1. Kemungkinan penjatuhan pidana secara in absentia Pasal 23 ayat 1
sampai ayat 4 UU No. 3 Tahun 1971 ; Pasal 38 ayat 1, 2,3, dan 4 UU No. 31 Tahun 1999 ;
2. Kemungkinan perampasan barang-barang yang telah disita bagi terdakwa
yang telah meninggal dunia sebelum ada putusan yang tidak dapat diubah lagi Pasal 23 ayat 5 UU No. 3 Tahun 1971 ; Pasal 38 ayat 5 UU No. 31
Tahun 1999 bahkan kesempatan untuk melakukan banding tidak ada ; 3.
Perumusan delik dalam UU No. 3 Tahun 1971 yang sangat luas ruang lingkupnya, terutama unsur ketiga pada Pasal 1 ayat 1 sub a dan b UU No.
3 Tahun 1971 ; Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 ; 4.
Penafsiran kata “menggelapkan” pada delik penggelapan Pasal 415 KUHP oleh yurisprudensi baik yang berasal dari Belanda ataupun
Indonesia sangat luas dan pasal ini diadopsi menjadi Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001.
3. Bahwa dalam setiap tindak pidana korupsi yang terjadi, Kejaksaan mempunyai
kewenangan dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi. Tetapi ada hambatan atau kendala yang sering dihadapi oleh piha
Kejaksaan dalam setiap melakukan penyidikan tindak pidana korupsi.
B. SARAN
1. Supaya Undang-Undang Tipikor Tindak Pidana Korupsi tetap diberlakukan
dan apabila ada RUU Tipikor untuk menjadi undang-undang Tipikor yang baru, supaya kewenangan KPK dan Kejaksaan tetap difungsikan karena KPK
dan Kejaksaan sangat berperan dalam memberantas Tindak Pidana Korupsi.
Universitas Sumatera Utara
2. Upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi harus terus dilakukan, walaupun
untuk mengungkapnya ada hambatan atau kendala yang dihadapi oleh pihak Kejaksaan selaku penyidik.
3. Kejaksaan diharapkan memiliki kemampuan yang komprehensif dan dapat
berperan secara optimal dalam penyidikan tindak pidana korupsi yakni dengan menempatkan Kejaksaan sebagai lembaga yang independen yang terlapas dari
intervensi pemegang kekuasaan politik.
Universitas Sumatera Utara
BAB II BENTUK-BENTUK TINDAKAN YANG DIANGGAP SEBAGAI
PERBUATAN KORUPSI
A. KORUPSI YANG BERKAITAN DENGAN KERUGIAN NEGARA
1. MELAWAN HUKUM UTUK MEMPERKAYA DIRI DAN DAPAT
MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA Rumusan korupsi pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat
dalam Pasal 1 ayat 1 huruf a UU No. 3 Tahun 1971. Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001 :
1 Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun penjara dan
dendan peling sedikit Rp 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp 1000.000.000,00 satu miliar rupiah.
2 Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksudkan dalam ayat
1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat di jatuhkan.
8
8
. Lihat Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001
Universitas Sumatera Utara
2. MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN UNTUK MENGUNTUNGKAN
DIRI DAN DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA Rumusan korupsi yang ada pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali
termuat dalam Pasal 1 ayat 1 huruf b UU No. 3 Tahun 1971. Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : UU No. 31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesemptan atau saran yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama
20 dua puluh tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 1000.000.000 satu miliar rupiah”
B. KORUPSI YANG TERKAIT DENGAN SUAP-MENYUAP