27
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2
Transformasi genetik Oryza sativa L. kultivar Kasalath dan Nipponbare dilakukan menggunakan eksplan yang berupa kalus skutella yang diperoleh dari
biji padi mature seeds. Kalus ini diperoleh dari skutella yang ditumbuhkan pada media induksi kalus yaitu 2N6 yang mengandung zat pengatur tumbuh ZPT 2.4
D dengan konsentrasi 2.0 mgL. 2,4 D merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang digunakan secara luas untuk menginduksi kalus Toki et al. 2006; Hiei dan
Komari 2008; Wanichanan et al. 2010. Kalus mulai terbentuk pada hari ketiga untuk kultivar Kasalath dan Nipponbare, hal ini sesuai dengan yang dilakukan
oleh Toki et al. 2006, penggunaan 2,4 D konsentrasi 2.0 mgL pada proses induksi kalus dari biji padi Kasalath, menunjukkan diferensiasi sel kalus mulai
terbentuk pada hari ketiga. Kalus yang dapat ditransformasi minimal berumur 3 - 4 minggu, dengan penampakan fisik kalus berbentuk butiran globular berwarna
kuning muda cerah dengan ukuran 3 mm Gambar 8.
Gambar 8 Tahapan induksi kalus dari biji Oryza sativa L. kultivar Kasalath pada media 2N6 yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh ZPT
2.4 D, A. biji Oryza sativa L. gabah, B. biji padi Kasalath. ditanam dalam media 2N6. C. kalus berumur ± 2 minggu dengan
ukuran 3 mm, D. kalus berumur 1 bulan dengan ukuran 3 mm.
Penggunaan eksplan yang berupa kalus dari biji mature seed pada transformasi genetik Oryza sativa L. dengan perantara A. tumefaciens, memiliki
beberapa kelebihan yaitu lebih mudah dilakukan karena dapat diproduksi dalam jumlah yang banyak dan selalu tersedia setiap waktu di laboratorium Hiei dan
Komari 2008.
28
Kalus-kalus yang akan ditransformasi sebelumnya disubkultur pada media baru selama tiga hari dalam kondisi terang, yang bertujuan menyegarkan kalus
sehingga kualitas kalus tetap bagus untuk proses transformasi. Kualitas kalus merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan transformasi dan
regenerasi tanaman Kyozuka dan Shimamoto 1991.
Transformasi genetik Oryza sativa L. kultivar Kasalath dan Nipponbare dilakukan dengan perantara bakteri A. tumefaciens LB4404 yang mengandung
plasmid pIG6-SMt2 yang membawa gen MaMt2. Penggunaan bakteri A. tumefaciens sebagai perantara dalam transformasi genetik dilakukan berdasarkan
kemampuan bakteri ini dalam mentransfer T-DNAnya. Selain itu, bakteri A. tumefaciens memiliki efisiensi transformasi yang tinggi. Bakteri A. tumefaciens
dapat mengintegrasikan sejumlah kecil dari copy T-DNA ke dalam kromosom, dapat mentransfer segmen DNA yang relatif besar dan sedikit mengalami
perubahan selama proses transformasi Hie dan Komari 2008.
Kokultivasi dilakukan dengan perendaman eksplan di dalam suspensi A. tumefaciens yang diperkaya dengan senyawa asetosiringon selama 2-5 menit,
yang selanjutnya eksplan dikeringkan dan ditanam pada media kokultivasi padat selama 3 hari dalam kondisi gelap dengan suhu 28
ο
C. Teknik perendaman merupakan teknik yang umum digunakan untuk infeksi dalam proses transformasi
genetik Hong et al. 2007; Li et al. 2007; Hiei dan Komari 2008; Sharma et al. 2009.
Penambahan asetosiringon pada media kokultivasi padat maupun cair berfungsi untuk menginduksi A. tumefaciens agar dapat menginfeksi kalus dan
mentransfer T-DNA A. tumefaciens ke kromosom tanaman padi. Senyawa ini meningkatkan
ekspresi gen
vir sehingga
dapat meningkatkan
frekuensi transformasi. Gen virA dari A. tumefaciens aktif menginfeksi pada kondisi pH
asam, adanya senyawa fenolik seperti asetosiringon serta golongan monosakarida yang memiliki efek sinergi dengan senyawa fenolik Ankenbauer et al. 1990;
Winans 1992.
Salah satu faktor penentuan keberhasilan transformasi genetik padi menggunakan eksplan kalus adalah mencegah terjadinya pertumbuhan berlebihan
dari bakteri A. tumefaciens atau overgrowth. Pertumbuhan berlebih dari A. tumefaciens menyebabkan persentase kalus transforman menurun dratis, yang
mana untuk mengatasi overgrowth bakteri A. tumefaciens pada kalus dilakukan pencucian kalus dengan antibiotik cepotaxime. Antibiotik cepotaxime berfungsi
untuk membunuh bakteri A. tumefaciens, namun penggunaan cepotaxime dengan konsentrasi tinggi dan dalam durasi yang lama bersifat toksik pada kalus padi.
Kalus menjadi mencoklat dan pada akhirnya mengalami kematian setelah dicuci dengan cepotaxime, pada penelitian ini selain antibiotik cepotaxime juga
digunakan antibiotik carbecillin yang memiliki fungsi yang sama yaitu membunuh bakteri A. tumefaciens Hie dan Komari 2008.
Penggunaan antibiotik cepotaxime dan carbecillin untuk membunuh bakteri A. tumefaciens pada saat pencucian kalus setelah tahapan ko-kultivasi maupun
pada media seleksi menurunkan persentase kalus yang ditransformasi. Untuk mencegah terjadinya overgrowth bakteri A. tumefaciens, nilai OD
600
dari kultur bakteri A. tumefaciens yang digunakan harus kecil yaitu 0.01 dan perendaman
kalus dilakukan selama 2-5 menit. Teknik ini terbukti mencegah terjadinya