30 Pengamatan ini dilakukan untuk membandingkan hasil pengujian antara
penggunaan bahan bakar solar dengan bahan bakar minyak nyamplung. Dari hasil pengamatan tidak ditemukan kerusakan yang cukup berarti baik berupa retakan,
patahan, ataupun perubahan bentuk dari komponen injektor, piston, dan kepala silinder saat beroperasi menggunakan bahan bakar solar dan minyak nyamplung.
Ini menunjukkan penggunaan bahan bakar minyak nyamplung tidak memiliki perbedaan siginifikan dengan bahan bakar solar ditinjau dari segi pengaruhnya
terhadap kerusakan komponen injektor, piston, dan kepala silinder.
c. Penumpukan Karbon Pada Komponen Motor Bakar Diesel
Injektor merupakan komponen motor bakar diesel yang berfungsi untuk mengkabutkan dan menyemprotkan bahan bakar ke dalam silinder. Pengkabutan
adalah proses memecah bahan bakar menjadi butiran kecil atau lebih dikenal dengan istilah atomisasi. Proses ini dimaksudkan agar bahan bakar lebih mudah
menguap sehingga dapat lebih mudah bereaksi dengan udara oksigen dan menyebabkan terjadinya proses pembakaran.
Gambar 16. Perbandingan tampilan injektor; a setelah pengujian menggunakan solar, dan b setelah pengujian menggunakan minyak nyamplung.
a b
Deposit karbon
31 Gambar 16 memperlihatkan penumpukan karbon pada injektor.
Penumpukan karbon untuk kedua jenis bahan bakar terkonsentrasi pada bagian sekitar nozzle injektor. Hal tersebut jika dibiarkan terus menerus dapat
menyebabkan penyumbatan pada lubang nozzle sehingga dapat menurunkan kualitas pengkabutan bahan bakar dan secara umum mengganggu kinerja motor
bakar diesel. Karbon yang melekat pada injektor saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung memiliki perbedaan karakteristik dibandingkan dengan saat
menggunakan bahan bakar solar, dimana pada saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung, karbon mengalami penggumpalan dan melekat kuat pada
permukaan logam di bagian kepala injektor serta terlihat lebih basah dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar solar. Karbon pada saat menggunakan bahan
bakar solar berbentuk serbuk, kering, dan tidak lengket. Menurut O’Brien 2001, penumpukan karbon sebagian besar disebabkan
oleh proses pembakaran bahan bakar di dalam silinder dan selebihnya berasal dari terbakarnya pelumas yang masuk ke dalam silinder. Oleh karena itu, karakteristik
fisika-kimia dari bahan bakar dan pelumas sangat mempengaruhi proses terjadinya penumpukan karbon di dalam silinder.
Arifin 2009 menyatakan bahwa kualitas pembakaran bahan bakar biodiesel ataupun minyak nabati lebih rendah dibandingkan dengan solar. Hal
tersebut disebabkan oleh sifat dari minyak nabati yang memiliki viskositas tinggi dan volatilitas rendah sehingga menghasilkan kualitas atomisasi dan pencampuran
bahan bakar dengan udara yang kurang baik. Ukuran butiran atomisasi yang besar dapat meningkatkan jumlah deposit karbon sebagai akibat dari tidak sempurnanya
proses pembakaran. Gambar 17 dan Gambar 18 memperlihatkan perbandingan kondisi
permukaan piston dan kepala silinder. Setelah pengoperasian selama 50 jam, permukaan piston dan kepala silinder menjadi tertutupi karbon sisa hasil
pembakaran. Hal ini dapat menyebabkan beberapa kerugian seperti peningkatan suhu operasi mesin akibat adanya insulasi ruang pembakaran, proses pembakaran
bahan bakar yang terlalu dini, dan pada akhirnya menurunkan kinerja dari motor bakar diesel tersebut. Karbon yang menempel pada piston dan kepala silinder saat
menggunakan bahan bakar nyamplung juga terlihat menggumpal, lebih basah dan
32 lebih lengket jika dibandingkan dengan saat menggunakan solar sehingga sulit
untuk dibersihkan. Karbon pada kepala silinder saat menggunakan minyak nyamplung terkonsentrasi di sekitar saluran penguhubung antara ruang
pembakaran awal dan silinder.
Gambar 17. Perbandingan tampilan piston; a kondisi baru, b setelah pengujian menggunakan solar, dan c setelah pengujian menggunakan minyak
nyamplung.
Gambar 18. Perbandingan tampilan kepala silinder; a kondisi baru, b setelah pengujian menggunakan solar, dan c setelah pengujian
menggunakan minyak nyamplung.
d. Pengukuran Massa Karbon
Massa karbon yang terdapat pada injektor, piston, dan kepala silinder dapat dilihat pada Gambar 19. Dari grafik tersebut terlihat bahwa massa karbon pada
a b
c Konsentrasi penumpukan karbon pada kepala silinder
a b
c
Konsentrasi penumpukan karbon pada piston
33 komponen injektor saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung sebesar
40.3 mg, sedikit lebih banyak dibandingkan dengan bahan bakar solar, yaitu 38.7 mg. Perbedaan diantara keduanya relatif sangat kecil, yaitu sebesar 1.6 mg. Massa
karbon pada komponen piston saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung sebesar 371.7 mg, sedangkan saat menggunakan bahan bakar solar sebesar 532.7
mg. Ini berarti massa karbon saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung lebih sedikit 161 mg dibandingkan bahan bakar solar. Untuk komponen kepala
silinder juga berlaku demikian, pada saat menggunakan minyak nyamplung sebesar 626.3 mg dan bahan bakar solar 785.9 mg, sehingga perbedaannya
menjadi 159.7 mg. Secara keseluruhan massa karbon yang dihasilkan pada saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung lebih rendah 23.51 dibandingkan
dengan bahan bakar solar.
38.7 532.7
785.9 1357.3
40.3 371.7
626.2 1038.2
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
Injektor Piston
Kepala Silinder Total
M a
ss a
m g
Solar Minyak Nyamplung
Gambar 19. Massa karbon pada komponen motor bakar diesel Pengukuran massa karbon dilakukan untuk menganalisa kualitas
pembakaran suatu jenis bahan bakar. Secara umum, semakin sempurna suatu proses pembakaran, maka karbon yang dihasilkan pun akan semakin sedikit,
karena semakin banyak atom C yang berasal dari bahan bakar hidrokarbon yang bereaksi dengan atom O yang berasal dari udara oksigen dan menghasilkan CO
2
. Namun pada kasus penggunaan minyak nyamplung ini, hal tersebut belum tentu
menunjukkan bahwa pembakaran minyak nyamplung lebih sempurna jika dibandingkan dengan solar karena massa karbonnya yang lebih sedikit. Jumlah
karbon minyak nyamplung yang lebih sedikit dibandingkan solar disebabkan oleh