4.2 Jenis dan Makna Tanda Pada Upacara Adat Cawir Metua Pada Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat
Jenis dan makna tanda yang terdapat pada upacara adat cawir metua pada masyarakat Karo di Kabupaten Langkat adalah sebagai berikut:
4.2.1 Amak mbentar
Amak mbentar yaitu tikar berwarna putih yang terbuat dari anyaman pandan. Amak mbentar ini memiliki beberapa ukuran tergantung penggunaannya. Kalau
digunakan oleh 1-3 orang digunakan ukuran kecil dan sedang, tetapi kalau yang menggunakan lebih dari tiga orang digunakan yang berukuran besar. Pada masyarakat
Karo di Kabupaten Langkat amak mbentar memiliki beberapa fungsi seperti amak tayangen ‘alas tidur’ dan amak kundulen ‘alas duduk’. Amak tayangen ini biasanya
diberikan kepada oarang-orang yang dihormati, seperti kalimbubu, anak beru dan para tamu yang datang. Selain itu amak tayangen juga digunakan untuk alas jenazah. Amak
kundulen biasanya juga diberikan kepada orang-orang yang dihormati seperti kalimbubu. Amak tayangen juga digunakan dalam acara khusus seperti mukul pada rangkaian upacara
perkawinan dan ercibal man nini bulang ‘memberi persembahan kepada nenek moyang. Amak mbentar ini sebagai tanda pembuka dalam setiap upacara adat, karena
sebelum acara adat dimulai dilakukanlah erkimbang ‘menggelar tikar’. Pada masa sekarang, yang digunakan untuk umum adalah tikar plastik. Namun, untuk kalangan
kalimbubu digelar kembali amak mbentar di atas tikar plastik tersebut. Pada upacara
Universitas Sumatera Utara
kematian, Amak mbentar memiliki tanda pengharapan membawa kesucian dan kebersihan.
Pada upacara adat cawir metua pada masyarakat Karo di Kabupaten Langkat, amak mentar memiliki makna terbuangnya banga-banga kesah ‘penyakit’. Maksudnya
adalah meninggalnya almarhum akan membawa serta semua penyakit yang ada dalam keluarga sehingga keluarga yang ditinggalkan akan bersih dari segala penyakit.
4.2.2 Kampil
Kampil adalah benda berbentuk persegi empat yang pada umumnya digunakan oleh kaum wanita untuk tempat sirih dan kelengkapannya seperti kapur sirih, gambir,
tembakau, dan pinang. Dalam pergaulan sehari-hari kampil digunakan untuk
kegiatan memakan sirih. Umumnya kampil terbuat dari pandan, ada yang memiliki hiasan dan ada yang tidak memiliki hiasan.
Pada upacara adat kampil yang digunakan biasanya adalah kampil yang memiliki hiasan. Sama halnya dengan upacara adat yang lain, pada upacara adat cawir metua
kampil adalah tanda persentabin ‘meminta izin’ hal ini terlihat pada acara runggu. Selain itu, kampil diantarkan oleh kaum ibu dari pihak sukut ‘yang punya acara’ kepada
kalimbubu, senina dan anak beru. Makna dari kampil adalah menghormati dan pernyataan kasih serta menjalin
ikatan persaudaraan. Pada upacara adat apabila tidak memberikan kampil terlebih dahulu dianggaplah tidak menghormati semua tamu yang datang. Pemberian kampil kepada
kalimbubu bermakna mehoramat man kalimbubu ‘menghormati kalimbubu’, pemberian kampil kepada senina bermakna metenget man senina ‘memperhatikan senina’ dan
Universitas Sumatera Utara
pemberian kampil kepada anak beru bermakna metami man anak beru ‘memanjakan anak beru’.
4.2.3. Uis Adat