KESIMPULAN Kewenangan Dan Peranan Kejaksaan Dalam Melakukan Penyidikan Kasus Korupsi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Bahwa UU No. 3 Tahun 1971 jo. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 mengatur mengenai tindakan yang dianggap sebagai suatu perbuatan korupsi, dimana bentuk tindakan korupsi adalah : A. Korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara 1 Melawan hukum untuk memperkaya diri dan dapat merugikan keuangan negara 2 Menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri dan dapat merugikan keuangan negara B. Korupsi yang berkaitan dengan suap-menyuap 1 Menyuap pegawai negeri 2 Menyuap pegawai negeri 3 Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatan 4 Pegawai negeri menerima suap 5 Pegawai negeri menerima suap 6 Pegawai negeri menerima suap. 7 Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya Universitas Sumatera Utara 8 Menyuap hakim 9 Menyuap advokat 10 Hakim dan advokat menerima suap 11 Hakim menerima suap 12 Advokat menerima suap C. Korupsi yang berkaitan dengan penggelapan dalam jabatan 1 Pegawai negeri meggelapkan uang atau membiarkan penggelapan 2 Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi 3 Pegawai negeri merusak bukti 4 Pegawai negeri membiarka orang lain merusakkan bukti 5 Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti D. Korupsi yang berkaitan dengan perbuatan pemerasan 1 Pegawai negeri memeras 2 Pegawai negeri memeras 3 Pegawai negeri memeras E. Korupsi yang berkaitan dengan perbuatan curang 1 Pemborong berbuat curang 2 Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang Universitas Sumatera Utara 3 Rekanan TNI Polri berbuat curang 4 Pengawas rekanan TNI Polri berbuat curang 5 Penerima barang TNI Polri membiarkan perbuatan curang 6 Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain. F. Korupsi yang berkaitan dengan benturan kepentingan dalam pengadaan 1 Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya G. Korupsi yang berkaitan dengan gratifikasi 1 Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melaporkan kepada KPK. Bahwa dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, yang dikatakan sebagai subyek delik korupsi adalah : 1. Manusia 2. Setiap orang 3. Korporasi 4. Pegawai negeri 2. Bahwa pada dasarnya Hukum pidana Indonesia bersumber dari Belanda dan pertanggungjawaban pidana dalam delik korupsi lebih luas dari hukum pidana umum. Hal ini terdapat dalam : Universitas Sumatera Utara 1. Kemungkinan penjatuhan pidana secara in absentia Pasal 23 ayat 1 sampai ayat 4 UU No. 3 Tahun 1971 ; Pasal 38 ayat 1, 2,3, dan 4 UU No. 31 Tahun 1999 ; 2. Kemungkinan perampasan barang-barang yang telah disita bagi terdakwa yang telah meninggal dunia sebelum ada putusan yang tidak dapat diubah lagi Pasal 23 ayat 5 UU No. 3 Tahun 1971 ; Pasal 38 ayat 5 UU No. 31 Tahun 1999 bahkan kesempatan untuk melakukan banding tidak ada ; 3. Perumusan delik dalam UU No. 3 Tahun 1971 yang sangat luas ruang lingkupnya, terutama unsur ketiga pada Pasal 1 ayat 1 sub a dan b UU No. 3 Tahun 1971 ; Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 ; 4. Penafsiran kata “menggelapkan” pada delik penggelapan Pasal 415 KUHP oleh yurisprudensi baik yang berasal dari Belanda ataupun Indonesia sangat luas dan pasal ini diadopsi menjadi Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001. 3. Bahwa dalam setiap tindak pidana korupsi yang terjadi, Kejaksaan mempunyai kewenangan dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi. Tetapi ada hambatan atau kendala yang sering dihadapi oleh piha Kejaksaan dalam setiap melakukan penyidikan tindak pidana korupsi.

B. SARAN