Pengamatan Visual Komponen Motor Bakar Diesel

40 menempel pada komponen motor bakar diesel. Dampak tersebut dapat diminimalisir dengan penerapan teknologi penyaringan yang baik.

e. 3. Kandungan Abu Sulfat

Kandungan abu sulfat merupakan residu yang tidak dapat terbakar yang terkadung di dalam pelumas. Aditif deterjen pelumas yang mengandung logam derivatif seperti senyawa kalsium, magnesium, dan seng merupakan sumber terbentuknya abu. Senyawa logam organik ini membentuk sifat alkalinitas atau yang biasa disebut TBN. Kandungan abu yang berlebihan dapat menyebabkan penumpukan abu dan mengganggu kinerja motor bakar diesel, namun di sisi yang lain, kandungan abu sulfat turut berperan dalam menjaga stabilitas oksidasi pelumas. 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 1.10 1.20 1.30 1.40 1.50 10 20 30 40 50 A b u s u lf a t m a ss a Jam ke- P-1 P-2 Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Min = Ambang batas minimum kandungan abu sulfat SNI 06-7069.5-2005 Gambar 25. Kandungan abu sulfat pada pelumas Gambar 25 menunjukkan kandungan abu sulfat pada pelumas. Karakteristik kandungan abu sulfat ini berkaitan dengan TBN yang menunjukkan kuantitas aditif deterjen di dalam pelumas, khususnya aditif Ca Kalsium, Mg Magnesium, dan Zn Seng. Aditif Ca berasal dari senyawa deterjen yang berfungsi untuk menetralisir asam yang terjadi dari hasil pembakaran dan mencegah serta membersihkan kotoran. Mg berfungsi sebagai dispersan untuk mendispersikan kotoran agar tidak menggumpal. Sedangkan Zn berasal dari senyawa aditif yang berfungsi sebagai anti oksidan dan anti keausan. Kandungan Min 41 abu sulfat pelumas pada saat pengujian dengan bahan bakar solar mengalami peningkatan sebesar 8.18 dari 1.10 massa menjadi 1.19 massa, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung, nilainya meningkat sebesar 29.09, dari kondisi awal 1.10 massa menjadi 1.42 massa. Kedua nilai tersebut masih di atas ambang batas yang diizinkan menurut SNI 06-7069.5-2005, yaitu minimal sebesar 0.70 massa. e. 4. Kandungan Kontaminan Na dan Si Gambar 26a dan 26b memperlihatkan kandungan Natrium Na dan Silikon Si pada pelumas. Kandungan Na pada pelumas baru sebesar 1 ppm, sedangkan Si sebesar 14 ppm. Setelah beroperasi selama 50 jam menggunakan bahan bakar solar dan minyak nyamplung, kandungan Na pada pelumas meningkat menjadi 9 ppm dan Si menjadi 22 ppm yang berlaku untuk kedua jenis bahan bakar. Angka tersebut masih berada di bawah ambang batas yang diizinkan, yaitu sebesar 50 ppm untuk Na dan 45 ppm untuk Si PT Petrolab Services. 10 20 30 40 50 10 20 30 40 50 N a pp m Jam ke- P-1 P-2 10 20 30 40 50 10 20 30 40 50 S i pp m Jam ke- P-1 P-2 Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Max = Ambang batas maksimum PT Petrolab Services Gambar 26. Kandungan Na dan Si pada pelumas Kandungan Na dan Si berhubungan dengan kontaminasi yang berasal dari partikel debu atau kotoran yang masuk ke dalam ruang pembakaran, kemudian terbawa ke crankcase dan mengkontaminasi pelumas. Partikel Si juga bisa berasal dari komponen motor bakar diesel yang materialnya mengandung Si.

e. 5. Kandungan Logam

Besi Fe merupakan salah satu material utama yang digunakan untuk membuat komponen-komponen motor bakar diesel. Oleh karena itu, kandungan besi pada pelumas umumnya memiliki nilai yang paling tinggi di antara logam- logam lainnya. Pada Gambar 27a terlihat bahwa kandungan Fe mengalami a b Max Max