3. Menurut Stewart 1974, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang
terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, dan kebiasaan.
4. Menurut Sitaram and Codgell 1976, komunikasi antarbudaya adalah
interaksi antara para anggota masyarakat yang berbeda kebudayaannya. 5.
Menurut Gerhard Maletzke 1976, komunikasi antarbudaya adalah proses pertukaran pikiran dan makna di antara orang-orang yang berbeda
kebudayaannya.
6. Menurut Young Yung Kim 1984, komunikasi antarbudaya menunjuk pada
suatu fenomena komunikasi di mana para pesertanya masing-masing memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu
dengan yang lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung dalam Djuarsa, dkk, 2007: 332-333.
Dari defenisi-defenisi komunikasi antarbudaya diatas dapat disimpulkan
bahwa semakin besar derajat perbedaan antarbudaya maka semakin besar pula kita kehilangan peluang untuk merumuskan suatu tingkat kepastian sebuah komunikasi
yang efektif. Hal ini disebabkan karena ketika kita berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan yang berbeda, maka kita memiliki pula perbedaan dalam sejumlah
hal, misalnya derajat pengetahuan, derajat ambiguitas, kebingungan, tidak bermanfaat, bahkan terlihat tidak bersahabat. Kebudayaan yang menjadi latar
belakang kehidupan akan mempengaruhi perilaku komunikasi manusia. Di saat kita berkomunikasi antarpribadi dengan seseorang dalam masyarakat yang makin
majemuk, maka dia merupakan orang yang pertama dipengaruhi oleh kebudayaan kita.
II.2.2 Tujuan Komunikasi Antarbudaya
Salah satu perspektif komunikasi antarbudaya menekankan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya adalah mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Usaha untuk mengurangi tingkat ketidakpastian itu dapat dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yakni:
1. Pra-kontak atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun non
verbal apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi.
2. Initial contact and impression, yakni tanggapan lanjutan atas kesan yang
muncul dari kontak awal tersebut, misalnya anda bertanya pada diri sendiri; Apakah saya seperti dia? Apakah dia mengerti saya? Apakah saya rugi waktu
kalau berkomunikasi dengan dia? 3.
Closure, mulai membuka diri yang semula tertutup melalui atribusi dan pengembangan kepribadian implisit. Teori atribusi menganjurkan agar kita
harus lebih mengerti perilaku orang lain dengan menyelidiki motivasi atas suatu perilaku atau tindakan dia. Pertanyaan yang relevan adalah apa yang
mendorong dia berkata, berpikir, atau berbuat demikian? Kalau seseorang menampilkan tindakan yang positif maka kita akan memberikan atribusi
motivasi yang positif kepada orang itu, karena dia bernilai bagi relasi kita. Sebaliknya kalau orang itu menampilkan tindakan yang negatif maka kita
akan memberikan atribusi motivasi yang negatif. Sementara itu kita pun dapat mengembangkan sebuah kesan terhadap orang itu melalui evaluasi atas
kehadiran sebuah kepribadian implisit. Bahwa karena anda di saat awal komunikasipra kontak berkesan orang itu baik maka semua sifat-sifat positif
akan mengikuti dia, misalnya karena dia baik pasti jujur, setia kawan, rendah hati, suka menolong, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai bila bentuk-bentuk hubungan antarbudaya menggambarkan upaya yang sadar dari peserta komunikasi untuk
memperbaharui relasi antara komunikator dengan komunikan, menciptakan, dan memperbaharui manajemen komunikasi yang efektif Liliweri, 2003: 19-20; 21-22.
II.2.3 Unsur-Unsur Proses Komunikasi Antarbudaya