Dasar Kewenangan Kejaksaan dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

h. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 sebagai perubahan atas Undang- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Korupsi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 ternyata tidak memberikan ketentuan-ketentuan tentang kewenangan penyidikan sehingga hal-hal yang mengatur penyidika korupsi tetap diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

2. Dasar Kewenangan Kejaksaan dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

Istilah penyidikan merupakan padanan kata yang berasal dari bahasa Belanda yakni “opsporing”, dari bahasa Inggris yakni “investigation” atau yang berasal dari bahasa Latin “investigatio”. Menurut Pasal 1 angka 3 KUHAP, yang dimaksud dengan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Menurut Andi Hamzah, bagian-bagian hukum acara pidana yang berkaitan dengan penyidikan adalah : 1. Ketentuan tentang alat-alat penyidik. 2. Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik. 3. Pemeriksaan di tempat kejadian. 4. Pemanggilan tersangka atau terdakwa. 5. Penahanan sementara. 6. Penggeledahan. 7. Pemeriksaan atau interogasi. 8. Berita acara penggeledahan, interogasi dan pemeriksaan di tempat Universitas Sumatera Utara 9. Penyitaan. 10. Penyampingan perkara. 11. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan. 25 Terhadap tindak pidana korupsi, sebelum lahirnya Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, penyidikan terhadap tindak pidana korupsi dilakukan oleh Kejaksaan, tetapi setelah lahirnya Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, penanganan terhadap tindak pidana korupsi memiliki berbagai pemahaman. Ada pandangan yang mengatakan bahwa pihak kepolisian yang berhak melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, namun ada pandangan lain yang mengatakan dengan bertitik tolak dari ide bahwa materi tindak pidana korupsi sebagai bagian dari hukum pidana khusus ius special, ius singulare bijzonder strafrecht, sebenarnya Kejaksaan yang berhak melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi. 26 Menurut Loebby Loqman, sejak dirancangnya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi desadari bahwa undang-undang tersebut merupakan undang- undang pidana khusus, yaitu Undang-Undang Hukum Pidana yang sekaligus mengatur substansi maupun hukum acara pidana di luar KUHP dan KUHAP. 27 Timbulnya berbagai pemahaman yang terjadi saat ini disebabkan karena adanya ketidakjelasan dari ketentuan Pasal 26 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang berbunyi : 25 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Indonesia, Jakarta, 1996, hal 118-hal 119 26 Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan Dalam Penyidikan Korupsi, Penerbit P.T.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal 79-hal 80 27 Loebby Loqman, Masalah Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 19961999, hal 5. Universitas Sumatera Utara “Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di sidang Pengadilan terhadap tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.” Pasal ini tidak menjelaskan lembaga yang berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi. Hal-hal yang mendasari bahwa kejaksaan berwenang menangani penyidikan tindak pidana korupsi yaitu : a. Bahwa ketentuan hukum pidana dapat dikategorikan menjadi hukum pidana umum ius commune dan hukum pidana khusus ius singulare, ius specile, atau bijzonder strafrecht. Ketentuan hukum pidana umum dimaksudkan berlaku secara umum, sedangkan yang dimaksud dengan ketentuan hukum pidana khusus diartikan sebagai ketentuan hukum pidana yang mengatur kekhususan subyek dan perbuatan yang khusus bijzonder lijk feiten. Tindak pidana korupsi sebagai bagian dari tindak pidana khusus juga memiliki kekhususan dalam hukum acara. b. Berdasarkan Keppres Nomor 228 Tahun 1967 tanggal 2 Desember 1967 tentang Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi yang menentukan bahwa ketua timnya adalah jaksa agung, sesuai dengan Pasal 5 yang berbunyi : “Ketua Tim Pemberantasan Korupsi adalah Jaksa Agung, yang dalam melakukan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden.” Sedangkan tugas dan fungsinya sebagai koordinator penyidik diatur dalam Pasal 3, yang berbunyi : “Tim Pemberantasan Korupsi mempunyai fungsi memimpin, mengoordinir dan mengawasi semua alat-alat penegak hukum yang berwenang, baik sipil maupun Universitas Sumatera Utara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara-perkara korupsi, baik yang dilakukan oleh oknum sipil maupun Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.” 28 c. Berdasrkan ketentuan Pasal 284 ayat 2 yang berbunyi : “Dalam waktu 2 tahun setelah undang-undang ini diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana disebutkan pada undang-undang tertentu, sampai ada perbuatan adan atau dinyatakan tidak berlaku lagi.” Penjelasan dari Pasal 284 ini terdapat dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP yang berbunyi : “Penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat 2 KUHAP dilaksanakan oleh penyidik, jaksa dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.” Ketentuan yang menyatakan bahwa jaksa dapat menyidik tindak pidana tertentu, terdapat dalam Pasal 32 huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1991, yang menyatakan bahwa : “Jaksa Agung mengoordinasikan penanganan perkara pidana tertentu dengan instansi terkait berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan koordinasinya ditetapkan oleh Presiden.” d. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 dan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1991 yang menyatakan bahwa dalam pedoman pelaksanaan 28 Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan Dalam Penyidikan Korupsi, Penerbit P.T.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal 81-84 Universitas Sumatera Utara pengawasan, para menteri pemimpin lembaga pemerintah nondepertemen pemimpin instansi lainnya setelah menerima laporan adanya suatu perbuatan tindak pidana, maka pemimpin melakukan pengaduan tindak pidana dengan menyerahkan kepada Kepala Kejaksaan Republik Indonesia dalam hal terdapat indikasi tindak pidana khusus yakni tindak pidana korupsi. Ketentuan mengenai Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 dan Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1991 diatur juga dalam Pasal 16 yang berbunyi : 1 Para menteri pemimpin lembaga pemerintah nondepartemen pemimpin instansi lainnya yang bersangkutan, setelah menerima laporan dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1 huruf a, mengambil langkah-langkah tindak lanjut untuk menyelesaikan masalah-masalah yang diidentifikasikan dalam rangka pelaksanaan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. 2 Tindak lanjut yang dimaksud dalam ayat 1 dapat berupa Tindakan Pengaduan tindak pidana dengan menyerahkan perkaranya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesiadalam hal terdapat indikasi tindak pidana umum atau kepada Kepala Kejaksaan Republik Indonesia dalam hal terdapat indikasi tindak pidana khusus seperti korupsi dan lain-lain. e. Ketentuan Pasal 39 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa : “Jaksa Agung mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan , penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer.” Universitas Sumatera Utara f. Keppres Nomor 86 Tahun 1999 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. Dalam Pasal 16, menyebutkan bahwa : “Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus dalah unsur pembantu pimpinan dalam melaksanakan sebagian tugas dan wewenang serta fungsi kejaksaan di bidang yutisial mengenai tindak pidana khusus yang bertanggung jawab langsung kepada Jaksa Agung.” Dalam Pasal 17 yang menyebutkan bahwa : “Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyelidikan, penyidikan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, pelaksanaan penetapan putusan hakim dan putusan pengadilan, pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lain mengenai tindak pidana ekonomi, tindak pidana korupsi dan tindak pidana khusus lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.” Di dalam Kejaksaan Republik Indonesia, terdapat susunan organisasi atau struktur hirarki dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesi yakni di bawah jaksa agung muda tindak pidana khusus terdapat direktorat penyidikan yang bertugas untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana ekonomi dan tindak pidana khusus lainnya. Dalam direktorat penyidikan ini terdapat subdirektorat tindak pidana korupsi yang bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Lihat pasal 270, pasal 272, pasal 273 Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Di tingkat kejaksaan tinggi juga terdapat asisten tindak pidana khusus yang membawahi Universitas Sumatera Utara kasi penyidikan. Di kejaksaan negeri terdapat kasi pidsus yang membawahi kasubsi penyidikan. g. Undang-Undang Kejaksaan No. 5 Tahun 1991 jo. Undang-Undang No. 16 Tahun 2004. Di dalam UU No. 5 Tahun 1991 diatur tidak secara tegas mengenai kewenangan kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana korupsi. Namun demikian, terdapat ketentuan yang secara tidak langsung mengakui eksistensi kejaksaan untuk menyidik tindak pidana korupsi. Pasal 29 mengatakan bahwa di samping tugas dan wewenang melakukan penyidikan dalam Undang-Undang Kejaksaan, kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain yang berkaitan dengan KUHAP Pasal 284 ayat 2, UU No. 3 Tahun 1971 jo. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dan undang-undang lain. Dalam berkembangnya Undang-Undang Kejaksaan yang baru yakni Undang- Undang No. 16 Tahun 2004 diatur secara jelas mengenai penyidikan yakni dalam Pasal 30 ayat 1 huruf d yang menyebutkan : “Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdaarkan undang-undang.” Dalam penjelasan pasal ini juga menyebutkan bahwa kewenangan dalam ketentuan ini adalah kewenangan sebagaimana diatur misalnya dalam Undang- Undang Nomor 26 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana Universitas Sumatera Utara telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. 29

3. Tugas dan Kewenangan Kejaksaan