Sistem Budidaya Keramba dalam Kolam Intensifikasi Bakteri

Tabel 2 Parameter kualitas air untuk pemeliharaan udang galah Parameter Kisaran Nilai Batas Lethal maksimum Temperatur o C 25 – 30 12 35 pH 7.0 – 8.0 9.5 Oksigen terlarut mgl 3 – 7 1 Salinitas mgg 10 - Kecerahan cm 25 - 40 - Alkalinitas mgl CaCO 3 eq 20 -60 - Total hardness dlm mgl CaCO 3 30 -150 - Ammonia tidak terionisasi mgl 0.3 0.5 pd pH 9.5 1.0 pd pH 9.0 2.0 pd pH 8.5 Nitrit mgl 2 - Nitrat mgl 10 - Boron mgl 0.75 - Besi mgl 1.00 - Tembaga mgl 0.02 - Mangan mgl 0.01 - Seng mgl 0.20 - H 2 S mgl nihil - Sumber: New 2002

2.3 Sistem Budidaya Keramba dalam Kolam

Keramba adalah sistem budidaya yang dapat digunakan jika budidaya pada kolam terbuka tidak memungkinkan atau menguntungkan Masser 2004. Menurut Beveridge 2004 keramba telah mengalami perkembangan yang sangat besar mulai dari yang sederhana hingga saat ini terdapat berbagai macam tipe dan disain. Namun secara umum hanya ada empat tipe dasar keramba yaitu tancap, terapung, dapat diangkat ke permukaan air dan di bawah permukaan air. Pada umumnya budidaya keramba dilakukan di areal yang lebih terbuka seperti laut, reservoir, danau dan sungai. Sedangkan keramba dalam kolam merupakan budidaya ikan dalam keramba yang diletakkan dalam kolam yang juga berisi ikan budidaya Yi 1999. Selanjutnya dikatakan bahwa hanya ikan pada keramba yang diberi pakan, sementara ikan yang berada dalam kolam memanfaatkan sisa pakan yang tidak termakan dan limbah budidaya dari keramba. Sistem budidaya keramba dalam kolam hanya melakukan sedikit pergantian air Wahab et al. 2005; Yi et al. 2005; Yadav et al. 2007. Jika budidaya menggunakan teknologi zero exchange water maka perlu menambahkan mikroba untuk meremediasi limbah budidaya atau menambahkan sumber karbon untuk meningkatkan pertumbuhan mikroba Liu Han 2004; Burford et al. 2004.

2.4 Intensifikasi Bakteri

Pada umumnya budidaya udang dilakukan pada kolam luar yang tergantung pada matahari dan komunitas alga untuk memproses limbah nitrogen dari udang dan untuk mensuplai oksigen ke dalam kolam. Sedangkan budidaya udang biofloc mendorong pertumbuhan komunitas bakteri dalam kolam Rosenberry 2006. Sekali terbentuk dan terpelihara, maka kolam yang didominasi bakteri lebih stabil daripada kolam yang didominasi alga. Bakteri berakumulasi dalam gumpalan yang disebut floc; memanfaatkan limbah nitrogen 10-100 kali lebih efisien daripada alga dan merubahnya menjadi pakan yang berprotein tinggi bagi udang; bekerja siang dan malam; dan sedikit dipengaruhi oleh cuaca. Selanjutnya dikatakan, ada beberapa hal yang dibutuhkan pada budidaya udang biofloc yaitu: - Filter untuk menahan organisme pembawa penyakit dari air yang masuk - Kolam penampungan dan pengendapan untuk mengolah air - Kepadatan tebar benih tinggi, bebas penyakit, hasil perbaikan genetik - Resirkulasi air untuk mengurangi lumpur dan memelihara keseimbangan nutrien yang diinginkan alga dan bakteri - Tanpa pergantian air - Biosekuritas untuk menjaga penyakit keluar - Banyak aerasi dan pencampuran air kolam - Kolam dilapisi - Pembuangan lumpur dari pusat drainasi - Sumber karbohidrat yang bagus dan murah molase dan tepung terigu untuk menstimulasi rantai makanan berbasis bakteri. Menurut De Schryver et al. 2008 faktor-faktor yang mempengaruhi formasi dan struktur floc dalam teknologi biofloc adalah intensitas pencampuran melalui aerasi, oksigen terlarut, sumber karbon organik, laju muatan organik, suhu dan pH air. Avnimelech 1999 menyatakan bahwa produksi bakteri heterotrof dapat ditingkatkan melalui penambahan karbon ke media budidaya untuk meningkatkan rasio CN. Penambahan karbon dapat mereduksi nitrogen anorganik pada tangki percobaan udang dan kolam tilapia skala komersil. Buford et al. 2003 menambahkan molase sebagai sumber karbon organik pada budidaya udang Litopanaeus vannamei dengan kepadatan tinggi dan tanpa pergantian air. Menurut Richards 1994 klasifikasi fungsional organisme berdasarkan sumber energi alam dan kebutuhan karbon adalah: a Fotoautotrof, menggunakan cahaya sebagai sumber energi dan CO 2 sebagai sumber karbon utama. Contoh adalah tanaman tingkat tinggi, alga, cyanobacteria serta purple dan green sulphur bacteria. b Fotoheterotrof, tergantung pada cahaya sebagai sumber energi mengambil karbon dari senyawa organik. Kategori ini diwakili oleh kelompok khusus bakteri fotosintesis yang diketahui sebagai purple non-sulphur bacteria PNSB. c Kemoautotrof, mengambil energi dari oksidasi senyawa inorganik dan menggunakan CO 2 sebagai sumber karbon utama. Kategori ini terdiri dari beberapa kelompok bakteri khusus, meliputi bakteri nitrifikasi dan thiobacilli. d Kemoheterotrof, menggunakan senyawa organik sebagai sumber energi dan karbon. Termasuk dalam kelompok ini adalah hewan, protozoa, fungi dan banyak jenis bakteri seperti Azotobacter, Azomonas, Azotococcus, Clostridium, Enterobacter, Escherichia, Bacillus dan lain-lain. Pemberian isolat detritus Bacillus sp. untuk memperbaiki kualitas air telah diterapkan oleh Singh et al. 2004 dalam memproduksi benih udang laut dan air tawar dengan sistem resirkulasi. Devara et al. 2002 menggunakan produk mikroba komersil yang mengandung Bacillus sp. dan Saccharomyces sp. pada budidaya udang windu dan dapat memperbaiki feed conversion ratio FCR udang. Sedangkan Vaseeharan Ramasamy 2003 menggunakan Bacillus subtilis BT23 sebagai kontrol patogen Vibrio spp. pada kultur udang windu di hatchery dan kolam pembesaran. Sejumlah peneliti di China menaruh perhatian besar terhadap potensi manfaat bakteri fototrofik dari genus Photorhodobacterium yang dijumpai pada kolam-kolam pembesaran udang Penaeus chinensis Irianto 2003. Al Azad 2002 menambahkan bakteri fotosintetik jenis Rhodovulum sulfidophilum yang mengandung protein kasar 62,30 pada pakan larva udang windu dan terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan serta kelangsungan hidup. Biomassa segar spesies Rhodopseudomonas palutris mengandung protein 5,82 atau 40 berdasarkan bobot kering dan berpotensi sebagai sumber pakan dalam akuakultur Getha et al. 1998. Menurut Hougardy et al. 2000 sel bakteri Rodopseudomonas rhenobacensis strain Rb T berukuran lebar 0,4-0,6 µm dan panjang 1,5-2,0 µm. Sedangkan berdasarkan Imhoff Truper 1989 diacu dalam Hougardy et al. 2000, sel bakteri Rodopseudomonas palustris dan Rodopseudomonas acidophila memiliki ukuran diameter masing-masing 0,6-0,9 µm dan 1,0-1,3 µm. Biosintesis Alga fotoautotrofik 106 CO 2 + 16 NH 4 + + 52 H 2 O + PO -3 C 106 H 152 O 53 N 16 P + 106 O 2 + 16 H + CN = 5.71 mgmg VS = 50 carbon 8.7 nitrogen 1:1 O 2 CO 2 molar Y = 11.4 gms VSgm N µ = 1-2 hari waktu generasi 24-48 jam k d = 0.05hari 5 per hari Nitrifikasi kemoautotrofik 22 NH 4 + + 37 O 2 + 4 CO 2 + HCO 3 - C 5 H 7 NO 2 + 21 NO 2 - + 2 H 2 O + 42 H + Y = 0.2 mg VSmg N µ = 1hari waktu generasi 24 jam k d = 0.05hari 5 per hari Destruksi alkalinitas = 7.1 gm CaCO 3 gm N Biosintesis Bakteri Heterotrofik BOD 5 + NH 4 + C 5 H 7 NO 2 CN = 4.31 mgmg VS = 53 carbon 12.3 nitrogen Y = 0.5 mg VSmg BOD 5 3.0 mg VSmg N µ = 2.5hari waktu generasi 10 jam k = 5 mg BODmg VS-hari k d = 0.05hari 5 per hari Gambar 1 Tiga proses mikroba penting yang mendominasi kualitas air dalam sistem budidaya kolam Brune et al. 2003 Menurut Richards 1987 pada peristiwa nitrifikasi terjadi oksidasi ammonium menjadi nitrit dan nitrat oleh bakteri autotrof. Nitrosomonas mengoksidasi ammonium menjadi nitrit: 2NH 4 + + 3O 2 Æ 2NO 2 - + 4H + + 2H 2 O dan Nitrobacter mengoksidasi nitrit menjadi nitrat: 2NO 2 - + O 2 Æ 2NO 3 - . Biosintesis bakteri heterotrof menurut Ebeling et al. 2006 mengikuti persamaan reaksi sebagai berikut: NH 4 + + 1,18C 6 H 12 O 6 + HCO 3 - + 2,06O 2 C 5 H 7 NO 2 + 6,06H 2 O + 3,07CO 2 Berdasarkan persamaan ini diprediksi bahwa setiap g ammonia nitrogen dikonversi menjadi biomassa, dikonsumsi 4,71 g oksigen terlarut, 4,36 g alkalinitas 0,86 g karbon anorganik dan 15,17 g karbohidrat 6,07 g karbon organik. Juga diproduksi 8,07 g biomassa mikroba 4,29 g karbon organik dan 9,65 g CO 2 2,63 g karbon anorganik. 3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat