3. Masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau
diubah, dan unsur-unsur apa yang tidak mudah diganti atau diubah oleh unsur- unsur kebudayaan asing.
4. Masalah mengenai individu-individu apa yang suka dan cepat menerima, dan
individu-individu apa yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur kebudayaan asing.
5. Masalah mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis sosial yang timbul
sebagai akibat akulturasi Koentjaraningrat, 2002: 251.
II.3.2 Variabel-Variabel Komunikasi Dalam Akulturasi
Menurut Mulyana, ada dua variabel komunikasi dalam akulturasi, yaitu: 1.
Komunikasi persona. Komunikasi persona mengacu pada proses-proses mental yang dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan
dengan lingkungan sosio-budayanya, mengembangkan cara-cara melihat, mendengar, memahami, dan merespons lingkungan. Dalam konteks
akulturasi, komunikasi persona seorang imigran dapat dianggap sebagai pengaturan pengalaman-pengalaman akulturasi ke dalam sejumlah pola
respins kognitif dan afektif yang dapat diidentifikasi dan yang konsisten dengan budaya pribumi atau yang secara potensial memudahkan aspek-aspek
akulturasi lainnya. Salah satu variabel komunikasi persona terpenting dalam akulturasi adalah kompleksitas struktur kognitif imigran dalam mempersepsi
lingkungan pribumi. Fase awal akulturasi, perspesi seorang imgran atas lingkungan pribuminya relatif sederhana. Namun setelah imigran mengetahui
budaya pribumi lebih jauh, persepsinya menjadi lebih halus dan kompleks. Faktor yang berhubungan dengan kompleksitas kognitif adalah pengetahuan
imigran tentang pola-pola dan aturan-aturan sistem komunikasi pribumi. Pengetahuan tentang sistem komunikasi pribumi terbukti penting dalam
meningkatkan partisipasi imigran dalam jaringan komunikasi masyarakat pribumi. Variabel lainnya dalam komunikasi persona adalah citra diriimage.
Citra diri imigran yang berhubungan dengan citranya tentang masyarakat pribumi member informasi berharga tentang realitas akulturasinya yang
subjektif. Perasaan terasing dan rendah diri yang diderita imigran berkaitan dengan jarak perceptual antara dirinya dengan masyarakat pribumi. Motivasi
imigran untuk belajar dan berpartisipasi dalam sosio-budaya pribumi dapat meningkatkan jaringan komunikasi dengan masyarakat pribumi.
2. Komunikasi sosial. Melalui komunikasi sosial individu-individu mengatur
perasaan, pikiran, dan perilaku antara yang satu dengan lainnya. Komunikasi sosial dapat dikategorikan ke dalam komunikasi antarpersona dan komunikasi
massa. Komunikasi antarpersona terjadi melalui hubungan-hubungan antarpersona dengan masyarakat pribumi. Seorang imigran yang mempunyai
hubungan antarpersona dengan etnik yang berkuasa dianggap kurang terakulturasi dan kurang kompeten dibandingkan dengan imigran yang
Universitas Sumatera Utara
terutama berhubungan dengan masyarakat pribumi. Sedangkan fungsi akulturasi komunikasi massa bersifat terbatas dalam hubungannya dengan
fungsi akulturasi komunikasi antarpersona. Meskipun dampaknya terbatas, komunikasi massa memainkan suatu peranan penting melalui surat kabar,
majalah, dan berita televisi dalam memperluas pengalaman-pengalaman imigran dengan masyarakat pribumi di luar lingkungan yang dapat
dijangkaunya. Terutama di fase awal akulturasi, imigran merasa frustasi dengan kontak komunikasi antarpersona. Komunikasi massa menjadi
alternatif saluran yang bebas dari tekanan yang memungkinkan imigran menyerap unsur-unsur lingkungan pribumi Mulyana, 2005: 140-144.
II.3.3 Potensi Akulturasi