KONFLIK INTERNAL SEBAGAI BAGIAN IDE PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS

(1)

commit to user

TUGAS AKHIR KONFLIK INTERNAL

SEBAGAI BAGIAN IDE PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS

OLEH : MAWARDI NIM : K3202036

Laporan Tugas Akhir Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Seni Rupa

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

PERSETUJUAN

Tugas Akhir ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Tugas Akhir Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Dra. M.Y.N. Yuliastuti, M.Pd. NIP. 19580705 198702 2 001

Pembimbing II

Adam Wahida. S.Pd., M.Sn NIP. 19730906 200501 1 001


(3)

commit to user

PENGESAHAN

Laporan Tugas Akhir ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Tugas Akhir Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi syarat mendapat gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Jum’at Tanggal : 30 April 2010

Tim Penguji Skripsi

(Nama Terang)

Ketua : Drs. Tjahjo Prabowo, M.Sn. NIP.19530429 198503 1 001 Sekretaris : Drs. Margana, M.Sn.

NIP.19600612 199103 1 001 Anggota I : Dra. M.Y.N. Yuliastuti, M.Pd.

NIP.19580705 198702 2 001 Anggota II : Adam Wahida, S.Pd., M.Sn.

NIP.19730906 200501 1 001

(Tanda Tangan)

: ……….

: ...……….

: ……….

: ………

Disahkan Oleh :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 19600727 198702 1 001


(4)

commit to user

ABSTRACT

MAWARDI. KONFLIK INTERNAL SEBAGAI IDE PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS. The final assignment, Surakarta : Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University Surakarta, April 2010.

The purposes of this art of painting creation are : 1) To visualize the concept and basic idea of the art of painting creaion which based on he internal conflict as an inspiration, 2) To describe the process of making the art of painting creation which has internal conflict background as an inspiration, 3) To describe the art of painting creation which has a resource from internal conflict’s theme.

The method which is used in the art of painting creation include the writer’s expression in experience processing, comprehension, and the result of writer’s experiment toward a something new the expressed on the canvas with the consept of create. About the achievementof the shape, the writer usually begin with an application of acrylik paint directly on the canvas, examined the effect that as appear, aimed, and manage those effect, then in a processing of it start to imagine about a certain shapes appropriate with the first concept, they are reduction from the organ’s body human or animal.

The visualization which has he shape o scratch, wiper, trickle, and the application of internal conflict which is distorted or appeared with a certain way, beside of the election of the other objects, used an expression language of internal conflict of the writer or more far called as an expressive from in making the art of painting creation. Thus, the writer tries to produce paint which more fresh and has many kind of variation as a part of process of study and writer’s artistic. There are eight creations in this final assignment. Those are : 1) “Potret Diri” In this creaion, the writer tells about the personal character of writer before got an external influence. 2) “Sebuah perjalanan hidup” this performance creation tells about a reality in a life which is inclined monotone without a change which can give another colour. 3) “Where is My Head?” in this creation, the writer wants to inform that every people have point of view and value to another people which has good or bad behaviour. 4) “A Choice” this creation of installation art tells that a choice which is confused for the writer to measure in clear to determine which way to choose to build a life’s ideals. 5) “Orange memikat” this creation tells about someone who wants to appeal by their peers. 6) “ Prb’ Menusuk Jantungku” for the writer, this creation become a diary for the writer’s hope to “kill” the regret side which the writer’s fate that sometimes become a weaknesses and hurt the writer’s feelings. 7) “Air Mata” generally depicts a regret expression of the writer enter on life in the past which is clamp. 8) “Sembah Sujud” this creation generally wants to build a consciousness about the way of life which the writer try to meaning it.


(5)

commit to user

ABSTRAK

MAWARDI. KONFLIK INTERNAL SEBAGAI IDE PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS. Laporan Tugas Akhir, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2010.

Tujuan penciptaan karya seni lukis ini adalah : 1) Memvisualisasikan konsep dan ide dasar penciptaan karya seni lukis yang berdasarkan konflik internal seagai inspirasi, 2) Mendeskripsikan proses pembuatan karya seni lukis yang berlatar belakang konflik internal sebagai inspirasi, 3) Mendeskripsikan karya seni lukis yang bersumber dari tema konflik internal.

Metode yang digunakan dalam penciptaan karya seni lukis ini meliputi Ekspresi penulis dalam mengolah pengalaman, pemahaman, dan hasil pengamatan penulis terhadap sesuatu baru kemudian diluapkan ke atas bidang kanvas dengan konsep berkarya. Mengenai pencapaian bentuk penulis biasa memulainya dengan pengaplikasian cat acrylik secara langsung di atas kanvas, mengamati efek yang timbul, mengarahkan dan mengolah efek-efek tersebut, kemudian dalam prosesnya mulai berimajinasi mengenai bentuk-bentuk tertentu sesuai konsep awal yakni reduksi dari organ-organ penyusunan tubuh baik manusia maupun binatang.

Visualisasi yang berupa ogan-organ, sapuan, lelehan, dan penerapan konflik internal yang didistorsikan atau dimunculkan dengan cara tertentu, disamping pemilihan obyek-obyek yang lain, digunakan sebagai bahasa ungkapan konflik internal dalam diri penulis atau lebih jauh disebut sebagai expressive form dalam penciptaan karya seni lukis. Dengan demikian penulis mencoba untuk menghasilkan lukisan yang lebih segar dan bervariasi sebagai bagian dari proses belajar dan berkesenian penulis. Keseluruhan karya dalam tugas akhir ini berjumlah 8 buah karya meliputi : 1) “Potret Diri” Dalam karya ini penulis menceritakan tentang karakter pribadi penulis sebelum adanya pengaruh dari luar. 2) “Sebuah perjalanan hidup” karya performance ini menceritakan tentang realitas dalam pergulatan kehidupan yang cenderung monoton tanpa adanya sebuah perubahan yang dapat memberikan warna lain. 3) “Where is My Head?” disini penulis ingin menyampaikanbahwa setiap orang tentunya memiliki pandangan dan penilaian terhadap orang yang sikapnya baik atau buruk. 4) “a choice” karya seni instalasi ini menceritakan adanya sebuah pilihan yang membingungkan penulis untuk bertindak secara tegas dalam menentukan jalan mana yang harus dipilih untuk membangun kehidupan yang telah dicita-citakan. 5) “Orange Memikat” karya ini menceritakan seseorang yang ingin menarik perhatian terhadap sesamanya. 6) “Prb’ Menusuk Jantungku” bagi diri pribadi karya ini menjadi semacam diary atas keinginan penulis untuk membunuh sisi regret penulis sendiri. 7) “Air Mata” karya ini secara umum menggambarkan sebuah ungkapan penyesalan penulis dalam menjalani kehidupan masa lalu yang dianggapnya kelam. 8) “Sembah Sujud” karya ini secara umum ingin membangun penyadaran tentang jalan hidup yang penulis berusaha memaknainya.


(6)

commit to user

MOTTO

o KAMU : Karep Akal mantep Usaha


(7)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan Kepada :

• Allah S.W.T dan Rasul-Nya. • Bapak dan Ibu terhormat

Atas kesabaran dan kasih sayangnya selama ini, yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, dan selalu mendukung ananda hingga detik ini...

• Kakak dan Adikku tersayang

Isti, Nyoto, Martanti, Padma, Ali, Ikhsan atas semua dukungan dan doanya.

• Bapak dan Ibuku di Banjarnegara

Terima kasih atas kepercayaannya dan dukungan serta pengertiannya selama ini.

• Prb.kutujukan untukmu • Sahabat-sahabatku

Atas cinta dan kasihmu yang selalu memberiku semangat untuk menggapai masa depan.

• Teman-teman seperjuangan • Almamater


(8)

commit to user

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT berkat taufik dan hidayah-Nya skripsi ini dapat disusun dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh mahasiswa untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta.

2. Drs. Suparno, M.Pd. sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sebi FKIP UNS Surakarta.

3. Drs Tjahjo Prabowo, M.Sn. sebagai Ketua Program Pendidikan Seni Rupa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP UNS Surakarta.

4. Dra. M.Y.N Yuliastuti, M.Pd. selaku Pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. 5. Adam Wahida, S.Pd., M.Sn. selaku Pembimbing II yang dengan sabar

memberikan petunjuk dan bimbingannya sehingga dapat memperlancar penulisan tugas akhir ini.

6. Bapak Bonyong Munni Ardhi yang selalu memberi masukan dan terus menyemangati dalam berkesenian.

7. Almnus Sanggar KM WC, Komunitas DBS, SMM, Anti Kensel, The Bloker, Kang Hari dan Istri, Kang santo, Wisnu (Kopong), Juna dan Sasa, Pii dan Istri, Opik dan Istri, Endit dan Istri, Aryo dan Istri, Adi (ompong), Dhidik, Kunting, Tegas, Inug, Doyok, Jokos, Galang, Mbendol dan Itut, Wisnu (cahaya), Sony, Nastiti, Ismi, Wulan, Anang, Sundari Kiki, Mulyono, Mbak Sri yang telah mendukung dan memberikan semangat.


(9)

commit to user

8. Teman – teman mahasiswa Seni Rupa FKIP UNS.

9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu terlaksananya penciptaan karya Tugas Akhir. Semoga segala amal baik tersebut mendapat imbalan dari Allah SWT.

Surakarta, 30 April 2010


(10)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

ABSTRAK... v

HALAMAN MOTTO... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ... x

DAFTAR GAMBAR... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penciptaan ... 1

B. Rumusan Penciptaan ... 2

C. Tujuan Penciptaan ... 2

D. Manfaat Penciptaan ... 3

BAB II KAJIAN SUMBER PENCIPTAAN ... 4

A. Konflik Internal Psikologis ... 4

B. Tinjauan Tentang Seni Lukis ... 8

C. Ekspresionisme ... 10

D. Simbolisme dan Seni ... 11

E. Karakteristik Karya ... 14

F. Unsur – Unsur Seni Rupa ... 15

G. Prinsip Seni ... 17

H. Tema, Bentuk, Bahan, dan Teknik Dalam Seni Lukis ... 19

I. Karya – Karya Pembanding ... 20

BAB III PROSES VISUALISASI ... 29

A. Ide Pemilihan Obyek ... 29


(11)

commit to user

C. Bahan, Alat, dan Teknik ... 31

D. Tahap Visualisasi ... 34

BAB IV DESKRIPSI HASIL PENCIPTAAN ... 35

A. Deskripsi Karya ... 35

BAB V PENUTUP... ... 45

A. Kesimpulan ... 45


(12)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Karya Made Supena berjudul : “Tebing” Gambar 2 : Karya Made Budhiana berjudul : “Untitle”

Gambar 3 : Karya Didik Dhanardono berjudul : “White Crow” Gambar 4 : Karya Pramono berjudul : “Sunrise”

Gambar 5 : Karya Hermann Nitsch berjudul : “Six Day Play” Gambar 6 : Karya berjudul : “Potret Diri”

Gambar 7 : Karya brjudul : “Where is My Head?” Gambar 8 : Karya berjudul : “a Choice”

Gambar 9 : Karya berjudul : “Orange Memikat”

Gambar 10 : Karya berjudul : “Prb’ Menusuk Jantungku” Gambar 11 : Karya berjudul : “Air Mata”


(13)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penciptaan

Seni dalam ruang dan waktunya mewadahi semangat kreatifitas setiap pelaku pada generasinya terlepas dari pergumulan, perdebatan, dan pertentangan yang muncul. Karya seni dengan segala wacana pelengkapnya melahirkan manifestasi seni yang atas nama kebaruan dan kreatifitas muncul dan mendobrak kisi-kisi konvensi yang telah mapan sebelumnya, dan pada kelanjutannya karya tersebut tidak lagi menjadi barang sakral namun lebih menjadi semacam catatan yang merefleksikan semangat zamannya, terlebih pada karya-karya seni kontemporer yang cenderung menampakkan hal-hal populer sehari-hari, banal, dan cenderung merayakan budaya permukaan. Disertai “seabrek” konsep yang bersumber dari sekian banyak teori yang terkadang sulit untuk dikaitkan secara langsung dengan seni (rupa), sebuah karya dapat dirunut dalam segala sesuatunya mulai dari ide penciptaan karya tersebut untuk ditampilkan dan diapresiasikan orang lain, baik yang dicerna secara perlahan-lahan, ataupun seketika itu juga saat dilihat, sehingga proses perjalanan berkasenian berlaku sampai pada dimana ia berhenti pada tahapnya. Seniman atau perupa, pada dasarnya seperti seorang pewarta nilai, gubahan bentuk dan rupa adalah upayanya menawarkan, dan sekaligus menyembunyikan nilai dan makna. Di dalamnya terdapat sejumlah kode-kode estetik, metafora, simbolisasi yang mengisyaratkan berbagai fungsi, makna, dan tendensi. Terlepas apakah ini menjadi sesuatu yang lebih baik atau sebaliknya, karya seni akan menjadi baik, efektif, berguna dan berarti bagi minimal diri sendiri, orang lain, lingkungannya bahkan menembus batas-batas kebudayaan dan wilayah atau dengan kata lain mendunia.

Ide penciptaan karya seni dapat bermula dari apa saja, baik dalam diri sendiri ataupun respon terhadap lingkungan sekitarnya, tidak lagi hanya yang ”penting” , yang ”adiluhung” , yang ”indah” dan lain sebagainya, akan tetapi sebaliknya bisa pula mengenai konflik personal, luka, rasa sakit, dan keterasingan yang muncul dari dalam individu. Berangkat dari sinilah terbuka berbagai


(14)

commit to user

kemungkinan dalam penciptaan dan pemaknaan terhadap karya seni yang lebih luas untuk dapat ditawarkan, termasuk di dalamnya konsep-konsep alternatif yang berkesinambungan yaitu kejujuran untuk mengungkap apa yang dirasakan dalam individu sebagai serangkaian rantai dialektika yang saling memperkuat, melengkapi atau bahkan saling menentang dan disampaikan pada karya seni lukis dengan cara tertentu dalam koridor kreatif dan ditampilkan untuk dapat diapersiasi oleh orang lain.

Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba mengemukakan gagasan yang diwujudkan kedalam karya seni lukis yang menampilkan visualisasi berupa goresan-goresan, sapuan, lelehan dan penerapan konflik internal yang distorsi atau dimunculkan dengan cara tertentu, disamping pemilihan objek-objak yang lain, digunakan sebagai bahasa ungkap konflik internal dalam diri pelukis atau lebih jauh disebut sebagai expressive form dalam penciptaan karya seni lukis. Dari proses gagasan, visualisasi, kemudian untuk diapresiasi, penulis berharap akan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan seni rupa pada umumnya dan sebagai proses berkesenian pribadi pada khususnya.

B. Rumusan Penciptaan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang berkaitan dengan penciptaan karya antara lain:

1. Bagaimana membuat karya seni lukis berdasarkan koflik internal sebagai ide penciptaan ?

2. Bagaimana wujud dan karakteristik karya seni lukis berlatar belakang koflik internal sebagai ide penciptaan ?

C. Tujuan Penciptaan

Tujuan dari penulisan ini adalah :

1. Mendeskripsikan konsep dan ide dasar penciptaan karya seni lukis yang berdasarkan koflik internal sebagai inspirasi.

2. Mendeskripsikan proses visualisasi dalam pembuatan karya seni lukis yang berlatar belakang koflik internal sebagai inspirasi.


(15)

commit to user

3. Mendiskripsikan visualisasi karya seni lukis yang bersumber dari tema koflik internal.

D. Manfaat Penciptaan

Manfaat dari penulisan ini adalah :

1. Bagi penulis bermanfaat sebagai sarana pembelajaran dalam proses berkesenian dan sebagai sarana mengkomunikasian ide-ide yang penulis miliki.

2. Bagi pembaca, besar harapan penulis agar tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran, referensi dan sumber pengetahuan dunia seni (rupa). 3. Bagi Universitas Sebelas Maret Surakarta adalah sebagai tambahan referensi


(16)

commit to user

BAB II

KAJIAN SUMBER PENCIPTAAN

A. Konflik Internal Psikologis

Sepanjang kehidupannya, manusia banyak mengalami kasus yang melibatkan konflik internal dalam diri, konflik di sekolah, konflik sosial dengan lingkungan, konflik di dunia kerja, konflik rumah tangga, dan lain-lain. Umumnya konflik tersebut terjadi karena peranan dari berbagai faktor, namun situasi kerap menjadi semakin rumit dengan adanya kebiasaan manusia menilai situasi, diri, orang lain dan dunia secara negatif. Pola ini membuat konflik menjadi semakin besar karena manusia (tanpa sadar) lebih suka menambah tekanan pada situasi yang dihadapi daripada mencari alternatif solusi permasalahan. Menurut Darlina Julius G dalam UPI YAI Book Dicussion manusia cenderung lebih tertarik untuk melampiaskan emosi terpendam daripada berusaha melihat situasi dengan sisi yang berbeda, yang membuatnya kerap luput memperhitungkan konsekwensi akan tindakannya. Manusia menjadi lebih reaktif daripada bersikap proaktif, merencanakan strategi untuk mencapai hasil yang diharapkan (2008: 3).

Tekanan demi tekanan dari setiap masalah yang semakin meningkat, dengan kekhasan daya tahan-sebagai hasil perpaduan dari bakat bawaan dan pola belajar - membentuk kombinasi kepribadian yang juga khas pada diri manusia dan turut berperan dalam menentukan arah akan ”menjadi seperti apa?” seorang manusia dalam kehidupannya. Ada yang gagal bertahan dan kemudian mengadopsi gangguan-gangguan fisik dan psikologis tertentu, ada yang mencoba bertahan namun gagal dan membiarkan luka batin kerap mengganggu kehidupan, namun ada yang berhasil bertahan, meningkatkan ketegaran, merubah diri, menjalani kehidupan secara bahagia, bermartabat dan sehat lahir batin.

Berbagai problema kehidupan yang terus muncul dalam kehidupan akan semakin terakumulasi karena manusia gagal memahami situasi yang sebenarnya terjadi dan salah mengambil pilihan terhadap kehidupannya.

Manusia ditakdirkan untuk berbeda dengan mahluk lain, diciptakan dengan banyak kelebihan; terutama berpikir, merasa, dan bertindak. Dengan segala


(17)

commit to user

kelebihan dan kekurangannya, manusia memiliki kesempatan untuk menentukan pilihan dalam hidup, dimana setiap pilihan yang berbeda - seiring dengan takdirnya-akan menentukan arah nasib yang berbeda pula dalam proses menjadi “seperti apa” dirinya di kemudian hari.

Dalam proses menjadi “seperti apa” itu, manusia mengalami banyak peristiwa dan kejadian-kejadian yang akan menempatkan dirinya dalam suatu proses duniawi yang khas manusia, yaitu Belajar. Proses belajar yang dilalui manusia menandai perubahan diri seseorang untuk menjadi individu yang berbeda nantinya. Sekali lagi manusia menggunakan kekuatan dan kelebihan khas manusiawinya untuk menentukan pilihan hidup, yang ditandai dengan motivasi. Motivasi inilah yang membedakan manusia, antara manusia yang satu dengan yang lain, yang mau berubah menjadi individu yang lebih baik atau tidak mau dan justru menjadi manusia yang tidak baik sama sekali. Motivasi juga yang menandai kekuatan dari keinginan manusia untuk belajar dan berubah.

Salah satu makhluk Tuhan yang sangat khas mengalami perubahan menjadi sosok yang jauh lebih indah adalah kupu-kupu. Proses perubahan itu dikenal dengan istilah metamorfosa. Bayangkan seekor kupu-kupu, yang mengalami metamorfosa dari bentuk ulat, menjadi kepompong dan kemudian menjadi kupu-kupu yang indah.

Manusia tidak mengalami metamorfosa, dalam artian fisik yang sesungguhnya, tidak mengalami proses terlahir serupa telur, menjadi ulat, menjadi kepompong lalu terlahir kembali menjadi seperti kupu-kupu. Tetapi sebenarnya, dengan prinsip asosiasi yang serupa, proses metamorfosa dapat terjadi pada manusia secara psikologis pada momen-momen tertentu dalam kehidupan, yang menandai berbagai macam perubahan, baik perubahan peran, perubahan kepribadian, perubahan kualitas hidup, bahkan perubahan nasibnya. Setiap proses perubahan yang terjadi, mengandung pilihan bijak individu, untuk berubah menjadi sosok yang lebih indah-bagaikan kupu-kupu.

Berbeda dengan kupu - kupu yang tidak memiliki pilihan, manusia justru memiliki kesempatan untuk memilih, menumbuhkan motivasi dalam diri, mengambil keputusan, menjalani proses belajar, memaknai hidup dan menjadi (seperti) kupu - kupu.


(18)

commit to user

Yang tetap perlu diingat adalah bahwa semua peristiwa dalam kehidupan manusia selalu mengandung campur tangan Tuhan, penguasa jagad raya, dan bahwa sesungguhnya Tuhan tiada pernah merubah nasib manusia, kecuali apabila manusia itu mau berusaha merubah nasibnya sendiri.

1. Karakteristik Konflik

Konflik adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Di dalam konsep kerjasama tim ada “form, storm, norm, perform”. Selain pembentukan, penciptaan norma dan standar, dan berunjuk kerja, ada juga badai. Di dalam konsep perubahan ada “pain, isolate, heal, dan commitment”. Selain mengisolasi diri, penyembuhan, dan berkomitmen, ada juga merasakan sakit. Semua fase di dalam kerjasama tim dan perubahan itu adalah tahapan-tahapan yang paling alamiah di dalam kehidupan. Maka, konflik sebenarnya juga membawa kebaikan di baliknya.

Konflik terjadi ketika ada dua atau lebih nilai, sudut pandang, prinsip, atau pendapat berkontradiksi satu sama lain. Konflik dapat terjadi:

a. Di dalam diri kita sendiri (konflik internal), yaitu ketika merasa tak lagi hidup di dalam sistem nilai yang kita yakini sebagai kebaikan dan kebenaran.

b. Ketika kita merasa bahwa nilai, sudut pandang, prinsip, atau pendapat kita sedang terancam (konflik eksternal).

c. Ketika kita merasa terancam oleh ketakutan dan kekhawatiran akibat kekurangtahuan atau oleh sesuatu yang tidak kita ketahui, atau oleh rasa kurangnya pencapaian (konflik eksternal). Ini bisa diselesaikan dengan terus belajar.

2. Manfaat Konflik

a. Konflik memberi kekuatan untuk lebih fokus pada isu-isu dari persoalan. b. Konflik membantu kita untuk tetap hidup realistis "di dunia nyata" yang

tidak sempurna.

c. Konflik membantu kita untuk belajar dan mengambil manfaat dari berbagai perbedaan.


(19)

commit to user

3. Cara Berurusan dengan Konflik Internal

a. Identifikasi konfliknya, jika perlu jadikan proyek dan beri nama. Ingatlah bahwa "nama = makna". Tanpa nama, sulit memberi makna. Dan tanpa makna, yang ada adalah kebingungan dan ketidakjelasan.

b. Berbicaralah kepada seseorang. Ini diperlukan untuk meringkaskan konflik menjadi deskripsi yang lebih pendek dan akurat.

c. Ambillah sebuah sudut pandang terhadap konflik. Gunakan sebuah kacamata, misalnya pengembangan diri, kemajuan karir, pribadi, masa depan profesi, karyawan, pebisnis, dan sebagainya. Seberapa pentingkah terselesaikannya konflik ini? Apakah memburuknya konflik ini terjadi karena kita lelah, karena kita marah, atau karena hal lain? Apa peran diri kita di dalam konflik ini? Pemicu, penyebab, memperparah, meringankan, memperjelas, memperberat? Ini diperlukan untuk memutuskan apakah kita perlu melakukan yang nomor 2 di atas.

d. Lakukan apa yang bisa kita lakukan secara konstruktif terkait dengan konflik. Uraikan deskripsi konflik (poin 2 di atas) menjadi poin-poin isu. Pilih setidaknya satu isu yang bisa kita garap untuk keluar dari konflik. Lalu tentukan setidaknya tiga tindakan terkait dengan isu itu. Untuk setiap tindakan, tentukan minimal tiga pro dan kontranya. Pilih tindakan yang paling meringankan konflik.

e. Lakukan. Tunggu perkembangan setidaknya satu hari, guna menentukan tindakan lain.

B. Tinjauan Tentang Seni Lukis

Estetika sebagai hasil perkembangan pemikiran manusia telah lama berupaya memetakan apa yang selama ini disebut dengan keindahan dari berbagai sudut kemungkinan pembacaan atasnya. Perkembangan kebudayaan manusia berbanding lurus dengan makin banyak dan beragamnya definisi tentang keindahan terlebih ketika manusia mulai menemukan dan menyadari hadirnya seni. Selanjutnya keduanya mulai bersinergi membentuk serangkaian diskursus yang teramat kompleks. Hope M. Smith mengatakan “In essence,aesthetics is the


(20)

commit to user

philosophy of the beautiful,the science of beauty and “taste” Pada pokoknya ,estetika adalah filsafat tentang hal yang indah, ilmu tentang keindahan dan “citarasa” (dalam The Liang Gie 1996: 87). Sedangkan lebih jauh berkaitan dengan seni rupa atau visual arts, EB. Feldman menjelaskan bahwa estetika dapat diberi arti sebagai ilmu pengetahuan pengamatan (The Science of Perception). (dalam Sahman 1993: 45)

Seni rupa sebagai salah satu cabang seni yang mutlak melibatkan unsur visual tentulah termasuk didalamnya,lebih khusus lagi menunjuk pada seni lukis dimana unsur visual merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari proses pengamatan tersebut baik dalam rangkaian proses penciptaannya maupun kelak dalam kaitannya dengan apresiasinya. Oleh EB. Feldman estetika bahkan tidak hanya digunakan dalam arti filsafat seni tapi, tetapi sebagai ilmu pengetahuan tentang pengamatan yang berurusan dengan pertanyaan yang ada kaitannya dengan cara dan proses pengamatan yang kemudian membentuk pengalaman seni. Maksud dengan pengamatan adalah hal ikhwal melihat dan memahami bentuk-bentuk visual. Seni lukis sebagai bagian dari visual arts memerlukan estetika sebagai sumber telaahnya, dalam artian pemahaman terhadap seni lukis idealnya harus berdasarkan pada pengamatan terhadap unsur-unsur pembentuk karya seni tersebut. Lukisan sebagai sebuah karya seni atau sebagai salah satu media seni menggunakan segi visual atau fisik sebagai unsur utamanaya, daya ungkap, kualitas (dalam hal ini ciri-ciri yang memenuhi syarat) seni lukis terletak tentu saja pada apa yang dapat dilihat terlebih dahulu baru kemudian melalui proses apresiasi akan muncul interpretasi serta pemahaman yang lebih jauh terhadap karya tersebut.

Seni lukis adalah salah satu cabang seni rupa dua dimensi yang populer dan mempunyai banyak gaya, aliran, dan teknik pembuatan maupun bahan serta alat yang digunakan. Dalam proses penciptaan, karya seni rupa dua dimensi ini tidak terlalu terikat pada aturan teknis yang rumit bila dibandingkan dengan cabang seni rupa lainnya semisal seni patung dan seni cetak (grafis) dimana memerlukan langkah-langkah yang lebih banyak dan kompleks walaupun pada perkembangannya seni lukis mengalami banyak pengembangan dalam teknis pengerjaannya. BS. Myers mengatakan bahwa melukis adalah membubuhkan cat


(21)

commit to user

(yang kental maupun cair) di atas permukaan yang datar, sehingga karya lukis sering dilihat sebagai karya dua dimensi. (dalam Sahman 1993: 55) Berbagai kesan dan konfigurasi yang diperoleh darinya diharapkan dapat mengekspresikan berbagai makna atau nilai subjektif, mengenai bidang sebenarnya tidak harus berupa bidang datar mengingat terdapat kemungkinan untuk melukis pada bidang yang tidak datar, melengkung atau bergelombang misalnya. Sementara The Liang Gie mendefinisikan seni lukis sebagai hasil karya dua dimensional yang memiliki unsur warna, garis, ruang, cahaya, bayangan, tekstur, makna, tema dan lambang (1996: 97). Selain itu, Mikke Susanto mengatakan bahwa seni lukis adalah bahasa ungkap dari pengalaman artistik maupun ideologi yang menggunakan warna dan garis guna mengungkapkan perasaan, mengekspresikan emosi dari kondisi subyektif seseorang (2002: 71). Berkaitan dengan hakikat penciptaan seni visual (lukisan), Yasraf Amir Pilliang berpendapat bahwa lukisan adalah jalan berliku yang penuh dengan tanda tanya, yang jawabannya ditangguhkan, diulur-ulur, penuh jebakan, jawaban palsu yang pada akhirnya menggiring kita ke arah satu jawaban, satu kebenaran atau malah meninggalkan kita dalam keadaan tanpa jawaban dan tanpa kebenaran (2003: 244 ). Dari beberapa pendapat tersebut diatas, seni lukis mengandung pengertian sebuah kebulatan atau keutuhan secara organis yang melibatkan unsur-unsurnya kedalam bidang dua dimensional yang merupakan penjabaran dari sebuah ide, ekspresi, dan emosi subyektif yang didalamnya memiliki banyak kemungkinan untuk ditelaah dan dicari maknanya. Seni lukis biasanya mengunakan kanvas sebagai medianya, namun selanjutnya seni lukis mengalami perkembangan yang pesat termasuk dalam penggunan materi alternatif sebagai medianya, terlebih pada karya-karya lukis dewasa ini dimana eksperimentasi teknis dan konsep banyak dilakukan sehingga menghasilkan karya-karya seni lukis yang lebih beragam baik dalam pemilihan bahan, obyek, dan tema lukisannya. Hal ini banyak dilakukan karena masing-masing seniman berupaya menampilkan keunikan dalam karya-karyanya, terlebih lagi ketika konsep kekinian banyak dijiwai hal ikhwal personalitas. Keunikan individu untuk tidak menjadi sama adalah nilai lebih, Modus dan cara penyajian yang mainstream seringkali “digugat” dan begitu pula ketika merambah ke urusan obyek-obyek “baru” dan bahkan terkadang tidak “indah” paling tidak ketika dikaji secara


(22)

commit to user

konvensional bentuk-bentuk estetik tersebut dapat saja menampilkan hal-hal yang tidak lazim dan bahkan bagi sebagian orang tidak masuk akal untuk dikatagorikan sebagai karya seni. Namun hal tersebut merupakan hasil perkembangan wacana yang ada yang selalu memungkinkan munculnya gagasan-gagasan dan ide-ide yang berkembang seiring zaman. Dari sinilah sebuah karya seni mampu menempatkan diri sebagai salah satu kemungkinan artefak untuk membaca kecenderungan zaman tertentu.

C. Ekspresionisme

Seni cenderung memuat ungkapan dan kondisi subyektif seseorang, oleh karena itulah seni seringkali dikaitkan dengan ekspresi pribadi. Herbert Read mengatakan bahwa secara teoritis urutan terjadinya seni adalah: pengamatan terhadap kualitas material, penyusunan terhadap hasil pengamatan, dan penataan susunan tadi untuk mengekspresikan emosi atau perasaan yang dirasakan sebelumnya. Berkaitan dengan hal tersebut dalam seni lukis terdapat sebuah istilah untuk menunjuk penciptaan karya yang mendasarkan pada ekspresi pribadi, yaitu ekspresionisme (dalam Soedarso 1990).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekspresionisme berarti aliran seni yang melukiskan perasaan dan penginderaan batin yang timbul dari pengalaman diluar yang diterima tidak saja oleh panca indera, melainkan juga oleh jiwa seseorang (2001: 291). Soedarso menjelaskan pendapat Worringer tentang ekspresionisme sebagai berikut: “…karya ekspresionistik umumnya terdapat tendensi ke arah individualistik. Pada pribadi-pribadi tidak ditumbuhkan nilai-nilai sosialnya, melainkan dikembangkan kesadarannya akan isolasi dan keterpisahannya, dalam arti bahwa sekalipun secara fisik berkumpul dengan orang lain, namun secara psikologis setiap orang adalah terpisah…” (1990: 78). Sedangkan Herbert Read menjelaskan bahwa ekspresionisme adalah suatu jenis seni yang berusaha untuk menggambarkan perasaan subyektif seorang seniman, bukan kenyataan alam yang obyektif. Lebih lanjut Read menyatakan :…”seni yang ekspresionistik adalah seni yang memberikan pelepasan lahiriah bagi desakan, ataupun bagi kepentingan-kepentingan yang ada (dalam Listiono 1974 : 28). Desakan tersebut digerakkan oleh emosi , perasaan atau sensasi, dan dengan


(23)

commit to user

demikian hasil seni menjadi jalur-jalur pengaman yang dapat menyalurkan kekecewaan psikis yang tidak tertahankan dan mengembalikan keseimbangan. Pelepasan kekuatan psikis seperti itu cenderung untuk menuju ke arah sikap yang dibesar - besarkan kepada distorsi perwujudan alamiah yang akan berakhir dengan bentuk-bentuk yang aneh - aneh…”. Dalam hal ini ekspresi dijadikan pijakan utama dalam berkarya seni lukis.

D. Simbolisme dan Seni

Dalam kehidupannya manusia selalu berkembang dan berinteraksi menggunakan simbol-simbol. Karya seni sebagai produk kebudayaan manusia juga merupakan sebuah benda yang berupa simbol. Menurut etimologinya, simbol dan simbolisasi diambil dari kata Yunani sumballo (sumballein) yang mempunyai beberapa arti, yaitu berwawancara, merenungkan dan memperbandingkan, bertemu, melemparkan menjadi satu, dan menyatukan. Bentuk simbol adalah penyatuan dua hal luluh menjadi satu ( Hans J. Daeng 2000 : 82). Mircea Eliande menyatakan bahwa simbol mengungkapkan aspek-aspek terdalam dari kenyataan yang tidak terjangkau oleh alat pengenalan yang lain (dalam Hans J Daeng 2000). Gambar, simbol dan mitos mengungkapkan modalitas. Penelaahan atasnya membuka jalan untuk mengenal manusia sebelum terjalin dalam peristiwa sejarah. Rupa simbol dapat berubah, tapi fungsinya sama. Biasanya simbol terjadi berdasarkan metonimi (metonimy), yakni nama untuk benda lain yang terasosiasi atau menjadi atributnya dan metafora (metaphor), yaitu pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan (Kridalaksana dalam Alex Sobur. 2003 : 155). Simbol melibatkan tiga unsur yaitu simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara simbol dengan rujukan. Ketiga hal ini adalah merupakan dasar bagi semua makna simbolik. Simbol selalu mengacu kepada objek tertentu diluar tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) bersifat konvensional. Berdasarkan konvensi terebut masyarakat pemakainya menafsirkan ciri hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan kemudian menafsirkan maknanya.


(24)

commit to user

Seperti yang telah dikemukakan diatas, karya seni pada hakikatnya juga merupakan sebuah simbol berkaitan dengan makna yang ada dibalik karya tersebut. Susanne K Langer menyatakan bahwa simbol-simbol yang ditempelkan pada karya seni itu disebut sebagai the symbol in art yang harus dibedakan dengan the art symbol yang kemudian istilah ini diubahnya menjadi expresive form (dalam Soedarso 2006 : 39). Simbolisasi yang terakhir ini, yaitu bahwa seni sebagai expressive of feeling, sebagai ekspresi dari jalinan antara sensibilitas, emosi, perasaan, dan kognisi yang impersonal merupakan ciri utama dari karya seni sehingga karena itu Langer menyebutnya sebagai expressive form, maka (karya) seni adalah simbol yang juga sekaligus bermuatan simbol. Demikian pula dalam seni rupa, dalam hal ini seni lukis. Apa-apa yang yang terlihat di dalam sebuah karya apapun medianya adalah merupakan serangkaian dari simbol-simbol seperti yang dimaksud diatas, sehingga sebuah lukisan yang misalnya menampilkan sebuah bunga tidaklah sekedar terlihat sebagai adukan dan komposisi warna- warna belaka, namun adalah apa yang disimbolkannya. Kemudian dari pengenalan ciri-cirinya apresian akan mampu mendefinisikan apa yang disimbolkan karya sebagai bunga. Maka expressive form atau art symbol adalah hasil karya seni itu sendiri yang kasat mata sedangkan symbol in art adalah arti atau perlambangan yang dimuatkan kepadanya, misalnya lambang kesucian yang lebih lanjut menurut Susanne K Langer disebut sebagai the import of an expressive form yang dipandangnya lebih enak disebut demikian karena bentuk tadi mungkin saja memiliki “arti“ lain disamping yang dimuatkan tersebut terlebih dalam seni rupa kontemporer yang banyak menampilkan objek-objek alternatif dimana interpretasi terhadapnya sangat terbuka terhadap kemungkinan pemaknaan-pemaknaan yang lebih longgar dan terkadang tidak terduga. Sementara itu art symbol adalah komposisi organik tunggal yang mengandung maksud bahwa bagian-bagiannya tidak merupakan unsur yang berdiri sendiri. Dalam seni elemen-elemennya selalu diciptakan secara baru bersama dengan keseluruhan karya dimana elemen tersebut berada. Symbol in art adalah simbol dalam arti lumrah dan cenderung lebih konvensional, namun art symbol adalah expressive form yang bukan sepenuhnya simbol karena ia tidak selalu menyatakan sesuatu dibaliknya. Symbol in art adalah sebuah metafor atau kiasan, sedangkan art symbol adalah imaji yang absolut. Seni


(25)

commit to user

rupa tidak memakai sistem tanda tunggal untuk menyampaikan suatu sistem yang abstrak secara konsisten seperti wacana ilmiah. Simbol muncul dalam konteks yang sangat beragam dan digunakan untuk berbagai tujuan. Dalam pemahaman karya seni rupa dan dalam penggunaannya oleh seniman, simbol berkembang tanpa bisa secara mutlak dikendalikan dan digeneralisir sebagai sebuah sistem tunggal pemaknaan, oleh karena itulah interpretasi dan penilaian terhadap sebuah karya seni cenderung bersifat subyektif.

E. Karakteristik Karya

Lama diperdebatkan, apakah ekspresi seni harus mempesonakan, cantik, memberikan rasa senang, dan membangkitkan pengalaman estetik. Kant menjawab: Tidak! (Jim Supangkat, dalam Poem of Blood Tth: 7), dari sepenggal kalimat diatas dapat ditarik sebuah permasalahan yang akan pelukis coba akomodasi ke dalam konsep dan karya seni lukis.

Persoalan hubungan keindahan dan ekspresi seni sebenarnya sederhana saja. “Akar” ekspresi seni adalah pengalaman merasakan keindahan. Pada proses pengungkapan, pengalaman tentang keindahan ini mengalami berbagai stimulasi yang muncul dari pengalaman-pengalaman dalam menjalani kehidupan. Terjadi kemudian perumitan yang bisa dilihat sebagai “buah” pengalaman dalam merasakan keindahan. Inilah ekspresi seni. Jim Supangkat lebih jauh mengatakan bahwa mustahil seniman yang tidak mempunyai pengalaman merasakan keindahan (tidak pernah menghasilkan karya yang menampilkan kecantikan) memiliki kemampuan menampilkan ekspresi yang bermakna. Pada “struktur rasa” inilah ekspresi dibangun. Dari sinilah pelukis kemudian mulai mengembangkan kemungkinan untuk berkreasi (berkarya) melalui tema dan obyek yang mungkin terkadang kurang bisa dikatakan sebagai karya yang indah secara konvensional karena didalamnya memang memuat visualisasi yang cenderung provokatif. Ekspresi berusaha pelukis bangun melalui unsur-unsur yang pelukis susun sedemikian rupa melalui objek-objek dalam karya pelukis yang secara provokatif menampilkan goresan-goresan, sapuan, lelehan dan lain sebagainya yang secara umum memunculkan kengerian dan kesakitan, namun justru pada tingkat inilah


(26)

commit to user

pelukis berupaya mengetengahkan keindahan yang terselubung lewat visualisasi yang pelukis tampilkan, pelukis mencoba menampilkannya lebih sebagai upaya menyadarkan tentang tragika yang membalut kehidupan, jadi dapat dikatakan bahwa pelukis memulainya berdasarkan ekspresi personal tentang pemahaman terhadap sesuatu berdasarkan konsep yang telah pelukis susun. Untuk menampilkan tragika tersebut pelukis lebih memilih mengedepankannya secara langsung tanpa memerlukan pemahaman yang bertele-tele dengan dibalut berbagai macam “penghalusan” namun pelukis berusaha untuk membangun struktur rasa lewat provokasi visual secara langsung. obyek tampak menonjol kontras dengan obyek lain dalam lukisan yang seringkali ditiadakan atau digambarkan dengan warna yang tidak mencolok, minimalis namun dengan daya tarik yang kuat. Visualisasi berupa goresan-goresan, sapuan, lelehan dan penerapan konflik internal yang distorsi atau dimunculkan dengan cara tertentu, disamping pemilihan objek-objak yang lain, digunakan sebagai bahasa ungkap konflik internal dalam diri pelukis atau lebih jauh disebut sebagai expressive form dalam penciptaan karya seni lukis. Dari proses gagasan, visualisasi, kemudian untuk diapresiasi, pelukis berharap akan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan seni rupa pada umumnya dan sebagai proses berkesenian pribadi pada khususnya.

F. Unsur-Unsur Seni Rupa

Unsur seni rupa adalah merupakan segala hal yang secara umum terdapat pada setiap karya seni rupa. Sebagai elemen visual pembentuk karya secara keseluruhan, unsur-unsur tersebut meliputi :

a. Garis

Garis adalah goresan dan batas limit dari suatu benda, massa, ruang, warna dan lain-lain (Fajar Sidik & Aming Prayitno 1979:3). Sementara manurut Mikke Susanto garis adalah perpaduan sejumlah titik yang sejajar dan sama besar, memiliki dimensi memanjang dan punya arah, bisa pendek; panjang; halus; tebal; berombak; melengkung; lurus dan lain-lain (2002: 45). Garis sangat dominan sebagai unsur karya seni dan dapat disejajarkan dengan peranan warna. Penggunaan garis secara matang dan benar dapat pula membentuk kesan tekstur nada dan nuansa ruang seperti volume.


(27)

commit to user

b. Warna

Menurut Fajar Sidik & Aming Prayitno warna adalah kesan yang ditimbulkan oleh cahaya pada mata. (1979: 7) Warna merupakan salah satu bagian terpenting dalam pembuatan sebuah karya lukis. Warna juga dapat digunakan tidak demi bentuk tapi demi warna itu sendiri, untuk mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan keindahannya serta digunakan untuk berbagai pengekspresian rasa secara psikologis.

c. Tekstur

Tekstur adalah nilai raba pada suatu permukaan benda, baik nyata maupun semu (Fajar Sidik. 1979). Tekstur adalah sifat permukaan yang memiliki sifat-sifat seperti lembut, kasar, licin, lunak ataupun keras. Menurut Rasjoyo tekstur dibatasi sebagi rasa permukaan atau penggambaran dari sifat permukaan (1987: 42).

Ada dua tekstur yaitu tekstur nyata dan tekstur semu. Tekstur nyata terjadi karena perbedaan rasa permukaan bila diraba (kasar-halus). Sedang tekstur semu terjadi karena pengolahan gelap terang maupun kontras warna sehingga permukaan tampak kasar atau tampak halus.

d. Ruang

Menurut A.A.M. Djelantik ruang adalah kumpulan beberapa bidang; kumpulan dimensi yang terdiri dari panjang, lebar dan tinggi; ilusi yang dibuat dengan pengelolaan bidang dan garis, dibantu oleh warna (sebagai unsur penunjang) yang mampu menciptakan ilusi sinar atau bayangan yang meliputi perspektif dan kontras antara terang dan gelap (1992: 21). Sedangkan menurut Mikke Susanto ruang dikaitkan dengan bidang dan keluasan, yang kemudian muncul istilah dwimatra dan trimatra (2002: 99). Dalam seni rupa orang sering mengaitkan dengan bidang yang memilki batas atau limit, walaupun kadang-kadang ruang bersifat tidak berbatas dan dan tidak terjamah. Ruang juga dapat diartikan secara fisik adalah rongga yang yang berbatas maupun yang tidak berbatas oleh bidang.


(28)

commit to user

e. Shape (bidang)

Shape adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena dibatasi adanya warna yang berbeda, gelap terang atau karena adanya tekstur. Shape mempunyai bentuk alam figur dan bentuk alam non figur. Shape dapat berupa lingkaran, segi tiga, segi empat, segi banyak, bentuk tak berbentuk dan sebagainya.

G. Prinsip-Prinsip Seni

Prinsip seni adalah serangkaian kaidah umum yang sering digunakan sebagai dasar pijakan dalam mengelola dan menyusun unsur-unsur seni rupa dalam proses berkarya untuk menghasilkan sebuah karya seni rupa. Prinsip tersebut meliputi :

a. Kesatuan

Kesatuan atau unity adalah kesatuan yang diciptakan lewat sub-azaz dominasi dan subordinasi (yang utama dan kurang utama) dan koheren dalam komposisi karya seni (Mikke Susanto, 2002 : 110). Prinsip kesatuan ini menekankan pada adanya integritas jalinan konseptual antara unsur-unsurnya. Kesatuan dapat dicapai dengan pengulangan penyusunan elemen-elemen visual secara monoton. Cara lain untuk mencapai kesatuan adalah dengan cara pengulangan untuk warna atau arah gerakan goresan.

b. Keseimbangan

Keseimbangan atau balance adalah penyesuaian materi-materi dari ukuran berat dan memberi tekanan pada suatu komposisi dalam karya seni (Mikke Susanto, 2002 : 20). Keseimbangan dapat dicapai dengan dua macam cara yaitu dengan keseimbangan simetris dan keseimbangan asimetris. Keseimbangan simetris menggunakan sumbu pusat diantara bagian-bagian yang tersusun dengan bentuk kurang lebih mencerminkan satu dengan yang lain. Keseimbangan simetris mengesankan perasaan formal atau stabil sedangkan keseimbangan asimetris sering disebut sebagai keseimbangan


(29)

commit to user

informal. Keseimbangan tidak dicapai menggunakan sumbu pusat, melainkan dengan menggunakan warna gelap terang untuk membuat bidang-bidang tertentu lebih berat secara harmonis dengan bidang yang lain.

c. Ritme

Ritme menurut E. B. Feldman seperti yang di kutip Mikke Susanto adalah urutan pengulangan yang teratur dari sebuah elemen dan unsur-unsur dalam suatu karya seni (2002 : 98). Ritme dapat berupa pengulangan bentuk atau pola yang sama tetapi dengan ukuran yang bervariasi. Garis atau bentuk dapat mengesankan kekuatan visual yang bergerak di seluruh bidang lukisan.

d. Harmoni

Harmoni atau keselarasan adalah tatanan ragawi yang merupakan produk transformasi atau pemberdayagunaan ide-ide dan potensi-potensi bahan dan teknik tertentu dengan berpedoman pada aturan-aturan yang ideal (Mikke Susanto, 2002 : 49). Harmoni juga bisa ditimbulkan dari adanya kesatuan yang mengandung kekuatan rasa yang ditimbulkan karena adanya kombinasi unsur-unsur yang selaras antara lain rasa tenang, gembira, sedih, haru dan sebagainya.

e. Proporsi (Ukuran Perbandingan)

Proporsi merupakan perbandingan antara bagian-bagian dalam satu bentuk yang serasi. Proporsi berhubungan erat dengan keseimbangan, ritme dan kesatuan. Keragaman proporsi pada sebuah karya maka akan terlihat lebih dinamis, kreatif dan juga alternatif. Selanjutnya Tjahjo Prabowo dalam bukunya yang berjudul “Desain Dasar I (Desain Dua Dimensional) Desain Dwi Matra” menjelaskan bahwa proporsi merupakan hubungan perbandingan antara bagian dengan bagian dan atau antara bagian dengan keseluruhan. Lebih lanjut dijelaskan mengenai hal-hal yang perlu diperbandingkan yaitu; antara unsur dengan unsur yang terdapat dalam bidang gambar, antara unsur visual dengan bidang gambar, serta antara bidang gambar dengan kertas gambar (1999: 17).


(30)

commit to user

Soepratno menyatakan bahwa proporsi merupakan suatu ukuran perbandingan antara bagian-bagian yang satu dengan yang lain pada benda tersebut (1985: 100)

f. Variasi

Menurut JS. Badudu variasi adalah sesuatu yang lain daripada yang biasa (bentuk, tindakan, dsb) yang disengaja atau hanya sebagai selingan; perbedaan; mempunyai bentuk yang berbeda-beda sebagai selingan supaya agak lain daripada yang ada atau yang biasa (2003: 360).

g. Movement

Kesan gerak yang didapat dengan merangkai sekumpulan unsur tertentu sedemikian rupa sehingga tercipta kesan gerak dalam sebuah karya seni rupa.

h. Eurhitmy

Merupakan kombinasi dari tekanan poporsi dan movement, yang menghasilkan kesan gerak yang seimbang.

i. Limitasi

Pembatasan yang dilakukan sedemikian rupa terhadap unsur-unsur yang diteapkan kedalam sebuah karya, berkaitan dengan komposisi untuk mendapatkan proporsi karya yang ideal.

H. Tema, Bentuk, Bahan dan Tehnik dalam karya seni lukis

a. Tema

Tema dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 921) adalah pokok pikiran dasar; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dsb). Dalam menciptakan karya seni lukis, tema dapat digunakan untuk menyamakan pandangan (persepsi) serta mempermudah pelukis dalam menuangkan ide ke dalam karya dengan menggunakanm elemen-elemen visual (unsur seni rupa) seperti garis, warna, tekstur dan sebagainya.


(31)

commit to user

b. Bentuk

Bentuk (form) adalah totalitas dari karya seni dan merupakan organisasi atau suatu kesatuan (komposisi) dari unsur-unsur pendukung karya. Menurut Dharsono ada dua macam bentuk: visual form yaitu bentuk fisik dari sebuah karya seni dan special form yaitu bentuk yang tercipta karena adanya hubungan timbal balik antara nilai-nilai yang dipancarkan oleh fenomena bentuk fisiknya terhadap tanggapan kesadaran emosionalnya (2003: 25).

c. Bahan dan Teknik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahan adalah barang yang akan dibuat menjadi barang lain (1990: 65). Barang yang digunakan pelukis sangat dipengaruhi oleh penguasaan serta ketertarikannya. Penguasaan pada sifat-sifat bahan sangat mempengaruhi hasil karyanya. Ketertarikan dapat membawa pada proses eksperimen sehingga akan memperoleh pengetahuan yang baru. Menurut Sudarmaji teknik adalah cara untuk mentransformir elemen-elemen visual menjadi bentuk yang ideal dan bernilai sesuai dengan ide serta gagasan (1973: 28).

I. Karya-karya Pembanding

Disini terdapat beberapa karya seniman baik dari dalam maupun luar negeri yang digunakan sebagai acuan pembanding dan sumber inspirasi penciptaan karya dalam penyusunan tugas akhir karya seni ini. Acuan disini lebih menitikberatkan kepada aspek teknis visualisasi dimana saya sedikit banyak terpengaruh oleh gaya visualisasi dan konsep berkarya yang mereka gunakan sehingga diharapkan akan dapat terlihat posisi karya saya dan sekaligus melihat keunikan dan kekuatan karya lukis saya, karya tersebut antara lain:

a. Made Supena

Made Supena adalah seorang perupa Ekspresionisme-Abstrak yang tumbuh subur di bali sejak tahun 1990-an, Made Supena merupakan perupa lulusan ISI Denpasar yang sekarang tergabung dalam sanggar dewata Indonesia, antara lain Made Wianta, Made Bhudiana, Nyoman Erawan,


(32)

commit to user

Wayan Sika, dan banyak lagi perupa-perupa yang lebih muda. Untuk membedakan diri dengan pelukis-pelukis abstrak dari Yogyakarta, Bandung dan Jakarta, para pionir ini terus-menerus bereksperimen mendedahkan ikon-ikon budaya Bali pada karya-karya lukisnya, sebagai suatu upaya memperkenalkan identitas lokal (ke-Bali-an). Dari sini kemudian bermunculan lukisan-lukisan abstrakisme dan ekspresionisme-abstrak dengan ”rasa Bali.” Seperti pendedahan ikon kain poleng (hitam-putih-abu), garis-garis yang mengacu pada rerajahan (gambar-gambar magis untuk ritual dan jimat), dominasi warna merah-hitam-putih-kuning, pembagian ruang atau bidang yang mengacu pada filosofis sekala (nyata)-niskala (maya) dan rwe bhineda (dua unsur yang berlawanan, namun mengharmoniskan), dan sebagainya.

Gambar 1

Karya Made Supena berjudul : ”Tebing” Acrylic on canvas, 120 x 150 cm, 1990

Pada lukisannya kita bisa menikmati aneka rupa warna yang bersusun-susun, berlapis-lapis, berkelindan, membentuk berbagai komposisi harmoni. Supena berupaya menafsirkan dan merepresentasikan realitas alam yang memikat jiwanya ke dalam gubahan lukisan-lukisan abstrak. Pelukis kelahiran Singapadu-Gianyar, 12 Januari 1970 ini menggali ilham dari alam karena alam memang menyediakan banyak visual yang cenderung abstrak bila diamati dari sudut tertentu. Misalnya langit pagi menjelang fajar atau langit senja saat matahari tenggelam, bentangan hijau sawah, liku-liku sungai yang airnya


(33)

commit to user

berwarna coklat, longsoran pasir, batu-batu akik, kerak-kerak kayu, tebing-tebing sungai, ngarai, lembah yang diterpa cahaya sore, gejolak laut biru, lapisan pasir hitam pantai yang digerus air laut, dan sebagainya.

Yang menarik adalah lukisan berjudul ”Tebing” di mana Supena memperlihatkan kecenderungan abstraknya yang agak lain dari lukisan-lukisannya terdahulu. Pada lukisan ini Supena menafsirkan tebing kedalam lukisan abstrak dengan pengolahan warna merah, kuning, oker yang berlapis-lapis. Di pinggiran tebing yang berbatasan dengan air itu kita menjumpai tujuh segitiga yang meruncing ke bawah membentuk bayang-bayang pada air biru pekat.Lukisan-lukisan abstrak Supena mirip seperti puisi-puisi Cina klasik yang memuji keindahan dan keagungan alam. Berbeda dengan pelukis ekspresionisme-abstrak yang menciprat-cipratkan atau mengayunkan kuas dalam semangat action painting, Supena malah terkesan sangat hati-hati alias alon-alon asal kelakon dalam menyusun elemen-elemen rupa yang membentuk lukisan abstraknya. Pembubuhan warna, pelapisan, pembentukan tekstur, pencahayaan, pengolahan komposisi dilakukan penuh dengan berbagai pertimbangan dan perhitungan estetika. Dengan elemen-elemen rupa itu, Supena seperti sedang menyusun puisi-puisi liris pada bidang-bidang kanvasnya.

b. Made Budhiana

Made Budhiana adalah seorang perupa Ekspresionisme-Abstrak yang tumbuh subur di Bali sejak tahun 1990-an, Made Supena merupakan perupa lulusan ISI Denpasar yang sekarang tergabung dalam sanggar dewata Indonesia, antara lain Made Wianta, Made Bhudiana, Nyoman Erawan, Wayan Sika, dan banyak lagi perupa-perupa yang lebih muda. Spirit alam adalah kebebasan. Mereka yang tak percaya bahwa manusia dilahirkan ke dunia bersama hak untuk hidup merdeka, rasanya perlu kembali menengok alam. Di mata alam, semua boleh dicatat, segalanya mendapat tempat. Baik-buruk, gelap - terang, kekerasan dan kelembutan. Semua menyatu dalam paduan harmoni hidup yang ajaib dan mempesona. Keragaman, kontradiksi, konflik atau bahkan pertentangan, bukan semata pertanda khaos yang carut-marut


(34)

commit to user

tanpa makna, sepanjang itu dihidupi dalam koridor hakikatnya yang tak saling menaklukkan. Namun sebaliknya, justru memperkaya dan memperdalam nuansa khazanah kemanusiaan. Persepsi dan penafsiran terhadap denyut realitas bagi masing-masing orang memang boleh, bahkan perlu, berbeda.

Bagi dia, sumber penciptaan yang tak akan pernah habis digali keindahannya adalah alam, baik itu alam natural, alam benda (man-made nature), maupun masyarakat dan tradisi yang hidup didalamnya. Ia gampang tergerak oleh lingkungan di sekitarnya. Kesemuanya itu - alam, manusia dan budaya - senantiasa ditatapnya sebagai sebuah perayaan, sekaligus peristiwa estetis. Keyakinan seperti inilah yang membedakan karya Budhi dari kebanyakan pelukis abstrak yang lain. Dalam lukisan-lukisan abstraknya, realitas hidup keseharian tetap menjadi acuan utama. Yang berbeda hanya caranya dalam memilih perspektif, mempersepsi, dan akhirnya merepresentasikan realitas itu lewat tafsir imajinasi di atas kanvas. Budhi terhadap realitas banyak dipengaruhi arus emosi yang bergejolak dari konflik batin yang dialaminya. Itulah sebabnya lukisan Budhi selalu menghadirkan nuansa kegelisahan yang liar. Sapuan kuas yang bebas-lepas, penuh warna-warni yang kontras disertai goresan-goresan tajam, semburan dan pelototan cat dalam ritme cepat, seolah melabrak segala batasan tradisi, material, style maupun teknik dan teori lukis standar. Dalam sejumlah lukisannya, ekspresi liar Budhi tampak jelas dan teknik melukisnya yang membiarkan percikan-percikan cat meleleh sendiri, dan seakan "membebaskan" lukisan itu untuk memilih bentuknya sendiri.


(35)

commit to user

Gambar 2

Karya Made Budhiana berjudul : “Untitle” Acrylic on canvas, 150 x 200 cm, 1997

Jika ditelusuri lebih dalam, karya Budhi masih kuat menembuskan vitalitas napas tradisi masyarakat Bali di tengah kedahsyatan getaran gempa modernisme saat ini. Dibandingkan periode terdahulu yang mengeksplorasi aspek magis seni gambar tradisional rerajahan Bali, karya-karyanya yang belakangan lebih bersemangat menyerap roh tradisi itu dalam pesona warna-warni yang dinamis, meriah, serta kadang terkesan seronok - bahkan carut-marut - seperti halnya ragam gerak, piranti etnik maupun musik tradisional Bali. Kendati demikian, sebagaimana maestro abstrak-ekspresionisme Amerika, Jackson Pollock, muaranya tetaplah pada "konsistensi-dalam" (inner consistency). Artinya, kontemplasi dalam sistem harmoni total yang universal dan membebaskan.

c. Didik Dhnardono

Nama Didik Dhnardono merupakan salah seorang pelukis yang cukup aktif bekegiatan seni di Yogyakarta. Didik lahir di Pacitan Jawa Timur dan mendapatkan pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta, jurusan seni rupa. Karya Didik secara umum menampilkan karya abstrak ekspresif dengan suasana suram dengan dominasi warna-warna merah terang, mencitrakan ledakan-ledakan lewat garis-garis yang tercipta secara spontan . Didik berkarya


(36)

commit to user

tidak pada mengkonstruksi citra namun justru membiarkan unsur alami membentuk citra itu sendiri, Didik membiarkan lelehan cat acrylic bercampur air, mengikuti irama diatas permukaan kanvas yang telah diberi genangan air sembari mengatur gerakannya agar tidak menjadi liar. Penjelajahannya menghasilkan citraan yang spontan , namun dengan mengandalkan intuisi.

Gambar 3

Karya Didik Dhnardono berjudul : White Crow Acrylic on canvas, 120 x 170 cm, 2006

Karya berjudul “White Crow” memvisualisasikan sesosok burung gagak berwarna putih dengan background warna merah memakai teknik blok, sepintas terlihat gagak tersebut sedang terbang menuju kearah bawah, mungkin Didik hendak menggambarkan sosok gagak yang sedang menukik dengan menampilkan goresan ekspresif dan warna putih, untuk mendapatkan efek gerak yang diinginkan.

d. Pramono

Pramono adalah salah satu perupa abstrak dengan karya lukisnya yang bisa dikatakan cukup eksis di Yogyakarta. Karyanya banyak menampilkan spontanitas dengan banyak pilihan warna kuning, orange, merah, coklat, serta sedikit pilihan objek sehingga banyak didominasi goresan-goresan ekspresif yang menghasilkan visualisasi manis. Pramono dilahirkan di Sleman, suatu desa di Jombor, daerah perkampungan sawah, dengan suasana tenang yang mengkondisikan dia menghasilkan karya-karya abstrak penuh ketenangan.


(37)

commit to user

Pendidikan seni rupanya diperoleh dengan cara otodidak, melalui pencarian sendiri maupun pegaulannya dengan sesama seniman.

Visualisasi karyanya banyak menanpilkan suasana desa, seperti suasana matahari terbit pagi, matahari tenggelam sore, hujan di persawahan, dan lain-lain dengan objek-objek khas pedesaan seperti ngarai, persawahan, gunung, dan lain-lain yang disulapnya dalam goresan-goresan ekspresif yang manis.

Gambar 4

Karya Pramono berjudul : Sunrise Oil on Canvas, 120 x 170 cm, 2005

Karya Pramono banyak menghadirkan tema-tema suasana pedesaan, salah satunya adalah karya yang berjudul Sunrise yang secara tenang menggambarkan suasana matahari terbit pagi hari di pedesaan. Lukisannya menampilkan goresan yang sederhana dengan banyak bidang kosong serta goresan spontan dan simbolik yang cukup mewakili banyak arti. Pramono mengatakan bahwa lukisannya lebih bersifat kecintaannya terhadap alam dimana ia dibesarkan. Secara utuh karya Sunrise dapat dibaca sebagai upaya Pramono untuk mengingatkan bahwa manusia sebenarnya hidup diantara keindahan dan wajib untuk mensyukurinya.


(38)

commit to user

e. Hermann Nitsch

Hermann Nitsch, lahir tahun 1938 adalah seorang seniman kelahiran Austria yang banyak bekerja dengan media-media eksperimental dan multimedia karyanya mengeksplorasi tema-tema kekerasan. Ia berkaitan erat dengan kelompok Vienna Actionist yang karya-karyanya berada diluar katagori genre seni tradisional. Hermann mengerjakan karya-karyanya melalui serangkaian performance art dengan memakai simbol-simbol ritual keagamaan terutama yang berkaitan dengan ritual pengorbanan, mempertanyakan etika moral dan teologi. Dengan keseniannya ia mencari pencerahan melalui ritual pengorbanan, penyaliban dan penyembelihan binatang yang mengingatkan kepada ritual tradisional paganistik. Karya lukisannya yang dihasilkan melalui performance yang dilakukannya (action painting) juga merekam sedemikian rupa jejak “kekerasan” yang melandasi proses berkaryanya, berupa semacam leleran dan ceceran darah yang didominasi warna merah yang seolah mengindikasikan adanya mutilasi organis. Karyanya yang biasa digolongkan kedalam katagori actionism konon hadir sebagai ikon suci signifikasi metafisik yang menampilkan kecantikan dari kengerian itu sendiri, sebuah kontemplasi kehidupan yang sublim tentang kekuasaan, transgresi, dan ekstremisitas

Berikut adalah salah satu karyanya yang berjudul Six Day Play yang merupakan sebuah karya terakhir dari salah satu proyek seninya yang dimulai sejak tahun 1957. Karya ini dimaksudkannya sebagai cerita penciptaan yang berkaitan dengan dekadensi humanisme.


(39)

commit to user

Gambar 5

Karya Hermann Nitsch berjudul : Six Day Play Oil and acrylic on Canvas, 200 x 300 cm, 1998

Six Day Play secara umum menampilkan “jejak kekerasan” melalui warna dan corak lukisan yang didominasi leleran cat berwarna merah darah, memenuhi bidang kanvas mulai dari bidang atas sampai kebagian bawah yang dengan mudah mengasosiasikan pikiran kita dengan percikan darah. Karya ini terasa bertambah “berat” melalui ukurannya yang cukup spektakuler yakni 200 x 300 cm. Dengan jalan ini Hermann Nitsch menemukan jalan yang tepat untuk merepresentasikan konsep dan gagasannya.


(40)

commit to user

BAB III

PROSES VISUALISASI PENCIPTAAN

A. Ide Pemilihan Objek

“Work of art is a man made object”. Karya seni lahir berkat adanya kegiatan manusia, tentu saja disini karya seni (rupa) memunculkan adanya obyek itu sebagai hasil karya seni itu sendiri. Karya seni apapun materialnya selalu berada di dalam lapisan dan kaitan nilai-nilai , konteks, makna, dan interpretasi. Itulah mengapa karya seni rupa sebagai satu tindakan total (rasa, imajinasi, gagasan, pikiran, impian, obsesi) individu terhadap dunia sekelilingnya merupakan salah satu bentuk produk kebudayaan, karena ia berada dan berfungsi dalam proses pembelajaran, merespon, memahami, merenungkan, memaknai, dan mencerahkan. Sebagai makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial manusia selalu berhadapan dengan nilai-nilai baik subyektif maupun obyektif gesekan antara keduanya sering kali menimbulkan tegangan-tegangan yang muncul ke permukaan sebagai akibat interaksi antar individu.

Dari sinilah ide awal pemilihan obyek karya pelukis bermula, secara umum kebanyakan karya pelukis banyak menampilkan dominasi ruang yang kosong dengan perspektif yang mengesankan keruangan serta menampilkan narasi manusia dengan lingkungan yang biasa mengelilinginya semisal pintu, bidang, sosok tubuh dan beberapa obyek lain yang dekat dengan kehidupan manusia, hal tersebut banyak ditemukan pada karya-karya awal lukisan pelukis sebagai visualisasi pelukis terhadap manusia dan kompleksitas permasalahan yang banyak melingkupinya, disana akan cenderung membawa apresian ke arah lanskap yang senyap, sunyi dan tanpa batas yang terkadang dapat membawa manusia ke dalam perasaan yang “menyakitkan” karena individualitas yang secara kodrati dimilikinya. Kemudian pada perkembangan selanjutnya karya lukisan lebih mengarah langsung kedalam rasa “sakit” seperti yang pelukis sebutkan diatas dengan visualisasi yang lebih simpel dan cenderung tidak senaratif karya-karya awal penulis. Disini penulis cenderung lebih menekankan pada kekuatan obyek yakni memunculkan angka tujuh yang dilukis secara terselubung diantara


(41)

commit to user

objek lukisan lain yang ditampilkan dengan sederhana. Obyek tersebut pelukis rasa memiliki kekuatan tersendiri sebagai sebuah expressive form karena setiap manusia memiliki hal tersebut didalam dirinya, sehingga tiap orang akan memiliki semacam ikatan dan tegangan emosional tersendiri dalam berinteraksi dengan obyek yang penulis pilih.

B. Konsep Penciptaan

Karya-karya pelukis tidak berpretensi untuk mempersoalkan tentang benar-salah, baik-buruk, maupun sebagai bentuk acuan normatif lainnya. Penciptaan karya saya berangkat dari satu titik yang sama yaitu kesadaran tentang ketiadaan (nothingness), nihil, hampa tanpa pretensi apa-apa, namun kehampaan disini saya sadari sepenuhnya dan kemudian saya kelola sebagai titik awal dalam berkarya. Pelukis selalu berfikir bahwa segala sesuatu tidak pernah hadir secara mutlak sebagai satu fenomena tanpa oposisi atasnya, begitu pula dengan kehampaan itu sendiri yang menyimpan potensi kebalikannya yakni isi. Manusia sebagai individu cenderung kehilangan orientasi ketika kesendirian dan kehampaan menerpanya. Kahampaan dan kesunyian dapat menghadirkan rasa “sakit” tersendiri sehingga manusia memerlukan jalan keluar untuk mengatasinya, rasa sakit tidak selalu secara fisik namun lebih ke arah psikis. Sosialisasi adalah salah satu jalan yang dapat dilalui manusia, terlebih manusia juga memiliki kodrat sebagai makhluk sosial, namun pada prakteknya dalam sosialisasi manusia juga akan banyak mengalami benturan-benturan terkait dengan individualitasnya. Terlebih ketika kehidupan sosial banyak dimuati kepentingan-kepentingan individu yang cenderung lebih mengedepankan ego yang pada akhirnya akan menimbulkan permasalahan yang kian kompleks dalam diri manusia, tanpa memperoleh kanal penyaluran yang tepat keadaan tersebut akan mampu memunculkan tekanan, dan tegangan dalam diri seseorang. Tekanan tersebut terkadang begitu besarnya sehingga manusia dapat kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Dalam kondisi inilah penulis justru melihat potensi rasa “sakit” manusia yang sesungguhnya.

Dari sinilah pelukis memulai memanifestasikan apa yang tertangkap kedalam karya seni lukis, bentuk dan visualisasi yang digambarkan mewakili akibat dan sekaligus rasa sakit yang dimaksud diatas. Penulis mengelola rasa sakit


(42)

commit to user

sebagai provokasi dan sekaligus sebagai kekuatan ekspresi dalam karya seni lukis tersebut, provokasi lebih bertujuan keluar diri sedangkan ekspresi lebih cenderung mengarah kepada kepuasan pribadi, penuangan perasaan dan emosi subyektif kedalam karya seni lukis. Objek lukisan yang cenderung provokatif lebih mudah memberikan provokasi ke arah yang dimaksudkan sekaligus dapat dirasakan bahwa dari segi ekspresi juga terpenuhi. Mengenai hasil akhirnya penulis tidak begitu mementingkan terutama apakah visualisasi tersebut indah ataupun tidak karena ekspresi mutlak berada di tangan seniman dan dalam kesadaran tertentu hal itu sepenuhnya sebagai pegangan agar tidak merasa terikat dalam berkarya. Seni dapat diberi batasan sebagai kesatuan organis unsur-unsur yang bernilai ungkap, unsur-unsur itu meliputi representasi, konotasi, dan materi tanggap inderawi dan dalam hal ini tidak ada satu nilai pun yang tidak dapat direpresentasikan, dikonotasikan atau diberi bentuk tanggap inderawi, oleh karena itu seni tidak terbatas pada hal yang indah-indah saja. Karya seni selama ini memang berusaha mengungkapkan dan membangkitkan perasaan, keadaan, atau suasana tertentu sehingga tetap merangsang daya imajinasi apresian dan apresian memberikan kunci terhadap hidup matinya karya seni baik dalam bentuk mencintai maupun membencinya.

C. Bahan, Alat, dan Tehnik

Dalam penciptaan sebuah karya seni mutlak diperlukan adanya bahan, alat serta teknik untuk mengelolanya sedemikian rupa agar tercipta sebuah karya.

1. Bahan

Secara umum pelukis menggunakan bahan-bahan yang biasa digunakan untuk melukis secara konvensional meliputi:

a. Kanvas

Terbuat dari kain blaco dalam bentuk besar dengan ukuran panjang dan lebar sesuai keinginan sebagai media untuk melukis, serta tekstur kain yang diinginkan lebih mudah dipergunakan untuk bahan karya pelukis.


(43)

commit to user

b. Cat

Dalam penciptaan karya pelukis biasa menggunakan beberapa jenis cat sekaligus untuk menghasilkan efek dan visualisasi yang diinginkan, meliputi:

1)Cat akrilik

Cat ini menggunakan air sebagai pelarutnya dengan tingkat kecepatan kering yang lebih tinggi daripada cat minyak.Cenderung bersifat blok walaupun dapat pula diaplikasikan secara transparan.Cat yang digunakan adalah Mowilex, Express, Disnilux.

2)Pelarut cat

Pelukis menggunakan beberapa basis pelarut dalam berkarya yaitu: air sebagai pelarut cat acrylic.

c. Bambu

Bambu diggunakan sebagai finising yang berfungsi sebagai figura d. Tali

Tali digunakan sebagai salah satu instrument dalam lukisan dan berfungsi sebagai penghubung pengikat bentangan karya lukisan.

e. Besi

Besi digunakan sebagai salah satu instrument dalam lukisan.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam berkarya yaitu : a. Kuas

Pelukis menggunakan berbagai jenis dan ukuran kuas untuk berkarya. Kuas meliputi kuas cat minyak yang lebih kaku dan berujung rata dalam berbagai ukuran karena ukuran kanvas yang lebar, sehingga menggunakan kuas dengan ukuran 10, 12, 15, dan untuk mengeblok digunakan ukuran 2, 4, dan 4,5.

b. Palet

Pelukis menggunakan palet sebagai tempat untuk mencampur warna agar ditemukan warna yang diinginkan.


(44)

commit to user

c. Tempat pelarut

Pelukis biasa menggunakan berbagai bahan dalam berkarya, sehingga dipakai beberapa tempat pelarut secara terpisah serta satu tempat tersendiri untuk membersihkan kuas yang telah dipakai.

d. Kain lap

Kain lap biasa digunakan untuk mengeringkan kuas yang telah dipakai atau setelah dibersihkan. Pelukis tidak menggunakan kain yang khusus yang penting memiliki daya serap yang baik terhadap cairan.

3. Teknik

Teknik mutlak diperlukan dalam penciptaan sebuah karya, penguasaan bahan dan alat merupakan salah satu faktor penting yang harus dikuasai dalam berkarya agar dapat dicapai visualisasi yang sesuai dengan yang diinginkan.

Dalam penciptaan sebuah karya seni pelukis cenderung mencampuradukkan berbagai teknik untuk mendapatkan efek dan visualisasi yang diinginkan. Perbedaan tingkat kecepatan kering, tingkat kemampuan bahan menutup bidang, serta daya larut masing-masing bahan saya kelola sedemikian rupa untuk memunculkan efek-efek tertentu yang sukar dicapai dengan teknik lainnya. Walaupun begitu teknik-teknik yang umum dipakai seperti blok, impasto, dan aquarel tidak sepenuhnya ditinggalkan namun justru sebisa mungkin dipergunakan untuk mendukung proses berkarya secara keseluruhan. Pelukis biasa menerapkan brush stroke yang padat dan spontan namun tetap memperhatikan bentuk dan komposisi serta detail yang apa adanya agar terkesan lebih ekspresif.

D. Tahap Visualisasi

Dalam berkarya biasanya pelukis mulai dari sebuah ide tentang bentuk walaupun tidak selalu begitu, maksudnya pelukis mempunyai konsep dasar pemikiran saja tanpa tahu seperti apa nanti yang akan divisualisasikan di atas kanvas. Karena jenis lukisan yang lebih cenderung tidak mutlak imitatif maksudnya memindahkan sebuah obyek secara sama persis ke atas bidang kanvas maka pelukis merasa lebih bebas untuk memasukkan ekspresi ke dalam lukisan


(45)

commit to user

yang dibuat melalui goresan dan eksperimentasi di atas bidang kanvas. Ekspresi disini menjadi penting karena konsep berkarya yang lebih cenderung personal, dimana pelukis mengolah pengalaman, pemahaman, dan hasil pengamatan pelukis terhadap sesuatu baru kemudian diluapkan ke atas bidang sesuai dengan apa yang diinginkan sesuai dengan konsep berkarya. Pelukis jarang membuat sketsa mengenai apa yang dituangkan ke atas bidang kanvas namun lebih sering merekamnya sebagai penggalan-penggalan kecil kata yang biasa tulis di buku, SMS, atau pelukis diskusikan dengan teman meskipun hanya sekedar sebagai bahan pembicaraan yang ringan. Mengenai pencapaian bentuk pelukis biasa memulainya dengan pengaplikasian bahan secara langsung di atas kanvas, mengamati efek yang timbul,mengarahkan dan mengelola efek-efek tersebut, kemudian dalam prosesnya mulai berimajinasi mengenai bentuk-bentuk tertentu sesuai konsep awal yakni reduksi dari organ-organ penyusun tubuh baik manusia maupun binatang. Dari sinilah kemudian pelukis mulai membentuk detil yang diinginkan sampai pelukis rasa cukup tanpa kehilangan kendali atas karya secara keseluruhan termasuk didalamnya komposisi dan lain sebagainya.


(46)

commit to user

BAB IV

DESKRIPSI HASIL PENCIPTAAN

A. DESKRIPSI KARYA

1. Potret Diri

Karya berjudul Potret Diri berbicara tentang seseorang yang ingin melihat dirinya sendiri lewat kaca, kamera dengan memotret, ataupun menggunakan alat yang lainnya agar dapat melihat sosok dari dirinya sendiri. Dalam karya ini pelukis menceritakan tentang karakter pribadi pelukis sebelum adanya pengaruh dari luar. Dari sinilah pelukis merespon untuk dapat mendokumentasikan diri melalui cara yang berbeda yaitu dengan melukis.

Gambar 6

Karya berjudul : Potret diri Acrylic on Canvas, 30 x 70 cm x 8, 2010


(47)

commit to user

Secara umum pelukis ingin membangun penyadaran tentang jalan hidupnya dan berusaha memaknainya. Melalui delapan bidang panel kanvas, pelukis melukis wajah pelukis sendiri dengan berbagai ekspresi wajah. Dalam prosesnya jika diperhatikan terdapat goresan membentuk angka tujuh yang mengisi pada setiap panel lukisan. Cara ini merupakan interaksi yang dipakai pelukis secara terselubung yang memiliki arti “pitulungan”, yaitu pengharapkan pada diri pelukis sebagai bagian dari motivasi untuk berhadapan dengan orang lain pelukis dapat lebih mengutamakan keceriaan, dilihat dari pemilihan warna pelukis yang manis.

2. Sebuah perjalanan hidup…

Karya performance ini menceritakan tentang realitas dalam pergulatan kehidupan yang cenderung monoton tanpa adanya sebuah perubahan yang dapat memberikan warna lain, dari sinilah titik awal pembuatan konsep karya ini. Secara umum seniman ingin membangun penyadaran tentang jalan hidup yang telah dijalani dan berusaha untuk memaknainya. Dalam hal ini pelukis menghadapi sebuah fenomena yang membelenggu jalan pikirannya, yakni dengan seabrek permasalahan-permasalahan yang datang tanpa henti antara berkesenian, idealis (agama), konsumeris, dan pendidikan. Dari berbagai permasalahan tersebut seniman dihadapkan dalam sebuah pilihan dimana nantinya pilihan tersebut dapat membimbingnya sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Namun demikian pilihan yang dianggap indah dan menyenangkan itu malah membawanya pada permasalahan yang lebih komplek, sehingga seniman menemui jalan buntu untuk bisa bangkit dari keterpurukanmya sampai pada akhirnya seniman menemukan sebuah angka tujuh yang dimaknai seniman sebagai “pitulungan” (pertolongan). Angka tujuh ini merupakan sebuah pencerahan untuk dapat bangkit dan menyongsong hari depan yang lebih baik. Dari pemaknaan angka tujuh tersebut seniman menemukan kedamaian dari berbagai rasa penyesalan akan apa yang telah dijalaninya, dengan mendekatkan diri pada Sang Pencipta.


(48)

commit to user

3. Where is My Head?

Gambar 7

Karya berjudul : Where is my head? Acrylic on Canvas, 370 x 130 cm, 2010

Karya berjudul “Where is my head?” menceritakan apa yang ada di dalam pikiran pelukis. Terdapat berupa sosok tubuh manusia yang tampak dari atas. Bentuk kepala yang didalamnya terdapat simbol tanda tanya menjadi subject matter karya ini. Tampak kedua tangan yang direntangkan dengan dipertegas rangkaian titik-titik putih berbaris membentuk garis. Kemudian terdapat empat tanda silang yang mendominasi, serta tanda silang kecil didalam goresan bidang kotak berwarna putih. Background kombinasi dua bidang berwarna merah dan hitam membentuk angka tujuh menjadi latar belakang bidang lukisan.

Disini pelukis ingin menyampaikan bahwa setiap orang tentunya memiliki pandangan dan penilaian terhadap orang yang sifatnya baik maupun buruk. Dalam hal ini pelukis merespon penilaian orang lain tentang diri pelukis. Tampak sosok tubuh yang sedang maju, tetapi terdapat beban yang mengikat di belakangnya diterjemahkan melalui titik-titik yang berbaris membentuk garis terkesan membebani dan menarik sosok tubuh tersebut. Sementara didepan terdapat tanda silang yang sangat tegas membatasi dan


(1)

commit to user

Karya “Prb’ menusuk jantungku” mengambil subject matter sebuah jarum dari material besi dan benang merah dalam panel lukisan. Jarum terbuat dari material besi, benang terbuat dari material tali berwarna merah, cat yang digunakan acrylic warna diatas kain kanvas. Digambarkan secara simbolik bahwa jarum menempel pada bidang kanvas dengan benang merah yang tersulam pada bidang lukisan serta latar belakang bidang persegi berwarna putih, merah, abu-abu dan hitam yang jika diperhatikan membentuk angka tujuh. Sapuan warna merah mengesankan perasaan hati yang hancur akibat tusukan jarum. Visualisasinya menggunakan teknik goresan kuas secara ekpresif untuk mendapatkan kesan kalut. Lukisan ini memiliki keseimbangan asimetris yang didapat melalui penempatan bidang dan warna di kiri dan kanan sehingga menimbulkan balance of area. Penempatan jarum di tengah menjadikannya sebagai center of interest karena objek jarum menempel pada kanvas dan terbuat dari material besi. Background yang jika diperhatikan merupaka kombinasi beberapa bidang yang membentuk angka tujuh mengisi sebagian besar bidang lukisan, memiliki arti “pitulungan”, yaitu memohon pertolongan.

Pada umumnya jarum digunakan untuk menjahit kain yang dipotong, terpotong atau sobek. Tetapi disini pelukis mengartikan jarum dan benang dalam sebuah jahitan sebagai tanda penekanan rasa sakit yang ditimbulkan dari tusukan secara konstan dan diagonal sehingga penekanan symbol rasa sakit dirasakan berulang-ulang. Warna merah yang digoreskan secara ekspresif menyerupai percikan darah yang keluar dari hati lebih memperkuat tema rasa sakit yang diinginkan.Background yang secara dominant memenuhi bidang kanvas jika diperhatikan membentuk angka tujuh, memiliki arti “pitulungan”, yaitu dari tema perasaan sakit tersebut megharapkan penyelesaian atau solusi yang kemudian penulis harapkan menimbulkan introspeksi kedalam diri sendiri. Bagi diri pribadi karya ini menjadi semacam diary atas keinginan saya untuk “membunuh” sisi regret yang saya miliki yang terkadang justru menjadi titik lemah dan menyakiti diri saya sendiri. Maka dari itu karya ini merupakan wujud dari rasa sakit pada diri pribadi yang selalu menyelimuti.


(2)

commit to user

7. Air mata

Gambar 11

Karya berjudul : Air mata

Acrylic on Canvas, 30 x 110 cm x 4, 2010

Karya ini secara umum menggambarkan sebuah ungkapan penyesalan pelukis dalam menjalani kehidupan masa lalu yang dianggapnya kelam, dimana sang pelukis telah salah dalam menggambil langkah untuk membangun kehidupan yang sudah dicita-citakannya sejak dulu. Terdapat empat panel bidang lukisan yang dalam setiap panelnya muncul objek mata dengan ekspresi kesedihan. Goresan yang dipilih ditujukan untuk lebih memperkuat kesan kesedihan. Pada panel terakhir bawah muncul simbol plus dengan dikelilingi goresan membentuk kantong yang mewakili keadaan kesedihan tersebut hanya dapat mengendap dan tertampung tanpa ada solusi untuk menyelesaikannya.

Disini pelukis ingin menyampaikan bahwa tidak selamanya seseorang benar dalam menentukan pilihannya. Ia akan medapatkan kesedihan-kesedihan beruntun sebagai konsekwensi dari kesalahan pilihan yang diambilnya. Pelukis ingin membangun penyadaran tentang rasa pahitnya jalan hidup pelukis dalam mencapai sesuatu pengharapan yang lebih bermakna sehingga dari berbagai rasa penyesalan tersebut dapat terwujudkan sebuah karya seni lukis yang berjudul “air mata”.


(3)

commit to user

8. Sembah Sujud

Gambar 12

Karya berjudul : Sembah Sujud

Acrylic on Canvas, 470 x 130 cm, 2010

Karya lukisan berjudul Sembah Sujudmenceritakan tentang segala sesuatu baik buruknya perilaku yang terjadi di dunia ini semuanya pasti kembali kepadanya. Secara umum karya ini memiliki point of interest pada bentuk pintu berwarna merah dengan blok hitam membentuk angka tujuh dan rangkaian titik-titik putih berbaris membentuk garis dengan ujung anak panah. Pada sisi sebelah kanan terdapat goresan berwarna hijau dan putih membentuk gambar kunci. Background didominasi oleh warna putih dan garis hitam melintang dengan aksentuasi goresan ekspresif.

Karya ini secara umum ingin membangun penyadaran tentang jalan hidup yang pelukis berusaha memaknainya. Tampak bidang merah sebagai point of interest membentuk sebuah pintu sebagai media untuk mendapatkan solusi. Bidang hitam membentuk angka tujuh yang dimaknai pelukis sebagai “pitulungan” (pertolongan), memperkuat fungsi pintu itu sendiri sebagai sebuah solusi seperti yang pelukis sendiri berusaha maknai. Rangkaian titik-titik putih berbaris membentuk garis dengan ujung anak panah menunjuk tulisan kaligrafi Allah secara simbolik menggiring atau mengarahkan persepsi terhadap arti dari tulisan kaligrafi tersebut. Goresan berwarna hijau dan putih membentuk gambar kunci berbicara tentang perjalanan kesadaran menuju sesuatu yang positif, pelukis berusaha membuka diri untuk jujur dalam mensikapi atau setidaknya mendapatkan satu kesadaran dalam mengangkat tema ini. Tulisan kaligrafi Allah yang dibuat secara ekspresif setidaknya bagi pelukis memiliki fungsi pengingat tentang keesaan sebagai tujuan terakhir.


(4)

commit to user

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Disini penulis mencoba mengeksplorasi konsep personal untuk mendasari proses berkarya, mengenai konflik personal, luka, rasa sakit, dan keterasingan individu yang kemudian mencoba memvisualisasikan ke dalam karya berupa goresan-goresan, sapuan, lelehan yang dipilih sebagai bahasa ungkap atau lebih jauh disebut sebagai expressive form sebagai hasil ide penciptaan karya seni lukis. Dalam prosesnya penulis mendapatkan atau setidaknya memunculkan angka tujuh yang dilukis secara terselubung, yang bahkan memenuhi bidang lukisan sebagai background yang dimaknai oleh penulis sebagai pitulungan (Jawa) atau jika diterjemahkan secara harfiah sebagai pertolongan, kesatuan karya seni lukis yang mengemukakan gagasan, kesatuan atas konsep dan visualisasinya menjadikan sebuah karya yang memiliki daya “gugah” bagi apresian setelah mengetahui apa yang disampaikan karena setiap orang pasti memiliki problematika beserta pengalamannya. Karya-karya ini menunjukkan bahwa obyek lukisan tidak selamanya harus menunjukkan hal yang konvensional saja namun ternyata obyek yang selama ini terlihat sederhanapun memiliki potensi yang cukup kuat sebagai bahasa ungkap.

Konsep personal yang penulis bangun berupaya mencapai kedalaman makna renungan visualisasi ke dalam karya berupa goresan-goresan, sapuan, lelehan yang tidak digambarkan secara nyata tetapi simbol, yang bertujuan memperkuat pesan yang ingin saya tampilkan, yakni rasa sakit sebagai stimulan untuk apresian agar lebih dapat menghargai kehidupan serta untuk memberikan penawaran kemungkinan penciptaan obyek estetis yang lebih segar.


(5)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Amir Piliang, Yasraf. 2003. Hiper Semiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Jogjakarta : Jalasutra

Darlina Julius G. 2008. Metamorphosis. Jakarta : UPI YAI Book Discussion

Dharsono. 2003. Tinjauan Seni Rupa Modern. Surakarta : STSI Surakarta

Fajar Sidiq & Aming Prayitno. (1979). Desain Elementer. Yogyakarta : STSRI “ASRI”

J.Hans, Daeng. 2000. Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Rasjoyo. (1973). Pendidikan Seni Rupa. Jakarta : Erlangga

Sahman, Humar Drs. 1993. Mengenali Dunia Seni Rupa. Semarang : IKIP Semarang Press

Sobur Alex Msi. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya

Soedarso SP. 1990. Tinjauan Seni Sebuah Pengantar Untuk Apresiasi Seni. Yogyakarta : Suku Dayarsana

Soepratno. 1985. Pendidikan Seni Rupa. Semarang : Aneka Ilmu

Sumarjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung : ITB

Susanto, Mikke. 2002. Diksi Rupa (Kumpulan Istilah – Istilah Seni Rupa). Jogjakarta : Kanisius

Susanto, Mikke. 2002. Membongkar Seni Rupa. Jogjakarta : Jendela 45


(6)

commit to user

The Liang Gie. (1996). Filsafat Seni Sebuah Pengantar. Yogyakarta : PBIB

TIM. 1990. KBB. Jakarta : Balai Pustaka

Tjahjo Prabowo. 1999. Desain Dasar I (Desain Dua Dimensional)Desain Dwi Matra. Surakarta : UNS Press

KATALOG

Poem of Blood. Katalog pameran Ugo Untoro. Yogyakarta 2007

MAJALAH

Visual Arts. Edisi #13. Juni/Juli 2006 Visual Arts. Edisi #18. April/Mei 2007

INTERNET

http.www.hermannnitsch saatchi gallery london.co.uk http://www.motivasi-komunikasi-leadership.co.cc http://www.facebook.com/motivasi