Transformasi Genetik Padi Genetic transformation of rice (Oryza sativa L.) with gene encoding Melastoma malabathricum metallothionein type II (MaMt2) using Agrobacterium tumefaciens-mediated transfer.
15
paling popular untuk mengintroduksi gen asing ke dalam sel tanaman padi dan regenerasi dari tanaman transgenik. Transfer gen dengan perantara Agrobacterium
tumefaciens adalah metode yang paling efektif, karena memberikan efisiensi transformasi yang tinggi, dapat digunakan untuk transgen berukuran besar dan
cenderung menghasilkan integrasi salinan tunggal transgen pada genom tanaman padi Hiei dan Komari 2008.
Secara alami Agrobacterium tumefaciens hanya menginfeksi tanaman dikotil dan menunjukkan efisiensi transformasi yang rendah pada tanaman
monokotil seperti padi, namun seiring berjalan waktu dan banyaknya penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi transformasi pada tanaman
monokotil. Saat ini, transformasi genetik menggunakan perantara Agrobacterium tumefaciens menjadi sangat popular dibandingkan teknik yang lain, terutama pada
tanaman padi. Berdasarkan penelitian singkat, dari ± 300 paper jurnal yang dipilih secara acak menunjukkan 80 lebih menggunakan Agrobacterium tumefaciens
sebagai alat untuk transfer gen.
Hiei et al. 1994 menjadi pelopor teknik transformasi genetik padi yang menggunakan perantara bakteri Agrobacterium tumefaciens. Sejumlah besar
tanaman padi transgenik telah dihasilkan dengan menggunakan perantara Agrobacterium tumefaciens sebagai vektor untuk mentransfer gen Hiei et al.
1994; Rashid et al. 1995; Kumar et al. 2005; Toki et al. 2006; Nandakumar et al. 2007; Hiei dan Komari 2008; Saika dan Toki 2010.
Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri tanah golongan gram negatif, dengan suhu optimal pertumbuhan bakteri adalah 28-30
o
C. Bakteri ini bersifat fitopatogen karena dapat membentuk tumor crown gall pada sel tanaman,
mampu menginfeksi sejumlah besar tanaman dikotil dan sejumlah kecil tanaman monokotil. Pembentukan tumor adalah hasil transfer, integrasi dan ekspresi gen
dari segmen spesifik yang disebut T-DNA transfered-DNA, terdapat pada plasmid Ti tumor inducing. Mekanisme transfer gen oleh Agrobacterium
tumefaciens ke sel inang host dengan jalan memindahkan segmen T-DNA dari plasmid Ti ke dalam genom tanaman inang.
Proses transformasi
genetik tanaman
dengan perantara
bakteri Agrobacterium tumefaciens, terdiri dari 10 tahap utama yaitu: 1 pengenalan dan
perlekatan Agrobacterium tumefaciens pada sel inang, yang diikuti dengan 2 penginderaan sinyal tanaman yang spesifik oleh dua komponen sistem tranduksi
signal pada Agrobacterium tumefaciens yaitu VirA atau VirG, 3 ekspresi daerah vir yang menghasilkan protein-protein vir yang memulai proses transfer T-DNA,
4 salinan T-DNA yang akan ditransfer ke tanaman diproduksi oleh kerja protein VirD1VirD2, bersama-sama dengan beberapa protein Vir lainnya kedalam
sitoplasma sel inang, 6 Vir E2 berasosiasi dengan utas T-DNA dan bergerak menuju sitoplasma sel inang, 7 kompleks T-DNA masuk ke dalam inti sel inang
melalui proses impor aktif, 8 setelah berada dalam inti sel, T-DNA menuju tempat integrasi DNA pada kromosom, 9 protein-protein pengawal DNA terlepas
dan 10 DNA terintegrasi ke dalam genom sel inang, Gambar 5 Tzfira dan Citovsky 2006.
16
Gambar 5. Proses transformasi genetik tanaman oleh Agrobacterium tumefaciens Kemampuan alami Agrobacterium tumefaciens dalam mentransformasi,
dapat digunakan sebagai alat untuk mengintoduksi gen-gen asing ke dalam tanaman dan untuk memproduksi tanaman transgenik. Perangkat molekular yang
dibutuhkan untuk produksi T-DNA dan transpornya ke dalam sel inang terdiri dari protein-protein yang dikode oleh gen-gen virulensi pada kromosom atau chv
chromosomal virulence dan gen-gen virulensi vir yang terdapat pada plasmid Ti, selain itu berbagai protein pada inang juga terlibat dalam tahap transport
interselular, proses masuk dan integrasi T-DNA dalam inti sel Tzfira dan Citovsky 2006.
Daerah T-DNA dan daerah vir pada Agrobacterium tumefaciens tipe liar
berada dalam satu vektor plasmid Ti, sedangkan untuk tujuan rekayasa genetika tanaman, sistem vektor pada Agrobacterium tumefaciens dimodifikasi. Sistem
biner merupakan sistem vektor yang popular pada Agrobacterium tumefaciens untuk transformasi genetik tanaman, dimana pada sistem ini terjadi pemisahan
vektor berdasarkan fungsinya, yaitu untuk plasmid vektor pembawa daerah vir terpisah dari plasmid vektor pembawa T-DNA. Plasmid yang berfungsi sebagai
vektor vir disebut juga plasmid Ti lumpuh disarmed Ti plasmid dikarenakan gen-gen patogen yang terdapat di T-DNAnya dihilangkan, sedangkan plasmid
lainnya dirancang untuk membawa T-DNA rekombinan yang mengandung gen marka seleksi dan gen target eksogen yang diinginkan Tzfira dan Citovsky 2006.
Berbagai strain Agrobacterium tumefaciens rekombinan yang mendukung sistem biner telah banyak dikembangkan dalam transformasi genetik padi seperti
strain LBA4404, EHA101, dan EHA105 Hiei et al. 1994; Rashid et al. 1995; Toki et al. 2006; Hiei dan Komari 2008; Saika dan Toki 2010; Sahoo et al. 2011.
17
Transformasi yang diperantarai Agrobacterium tumefaciens meliputi dua proses yang berdiri sendiri yaitu: aktivasi gen virulensi dan penempelan pada sel
inang. Aktivasi gen vir selama kokultivasi dengan sel tanaman membutuhkan dua gen yaitu virA dan virG, walaupun virA dan virG terekspresi secara konstitutif
pada level yang rendah, gen ini juga terinduksi dalam suatu mode autoregulator. Sistem kedua gen vir ini bersama-sama mengaktifkan transkripsi, dimana VirG
berikatan PO
4
pada sekuen DNA 12 pb spesifik dari promoter vir vir box McCullen dan Binns 2006.
Perbedaan pada dua komponen sistem pengendalian yaitu sistem virulensi dari patogen, dan signal dari sel inang yang bertanggung jawab untuk pengaktifan
sistem VirA atau VirG. Beberapa diantaranya senyawa fenol seperti asetosiringon, aldosa monosakrida, pH rendah dan konsentrasi PO
4
yang rendah. Senyawa fenol mutlak dibutuhkan untuk menginduksi ekspresi gen vir, dimana bakteri ini sangat
sensitif pada fenol McCullen dan Binns 2006. Fenol diidentifikasi sebagai senyawa yang menginduksi ekspresi gen vir,
pertamakali ditemukan pada eksudat yang berasal dari akar dan proplast daun. Pengaktifan signal oleh pH dan PO
4
yang rendah mengaktifkan ekspresi virG yang selanjutnya mengaktifkan promotor kompleks virG dan ekspresi gen-gen vir
lainnya McCullen dan Binns 2006. Beberapa jenis monosakarida juga berfungsi sebagai signal, hal ini
dimungkinkan adanya interaksi dan asosiasi antara protein VirA dengan protein ChvE yang berfungsi sebagai protein pengikat gula pada periplasma. Signal yang
ada akan mengaktifkan VirA, yang pada akhirnya mengaktifkan protein VirG melalui proses fosforilasi. VirG bertindak sebagai faktor transkripsi yang akan
mengaktifkan ekspresi gen-gen vir lainnya Riva et al. 1998.
Integrasi T-DNA merupakan suatu proses yang sangat menarik, yang mana segmen DNA prokariotik yang berasal dari bakteri berikatan secara kovalen
dengan DNA genom eukariotik tanaman. Perkawinan molekul DNA antar kingdom sangat unik dan terjadi secara alami, menjadi sangat penting yang
kemudian menjadi dasar dan aplikasi sains Ziemienowicz et al. 2008.
Proses pemindahan T-DNA ke sel tanaman diawali dengan pemotongan utas T-DNA dari plasmid Ti, yang dilakukan oleh protein VirD1 dan VirD2 yang
memiliki aktivitas endonuklease. Protein ini mengenali skuen batas T-DNA dan memotong utas DNA pada posisi tersebut dan melepaskan utas tunggal T-DNA,
setelah pemotongan protein VirD2 tetap terikat secara kovalen pada ujung 5 utas T-DNA right border. Asosiasi VirD2 melindungi T-DNA dari aktivitas
eksonuklease pada ujung 5 T-DNA Riva et al. 1998 dan juga berfungsi membedakan ujung 5 T-DNA right border sebagai ujung yang akan ditransfer
terlebih dahulu ke sel tanaman. Sintesis utas T-DNA dimulai dari batas kanan T- DNA dan berlangsung dari arah 5’ ke 3’, kompleks utas tunggal T-DNA-VirD2
dibungkus oleh protein VirE2. Asosiasi protein ini mencegah serangan nuklease dan berfungsi untuk membentangkan utas komplek T-DNA sehingga bentuk
menjadi lebih ramping dan mudah melintasi kanal membran Riva et al. 1998.
Kompleks T-DNA dan beberapa protein Vir lainnya yaitu VirE2 dan VirF, diekspor dari bakteri menuju sel inang melalui sistem sekresi tipe IV. Sistem
sekresi tipe IV adalah kanal penghubung bakteri-inang yang tersusun atas protein VirD4 dan 11 jenis protein VirB. Protein-protein VirB membentuk kanal
membran dan juga berfungsi sebagai ATPase yang menyediakan energi untuk
18
pembentukan kanal maupun ekspor T-DNA. VirD berfungsi menunjang interaksi kompleks T-DNA-VirD2 dengan komponen sekresi VirB Gelvin 2003. VirD2
pada kompleks T-DNA akan mengarahkan pergerakan kompleks menuju protein VirD4 pada kanal sekresi dan menuju sitoplasma sel tanaman.
Pada sel tanaman inang, kompleks T-DNA bergerak menuju nukleus melintasi membran inti. Sinyal lokasi inti nuclear location signals = NLS yang
terdapat pada protein VirD2 dan VirE2 mengarahkan kompleks menuju nukleus. Transfer kompleks T-DNA menuju nukleus dibantu oelh perangkat transfor
intrasellular yang dimiliki oleh sel inang. Kompleks T-DNA masuk ke dalam inti sel melalui kompleks pori nukleus atau nuclear-pore complex = NPC. Proses
masuknya DNA ke dalam inti sel melibatkan kerjasama antara komponen sel inang seperti karyopherin
α KAPα dan protein interaksi VirE2 1 atau VirE2- interacting protein 1 VIP1, dengan faktor-faktor bakteri seperti VirD2, VirE2,
dan VirE3 Ziemienowicz et al. 2008. Tahap akhir dalam transfer T-DNA adalah integrasi ke dalam genom
tanaman inang, mekanisme molekular yang mendasari integrasi T-DNA masih belum jelas, diduga integrasi T-DNA terjadi melalui rekombinasi yang difasilitasi
oleh perangkat perbaikan DNA sel inang. Utas tunggal T-DNA diubah menjadi molekul intermediat berutas ganda. Molekul intermediate tersebut akan dikenali
sebagai fragmen DNA yang putus, dan kemudian akan digabungkan kembali ke dalam genom inang Ziemienowicz et al. 2008.
Perakitan tanaman transgenik melalui transformasi genetik dengan perantara Agrobacterium tumefaciens dilakukan menggunakan sistem kultur in vitro dengan
beberapa modifikasi teknik dan media yang digunakan. Hal ini dikarenakan hanya sedikit genotipe tanaman tanaman model yang mudah untuk proses transformasi
dengan Agrobacterium tumefaciens dan regenerasi Lin dan Zhang 2005, faktor yang menjadi pembatas adalah efisiensi dari transfer T-DNA dan prosedur
transformasi tidak dapat diterapkan secara optimal pada genotipe tanaman lainnya Li dan Gray 2005.
Eksplorasi teknik transformasi dan regenerasi tanaman harus terus dilakukan untuk mendapatkan suatu protokol umum yang dapat diterapkan pada semua
genotipe tanaman. Selain itu, rendahnya efisiensi regenerasi dari transforman merupakan kendala yang paling sering ditemukan dalam transformasi genetik
tanaman, melalui optimalisasi teknik kultur in vitro diharapkan efisiensi regenerasi dapat ditingkatkan.
Kultur in vitro atau lebih dikenal juga dengan kultur jaringan adalah satu teknik yang dapat digunakan untuk membantu pemuliaan tanaman. Teknik ini
berkembang sejak tahun 1990-an Caponetti et al. 2005. Kultur jaringan adalah istilah umum yang ditujukan pada budi daya secara in vitro terhadap berbagai
bagian tanaman yang meliputi batang, daun, akar, bunga, kalus, sel, protoplas, dan embrio. Bagian-bagian tersebut yang diistilahkan sebagai eksplan dan dikultur
pada medium buatan steril sehingga dapat beregenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap Gunawan 1992. Pada kultur in vitro kondisi
pertumbuhan dapat dimaksimalkan dengan penambahan unsur hara makro dan mikro, vitamin dan zat pengatur tumbuh.
Terdapat perbedaan prosedur antara kultur in vitro yang biasa dengan kultur jaringan untuk transformasi, dibutuhkan rangkaian subkultur pada media yang
mengandung antibiotik yang disebut tahap seleksi, selain itu adanya penggunaan
19
antibiotik cepotaxime atau carbenicillin yang bertujuan menghambat pertumbuhan Agrobacterium setelah kokultivasi Lin dan Zhang 2005.
Kultur in vitro tanaman memerlukan beberapa komponen utama, salah satunya adalah medium yang sesuai. Sebagian besar medium yang saat ini banyak
digunakan merupakan hasil modifikasi dari medium yang dikembangkan sebelumnya, yang telah terbukti sesuai untuk kultur suatu jaringan ataupun organ
tertentu. Kebutuhan akan nutrisi untuk pertumbuhan kultur in vitro yang optimal bervariasi antarspesies ataupun antarvarietas.
Genotipe tanaman sangat menentukan jenis sistem kultur in vitro yang akan digunakan Lin dan Zhang 2005. Kebanyakan genotipe padi indica masih sedikit
yang berhasil untuk modifikasi genetik karena potensi regenerasi masih sangat rendah Sahoo et al. 2011. Kultivar japonica umumnya bersifat lebih responsif
terhadap kultur in vitro dan lebih mudah ditransformasi dibandingkan kultivar indica Hiei dan Komari 2008. Kultivar Nipponbare merupakan padi japonica
yang paling sering digunakan sebagai tanaman model pada transformasi genetik padi, kultivar Nipponbare memiliki efisiensi transformasi yang tinggi sebesar 95-
98 menggunakan eksplan kalus primer Toki et al. 2006. Beberapa genotipe japonica yang digunakan dalam transformasi genetik padi antara lain: Yukihikari,
Nipponbare dan Kinmaze Ashikari et al. 2004; Hiei dan Komari 2008; Davis 2012.
Pada padi indica, transformasi genetik sangat sedikit yang sukses, walaupun berhasil dilakukan tetapi efisiensi transformasi sangat rendah Tie et al. 2012,
dan berhasil hanya pada spesifik genotipe. Genotipe padi indica bersifat rekalsitran terhadap kultur in vitro apalagi untuk kegiatan transformasi genetik,
dimana kalus tidak berkembang dengan baik, cenderung berwarna kecoklatan dibandingkan kuning cerah dan sering mengalami kematian pada periode kultur
yang lama Kumar et al. 2005. Setiap spesies atau genotipe memiliki kondisi optimal sendiri untuk pertumbuhannya, tidak sama dengan yang lain Lin dan
Zhang 2005. Metode subkultur dan regenerasi yang digunakan masih belum memiliki protokol baku yang dapat digunakan secara luas untuk semua spesies
indica, namun demikian penelitian transformasi genetik pada padi indica terus dilakukan. Beberapa kultivar padi indica yang digunakan dalam transformasi
genetik antara lain: IR64, IR72, CSR 10, Pusa Basmati, Swarna, dan Kasalath Aldemita dan Hodges 1996; Rashid et al. 1996; Mohanty et al. 1999; Kumar et
al. 2005; Arockiasamy dan Ignacimuthu 2007; Hiei dan Komari 2008; Saika dan Toki 2010; Sahoo et al. 2011. Kultivar Kasalath merupakan padi subspecies
indica yang paling sering digunakan sebagai tanaman model pada transformasi genetik padi Hiei dan Komari 2008; Saika dan Toki 2010. Optimalisasi kondisi
kultur jaringan dengan media subkultur dan diferensiasi, serta teknik transformasi meningkatkan efisiensi transformasi pada padi indica. Selain itu penggunaan
embrio muda menjadi salah satu cara mengatasi sifat rekalsitran padi indica Hiei dan Komari 2008.
Embriogenesis somatik melalui kultur kalus dianjurkan sebagai jalur regenerasi dalam transformasi genetik pada padi, karena dapat menghasilkan galur
independen tanaman transgenik yang berasal dari kejadian transformasi pada satu sel tunggal, sehingga mencegah terbentuknya kimera pada tanaman transgenik.
Kalus embriogenik pada padi dapat diinduksi dari embrio biji matang maupun embrio muda immature Hiei dan Komari 2008. Kultur kalus diperoleh dari
20
membiakkan sekelompok sel yang berasal dari jaringan tanaman yang tumbuh, seperti akar, batang, daun, meristem dan anther Gunawan 1992, serta dari
embrio Hiei dan Komari 2008. Kultur kalus ditumbuhkan dalam medium steril pada suhu 20-25
o
C kondisi gelap atau terang tergantung genotipe tanaman. Subkultur kalus biasanya berlangsung dalam interval waktu yang tetap yaitu 28
hari sekali, namun waktu yang tepat untuk memindahkan kultur tergantung dari kecepatan pertumbuhan kalus, ini bertujuan untuk mempertahankan kemampuan
totipotensi Gunawan 1992.
Perkembangan kalus dikendalikan juga oleh zat pengatur tumbuh ZPT, ZPT adalah senyawa-senyawa organik selain dari nutrien yang dapat dihasilkan
oleh tanaman secara endogen atau dibuat secara sintetik. Senyawa ini berperan merangsang, menghambat atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan
sel, jaringan, dan organ tanaman menuju diferensiasi tertentu Gunawan 1992. Penambahan zat pengatur tumbuh juga diperlukan dalam kultur in vitro untuk
mendukung pertumbuhan.
Kombinasi zat pengatur tumbuh yang digunakan meliputi: 1 untuk perbanyakan proliferation sel dapat digunakan 2,4 dichlorophenoxy acetic acid
2,4 D atau 1-naphtalena acetic acid NAA dan sitokinin kinetin, benzyl adenosine, 2-isopentyladenosine, zeatin, TDZ, sedangkan 2 untuk regenerasi
diperlukan auksin 1-naphtalena acetic acid NAA, indole acetic acid IAA, atau indole butyric acid IBA Gunawan 1992. Auksin sintetik perlu ditambahkan
karena auksin yang terbentuk secara alami sering tidak mencukupi untuk pertumbuhan
jaringan eksplan.
Auksin mempunyai
peranan terhadap
pertumbuhan sel, dominasi apikal dan pembentukan kalus. Kisaran konsentrasi auksin yang biasa digunakan adalah 0,01-10 ppm untuk pertumbuhan kalus atau
organogenesis, sedangkan untuk kultur kalus dari scutellum biji padi matang digunakan auksin 2,4 D dengan konsentrasi 2.0 mgL Hiei dan Komari 2008.
Zat pengatur tumbuh lainnya adalah kinetin dan benziladenin BA atau BAP merupakan sitokinin yang paling banyak digunakan dalam kutur in vitro.
Pemberian sitokinin ke dalam media kultur jaringan penting untuk menginduksi perkembangan dan pertumbuhan eksplan. Senyawa tersebut dapat meningkatkan
pembelahan sel, proliferasi pucuk dan morfogenesis pucuk Gunawan 1992.
Media dasar yang biasa digunakan dalam transformasi padi adalah media N6 yang terdiri dari unsur makro dan mikro garam N6, vitamin N6, sukrosa dan
zat pengatur tumbuh Toki et al. 2006; Hiei dan Komari 2008; Saika dan Toki 2010. Penggunaan sukrosa sebagai sumber karbohidrat pada media, dimana
sukrosa dihidrolisis menjadi monosakarida. Konsentrasi sukrosa tergantung dari jenis kultur, dalam kultur kalus dan pucuk, konsentrasi antara 2-4 merupakan
konsentrasi optimum Gunawan 1992. Meskipun demikian, medium dasar MS yang telah dimodifikasi juga digunakan dalam transformasi padi Mohanty et al.
1999; Kumar et al. 2005; Lin dan Zhang 2005; Sahoo et al. 2011, hal ini dikarenakan medium MS memiliki kandungan garam-garam yang lebih tinggi
daripada media lain.
Aspek yang juga sangat menentukan keberhasilan perakitan tanaman transgenik selain menggunakan kultur in vitro, adalah seleksi pada sel yang telah
tertransformasi transforman. Seleksi transforman umumnya dilakukan dengan menggunakan antibiotik, diperkirakan ada sekitar 50 gen marker yang digunakan
pada penelitian tanaman transgenik, dimana gen penanda seleksi dikelompokkan
21
ke dalam beberapa kategori Miki dan McHugh 2003. Pemilihan antibiotik sebagai agen seleksi disesuaikan dengan gen penanda seleksi yang terdapat pada
konstruksi DNA yang diintroduksikan.
Semua sistem transformasi untuk menghasilkan tanaman transgenik membutuhkan beberapa proses untuk mengintroduksi klon DNA kedalam sel
tanaman hidup. Gen penanda seleksi menjadi sangat penting untuk perkembangan teknologi transformasi tanaman, karena untuk mengidentifikasi atau mengisolasi
sel yang mengekspresikan DNA yang diklon dan untuk memonitor serta menyeleksi keturunan transforman. Biasanya hanya sejumlah kecil sel yang
tertransformasi di semua eksperimen, kemungkinan untuk mendapat transgenik tanpa seleksi sangat rendah.
Gen penanda seleksi selalu dikonstruk sebagai gen khimerik yang diekspresikan menggunakan promotor konstitutif pada tanaman. Antibiotik yang
paling banyak digunakan untuk seleksi adalah kanamisin atau higromisin dan herbisida phosphinothricin Tabel 5 Miki dan McHugh 2003.
Higromisin phosphotransferase atau higromisin B adalah antibiotik aminocyclitol yang berkerja menghambat sintesis protein dan memiliki aktivitas
spektrum yang luas pada prokariotik dan eukariotik. Pada tanaman, antibiotik ini bersifat sangat toksik, efektif dalam seleksi dengan berbagai spesies tanaman
termasuk dikotil, monokotil dan gymospermae. Higromisin B merupakan antibiotik kedua yang paling popular setelah kanamisin Miki dan McHugh 2003.
Tabel 5 Penggunaan tanaman transgenik dan gen penanda seleksi dalam publikasi paper jurnal tahun 2002 Miki dan McHugh 2003
Paper tidak termasuk mutan T-DNA Arabidopsis. Diperkirakan sekitar 450 paper yang diperiksa
a
Publikasi penelitian transgenik baik pada ilmu hewan dan tanaman.
23
3 BAHAN DAN METODE