Tahapan Pelaksanaan Upacara Adat Cawir Metua Pada Masyarakat Karo di

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Tahapan Pelaksanaan Upacara Adat Cawir Metua Pada Masyarakat Karo di

Kabupaten Langkat Biasanya masyarakat Karo di Kabupaten Langkat jika ada salah satu anggota keluarga yang meninggal maka sanak saudara yang terdekat dan para tetangga langsung datang dan berkumpul untuk melakukan musyawarah kecil. Dalam musyawarah itu ditentukanlah orang yang akan memberi kabar kepada sanak saudara seperti kalimbubu, sembuyak dan anak beru. Yang keberadaanya jauh dari rumah keluarga yang meninggal. Setelah itu, barulah dibicarakan tahapan pelaksanaan sampai pada proses penguburan. Berikut ini adlah tahapan pelaksanaan upacara adat cawir metua pada masyarakat Karo di Kabupaten Langkat:

1. Ngelegi

Ngelegi merupakan tahapan pada upacara kematian. Tahap ini dilaksanakan setelah terdapat kesepakatan dari pihak keluarga untuk mengutus orang tertentu ke rumah kalimbubu, senina, dan anak beru untuk memberitahu kabar bahwa ada keluarga yang telah meninggal dunia. Proses pemberitahuan ini disebut ngelegi. Khusus untuk kalimbubu yang menyampaikan kabar adalah anak beru. Dalam proses penyampaian berita duka cita itu biasanya anak beru membawa uis gara ulos berwarna merah. Sebenarnya kalau anak beru datang membawa uis gara maka pihak kalimbubu langsung memahami bahwa ada sanak saudara yang meninggal dunia tanpa harus diberitahukan Universitas Sumatera Utara tujuan anak beru untuk datang. Walaupun demikian, anak beru haruslah memberitahukan siapa keluarga yang meninggal. Biasanya setelah kalimbubu, senina, dan anak beru mengetahui kabar dukacita tersebut mereka akan segera datang karena akan segera dilaksanakan runggu musyawarah untuk acara adat sampai pada penguburan.

2. Runggu

Setelah pihak kalimbubu, senina dan anak beru sampai ke rumah duka maka dilakukanlah runggu. Pada awal acara runggu dilakukanlah terlebih dahulu erkimbang ‘menggelarkan tikar puih’. Biasanya pelaksanaan runggu ini pada malam hari. Pada saat runggu ada beberapa hal yang akan dibicarakan tentang proses pelaksanaan adat dan penguburan yang akan dilakukan. Berikut ini adalah hal-hal yang dibicarakan dalam runggu tersebut: 1. Tempat penguburan, peti yang akan digunakan, dan juga waktu penguburan. 2. Tata cara penguburan, besar kecilnya acara yang akan dilaksanakan, dan jenis makanan yang akan disajikan. 3. Kelengkapan adat yang harus dilaksanakan seperti gendang adat dan pakaian adat. 4. Menentukan pihak keluarga yang akan menerima uis adat pada saat pembayaran utang adat. 5. Tata tertib pelaksanaan upacara adat sampai pada penguburan. Universitas Sumatera Utara Runggu biasanya diawali dengan pedalan kampil atau penyerahan kampil. Kampil merupakan tempat sirih yang terbuat dari pandan berbentuk mirip dompet. Jumlah kampil yang diserahkan enam yang disebut dengan istilah pedalan kampil si enem. Dikatakan pedalan kampil si enem karena ada enam kampil yang ditujukan untu enam pihak penerima. Keenam pihak tersebut adalah: 1. Kalimbubu singalo perkempun yaitu paman dari ibu yang meninggal. Kampil yang diserahkan itu berisi sirih dan kelengkapannya, satu bungkus rokok dan satu kotak korek api. 2. Kalimbubu singalo perninin yaitu paman paman ayah yang, meninggal kampil yang diserahkan itu berisi sirih dan kelengkapan untuk memakannya, dua bungkus rokok dan korek api. 3. Kalimbubu singalo ciken-ciken atau bena-bena yaitu paman dari kakek yang meninggal, kampil yang diserahkan berisi sirih dan kelengkapan untuk memakannya, dua bungkus rokok dan korek api. Yang memberikan kampil kepada kalimbubu singalo ciken-ciken atau bena-bena adalah kalimbubu singalo perninin. 4. Kalimbubu singalo ulu emas, kalimbubu singalo ulu emas adalah kalimbubu dari yang meninggal, kampil yang diserahkan berisi sirih dan kelengkapan untuk memakannya, dua bungkus rokok dan korek api. 5. Sukut, sukut adalah teman satu marga, kampil yang diserahkan berisi sirih dan kelengkapan untuk memakannya, empat bungkus dan korek api. Universitas Sumatera Utara 6. Anak beru, kampil yang diserahkan berisi sirih dan kelengkapan untuk memakannya, tiga bungkus rokok dan korek api.

3. Nggalari Utang Adat

Nggalari utang adat biasanya diawali dengan ersinget-singet. Ersinget-singet adalah mengingatkan hal yang sudah dibicarakan pada malam sebelumnya. Dalam upacara adat kematian sukut mempunyai kewajiban membayar utang adat kepada pihak kalimbubu dan puang kalimbubu. Utang adat tersebut terdiri atas barang dan sejumlah uang uang ini sering disebut batunna. Barang yang diberikan biasanya uis adat dan juga pakian milik almarhum dan uang yang diberikan tidak ditentukan jumlahnya tergantung kesepakatan dari pihak keluarga. Dalam upacara adat kematian tidak ada perbedaan jumlah uang atau barang yang diberikan kepada kalimbubu apabila yang meninggal laki-laki ataupun perempuan. Hanya saja apabila yang meninggal laki-laki yang menerima utang adat ada lima pihak sementara apabila yang meninggal perempuan yang menerima utang adat ada enam pihak. Pihak yang menerima utang adat apabila yang meninggal laki-laki adalah: 1. Kalimbubu singalo perkempun 2. Kalimbubu singalo bena-bena atau ciken-ciken 3. Kalimbubu singalo perninin 4. Kalimbubu singalo ulu emas 5. Anak beru Universitas Sumatera Utara Semua kalimbubu menerima uis ‘kain’ sementara anak beru menerima sekin atau parang. Keenam pihak yang menerima utang adat apabila yang meninggal perempuan adalah: 1. Kalimbubu singalo perkempun 2. Kalimbubu singalo bena-bena 3. Kalimbubu singalo perninin 4. Kalimbubu singalo ulu emas 5. Anak beru 6. Kalimbubu simada dareh Semua kalimbubu menerima uis ‘kain’. Kain yang diterima oleh kalimbubu diharapkan kain yang pernah dugunakan oleh almarhum. Anak beru tetap menerima parang. Ada tiga cara yang biasa dilakukan dalam upacara adat kematian pada saat nggalari utang adat yaitu: 1. Sewaktu acara adat sedang berlangsung, kalimbubu dan puang kalimbubu menari bersama sebagai acara terakhir yang disebut acara menari untuk menyampaikan utang adat. Dalam acara ini pihak anak beru menyampaikan pesan dan kesan serta harapan yang meninggal sebagai kenangan dan sebagai petunjuk bagi semua kalimbubu terhadap keluarga yang ditinggalkan. Pada kesempatan inilah utang adat diserahkan. 2. Ada pula utang adat disampaikan saat berlangsung upacara kematian di mana pihak sukut beserta anak beru mendatangi kalimbubu untuk Universitas Sumatera Utara membicarakan utang adat tersebut. Setelah diperoleh kata sepakat maka kepada pihak kalimbubu dan puang kalimbubu diserahkan utang adat tersebut, baru mereka seluruhnya menari. 3. Jika kalimbubu yang harus menerima utang adat tidak dapat hadir, maka utang adat diserahkan sementara kepada kelompok penerima yang mewakili kalimbubu. Setelah beberapa waktu kemudia utang adat itu diantar dan diserahkan kepada kalimbubu di rumahnya. Tetapi hal ini tidak perlu terjadi apabila masih bisa diupayakan agar kalimbubu dapat hadir.

4. Gendang Adat

Dalam upacara adat kematian pada masyarakat karo harus dilakukan gendang adat. Gendang adat dalam upacara kematian terdiri dari empat jenis yaitu: 1. Gendang Mentas, yaitu gendang pengiring yang dimulai pukul 10.00 sampai pukul 16.00. Gendang ini sebagai pengiring acara penyampaian kata dukacita dari semua keluarga yang hadir. Gendang ini tidak turut mengantar jenazah ke kuburan. 2. Erkata Gendang, gendang ini dimulai dari pukul 09.00 atau sejak jenazah diangkat dari rumah ke tempat acara sampai pukul 17.30 petang dan gendang ini turut mengiringi jenazah kekuburan dan menutup acara di kuburan. 3. Gendang Nangkih, gendang ini sama dengan erkata gendang hanya saja gendang nagkih dimulai dari malam hari sampai acara penguburan selesai. 4. Gendang Cawir Metua, gendang ini sama dengan gendang nagkih hanya saja perbedaannya kalau gendang cawir metua semua sukut memakai pakaian adat Universitas Sumatera Utara Karo yang dibawa kalimbubu. Juga kepada golongan kalimbubu diminta secara hormat agar beru anak perempuan mereka turut berpakaian adat dan menari berpasangan dengan anak laki laki pihak sukut yang kemalangan. Hal ini dilakukan sebagai tanda kehormatan kepada kalimbubu dan juga bila pasangan menari mereka cocok bisa melanjutkan perjodohan. Setelah acara gendang dimulai semua pihak kalimbubu dan anak beru menari berdasarkan urutan pedalan kampil si enem yang telah dilakukuan sebelumnya.

5. Jujung Terdas

Setelah selesai menari kemudian jenazah dipangiri dilangir dan dimasukan kedalam peti lalu dilakukanlah acara jujung terdas. Terdas merupakan padi yang ditumbuk tetapi tidak sampai hancur, sementara Jujung terdas merupakan acara menjunjung padi yang ditumbuk tetapi tidak sampai hancur, padi yang ditumbuk ini disebut beras mbencil. Jujung terdas ini biasanya dijunjung oleh tiga orang yaitu: 1. Kalimbubu, lanamna uis arinteneng 2. Sembuyaksenina, lanamna dagangen mbentar 3. Anak beru, lanamna degangen mbentar Universitas Sumatera Utara

6. Erbulang Telu Rupa

Bulang telu rupa adalah uis atau kain adat Karo yang terdiri dari tiga warna yaitu, uis gara atau ulos berwarna merah, uis dagangen atau ulos berwarna putih dan uis arinteneng ulos berwarna hitam yang diikat menjadi satu. Bulang telu rupa ini diikatkan dikepala kalimbubu bena-bena kemudian ipalu gendang pengkeleweti musik pengiring untuk mengelilingi jenazah. Proses erbulang telu rupa adalah dengan berjalan mengelilingi jenazah yang meninggal ke arah kiri yang berlawanan dengan jarum jam sebanyak Sembilan kali. Urutan yang mengelilingi jenazah yaitu: 1. Kalimbubu bena-bena sierbulang telu rupa 2. Sukutsenina 3. Anak beru 4. Sinjunjung terdas 5. Semua orang yang hadir dan ikut ke kuburan Sebelum jenazah dibawa kekuburan maka jenazah itu terlebih dahulu dikelilingi sebanyak empat kali putaran oleh yang menjunjung terdas dan yang erbulang telu rupa dengan di iringi gendang. Setelah selesai dikelilingi kemudian jenazah dibawa kekuburan. Begitu sampai dikuburan maka jenazah diletakkan di tanah dan kembali dikelilingi sebanyak sembilan kali oleh yang menjunjung terdas dan erbulang telu rupa kemudian dimasukkanlah belo cawir oleh guru datu ke dalam lubang kuburan sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kuburan. Universitas Sumatera Utara

7. Sangkep Puntung

Setelah jenazah dimasukan ke dalam liang kubur, kuburan tidak langsung ditimbuni dengan tanah, tetapi terlebih dahulu dilakukanlah acara sangkep puntung. Sangkep puntung adalah memasak seekor ayam di kuburan. Ayam yang dimasak bukanlah ayam yang sudah besar melainkan ayam yang masih sebesar kepalan tangan orang dewasa yang biasa disebut manuk langkah lalu atau ayam yang masih belajar melompat. Sangkep puntung biasanya dimasak menggunakan sudu atau batok kelapa, setelah selesai dimasak sangkep puntung diberikan oleh sukut kepada yang menerima dengan cara Icibalken dipersembahkan menggunakan daun pisang. Yang menerima yaitu dibata nongkar nangkir atau dewa-dewa menurut kepercayaan masyarakat Karo yang belum beragama yang akan menjaga dia. Biasanya sambil menyerahkan sangkep puntung ini pihak sukut sambil menangis dan berdoa yang dipimpin oleh guru datu: O… Dibata Nongkar-Nangkir enda tendi si anu alokenlah ia Dibata Nongkar- Nangkir gelah ia ola nari nungkir kurumah, arak-arak ndu lah ia Dibata Nongkar-Nangkir gelah ia ola ercian ate ku sembuyakna, anakna, bage pe man kalimbubu na. enda upah ndu. Artinya: O… Dibata Nongkar-Nangkir inilah roh yang meninggal terimalah dia Dibata Nongkar-Nangkir agar dia tidak lagi melihat dan datang ke rumah, jagalah dia Dibata Nongkar-Nangkir agar dia tidak meninggalkan iri kepada satu marganya, anaknya, dan sanak sudaranya. Ini kami beri upah mu Universitas Sumatera Utara Setelah selesai berdoa kemudian sangkep puntung diayunkan sebanyak empat kali dan pada ayunan yang keempat dibuang kearah tadahen atau searah dengan kaki yang meninggal tetapi tidak masuk ke dalam kuburan. Sesudah itu kuburan mulai ditimbun sampai selesai. Setelah kuburan selesai ditimbun kemudian keluarga diizinkan pulang dengan diiringi gendang musik. Bagi masyarakat Karo yang belum beragama ada kepercayaan jika tidak dilakukan hal demikian maka roh yang meninggal akan tetap menganggu keluarga yang ditinggalkan sehingga dapat menyebabkan musibah. . Universitas Sumatera Utara

4.2 Jenis dan Makna Tanda Pada Upacara Adat Cawir Metua Pada Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat