Penumpukan Karbon Pada Komponen Motor Bakar Diesel

41 abu sulfat pelumas pada saat pengujian dengan bahan bakar solar mengalami peningkatan sebesar 8.18 dari 1.10 massa menjadi 1.19 massa, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung, nilainya meningkat sebesar 29.09, dari kondisi awal 1.10 massa menjadi 1.42 massa. Kedua nilai tersebut masih di atas ambang batas yang diizinkan menurut SNI 06-7069.5-2005, yaitu minimal sebesar 0.70 massa. e. 4. Kandungan Kontaminan Na dan Si Gambar 26a dan 26b memperlihatkan kandungan Natrium Na dan Silikon Si pada pelumas. Kandungan Na pada pelumas baru sebesar 1 ppm, sedangkan Si sebesar 14 ppm. Setelah beroperasi selama 50 jam menggunakan bahan bakar solar dan minyak nyamplung, kandungan Na pada pelumas meningkat menjadi 9 ppm dan Si menjadi 22 ppm yang berlaku untuk kedua jenis bahan bakar. Angka tersebut masih berada di bawah ambang batas yang diizinkan, yaitu sebesar 50 ppm untuk Na dan 45 ppm untuk Si PT Petrolab Services. 10 20 30 40 50 10 20 30 40 50 N a pp m Jam ke- P-1 P-2 10 20 30 40 50 10 20 30 40 50 S i pp m Jam ke- P-1 P-2 Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Max = Ambang batas maksimum PT Petrolab Services Gambar 26. Kandungan Na dan Si pada pelumas Kandungan Na dan Si berhubungan dengan kontaminasi yang berasal dari partikel debu atau kotoran yang masuk ke dalam ruang pembakaran, kemudian terbawa ke crankcase dan mengkontaminasi pelumas. Partikel Si juga bisa berasal dari komponen motor bakar diesel yang materialnya mengandung Si.

e. 5. Kandungan Logam

Besi Fe merupakan salah satu material utama yang digunakan untuk membuat komponen-komponen motor bakar diesel. Oleh karena itu, kandungan besi pada pelumas umumnya memiliki nilai yang paling tinggi di antara logam- logam lainnya. Pada Gambar 27a terlihat bahwa kandungan Fe mengalami a b Max Max 42 peningkatan dari kondisi awal sebesar 8 ppm menjadi 116 ppm untuk bahan bakar solar dan 499 ppm untuk bahan bakar minyak nyamplung. Khusus untuk penggunaan bahan bakar minyak nyamplung, nilai kandungan Fe jauh melampaui batas maksimum kandungan Fe pada pelumas, yaitu sebesar 125 ppm PT Petrolab Services. Pada saat penggunaan bahan bakar solar, kandungan logam mencapai batasnya setelah 30 – 40 jam pengoperasian, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung, kandungan melebihi nilai maksimumnya sebelum melewati 10 jam operasi. Ini mengindikasikan terjadinya keausan yang cukup tinggi di antara komponen-komponen motor bakar diesel saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung. Dari Tabel 8, komponen- komponen motor bakar diesel yang mengalami keausan yang ditunjukkan oleh tingginya kandungan logam Fe adalah cam shaft, crank shaft, cylinder wall, exhaust valve, piston, rings, dan gear. 100 200 300 400 500 600 10 20 30 40 50 F e ppm Jam ke- P-1 P-2 5 10 15 20 25 30 35 40 45 10 20 30 40 50 C u pp m Jam ke- P-1 P-2 Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Max = Ambang batas maksimum PT Petrolab Services Gambar 27. Kandungan Fe dan Cu pada pelumas Menurut Richard et al 2009, penggunaan bahan bakar yang berasal dari minyak nabati dapat meningkatkan laju reaksi korosi pada permukaan logam yang mengalami kontak dengan asam lemak. Semakin tidak jenuh suatu asam lemak atau semakin banyak ikatan rangkapnya maka akan semakin rentan terhadap reaksi oksidasi dan laju reaksi korosi pun akan semakin meningkat. Minyak nyamplung sebagian besar terdiri atas asam lemak tak jenuh berupa asam oleat dengan ikatan rangkap 1 C18:1 dan asam linoleat dengan ikatan rangkap 2 C18:2. Dengan demikian penggunaan minyak nyamplung akan memperbesar peluang terjadinya korosi pada permukaan logam. Korosi ini membuat permukaan a b Max Max 43 logam menjadi semakin kasar, sehingga apabila terjadi kontak atau gesekan antara dua permukaan logam yang telah terkorosi, akan mengakibatkan keausan lebih tinggi. Itulah sebabnya pada saat penggunaan bahan bakar minyak nyamplung, tingkat keausan logam yang terkandung di dalam pelumas cenderung lebih tinggi dibandingkan solar. Kandungan logam Cu pada pelumas mengalami kenaikan dari kondisi awal 2 ppm menjadi 7 ppm untuk bahan bakar solar dan 42 ppm untuk bahan bakar minyak nyamplung seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 27b, sedangkan ambang batas yang diizinkan untuk logam Cu sebesar 35 ppm PT Petrolab Services. Penggunaan bahan bakar minyak nyamplung melewati ambang batas kandungan Cu, ini mengindikasikan terjadi keausan yang cukup tinggi. Nilai kandungan logam Cu yang tinggi menunjukkan keausan pada komponen journal bearing, bushing, thrust washer, valve guides, dan wrist pin- bushing. Tabel 8. Indikator keausan komponen motor bakar diesel Logam Indikasi keausan komponen cam shaft, crank shaft, cylinder wall, exhaust valve, oil pump, piston, ring, gears journal bearing, bushing, thrust washer, valve guides, wrist pin-bushing piston, bearing, thrust washer, housingcastings, oil pump, oil pump bushing, wrist pin-bushing Cromium Cr cylinder wall, exhaust valve, rings Besi Fe Tembaga Cu Alumunium Al Sumber: Oil Analyzers Inc. 5 10 15 20 25 30 35 40 45 10 20 30 40 50 A l ppm Jam ke- P-1 P-2 5 10 15 20 25 30 10 20 30 40 50 C r pp m Jam ke- P-1 P-2 Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Max = Ambang batas maksimum PT Petrolab Services Gambar 28. Kandungan Al dan Cr pada pelumas a b Max Max