commit to user
30 Soepratno menyatakan bahwa proporsi merupakan suatu ukuran
perbandingan antara bagian-bagian yang satu dengan yang lain pada benda tersebut 1985: 100
f. Variasi
Menurut JS. Badudu variasi adalah sesuatu yang lain daripada yang biasa bentuk, tindakan, dsb yang disengaja atau hanya sebagai selingan;
perbedaan; mempunyai bentuk yang berbeda-beda sebagai selingan supaya agak lain daripada yang ada atau yang biasa 2003: 360.
g. Movement
Kesan gerak yang didapat dengan merangkai sekumpulan unsur tertentu sedemikian rupa sehingga tercipta kesan gerak dalam sebuah karya seni rupa.
h. Eurhitmy
Merupakan kombinasi dari tekanan poporsi dan movement, yang menghasilkan kesan gerak yang seimbang.
i. Limitasi
Pembatasan yang dilakukan sedemikian rupa terhadap unsur-unsur yang diteapkan kedalam sebuah karya, berkaitan dengan komposisi untuk
mendapatkan proporsi karya yang ideal.
H. Tema, Bentuk, Bahan dan Tehnik dalam karya seni lukis
a. Tema
Tema dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1990: 921 adalah pokok pikiran dasar; dasar cerita yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar
mengarang, mengubah sajak, dsb. Dalam menciptakan karya seni lukis, tema dapat
digunakan untuk
menyamakan pandangan
persepsi serta
mempermudah pelukis dalam menuangkan ide ke dalam karya dengan menggunakanm elemen-elemen visual unsur seni rupa seperti garis, warna,
tekstur dan sebagainya.
commit to user
31
b. Bentuk
Bentuk form adalah totalitas dari karya seni dan merupakan organisasi atau suatu kesatuan komposisi dari unsur-unsur pendukung karya. Menurut
Dharsono ada dua macam bentuk: visual form yaitu bentuk fisik dari sebuah karya seni dan special form yaitu bentuk yang tercipta karena adanya
hubungan timbal balik antara nilai-nilai yang dipancarkan oleh fenomena bentuk fisiknya terhadap tanggapan kesadaran emosionalnya 2003: 25.
c. Bahan dan Teknik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahan adalah barang yang akan dibuat menjadi barang lain 1990: 65. Barang yang digunakan pelukis sangat
dipengaruhi oleh penguasaan serta ketertarikannya. Penguasaan pada sifat- sifat bahan sangat mempengaruhi hasil karyanya. Ketertarikan dapat
membawa pada proses eksperimen sehingga akan memperoleh pengetahuan yang baru. Menurut Sudarmaji teknik adalah cara untuk mentransformir
elemen-elemen visual menjadi bentuk yang ideal dan bernilai sesuai dengan ide serta gagasan 1973: 28.
I. Karya-karya Pembanding
Disini terdapat beberapa karya seniman baik dari dalam maupun luar negeri yang digunakan sebagai acuan pembanding dan sumber inspirasi penciptaan karya
dalam penyusunan tugas akhir karya seni ini. Acuan disini lebih menitikberatkan kepada aspek teknis visualisasi dimana saya sedikit banyak terpengaruh oleh gaya
visualisasi dan konsep berkarya yang mereka gunakan sehingga diharapkan akan dapat terlihat posisi karya saya dan sekaligus melihat keunikan dan kekuatan
karya lukis saya, karya tersebut antara lain:
a. Made Supena
Made Supena adalah seorang perupa Ekspresionisme-Abstrak yang
tumbuh subur di bali sejak tahun 1990-an, Made Supena merupakan perupa lulusan ISI Denpasar yang sekarang tergabung dalam sanggar dewata
Indonesia, antara lain Made Wianta, Made Bhudiana, Nyoman Erawan,
commit to user
32 Wayan Sika, dan banyak lagi perupa-perupa yang lebih muda. Untuk
membedakan diri dengan pelukis-pelukis abstrak dari Yogyakarta, Bandung dan Jakarta, para pionir ini terus-menerus bereksperimen mendedahkan ikon-
ikon budaya Bali pada karya-karya lukisnya, sebagai suatu upaya memperkenalkan identitas lokal ke-Bali-an. Dari sini kemudian bermunculan
lukisan-lukisan abstrakisme dan ekspresionisme-abstrak dengan ”rasa Bali.” Seperti pendedahan ikon kain poleng hitam-putih-abu, garis-garis yang
mengacu pada rerajahan gambar-gambar magis untuk ritual dan jimat, dominasi warna merah-hitam-putih-kuning, pembagian ruang atau bidang
yang mengacu pada filosofis sekala nyata-niskala maya dan rwe bhineda dua unsur yang berlawanan, namun mengharmoniskan, dan sebagainya.
Gambar 1
Karya Made Supena berjudul : ”Tebing”
Acrylic on canvas , 120 x 150 cm, 1990
Pada lukisannya kita bisa menikmati aneka rupa warna yang bersusun- susun, berlapis-lapis, berkelindan, membentuk berbagai komposisi harmoni.
Supena berupaya menafsirkan dan merepresentasikan realitas alam yang memikat jiwanya ke dalam gubahan lukisan-lukisan abstrak. Pelukis kelahiran
Singapadu-Gianyar, 12 Januari 1970 ini menggali ilham dari alam karena alam memang menyediakan banyak visual yang cenderung abstrak bila diamati dari
sudut tertentu. Misalnya langit pagi menjelang fajar atau langit senja saat matahari tenggelam, bentangan hijau sawah, liku-liku sungai yang airnya
commit to user
33 berwarna coklat, longsoran pasir, batu-batu akik, kerak-kerak kayu, tebing-
tebing sungai, ngarai, lembah yang diterpa cahaya sore, gejolak laut biru, lapisan pasir hitam pantai yang digerus air laut, dan sebagainya.
Yang menarik adalah lukisan berjudul ”Tebing” di mana Supena memperlihatkan kecenderungan abstraknya yang agak lain dari lukisan-
lukisannya terdahulu. Pada lukisan ini Supena menafsirkan tebing kedalam lukisan abstrak dengan pengolahan warna merah, kuning, oker yang berlapis-
lapis. Di pinggiran tebing yang berbatasan dengan air itu kita menjumpai tujuh segitiga yang meruncing ke bawah membentuk bayang-bayang pada air biru
pekat.Lukisan-lukisan abstrak Supena mirip seperti puisi-puisi Cina klasik yang memuji keindahan dan keagungan alam. Berbeda dengan pelukis
ekspresionisme-abstrak yang menciprat-cipratkan atau mengayunkan kuas dalam semangat action painting, Supena malah terkesan sangat hati-hati alias
alon-alon asal kelakon dalam menyusun elemen-elemen rupa yang membentuk lukisan abstraknya. Pembubuhan warna, pelapisan, pembentukan tekstur,
pencahayaan, pengolahan komposisi dilakukan penuh dengan berbagai pertimbangan dan perhitungan estetika. Dengan elemen-elemen rupa itu,
Supena seperti sedang menyusun puisi-puisi liris pada bidang-bidang kanvasnya.
b. Made Budhiana
Made Budhiana adalah
seorang perupa Ekspresionisme-Abstrak yang tumbuh subur di Bali sejak tahun 1990-an, Made Supena merupakan perupa
lulusan ISI Denpasar yang sekarang tergabung dalam sanggar dewata Indonesia, antara lain Made Wianta, Made Bhudiana, Nyoman Erawan, Wayan
Sika, dan banyak lagi perupa-perupa yang lebih muda. Spirit alam adalah kebebasan. Mereka yang tak percaya bahwa manusia dilahirkan ke dunia
bersama hak untuk hidup merdeka, rasanya perlu kembali menengok alam. Di mata alam, semua boleh dicatat, segalanya mendapat tempat. Baik-buruk,
gelap - terang, kekerasan dan kelembutan. Semua menyatu dalam paduan harmoni hidup yang ajaib dan mempesona. Keragaman, kontradiksi, konflik
atau bahkan pertentangan, bukan semata pertanda khaos yang carut-marut
commit to user
34 tanpa makna, sepanjang itu dihidupi dalam koridor hakikatnya yang tak saling
menaklukkan. Namun sebaliknya, justru memperkaya dan memperdalam nuansa khazanah kemanusiaan. Persepsi dan penafsiran terhadap denyut
realitas bagi masing-masing orang memang boleh, bahkan perlu, berbeda. Bagi dia, sumber penciptaan yang tak akan pernah habis digali
keindahannya adalah alam, baik itu alam natural, alam benda man-made nature, maupun masyarakat dan tradisi yang hidup didalamnya. Ia gampang
tergerak oleh lingkungan di sekitarnya. Kesemuanya itu - alam, manusia dan budaya - senantiasa ditatapnya sebagai sebuah perayaan, sekaligus peristiwa
estetis. Keyakinan seperti inilah yang membedakan karya Budhi dari kebanyakan pelukis abstrak yang lain. Dalam lukisan-lukisan abstraknya,
realitas hidup keseharian tetap menjadi acuan utama. Yang berbeda hanya caranya
dalam memilih
perspektif, mempersepsi,
dan akhirnya
merepresentasikan realitas itu lewat tafsir imajinasi di atas kanvas. Budhi terhadap realitas banyak dipengaruhi arus emosi yang bergejolak dari konflik
batin yang dialaminya. Itulah sebabnya lukisan Budhi selalu menghadirkan nuansa kegelisahan yang liar. Sapuan kuas yang bebas-lepas, penuh warna-
warni yang kontras disertai goresan-goresan tajam, semburan dan pelototan cat dalam ritme cepat, seolah melabrak segala batasan tradisi, material, style
maupun teknik dan teori lukis standar. Dalam sejumlah lukisannya, ekspresi liar Budhi tampak jelas dan teknik melukisnya yang membiarkan percikan-
percikan cat meleleh sendiri, dan seakan membebaskan lukisan itu untuk memilih bentuknya sendiri.
commit to user
35
Gambar 2
Karya Made Budhiana berjudul : “Untitle”
Acrylic on canvas , 150 x 200 cm, 1997
Jika ditelusuri lebih dalam, karya Budhi masih kuat menembuskan vitalitas napas tradisi masyarakat Bali di tengah kedahsyatan getaran gempa
modernisme saat ini. Dibandingkan periode terdahulu yang mengeksplorasi aspek magis seni gambar tradisional rerajahan Bali, karya-karyanya yang
belakangan lebih bersemangat menyerap roh tradisi itu dalam pesona warna- warni yang dinamis, meriah, serta kadang terkesan seronok - bahkan carut-
marut - seperti halnya ragam gerak, piranti etnik maupun musik tradisional Bali. Kendati demikian, sebagaimana maestro abstrak-ekspresionisme
Amerika, Jackson Pollock, muaranya tetaplah pada konsistensi-dalam inner consistency
. Artinya, kontemplasi dalam sistem harmoni total yang universal dan membebaskan.
c. Didik Dhnardono
Nama Didik Dhnardono merupakan salah seorang pelukis yang cukup aktif bekegiatan seni di Yogyakarta. Didik lahir di Pacitan Jawa Timur dan
mendapatkan pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta, jurusan seni rupa. Karya Didik secara umum menampilkan karya abstrak ekspresif dengan
suasana suram dengan dominasi warna-warna merah terang, mencitrakan ledakan-ledakan lewat garis-garis yang tercipta secara spontan . Didik berkarya
commit to user
36 tidak pada mengkonstruksi citra namun justru membiarkan unsur alami
membentuk citra itu sendiri, Didik membiarkan lelehan cat acrylic bercampur air, mengikuti irama diatas permukaan kanvas yang telah diberi genangan air
sembari mengatur gerakannya agar tidak menjadi liar. Penjelajahannya menghasilkan citraan yang spontan , namun dengan mengandalkan intuisi.
Gambar 3
Karya Didik Dhnardono berjudul : “White Crow”
Acrylic on canvas , 120 x 170 cm, 2006
Karya berjudul “White Crow” memvisualisasikan sesosok burung gagak berwarna putih dengan background warna merah memakai teknik blok,
sepintas terlihat gagak tersebut sedang terbang menuju kearah bawah, mungkin Didik hendak menggambarkan sosok gagak yang sedang menukik dengan
menampilkan goresan ekspresif dan warna putih, untuk mendapatkan efek gerak yang diinginkan.
d. Pramono
Pramono adalah salah satu perupa abstrak dengan karya lukisnya yang bisa dikatakan cukup eksis di Yogyakarta. Karyanya banyak menampilkan
spontanitas dengan banyak pilihan warna kuning, orange, merah, coklat, serta sedikit pilihan objek sehingga banyak didominasi goresan-goresan ekspresif
yang menghasilkan visualisasi manis. Pramono dilahirkan di Sleman, suatu desa di Jombor, daerah perkampungan sawah, dengan suasana tenang yang
mengkondisikan dia menghasilkan karya-karya abstrak penuh ketenangan.
commit to user
37 Pendidikan seni rupanya diperoleh dengan cara otodidak, melalui pencarian
sendiri maupun pegaulannya dengan sesama seniman. Visualisasi karyanya banyak menanpilkan suasana desa, seperti suasana
matahari terbit pagi, matahari tenggelam sore, hujan di persawahan, dan lain- lain dengan objek-objek khas pedesaan seperti ngarai, persawahan, gunung,
dan lain-lain yang disulapnya dalam goresan-goresan ekspresif yang manis.
Gambar 4
Karya Pramono berjudul : “Sunrise”
Oil on Canvas , 120 x 170 cm, 2005
Karya Pramono banyak menghadirkan tema-tema suasana pedesaan, salah satunya adalah karya yang berjudul Sunrise yang secara tenang
menggambarkan suasana matahari terbit pagi hari di pedesaan. Lukisannya menampilkan goresan yang sederhana dengan banyak bidang kosong serta
goresan spontan dan simbolik yang cukup mewakili banyak arti. Pramono mengatakan bahwa lukisannya lebih bersifat kecintaannya terhadap alam
dimana ia dibesarkan. Secara utuh karya Sunrise dapat dibaca sebagai upaya Pramono untuk mengingatkan bahwa manusia sebenarnya hidup diantara
keindahan dan wajib untuk mensyukurinya.
commit to user
38
e. Hermann Nitsch
Hermann Nitsch, lahir tahun 1938 adalah seorang seniman kelahiran Austria yang banyak bekerja dengan media-media eksperimental dan
multimedia karyanya mengeksplorasi tema-tema kekerasan. Ia berkaitan erat dengan kelompok Vienna Actionist yang karya-karyanya berada diluar katagori
genre seni tradisional. Hermann mengerjakan karya-karyanya melalui serangkaian performance art dengan memakai simbol-simbol ritual keagamaan
terutama yang berkaitan dengan ritual pengorbanan, mempertanyakan etika moral dan teologi. Dengan keseniannya ia mencari pencerahan melalui ritual
pengorbanan, penyaliban dan penyembelihan binatang yang mengingatkan kepada ritual tradisional paganistik. Karya lukisannya yang dihasilkan melalui
performance yang dilakukannya action painting juga merekam sedemikian
rupa jejak “kekerasan” yang melandasi proses berkaryanya, berupa semacam leleran dan ceceran darah yang didominasi warna merah yang seolah
mengindikasikan adanya mutilasi organis. Karyanya yang biasa digolongkan kedalam katagori actionism konon hadir sebagai ikon suci signifikasi metafisik
yang menampilkan kecantikan dari kengerian itu sendiri, sebuah kontemplasi kehidupan yang sublim tentang kekuasaan, transgresi, dan ekstremisitas
Berikut adalah salah satu karyanya yang berjudul Six Day Play yang merupakan sebuah karya terakhir dari salah satu proyek seninya yang dimulai
sejak tahun 1957. Karya ini dimaksudkannya sebagai cerita penciptaan yang berkaitan dengan dekadensi humanisme.
commit to user
39
Gambar 5
Karya Hermann Nitsch berjudul : “Six Day Play”
Oil and acrylic on Canvas , 200 x 300 cm, 1998
Six Day Play secara umum menampilkan “jejak kekerasan” melalui warna dan
corak lukisan yang didominasi leleran cat berwarna merah darah, memenuhi bidang kanvas mulai dari bidang atas sampai kebagian bawah yang dengan
mudah mengasosiasikan pikiran kita dengan percikan darah. Karya ini terasa bertambah “berat” melalui ukurannya yang cukup spektakuler yakni 200 x 300
cm. Dengan jalan ini Hermann Nitsch menemukan jalan yang tepat untuk merepresentasikan konsep dan gagasannya.
commit to user
40
BAB III PROSES VISUALISASI PENCIPTAAN
A. Ide Pemilihan Objek
“Work of art is a man made object”. Karya seni lahir berkat adanya kegiatan manusia, tentu saja disini karya seni rupa memunculkan adanya obyek
itu sebagai hasil karya seni itu sendiri. Karya seni apapun materialnya selalu berada di dalam lapisan dan kaitan nilai-nilai , konteks, makna, dan interpretasi.
Itulah mengapa karya seni rupa sebagai satu tindakan total rasa, imajinasi, gagasan, pikiran, impian, obsesi individu terhadap dunia sekelilingnya merupakan
salah satu bentuk produk kebudayaan, karena ia berada dan berfungsi dalam proses pembelajaran, merespon, memahami, merenungkan, memaknai, dan
mencerahkan. Sebagai makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial manusia selalu berhadapan dengan nilai-nilai baik subyektif maupun obyektif gesekan
antara keduanya sering kali menimbulkan tegangan-tegangan yang muncul ke permukaan sebagai akibat interaksi antar individu.
Dari sinilah ide awal pemilihan obyek karya pelukis bermula, secara umum kebanyakan karya pelukis banyak menampilkan dominasi ruang yang kosong
dengan perspektif yang mengesankan keruangan serta menampilkan narasi manusia dengan lingkungan yang biasa mengelilinginya semisal pintu, bidang,
sosok tubuh dan beberapa obyek lain yang dekat dengan kehidupan manusia, hal tersebut banyak ditemukan pada karya-karya awal lukisan pelukis sebagai
visualisasi pelukis terhadap manusia dan kompleksitas permasalahan yang banyak melingkupinya, disana akan cenderung membawa apresian ke arah lanskap yang
senyap, sunyi dan tanpa batas yang terkadang dapat membawa manusia ke dalam perasaan yang “menyakitkan” karena individualitas yang secara kodrati
dimilikinya. Kemudian pada perkembangan selanjutnya karya lukisan lebih mengarah langsung kedalam rasa “sakit” seperti yang pelukis sebutkan diatas
dengan visualisasi yang lebih simpel dan cenderung tidak senaratif karya-karya awal penulis. Disini penulis cenderung lebih menekankan pada kekuatan obyek
yakni memunculkan angka tujuh yang dilukis secara terselubung diantara objek- 29