24
Gambar 7 Skema kerja perakitan tanaman transgenik Oryza sativa L.
3.2.1 Persiapan Eksplan
Biji padi dikupas kulitnya kemudian dicelupkan kedalam etanol 70 selama 1 menit, tahap selanjutnya perendaman padi dengan larutan sodium hipoklorit
NaOCl 2 yang mengandung 1 tetes tween 20 per 25 ml NaOCl selama 60 menit dengan pengocokan. Biji padi dibilas dengan akuades steril sebanyak 5 kali.
Selanjutnya biji ditumbuhkan pada media induksi kalus, media 2N6 Hiei dan Komari 2008, Lampiran 2 selama 7 hari pada suhu 25
ο
C dalam kondisi gelap. Kalus yang diperoleh dipisahkan dari endosperm dan tunas yang terbentuk,
selanjutnya kalus ditumbuhkan pada media yang sama dengan media induksi kalus, selama 3 hari pada suhu 25
ο
C dalam kondisi terang. Kalus ini selanjutnya siap untuk ditransformasi.
3.2.2 Ko-kultivasi
Inokulum Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404 yang mengandung plasmid pIG6-SMt2 yang membawa gen MaMt2 ditumbuhkan pada media AB
Hiei dan Komari 2008, Lampiran 3 yang mengandung antibiotik kanamisin 50 mg L
-1
higromisin 50 mg L
-1
dan streptomycin 100 mg L
-1
selama 3 hari. Koloni bakteri yang terbentuk disuspensikan dalam media AAM Hiei dan
25
Komari 2008, Lampiran 4 dengan densitas sel 1 x 10
8
CFU OD = 0,01 pada λ
600 nm. Kalus-kalus yang siap ditransformasikan dipindahkan dari media induksi kalus ke cawan petri steril yang berisi 5 ml air steril dilakukan perendaman.
Setelah itu, air steril yang digunakan untuk proses perendaman dibuang, kemudian 1 ml inokulum bakteri ditambahkan ke kalus dan dibiarkan selama 2-5 menit.
Kalus dipindahkan ke media kokultivasi 2N6-As yang mengandung 100 mg L
-1
asetosiringon Hiei dan Komari 2008, Lampiran 5. Ko-kultivasi ini dilakukan selama 3 hari pada suhu 28
ο
C pada kondisi gelap.
3.2.3 Seleksi
Setelah diinkubasi selama 3 hari pada media kokultivasi, kalus dipindahkan ke media seleksi. Seleksi dilakukan dua tahap. Seleksi I dilakukan pada media
2NBKCH20 Hiei dan Komari 2008, Lampiran 6 dan diinkubasi pada suhu 28
ο
C dalam kondisi terang selama dua puluh hari. Kalus yang hidup dari seleksi I
dengan kondisi kalus berwarna putih kekuningan yang berproliferasi dipindahkan ke media seleksi II yaitu nN6CH30 Hiei dan Komari 2008, Lampiran 7 dan
diinkubasi selama 10 hari pada kondisi terang dan suhu 28
ο
C.
3.2.4 Regenerasi dan Pengakaran
Kalus-kalus yang berdiameter 0.5 – 1.0 mm dipindahkan ke media regenerasi 2N6R Hiei dan Komari 2008, Lampiran 8. Inkubasi dilakukan selama
± 8 minggu dalam kondisi terang pada suhu 28
ο
C. Tunas yang tumbuh dipindahkan ke media induksi akar 2N6F Hiei dan Komari 2008, Lampiran 9
dan diinkubasi selama 1-2 minggu dalam kondisi terang pada suhu 28
ο
C.
3.2.5 Aklimatisasi
Tanaman transgenik putatif yang diperoleh kemudian dipindahkan ke pot berisi campuran tanah dan kompos, selanjutnya ditumbuhkan di rumah kaca.
3.2.6 Isolasi DNA Genom
Daun tanaman padi yang masih muda ditimbang sebanyak 0,1 gram dan dimasukkan ke dalam mortar dan digerus hingga halus dengan bantuan nitrogen
cair. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung mikrotube eppendorf ukuran 1.5 ml dan ditambahi dengan buffer 2 x CTAB1 M Tris pH 7.5, 5 M NaCl, 0.5 M
EDTA pH 8.0, dan β-merkaptoetanol 0.2. Tabung dibolak-balik beberapa kali
dan diinkubasikan pada suhu 65
ο
C selama 30 menit. Tabung disimpan di dalam es, kemudian, ditambahi kloroform-isoamil alkohol 24:1vv sebanyak 1 kali
volume larutan, dan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm Jouan BR 4i selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh, dipindahkan ke dalam tabung
mikrotube 1.5 ml, dan ditambahi PCI phenol-choroform-isoamil alkohol 25:24:21 vvv sebanyak 1 kali volume larutan, dibolak-balik dan disentrifugasi
kembali dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang
26
terbentuk dipindahkan ke tabung mikrotube baru, dan ditambahi sodium asetat 0.2 M sebanyak 0.1 kali volume larutan dan etanol absolut sebanyak 2 kali volume
larutan, tabung dibolak-balik beberapa kali, kemudian disimpan dalam esfreezer -20
ο
C selama semalam. Kemudian, tabung disentrifugasi lagi pada kecepatan 10000 rpm selama 20 menit, supernatan dibuang dan endapan yang terbentuk
ditambahi dengan 1 ml etanol 70 vv dan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit, kemudian endapan DNA dikeringkan dan diberi
ddH
2
O dan RNAse 1 mgml.
3.2.7 Deteksi dengan PCR
DNA yang telah diisolasi kemudian digunakan untuk analisis DNA dengan PCR dengan menggunakan primer 3UTRact, hpt, Ubiquitin-Nos, dan SMt2.
Volume satu campuran reaksi PCR berjumlah 10 μl terdiri dari 1 μl template
DNA yang telah diencerkan 1:10, 5 μl Dream Taq
TM
Green PCR Master Mix 2x, 0.25
μl primer forward 10 pmolμl, 0.25 μl primer reverse 10 pmolμl, dan 3.5
μl akuabides. Amplifikasi dilakukan menggunakan mesin PCR Applied Biosystem dengan kondisi PCR terdiri dari pra PCR 94
ο
C selama 5 menit, dilanjutkan dengan denaturasi pada suhu 94
ο
C selama 2 menit, annealing pada suhu 60
ο
C selama 1 menit 20 detik, extension pada suhu 72
ο
selama 1 menit dan keseluruhan rangkaian dilakukan sebanyak 30 siklus, dan diakhiri dengan pasca
PCR pada suhu 72
ο
selama 5 menit. Hasil PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1 bv pada voltase 100 volt selama 30 menit. Selanjutnya gel direndam dalam
larutan etidium bromide 0.5 mg L
-1
. Visualisasi pita amplikon diamati pada UV transilluminator setelah gel diwarnai dengan etidium bromide. Hasil foto
elektroforesis didokumentasikan dengan gel-doc.
27
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2
Transformasi genetik Oryza sativa L. kultivar Kasalath dan Nipponbare dilakukan menggunakan eksplan yang berupa kalus skutella yang diperoleh dari
biji padi mature seeds. Kalus ini diperoleh dari skutella yang ditumbuhkan pada media induksi kalus yaitu 2N6 yang mengandung zat pengatur tumbuh ZPT 2.4
D dengan konsentrasi 2.0 mgL. 2,4 D merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang digunakan secara luas untuk menginduksi kalus Toki et al. 2006; Hiei dan
Komari 2008; Wanichanan et al. 2010. Kalus mulai terbentuk pada hari ketiga untuk kultivar Kasalath dan Nipponbare, hal ini sesuai dengan yang dilakukan
oleh Toki et al. 2006, penggunaan 2,4 D konsentrasi 2.0 mgL pada proses induksi kalus dari biji padi Kasalath, menunjukkan diferensiasi sel kalus mulai
terbentuk pada hari ketiga. Kalus yang dapat ditransformasi minimal berumur 3 - 4 minggu, dengan penampakan fisik kalus berbentuk butiran globular berwarna
kuning muda cerah dengan ukuran 3 mm Gambar 8.
Gambar 8 Tahapan induksi kalus dari biji Oryza sativa L. kultivar Kasalath pada media 2N6 yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh ZPT
2.4 D, A. biji Oryza sativa L. gabah, B. biji padi Kasalath. ditanam dalam media 2N6. C. kalus berumur ± 2 minggu dengan
ukuran 3 mm, D. kalus berumur 1 bulan dengan ukuran 3 mm.
Penggunaan eksplan yang berupa kalus dari biji mature seed pada transformasi genetik Oryza sativa L. dengan perantara A. tumefaciens, memiliki
beberapa kelebihan yaitu lebih mudah dilakukan karena dapat diproduksi dalam jumlah yang banyak dan selalu tersedia setiap waktu di laboratorium Hiei dan
Komari 2008.
28
Kalus-kalus yang akan ditransformasi sebelumnya disubkultur pada media baru selama tiga hari dalam kondisi terang, yang bertujuan menyegarkan kalus
sehingga kualitas kalus tetap bagus untuk proses transformasi. Kualitas kalus merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan transformasi dan
regenerasi tanaman Kyozuka dan Shimamoto 1991.
Transformasi genetik Oryza sativa L. kultivar Kasalath dan Nipponbare dilakukan dengan perantara bakteri A. tumefaciens LB4404 yang mengandung
plasmid pIG6-SMt2 yang membawa gen MaMt2. Penggunaan bakteri A. tumefaciens sebagai perantara dalam transformasi genetik dilakukan berdasarkan
kemampuan bakteri ini dalam mentransfer T-DNAnya. Selain itu, bakteri A. tumefaciens memiliki efisiensi transformasi yang tinggi. Bakteri A. tumefaciens
dapat mengintegrasikan sejumlah kecil dari copy T-DNA ke dalam kromosom, dapat mentransfer segmen DNA yang relatif besar dan sedikit mengalami
perubahan selama proses transformasi Hie dan Komari 2008.
Kokultivasi dilakukan dengan perendaman eksplan di dalam suspensi A. tumefaciens yang diperkaya dengan senyawa asetosiringon selama 2-5 menit,
yang selanjutnya eksplan dikeringkan dan ditanam pada media kokultivasi padat selama 3 hari dalam kondisi gelap dengan suhu 28
ο
C. Teknik perendaman merupakan teknik yang umum digunakan untuk infeksi dalam proses transformasi
genetik Hong et al. 2007; Li et al. 2007; Hiei dan Komari 2008; Sharma et al. 2009.
Penambahan asetosiringon pada media kokultivasi padat maupun cair berfungsi untuk menginduksi A. tumefaciens agar dapat menginfeksi kalus dan
mentransfer T-DNA A. tumefaciens ke kromosom tanaman padi. Senyawa ini meningkatkan
ekspresi gen
vir sehingga
dapat meningkatkan
frekuensi transformasi. Gen virA dari A. tumefaciens aktif menginfeksi pada kondisi pH
asam, adanya senyawa fenolik seperti asetosiringon serta golongan monosakarida yang memiliki efek sinergi dengan senyawa fenolik Ankenbauer et al. 1990;
Winans 1992.
Salah satu faktor penentuan keberhasilan transformasi genetik padi menggunakan eksplan kalus adalah mencegah terjadinya pertumbuhan berlebihan
dari bakteri A. tumefaciens atau overgrowth. Pertumbuhan berlebih dari A. tumefaciens menyebabkan persentase kalus transforman menurun dratis, yang
mana untuk mengatasi overgrowth bakteri A. tumefaciens pada kalus dilakukan pencucian kalus dengan antibiotik cepotaxime. Antibiotik cepotaxime berfungsi
untuk membunuh bakteri A. tumefaciens, namun penggunaan cepotaxime dengan konsentrasi tinggi dan dalam durasi yang lama bersifat toksik pada kalus padi.
Kalus menjadi mencoklat dan pada akhirnya mengalami kematian setelah dicuci dengan cepotaxime, pada penelitian ini selain antibiotik cepotaxime juga
digunakan antibiotik carbecillin yang memiliki fungsi yang sama yaitu membunuh bakteri A. tumefaciens Hie dan Komari 2008.
Penggunaan antibiotik cepotaxime dan carbecillin untuk membunuh bakteri A. tumefaciens pada saat pencucian kalus setelah tahapan ko-kultivasi maupun
pada media seleksi menurunkan persentase kalus yang ditransformasi. Untuk mencegah terjadinya overgrowth bakteri A. tumefaciens, nilai OD
600
dari kultur bakteri A. tumefaciens yang digunakan harus kecil yaitu 0.01 dan perendaman
kalus dilakukan selama 2-5 menit. Teknik ini terbukti mencegah terjadinya
29
overgrowth dari bakteri A. tumefaciens, sehingga tidak diperlukan pencucian kalus setelah ko-kultivasi.
Tahap seleksi pada proses penelitian ini, dilakukan sebanyak dua tahapan dengan penggunaan konsentrasi antibiotik higromisin secara bertingkat. Untuk
seleksi tahap pertama, konsentrasi antibiotik higromisin yang digunakan adalah sebesar 20 mgL selama dua puluh hari, dimana setiap sepuluh hari disubkultur di
media baru yang mengandung antibiotik dengan konsentrasi yang sama. Kalus yang dapat bertahan dan berproliferasi memiliki warna kuning cerah atau pucat
dan berbentuk seperti butiran pasir kering Hiei dan Komari 2008. Pada seleksi kedua, konsentrasi higromisin dinaikkan menjadi 30 mgL selama lima-sepuluh
hari. Hal ini, sama dengan yang dilakukan oleh Lin dan Zhang 2005 menggunakan higromisin 30 mgL untuk seleksi kalus transforman pada padi
indica. Kalus yang bertahan pada media seleksi ini jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pada seleksi pertama. Penggunaan konsentrasi antibiotik higromisin
yang bertingkat dilakukan untuk mendapatkan kalus-kalus transforman yang stabil Anggraito 2012.
Menurut Kyozuka dan Shimamoto 1991, seleksi higromisin dengan konsentrasi 30 mgL sebanyak dua kali yang terbagi atas seleksi pertama dan
kedua menjamin bahwa tunas yang diperoleh adalah transforman. Penggunaan antibiotik higromisin B Hm sebagai penanda seleksi pada kalus-kalus
transforman sangat efektif dan popular pada tanaman, terutama pada transformasi padi dibandingkan dengan penanda seleksi Km
r
nptII Kyozuka dan Shimamoto 1991; Hiei dan Komari 2008. Higromisin berfungsi juga sebagai gen reporter,
dimana mekanisme higromisin adalah memblok translokasi dari asam amino menjadi peptida, yang diinaktifkan oleh phosphotransferase. Proses kokultivasi
dan seleksi kalus transforman pada media higromisin dengan konsentrasi bertingkat 20 mgL Gambar 9b dan 30 mgL Gambar 9c.
Gambar 9 Tahapan kokultivasi dan seleksi kalus transforman pada media seleksi higromisin dengan konsentrasi bertingkat yaitu 20 – 30 mgL. A. kalus
ditumbuhkan pada
media kokultivasi
2N6 yang
diperkaya asetosiringon B. kalus-kalus yang ditumbuhkan pada media seleksi
higromisin dengan konsentrasi 20 mgL. C. kalus-kalus yang dapat bertahan dan berproliferasi selanjutnya ditumbuhkan pada media
seleksi higromisin dengan konsentrasi 30 mgL.
Kalus-kalus transforman yang diperoleh selanjutnya diregenerasi pada media regenerasi tanpa higromisin, hal ini sesuai dengan Kyozuka dan Shimamoto
30
1991, karena penambahan higromisin pada media regenerasi menyebabkan menurunnya kemampuan kalus untuk beregenerasi. Di media regenerasi dengan
higromisin bintik-bintik atau bercak hijau yang muncul pada kalus mengalami perubahan warna menjadi coklat dan pembentukan tunas terhambat yang akhirnya
kalus mengalami kematian. Tunas-tunas transgenik putatif tumbuh dari bercak- bercak hijau yang terdapat di kalus, setelah 3 - 4 minggu di media 2N6R. Tunas-
tunas ini selanjutnya dipindahkan pada media pengakaran 2N6F tanpa higromisin sampai terbentuk akar dan selanjutnya siap diaklimatisasi Gambar
10. Faktor penentu keberhasilan regenerasi kalus transforman adalah subkultur terjadwal setiap minggu dan penggunaan media yang segar, hal ini sesuai dengan
Kyozuka dan Shimamoto 1991.
Gambar 10 Proses regenerasi
dari kalus-kalus
transforman pada
media regenerasi 2N6R dan pengakaran 2N6F hingga terbentuk planlet
dan siap untuk diaklimatisasi. A. terbentuknya bercak hijau pada kalus transforman setelah 1-2 minggu disubkultur pada media
regenerasi 2N6R . B. pembentukan tunas dari kalus transforman. C. plantlet cv Kasalath hasil transformasi pada media pengakaran
2N6F. D. plantlet cv Nipponbare hasil transformasi pada media pengakaran 2N6F. E. adaptasi planlet aklimatisasi. F. padi cv
Nipponbare hasil transformasi berumur 6 bulan.
31
Berdasarkan hasil seleksi kalus, efisiensi transformasi Oryza sativa L. kultivar Kasalath adalah sebesar 14.04, sedangkan untuk Oryza sativa L.
kultivar Nipponbare adalah sebesar 19.39 Lampiran 10. Efisiensi transformasi pada Oryza sativa L. kultivar Nipponbare lebih tinggi dibandingkan pada kultivar
Kasalath, yang menunjukkan bahwa efisiensi transformasi sangat dipengaruhi oleh genotipe tanaman. Kalus Nipponbare lebih mudah untuk ditransformasi dan
menghasilkan tunas yang lebih tinggi daripada kalus Kasalath Hiei dan Komari 2008.
Umumnya transformasi genetik pada Oryza sativa L. kultivar japonica relatif lebih mudah dibandingkan kultivar indica. Kalus dari kultivar indica sering
menjadi coklat dan mengalami kematian Rashid et al. 1996; Nandakumar et al. 2007; Karthikeyan et al. 2011. Untuk kultivar padi yang rekalsitran, seperti padi
indica beberapa modifikasi komposisi medium perlu dilakukan atau memerlukan kondisi kultur tertentu Kyozuka dan Shimamoto 1991. Selain itu, pertumbuhan
A. tumefaciens yang berlebihan pada kalus menyebabkan kematian, dan akhirnya ini mempengaruhi efisiensi transformasi. Oleh sebab itu seleksi dilakukan secara
bertahap. Pada penelitian ini seleksi dilakukan dua tahap seperti yang dilakukan oleh Hiei dan Komari 2008. Data jumlah eksplan Oryza sativa L. pada proses
transformasi dan seleksi, dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Perkembangan jumlah
eksplan Oryza sativa
L. selama proses
transformasi dan seleksi
Galur tanaman
Jumlah eksplan yang
ditanam Seleksi I
2NBKC, 20 MgL Kalus
Seleksi II nN6C, 30 MgL
Kalus Hidup
Mati Hidup
Mati Kasalath
235 100
135 33
67 Nipponbare
165 75
90 32
43 Transformasi genetik pada Oryza sativa L. memiliki efisiensi transformasi
yang bervariasi yaitu padi japonica sebesar 23 Chan et al. 1993, 27 Aldemita dan Hodges 1996, 3.8 - 38 Nishizawa et al. 1999, sedangkan
untuk padi indica sebesar 22 Rashid et al. 1996, 5.6 - 6.2 Arockiasamy dan Ignacimuthu 2007, 2.0 - 7.6 Nandakumar et al. 2007, dan 9.33
Karthikeyan et al. 2011. Hasil ini menunjukkan bahwa padi indica bersifat rekalsitran dan sulit untuk ditransformasi Zhang et al. 1998; Lin dan Zhang
2005. Efisiensi regenerasi dari kalus transforman Oryza sativa L. kultivar Kasalath adalah sebesar 14.04, dan untuk kultivar Nipponbare sebesar 19.39
Lampiran 11. Efisiensi regenerasi Oryza sativa L. disajikan pada Tabel 7.
Kemampuan regenerasi dari kalus transforman sangat dipengaruhi oleh kondisi kultur kalus, komposisi media regenerasi seperti zat pengatur tumbuh
ZPT yang digunakan, dan subkultur media secara rutin dan teratur hingga tunas terbentuk. Komposisi media regenerasi yang tepat menjadi faktor utama dalam
regenerasi tanaman. Selain itu, kemampuan regenerasi juga dipengaruhi oleh genotipe tanaman, padi subspesies japonica relatif lebih mudah beregenerasi
dibandingkan padi indica Zhang et al. 1998; Lin dan Zhang 2005; Hiei dan Komari 2008
.
32
Tabel 7 Regenerasi Oryza sativa L. dari kalus transgenik
Galur tanaman Jumlah
eksplan Jumlah
eksplan bertunas
Jumlah tunas eksplan
bertunas Kasalath
33 2
2 6.06
Nipponbare 32
9 9
28.1
4.2 Analisis Tanaman Transgenik 4.2.1 Uji integrasi transgen
MaMt2 pada Oryza sativa L. Transformasi genetik Oryza sativa L. kultivar Kasalath dan Nipponbare
menghasilkan beberapa
tunas tanaman
transgenik putatif
dan berhasil
diaklimatisasi sampai menghasilkan biji. Untuk kultivar Kasalath menghasilkan 2 tanaman transgenik putatif dan untuk kultivar Nipponbare menghasilkan 9
tanaman transgenik putatif. Analisis PCR dari 11 tanaman transgenik putatif menunjukkan bahwa 2 dari 11 tanaman transgenik putatif tersebut adalah
transgenik yang dianalisis dengan primer UbiQF-SMt2R dan SMt2F-NosTR Gambar 11. Tanaman transgenik ini selanjutnya disebut TK
1 kultivar Kasalath transgenik generasi nol galur 1 dan TN
1 kultivar Nipponbare transgenik generasi nol galur 1.
PCR dengan menggunakan primer UbiQF-SMt2R terhadap tanaman P1 menghasilkan amplikon berukuran 960 pb Gambar 11a. Ukuran amplikon ini
sesuai dengan ukuran DNA dari primer UbiQF yang terdapat pada promoter Ubiquitin, dan primer SMt2R yang terdapat pada gen MaMt2. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman TK
1 adalah transgenik yang mengandung transgen MaMt2 utuh dibawah kendali promoter pUbiquitin dan terminator NosT.
Sedangkan untuk tanaman Nipponbare transgenik TN 1 dikonfirmasi dengan PCR
yang menggunakan primer SMt2F-NosTR. Hasil PCR adalah amplikon sebesar sekitar 526 pb yang sesuai dengan ukuran daerah antara Mt2 dan terminator Nos
Gambar 11b, yang menunjukkan bahwa tanaman TN 1 mengandung transgen
Mt2 dan terminator Nos. Untuk dapat diekspresikan gen Mt2 harus dikendalikan oleh suatu promotor
dan promotor ubiquitin merupakan promotor yang mengendalikan ekspresi pada tingkat yang tinggi. Untuk tanaman padi transgenik yang mengandung transgen
MaMt2 dan Nos harus dikonfirmasi dengan primer UbiQF-SMt2R yang mengamplifikasi dari daerah promotor sampai dengan akhir gen MaMt2.
Analisis terhadap tanaman padi non transgenik menunjukkan bahwa PCR dengan menggunakan pasangan primer UbiQF-SMt2R dan SMt2F-NosTR tidak
menghasilkan amplikon Gambar 11a dan 11b. Hasil PCR terhadap tanaman non transgenik menunjukkan bahwa pasangan primer UbiQF-SMt2R dan SMt2F-
NosTR tidak dapat mengamplifikasi Mt2 endogen dari padi, sehingga bersifat spesifik untuk mengamplifikasi transgen MaMt2. Kedua pasangan primer ini juga
33
tidak bisa mengamplifikasi Mt2 endogen dari kedelai, tembakau dan jatropa Anggraito 2012; Siregar 2012.
PCR dengan primer Actin, baik tanaman transgenik TK 1, TN
1 dan non transgenik menghasilkan amplikon sekitar 109 pb Gambar 11c
yang menunjukkan bahwa DNA yang diisolasi dari kedua tanaman tersebut, yaitu P1,
P2 dan non transgenik mempunyai kualitas dan kuantitas yang baik.
Gambar 11 Hasil analisis PCR DNA tanaman Oryza sativa L. a cv. Kasalath
transgenik T . dengan primer gen spesifik yaitu UbiQF dan SMt2R.
M = marker 1 Kb ladder; 1 = plasmid pIG6-MaMt2; 2 = cv Kasalath tipe liar WT; 3 = Kasalath transgenik T
. b cv Nipponbare transgenik T
. dengan primer gen spesifik yaitu SMt2F dan NosTR. M = Marker 1 Kb ladder; 1= plasmid pIG6-MaMt2; 2 = Nipponbare
tipe liar WT; 3 = Nipponbare transgenik T . c dengan primer gen
internal aktin padi 3’UTR Actin. M = marker 100 bp; 1 = Kasalath non transgenik WT; 2 = Nipponbare non transgenik WT; 3 =
Kasalath transgenik T ; 4 = Nipponbare transgenik T
. Pada penelitian ini, biji padi dari tanaman padi non transgenik yang ditanam
pada media N6 yang mengandung higromisin 30 mgL, hanya berkecambah saja kemudian mati, sedangkan biji T1 dari tanaman transgenik putatif kultivar
Kasalath dapat berkecambah dan tumbuh di media yang mengandung higromisin Gambar 12. Hasil menunjukkan bahwa tanaman padi non transgenik tidak
memiliki ketahanan terhadap antibiotik higromisin pada konsentrasi yang digunakan untuk menyeleksi kalus transgenik.
Tanaman transgenik yang diperoleh yaitu TK 1, dan TN
1 dapat digunakan sebagai sumber transgen MaMt2 untuk dipindahkan kedalam tanaman padi yang
mempunyai sifat agronomis yang baik. Proses pemindahan transgen MaMt2 dari tanaman transgenik ini dilakukan dengan persilangan terhadap varietas sasaran
yang diikuti dengan silang balik Back Cross. Proses pemindahan gen mudah dilakukan pada gen yang jumlah salinannya tunggal. Untuk itu tanaman
transgenik harus diseleksi sehingga tanaman transgenik yang mempunyai salinan tunggal dapat diperoleh. Analisis jumlah salinan gen sasaran dapat dilakukan
dengan hibridisasi southern. Selain itu, agar semua keturunan adalah transgenik, maka tanaman ini harus dalam keadaan homozigot. Untuk mendapatkan tanaman