Pemberian Bantuan Hukum Pada Tingkat Penyidikan

3. Pemberian Bantuan Hukum Pada Tingkat Penyidikan

Mengenai pemberian bantuan hukum ini diatur dalam Bab VII Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 KUHAP, Bab VII Pasal 37 sampai 40 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 dan Bab VI Pasal 22 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 adanya kewajiban bagi Advokat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Pemberian bantuan hukum merupakan hak dari tersangkaterdakwa yang bersifat fundamental. Hal ini ditegaskan dalam Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan menyebutkan bahwa pemberian bantuan hukum dalam proses pidana adalah suatu prinsip negara hukum yang dalam taraf pemeriksaan pendahuluan diwujudkan dengan menentukan bahwa untuk keperluan menyiapkan pembelaan, tersangka terutama sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan berhak untuk menunjuk dan menghubungi serta meminta bantuan Penasihat Hukum. Adalah hak dari seseorang yang tersangkut suatu perkara pidana untuk dapat mengadakan persiapan bagi pembelaannya maupun untuk mendapat penyuluhan tentang jalan yang dapat ditempuhnya dalam menegakkan hak-haknya sebagai tersangka atau terdakwa. Untuk itu, tersangkaterdakwa diberi kesempatan mengadakan hubungan dengan orang yang dapat memberikan bantuan hukum sejak saat ia ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan. Pemberian bantuan hukum itu sejak berakhirnya masa peralihan KUHAP pada tanggal 31 Desember 1983 dijalankan oleh seorang Penasihat Hukum. Berdasarkan ketentuan Pasal 56 KUHAP, Penasihat Hukum sangat dipcrlukan karena pasal tersebut menyebutkan adanya kewajiban bagi Universitas Sumatera Utara Pejabat untuk menunjuk Penasihat Hukum bagi terdakwa yang diancam pidana mati atau ancaman pidana lima tahun atau lebih, juga bagi mereka yang tidak mampu. Apabila dalam suatu Pengadilan Negeri tidak terdapat seorang Penasihat Hukum yang berkedudukan di tempat itu, dapat ditunjuk orang lain yang ahli hukum asal bukan hakim berdasarkan ketentuan Pasal 250 ayat 5 HIR. Dalam praktik peradilan khususnya untuk perkara Tindak Pidana Korupsi, ketentuan Pasal 56 KUHAP sifatnya imperatif dalam artian bahwa tersangka pelaku Tindak Pidana Korupsi dengan tegas harus didampingi Penasihat Hukum pada semua tingkat pemeriksaan, baik tingkat penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Hal ini selaras pula dengan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus JAM Pidsus No. B-5707 FFpk.191994 tanggal 30 September 1994 mengenai Surat Edaran tentang Jaksa sebagai penyidik Tindak Pidana Khusus wajib menunjuk Penasihat Hukum Pasal 56 KUHAP. Ketentuan ini dimaksudkan sebagai implementasi dijunjung tingginya hak asasi manusiaterdakwa sebagaimana dasar dikeluarkannya KUHAP, sehingga tidak diharapkan adanya kesewenang-wenangan dalam hal pemeriksaan tersangka terdakwa. Apabila hal ini tidak dipenuhi, merupakan suatu kelalaian terhadap penerapan hukum acara sebagaimana ditentukan Pasal 240 ayat 1 KUHAP. Apabila ternyata tersangka tidak bersedia didampingi oleh Penasihat Hukum atau menyatakan akan menghadapi sendiri pemeriksaan penyidikannya, maka kewajiban penyidik tetap menunjuk Penasihat Hukum tersebut sedangkan penolakan tersangka harus dituangkan ke dalam bentuk Berita Acara dan dilengkapi Surat Pernyataan Penolakan dari tersangka dan dilampirkan sebagai kelengkapan berkas perkara. Untuk membuktikan dan memberikan deskripsi, jelas bahwa tersangkaterdakwa harus Universitas Sumatera Utara diberikan bantuan hukum atau didampingi Penasihat Hukum sebagaimana sifat imperatif ketentuan Pasal 56 KUHAP. Berdasarkan ketentuan Bab VII Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 KUHAP dan Bab VII Pasal 37 sampai dengan Pasal 40 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004, dapat disebutkan hubungan timbal balik antara Penasihat Hukum dengan beberapa hak-hak esensial daripada tersangka, yakni: 1 Penasihat Hukum atau advokat berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan undang-undang Pasal 69 KUHAP, Pasal 38 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004. 2 Penasihat Hukum berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaannya. Pada dasarnya, hendaknya pengertian setiap waktu sesuai dengan Butir 17 Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983 diartikan waktu jam kerja kantor, Pasal 70 ayat 1 KUHAP. 3 Penasihat Hukum tersangka dapat meminta turunan berita acara pemeriksaan guna kepentingan pembelaannya Pasal 72 KUHAP. 4 Penasihat I Iukum berhak menerima dan mengirim surat kepada tersangka Pasal 73 KUHAP. Berdasarkan ketentuan bantuan hukum merupakan hak tersangka, penyelenggaraan hak tersebut tidak dapat dilakukan tanpa pembatasan. Adanya Universitas Sumatera Utara pembatasan tersebut ditujukan kepada Penasihat Hukum dalam hal penyalahgunaan hubungan dengan tersangka, sehingga pembatasan hubungan dilakukan secara persuasif oleh pejabat yang berwenang melalui tahapan: 1 pemberian peringatan kepada Penasihat Hukum. 2 dilakukan pengawasan oleh pejabat yang bersangkutan. 3 hubungan tersebut selanjutnya dilarang Pasal 70 ayat 2, 3 dan 4 KUHAP. Di samping itu pula, ada pembatasan hubungan antara Penasihat Hukum dengan tersangka menurut ketentuan Pasal 71 KUHAP, yaitu: 1 Penasihat Hukum, sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam hubungan dengan tersangka diawasi penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan tanpa mendengar isi pembicaraan. 2 Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara pejabat tersebut di atas dapat mendengar isi pembicaraan. Selaku personal Penasihat Hukum eksistensinya dalam pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung RI dan Menteri Kehakiman RI dan Menteri Kehakiman RI sebagai-mana ditentukan Pasal 2 ayat 1 dari Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Menteri Kehakiman RI No. KMA005SKBVII1987, No. M.03PR08.05 Tahun 1987 tanggal 6 Juli 1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Penasihat Hukum, tetapi sekarang ber-dasarkan Undang-Undang tentang Advokat yaitu Undang- Undang No. 18 Tahun 2003, pengawasan Advokat dilakukan oleh organisasi advokat, sedangkan pelaksanaan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Universitas Sumatera Utara Pengawas yang dibentuk oleh Organisasi Advokat Pasal 12 ayat 1, Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003. Dari apa yang telah diuraikan di atas jelaslah dapat ditarik suatu konklusi dasar bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP dengan tegas telah menjamin dilindungi hak asasi tersangka sejak mulai dilakukan penyidikan sehingga hal ini membawa dampak yang baik karena selaras dengan ketentuan Asas Negara Hukum Rechtstaat dan berusaha ditegakkan secara konsekuen Asas presumption of innocence Praduga tidak bersalah yaitu, setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, danatau dilmdapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 8 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan Umum Rom. I angka 3 huruf c Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. 36 4. Pemberkasan Berita Acara Hasil Penyidikan Ditinjau dari makna leksikon, kata pemberkasan berasal dari kata dasar berkas. dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata berkas disebut sebagai kumpulan, ikatan dan bendel. Dalam bahasa Inggris disebut sheal, bundle, tetapi bundle diterjemahkan juga dengan bungkusan. Pemberkasan dimaksud dikumpulkan diikat dalam satu kesatuan. Semua yang berkenaan dengan perkara tersebut dijadikan satu kesatuan. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat 1 jo. Pasal 75 KUHAP, segala tindakan yang dilakukan sehubungan dengan perkara yang dibuat Berita Acara 36 ibid hal 153 – hal 160 Universitas Sumatera Utara dengan kekuatan sumpah Jabatan kemudian ditandatangani oleh Pejabat Pembuat serta oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya. Pemberkasan Berita Acara hasil penyidikan Kejaksaan pada dasarnya berisikan hal-hal dengan urutan-urutan sebagai berikut: 1. Sampul Berkas Perkara; 2. Foto Tersangka ; 3. Maksud Perkara ; 4. Daftar Isi Berkas ; 5. Penerimaan Laporan ; 6. Surat Perintah Penyidikan ; 7. Berita Acara Pendapat Resume ; 8. Daftar Nama Para Saksi dan Tersangka ; 9. Berita Acara Pemeriksaan Saksi dan Tersangka ; 10. Surat Perintah Penangkapan ; 11. Surat Perintah Penahanan, Perpanjangan Penahanan dan Berita Acara Pelaksanaan Perpanjangan Penahanan ; 12. Surat Perintah PenggeledahanPenyegelanPenyitaan Penitipan ; 13. Berita Acara Penyitaan Surat-surat, Uang, Rumah, Mobil dan lainnya; 14. Berita Acara Pemeriksaan keadaan Keuangan tersangka; Universitas Sumatera Utara 15. Surat permintaan Izin PenggeledahanPenyitaan dan Surat Izin Penetapan PenggeledahanPenyitaan; 16. Daftar barang Bukti. Dalam praktik berkas perkara tersebut kemudian digandakan dan dijilid serta apabila nantinya perkara tersebut dilimpahkan ke Pengadilan Negeri untuk perkara yang disidik oleh Kepolisian, Kejaksaan dan Tim Tastipikor dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang disidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pelimpahan tersebut dikirim berkas aslinya sebagai dasar penyidangan perkara oleh Majelis Hakim Pengadilan NegeriMajelis Hakim Ad-Hoc Tindak Pidana Korupsi tempat pelimpahan perkara korupsi tersebut dilakukan.

5. Penyerahan Berkas Perkara Hasil Penyidikan Kepada Penuntut Umum