2. Kendala Non Yuridis
Upaya penegakan hukum dalam pemberantasan ternyata mengahdapi berbagai kendala yang bersifat non Yuridis di luar teknis hukum, yaitu :
A. Kompleksitas perkara sering memerlukan pengetahuan yang komprehensif.
B. Tindak pidana korupsi pada umumnya melubatkan sekelompokorang yang
saling menikmati keuntungan dari tindak pidana itu. Adanya kekhawatiran keterlibatan sebagai tersangka maka diantara mereka dalam kelompok tersebut
akan saling menutupi sehingga akhirnya menyulitkan dalam mengungkapkan pembuktian.
C. Waktu terjadinya tindak pidana korupsi pada umumnya baru terungkap setelah
dalam tenggang waktu yang lama. Hal ini menyulitkan pengumpulan bukti- bukti karena ada yang telah hilang atau sengaja dimusnahkan. Disamping itu
saksi atau tersangka telah pindah ketempat lain sehingga memperlambat proses. D.
Dengan berbagai upaya, pelaku korupsi telah mengahabiskan uang hasil yang diperoleh dari korupsi atau mempergunakan mengalihkan dalam bentuklain
dengan mnama orang lain yang sulit terjangkau oleh hukum. Demikian juga aset-aset terdakwa terpidana telah dipindahkan atas nama orang lain. Dengan
keadaan seperti itu maka pada tahap penyidikan ataupun penuntutan dan apada tahap eksekusi setelah putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, terdapatkesulitan dalam mengeksekusi putusan hakim mengenai pembayaran uang pengganti.
E. Dalam hal tersangka atau saksi adalah pejabat negara diperlukan prosedur
khusus untuk pemanggilan dan pemeriksaannya.
Universitas Sumatera Utara
F. Masih adanya keterbatasan Sumber Daya Manusia SDM untuk menangani
perkara korupsi diperlukan tenaga jaksa yang profesional, memiliki wawasan dan pengalaman yang cukup, selain dari segi kualitas dan kwantitas juga
mempengaruhi kecepatan dalam bertindak untuk segera menuntaskan masalah penyidikan dan penuntutan perkara korupsi.
G. Adanya keterbatasan dana dan sarana penunjang lainnya. Masalah dana
memang ada alokasinya, namun jumlahnya sangat terbatas untuk penanganan suatu kasus korupsi mulai dari penyelidikan, penyidikan dan penuntutan serta
sarana lain yang berupa kepustakaan juga kurang memadai.
Upaya Yang Dilakukan Kejaksaan Dalam Menghadapi Kendala Hambatan Tindak Pidana Korupsi.
Upaya yang dilakukan dengan : A.
Interen 1.
Peningkatan Profesionalisme 1.1.
Konsepsi Jaksa Mandiri Jajaran Kejaksaan menyadari adanya tantangan kedepan khususnya
dalam mengahadapi KKN Korupsi Kolusi dan Nepotisme, perlu mewujudkan jati diri aparat Kejaksaan yang memiliki kemapuan
professional, integritas kepribadian yang handal dan disiplin yang tinggi. Kemampuan profesional mengandung makna pada peningkatan
keterampilan teknis dan kematangan intelektual dengan mengikuti perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan termasuk meningkatnya
kualitas kejahatan. Setiap jaksa harus memiliki etos kerja yang tinggi,
Universitas Sumatera Utara
berani menghadapi kendala, tantangan dan masalah. Integritas moral ditampilkan melalui sikap mental yang tangguh dengan penghayatan
dengan kode etik para jaksa yang disebut dengan “TRI KARMA ADHYAKSA SATYA, ADHI, WICAKSANA dengan disertai
KEIMANAN DAN KETAKWAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA.
Disiplin diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan tugas penegakan hukum yang diselesaikan secara cepat, tepat dan tuntas. Jati diri aparat
kejaksaan yang demikian, dibentuk melalui jaksa yang mandiri yaitu : A.
Memiliki rasa percaya diri karena menguasai ilmu pengetahuan dan permasalahan yang dihadapi.
B. Berani mengambil keputusan dan mampu mempertanggungjawabkan.
C. Berpikir antisipasif yang dilandasi pengetahuan yang komprehensif.
1.2. Skala Prioritas
Mengingat banyaknya kasus yang ditangani dengan cepat, tepat dan tuntas, sedangkan waktu yang tersedia relatif sangat singakt, maka perlu
menyusun skla prioritas. Dalam menentukan skala prioritas kasus hendaknya didasarkan pada kreteria :
1. Perkara dimaksud menyangkut kasus yang strategi dalam arti
mempunyai bobnot Nasional atau menarik perhatian diwilayah setempat.
2. Penanganannya mempunyai dampak psikologis untuk prevensi tindak
pidana.
Universitas Sumatera Utara
3. Penyelesaian perkara dimaksud supaya dapat mendorong peningkatan
kepercayaan masyarakat terhadap jajaran kejaksaan.
1.3. Kepastian Hukum dan Masyarakat
Sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam Negara Demokrasi dimana supremasi hukum senantiasa dikedepankan dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara, maka konsepsi dalam penanganan perkara tindak pidana adalah
menggunakan azas-azas kepastian hukum dimaksudkan supaya penanganan suatu perkara tidak berlarut-larut, tanpa
mengurangi rasa keadilan, penyelesaian perkara harus jelas dasar hukumnya, tidak mencari-cari kesalahan, cepat. Transparan berarti terbuka
penanganannya, tidak ditutup-tutupi, siap dikritik karena yakin akan keputusan yang diambil sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
1.4. Pemberdayaan Pola Kerja Cepat, Tepat, Tuntas
Peningkatan kinerja dan produktivitas kerja jajaran kejaksaan diupayakan untuk mengacu pada pembudayaan pola kerja cepat, tepat dan
tuntas.
2. Dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK
PPATK adalah sebagai lembaga Independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Dimungkinkan
uang yang dicuci berasal dari tindak pidana korupsi, maka sebagai upaya
Universitas Sumatera Utara
mengejar dan menindak pelaku korupsi telah diadakan kerjasama antara Kejaksaan dengan PPATK.
B. Eksteren
Memanfaatkan Sarana Penunjang Berupa Undang-Undang atau Peraturan- Peraturan yang Relevan
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa kendala yang dihadapi dalam memperoleh alat bukti antara lain karena surat dokumen yang asli sudah tidak ditemukan lagi.
Sebagai antisipasi kemungkinan adanya indikasi tindak pidana korupsi dapatlah dimanfaatkan sebagai sarana penunjang antara lain ketentuan dalam Keppres
Nomor 80 Tahun 2003 Pasal 48 ayat 3, yang berbunyi : “Pengguna barang jasa wajib menyimpan dan memelihara seluruh dokumen
pelaksana pengadaan barang jasa termasuk berita acara proses pelelangan seleksi.”
C. PENYIDIKAN DAN RUANG LINGKUPNYA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI
1. Pengertian, Taktik dan Teknik Melakukan Penyidikan
Secara etimologis istilah “penyidikan “ Merupakan padanan kata bahasa Belanda “opsporing”, dari Bahasa inggris investigation” atau dari Bahasa latin
“investigatio”. Sebelum melakukan suatu penyidikan diperlikan adanya gradasi yang disebut dengan istilah penyelidikan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP, penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
Universitas Sumatera Utara