nomor 031961 milik Harli. Dalam gugatannya, Harli memohon kepada Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat untuk: menerima dan mengabulkan gugatannya; menyatakan dirinya sebagai UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pencipta danatau pemegang hak cipta; menyatakan Pendaftaran Hak Cipta dengan Nomor Pendaftaran 033488 miliknya sah; menyatakan Harli telah beritikad tidak baik dan melawan hukum dalam mendaftarkan seni lukis Kiki- Pets; membatalkanmenyatakan batal Pendaftaran Hak Cipta seni lukis Kiki-Pets milik Harli; menghukum dan memerintahkan Depkumham RI untuk mencoret Pendaftaran Hak Cipta seni lukis Kiki-Pets milik Harli dari Daftar Umum Ciptaan; serta menghukum Harli untuk membayar biaya perkara. Putusan Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat tersebut dijatuh pada 6 Juli 2011 dengan mengabulkan gugatan Thedy. Kemudian Harli mengajukan permohonan kasasi secara lisan pada 5 Juli 2011 terhadap Putusan Gugatan Pembatalan Hak Cipta yang telah diputuskan oleh Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat sebelumnya. Putusan Setelah melakukan rangkaian persidangan terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat telah mengambil putusan, yaitu putusan Nomor 35HakCipta2011PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 6 Juli 2011 yang menyatakan eksepsi Harli tidak dapat diterima. Pada amar putusannya Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat memutuskan mengabulkan gugatan Thedy untuk seluruhnya dengan menetapkan Thedy sebagai pencipta atau pemegang hak cipta atas gambar seni lukis Dua Ikan dalam 4 empat persegi dengan aneka hewan laut yang menggunakan warna biru, merah, hijau, dan abu- abu. Majelis Hakim juga memutuskan bahwa pendaftaran hak cipta yang telah UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dilakukan oleh Thedy dengan Nomor Pendaftaran 033488 tanggal 10 April 2007 adalah sah menurut hukum. Menyatakan juga perbuatan Harli yang mendaftarkan gambar Dua Ikan didalam Daftar Umum Ciptaan adalah perbuatan melawan hukum dan tidak beritikad baik dan menyatakan pendaftaran ciptaan a quo yang telah dilakukan Harli tidak mempunyai kekuatan hukum. Dalam putusannya, Majelis Hakim memerintahkan agar Depkumham RI menghapusmencoret Nomor Pendaftaran 0311961 tersebut dari Daftar Umum Ciptaan serta membebankan biaya perkara kepada Harli. Dalam kasasinya, Majelis Hakim pada Mahkamah Agung menolak gugatan rekonvensinya dengan menyatakan permohonan kasasi dari Harli tersebut tidak dapat diterima dan menghukum Harli untuk membayar biaya perkaradalam tingkat kasasi tersebut. Pertimbangan Hukum Hakim Di dalam gugatan konvensi pada eksepsinya Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat menyatakan eksepsi Harli tidak dapat diterima. Pada pokok perkaranya, Majelis Hakim mengabulkan gugatan Thedy untuk seluruhnya dengan menetapkan Thedy sebagai pencipta atau pemegang hak cipta atas gambar seni lukis Dua Ikan dalam 4 empat persegi dengan aneka hewan laut yang menggunakan warna biru, merah, hijau, dan abu-abu. Majelis Hakim juga memutuskan bahwa pendaftaran hak cipta yang telah dilakukan oleh Thedy dengan Nomor Pendaftaran 033488 tanggal 10 April 2007 adalah sah menurut hukum. Menyatakan juga perbuatan Harli yang mendaftarkan gambar UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dua Ikan dalam 4 empat persegi dengan aneka hewan laut yang menggunakan warna biru, merah, hijau, dan abu-abu yang terdaftar didalam Daftar Umum Ciptaan Nomor 031961 pada 9 November 2006 adalah perbuatan melawan hukum dan tidak beritikad baik dan menyatakan pendaftaran ciptaan a quo yang telah dilakukan oleh Harli dengan Nomor Pendaftaran 031961 tidak mempunyai kekuatan hukum. Dalam putusannya, Majelis Hakim memerintahkan agar Depkumham RI menghapusmencoret Nomor Pendaftaran 0311961 tersebut dari Daftar Umum Ciptaan serta membebankan biaya perkara kepada Harli. Hal tersebut diputuskan Majelis Hakim berdasarkan pertimbangan bahwa perbuatan mendaftarkan hasil karya cipta jiplakan adalah perbuatan melawan hukum, karena seni lukis Kiki-Pets tersebut sangat mirip dengan seni lukis Dua Ikan ciptaan milik Thedy yang sudah diumumkan dalam perdagangan makanan ikan dengan kata Tubifex Worms produksi Astic-Pets sejak 1995 dan telah dipamerkanditunjukkan dalam Pameran Inter Zoo 1998 di luar negeri. Karena Thedy sebagai pemilikpenanggungjawab perusahaan CV. Asia Pasific Aquatics dan yang telah memperdagangkan makanan ikan dengan kata Tubifex Worms produksi Astic-Pets sejak tahun 1995 serta telah dipamerkanditunjukkan dalam Pameran Inter Zoo 1998 di luar negeri, maka Thedy sebagai pencipta atau pemegang hak cipta yang memiliki hak eksklusif sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Di dalam kasasi pada pokok perkara rekonvensi, Majelis Hakim menolak gugatan rekonvensi dengan pertimbangan bahwa permohonan kasasi diterima Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat pada 25 Juli 2011, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sedangkan putusan yang dimohonkan kasasi i.c. putusan Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat Nomor 35HakCipta2011PN.Niaga.Jkt.Pst. dijatuhkan pada 6 Juli 2011. Dengan demikian, pengajuan permohonan kasasi tersebut telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Maka, permohonan kasasi tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima dan Harli dihukum membayar biaya perkara. Analisis Kasus Thedy telah menggunakan kemasan tersebut sejak 1995 dan telah membuktikan sebagai pihak yang pertama kali mengumumkan to make public atau menggunakan dalam usaha perdagangan makanan ikan serta telah ditunjukkandipamerkan pada Pameran Inter Zoo 1998. Pada dasarnya, perlindungan terhadap ciptaan hanya diberikan kepada pihak yang pertama kali mengumumkan ciptaannya kepada masyarakat. Dengan demikian, berarti kemasan makanan ikan dengan kata Tubifex Worms produksi Astic-Pets singkatan dari Asia Pasific Aquatics perusahaan milik Thedy yang disertai dengan gambar seni lukis Dua Ikan dalam 4 empat persegi dengan aneka hewan laut yang dilukis dengan warna biru, merah, hijau, dan abu-abu tersebut pertama kali mempublikasikanmengumumkan adalah Thedy sebagai pemilikpenanggungjawab CV. Asia Pasific Aquatics sejak 1995 dan membawa akibat hukum secara otomatis kepada Thedy sebagai pencipta sekaligus Pemegang Hak Cipta atas kemasan tersebut. Sebagaimana dimaksud dalam UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang berbunyi: Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirk an tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. 172

2. Kasus “Kode Benang Kuning” PT. Sri Rezeki Isman vs. PT. Delta Merlin Dunia Textile

Bukti pendaftaran hak cipta tersebut menunjukkan adanya itikad tidak baik dan melawan hukum dari Harli yang bermaksud dan bertujuan menguasainya, oleh karena itu telah terbukti dengan nyata dan dengan sengaja telah menjiplak hasil karya cipta Thedy. Dapat disimpulkan bahwa Surat Pendaftaran Ciptaan milik Harli pada Depkumham RI tidak sah dan melawan hukum, karena pendaftaran Kiki-Pets adalah tanpa hak dan melawan hukum serta bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dikarenakan Harli tidak mempunyai izin dari Thedy sebagai pemilik hak cipta untuk membuat atau memperbanyak seni lukis Dua Ikan tersebut dan oleh karenanya pendaftaran ciptaan atas seni lukis Kiki-Pets harus dinyatakan batal dan dicoret dari daftar umum ciptaan. 173 Uraian Singkat Kasus PT. Delta Merlin Dunia Textile adalah Perseroan Terbatas di Indonesia yang berdiri tahun 1995 yang bergerak dalam bidang produksi tekstil dan 172 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Op. Cit., Pasal 2. 173 Diakses dari putusan.mahkamahagung.go.id, Ibid. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA memperdagangkan kain-kain bahan pakaian. PT. Delta Merlin Dunia Textile maupun produsen lainnya yang memproduksi tekstil dengan berbagai merek dagang juga mempergunakan Kode Benang pada pinggiran, termasuk Benang Kuning dan warna-warna lainnya sebagai tanda produksi pada tekstil dan motif- motif tekstil yang beredar di pasaran. Ternyata diketahui oleh PT. Delta Merlin Dunia Textile, Kode Benang Kuning telah dicatatdidaftar atas nama PT. Sri Rezeki Isman pada Direktorat Jenderal Dirjen Hak Kekayaan Intelektual HKI c.q. Direktorat Hak Cipta, Menkumham RI dengan Surat Pendaftaran Ciptaan Nomor 052664 tanggal 18 Agustus 2011. Pada Surat Pendaftaran Ciptaan Kode Benang Kuning atas nama PT. Sri Rezeki Isman tertulis: Nomor dan Tanggal Permohonan C002011 Pencipta Nama PT. SRI REZEKI ISMAN Alamat K.H. Samanhudi No. 88, Jetis, Sukoharjo, Jawa Tengah Kewarganegaraan - Pemegang Hak Cipta Nama PT. SRI REZEKI ISMAN Alamat K.H. Samanhudi No. 88, Jetis, Sukoharjo, Jawa Tengah Kewarganegaraan - Jenis Ciptaan Seni Terapan Judul Ciptaan Kode Benang Kuning Tanggal dan tempat diumumkan untuk pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia Indonesia, 16 Agustus Jangka waktu perlindungan Berlaku sampai Nomor pendaftaran 052664 Jakarta UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PT. Delta Merlin Dunia Textile kemudian mengajukan Gugatan Pembatalan Pendaftaran Hak Cipta tersebut ke Pengadilan Niaga pada PN Semarang. Dalam gugatannya, PT. Delta Merlin Dunia Textile sangat keberatan terhadap pendaftaran tersebut karena jenis Ciptaan tersebut tidak sepatutnya mendapat perlindungan hukum karena tidak dapat dikategorikan sebagai ciptaan. Berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, “Ciptaan” adalah hasil karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. 174 “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan sesuatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”. Sedangkan ciptaan PT. Sri Rezeki Isman hanya berupa garis yang terbuat dari benang berwarna kuning, tidak termasuk dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Kode Benang Kuning atau warna-warna lainnya pada tekstil sudah lama digunakan pengusaha tekstil lain di Indonesia, baik PT. Delta Merlin Dunia Textile maupun PT. Sri Rezeki Isman. Karenanya, Kode Benang Kuning bukan hasil ciptaan originil asli dari PT. Sri Rezeki Isman. Selain itu, PT. Sri Rezeki Isman bukan Pencipta Kode Benang Kuning, karena berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang dimaksud dengan: 175 174 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Op. Cit., Pasal 1 ayat 3. 175 Ibid., Pasal 1 ayat 2. Sedangkan pengertian Perseroan Terbatas atau PT berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyatakan: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. 176 Di dalam eksepsinya, PT. Sri Rezeki Isman menyatakan pengajuan Gugatan Pembatalan Pendaftaran Ciptaan hanya dapat dilakukan oleh pihak lain yang berhak atas Hak Cipta tersebut, yakni Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 42 juncto 2 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002. PT. Delta Merlin Dunia Textile bukan sebagai PenciptaPemegang Hak Cipta, sehingga tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan gugatan. Pendaftaran Ciptaan hanya anggapan hukum, karena Hak Cipta merupakan hak eksklusif yang melekat pada diri Penciptanya. Penjelasan Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta jo. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka secara jelas PT. Sri Rezeki Isman adalah badan hukum yang merupakan benda mati, tidak dapat disebut sebagai Pencipta, karena yang dapat disebut sebagai “Pencipta” berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah orang manusia yang mempunyai kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, PT. Delta Merlin Dunia Textile mengajukan Gugatan Pembatalan atas Hak Cipta Seni Terapan Berjudul Kode Benang Kuning ke Pengadilan Niaga pada PN Semarang. 176 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 ayat 1. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ditegaskan: “Pada prinsipnya Hak Cipta diperoleh bukan karena pendaftaran, tetapi dalam hal terjadi sengketa di Pengadilan mengenai Ciptaan yang terdaftar dan yang tidak terdaftar sebagaimana dimaksud pada ketentuan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan huruf b Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta serta apabila pihak-pihak yang berkepentingan dapat membuktikan kebenarannya, Hakim dapat menentukan Pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian tersebut”. Maka, syarat formal mengajukan gugatan pembatalan Hak Cipta terdaftar yaitu berdasarkan sengketa kepemilikan atas suatu Ciptaan atau pihak yang berhak atas Ciptaan terdaftar tersebut, dimana PT. Delta Merlin Dunia Textile di dalam dalil gugatan tidak mendalilkan dirinya sebagai Pencipta, tetapi hanya mendalilkan “sangat keberatan”. PT. Delta Merlin Dunia Textile tidak mendalilkan sebagai Pencipta, sehingga tidak dapat membuktikannya. Oleh karenanya, Pengadilan in casu Majelis Hakim sepatutnya menolak gugatan Penggugat. Keberatan atas obyek pendaftaran Ciptaan yang menurut PT. Delta Merlin Dunia Textile bukan merupakan suatu Ciptaan, tidak berdasarkan hukum atau tidak dilandasi alasan hukum yang jelas. Di dalam rekonvensinya, PT. Sri Rezeki Isman menambahkan bahwa PT. Sri Rezeki Isman telah lebih dahulu menggunakan sejak 1976, serta secara legal dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. PT. Delta Merlin Dunia Textile juga mengakui menggunakan Hak Cipta Kode Benang Kuning yang dimiliki oleh PT. Sri Rezeki Isman. Ini membuktikan adanya pelanggaran yang merugikan PT. Sri Rezeki Isman sebagai Pemegang Hak Cipta, karena secara langsung mengurangi jumlah penjualan. Dengan demikian, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengurangi keuntungan yang sedianya diperoleh. Sebagai Pemegang Hak Cipta PT. Sri Rezeki Isman berhak melarang pihak lain termasuk PT. Delta Merlin Dunia Textile memperbanyak untuk dijual secara komersil tanpa persetujuanizin. Untuk mencegah kerugian lebih besar yang mungkin terjadi memohon kepada Majelis Hakim menerbitkan Surat Penetapan. Berdasarkan hal-hal tersebut PT. Sri Rezeki Isman memohon Majelis Hakim menyatakan PT. Sri Rezeki Isman adalah pemilik pertama dan satu-satunya pihak yang berhak menggunakan Hak Cipta Kode Benang Kuning; menyatakan PT. Delta Merlin Dunia Textile melawan hukum dengan meniru, menjiplak, atau membajak Hak Cipta Kode Benang Kuning dan telah menggunakan tanpa hakizin; memerintahkan PT. Delta Merlin Dunia Textile menghentikan seluruh kegiatan membuatmemproduksi, menggunakan, menjual produk Hak Cipta Kode Benang Kuning; serta menyatakan perbuatan membuatmemproduksi, menggunakan, menjual produk Kode Benang Kuning dengan menggunakan hak cipta PT. Sri Rezeki Isman adalah Perbuatan Melawan Hukum. Sesudah putusan Pengadilan Niaga pada PN Semarang diputuskan, PT. Sri Rezeki Isman mengajukan permohonan kasasi secara lisan diikut i Memori Kasasi yang menyatakan keberatan terhadap penolakan Tuntutan Provisi yang diajukan PT. Sri Rezeki Isman. Provisi tersebut diajukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar yang mungkin terjadi sebelum perkara diputus. Selanjutnya, PT. Delta Merlin Dunia Textile diberitahu tentang Memori Kasasi tersebut dan mengajukan Jawaban atas Memori Kasasi tersebut. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Selain itu, PT. Delta Merlin Dunia Textile juga mengajukan permohonan kasasi secara lisan diikuti Memori Kasasi dan setelah PT. Sri Rezeki Isman diberitahu akan adanya Memori Kasasi dari PT. Delta Merlin Dunia Textile tersebut, PT. Sri Rezeki Isman juga mengajukan Jawaban atas Memori Kasasi dari PT. Delta Merlin Dunia Textile. Putusan Pengadilan Niaga pada PN Semarang menjatuhkan putusan Nomor 03HaKIC2011PN.Niaga.Smg. tanggal 11 Januari 2012 yang amarnya dalam provisi menolak tuntutan provisi yang diajukan dan menerima eksepsi PT. Sri Rezeki Isman serta menyatakan bahwa PT. Delta Merlin Dunia Textile tidak memiliki kewenangan hukum untuk mengajukan Gugatan Pembatalan terhadap Ciptaan Seni Terapan Kode Benang Kuning atas nama PT. Sri Rezeki Isman dan menghukum PT. Delta Merlin Dunia Textile membayar biaya perkara. Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I: PT. Sri Rezeki Isman dan Pemohon Kasasi II: PT. Delta Merlin Dunia Textile, serta menghukum Pemohon Kasasi ITergugat dan Pemohon Kasasi IIPenggugat untuk membayar biaya perkara. Pertimbangan Hukum Hakim Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada PN Semarang dalam pertimbangan hukumnya menimbang mengenai formalitas gugatan, yaitu tentang legal standing PT. Delta Merlin Dunia Textile. Majelis Hakim mempertimbangan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bahwa yang berhak mengajukan Gugatan Pembatalan Hak Cipta adalah PenciptaPemegang Hak Cipta berdasarkan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta bahwa dalam hal Ciptaan di daftar menurut Pasal 37 ayat 1 dan ayat 2, serta Pasal 39, pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga. Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya juga manyatakan bahwa yang dimaksud Hak Cipta menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 adalah hak eksklusif bagi PenciptaPemegang Hak Cipta untuk mengumumkanmemperbanyak Ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu Ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. 177 a. Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal, atau; dan Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, Pencipta adalah: b. Orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan. 178 Majelis Hakim pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, di dalam pertimbangan hukumnya berpendapat bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi I dan Pemohon Kasasi II tersebut tidak dapat dibenarkan, Judex Facti sudah tepat dan benar dalam pertimbangannya oleh karena terhadap Pembatalan Ciptaan Seni Terapan Kode Benang Kuning Nomor 052664 harus didasarkan ketentuan dalam Pasal 42 jo. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 177 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Op. Cit., Pasal 2. 178 Ibid., Padal 5. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tentang Hak Cipta. Dalam hal mana pihak lain yang berhak mengajukan gugatan pembatalan hak cipta tersebut adalah PenciptaPemegang Hak Cipta. Analisis Kasus Gugatan Pembatalan Pendaftaran Ciptaan hanya dapat diajukan oleh pihak lain yang berhak atas Hak Cipta tersebut yakni Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, sehingga PT. Delta Merlin Dunia Textile tidak berhak mengajukan Pembatalan Pendaftaran Ciptaan tersebut. Syarat formal untuk mengajukan Gugatan Pembatalan Hak Cipta Terdaftar adalah berdasarkan pada sengketa kepemilikan atas suatu ciptaan atau pihak yang berhak atas ciptaan terdaftar tersebut. Dalam hal terjadi sengketa mengenai siapa yang sebenarnya sebagai Penciptanya, Hakim dapat menentukan Pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Pasal 5 ayat 2 Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 179 Terkait dengan dikabulkannya eksepsi dari : PT. Sri Rezeki Isman oleh PN Semarang yang menyatakan bahwa PT. Delta Merlin Dunia Textile tidak memiliki kewenangan hukum untuk mengajukan gugatan pembatalan terhadap Ciptaan Seni Terapan Kode Benang Kuning Nomor 52664 atas nama PT. Sri Rejeki Isman, secara implisit membukt ikan Ciptaan Seni Terapan Kode Benang Oleh karena itu, alasan PT. Delta Merlin Dunia Textile untuk mengajukan gugatan tidak berdasarkan hukum atau tidak dilandasi dengan alasan hukum yang jelas. 179 Ibid., Pasal 5 ayat 2. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kuning Nomor 052664 atas nama PT. Sri Rejeki Isman adalah sah menurut hukum yang artinya PT. Sri Rejeki Isman sebagai Pemegang Hak Cipta berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN